• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU OKTAVIANA TRI ARDYATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU OKTAVIANA TRI ARDYATI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN

CIDAHU

OKTAVIANA TRI ARDYATI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

OKTAVIANA TRI ARDYATI. Kajian Potensi Pasokan Mata Air Kecamatan

Cidahu. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.

Airbumi merupakan sumber daya yang berpotensi dalam menunjang

kebutuhan hidup orang banyak. Salah satu bentuk pemunculan airbumi yang

alami, dan terbentuk akibat adanya perpotongan dengan muka tanah adalah mata

air. Pada saat ini, beberapa daerah resapan mata air (khususnya di Pulau Jawa)

telah mengalami kerusakan yang mengkhawatirkan. Mata air di daerah Bogor,

Purwokerto, dan Malang telah mengalami penurunan debit bila dibandingkan

dengan kondisi tahun 1970 an. Terjadi penurunan nyata pada debit Mata Air

Tangkil yang terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor sejak tahun 1997

hingga 2004 (Aristyana, 2005). Oleh karena itu dibutuhkan pengkajian terhadap

berbagai faktor dinamis seperti perubahan tata guna lahan dan curah hujan, dan

faktor statis seperti jenis tanah, litologi maupun sebaran akifernya. Kajian tersebut

diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup detail mengenai

keterdapatan, penyebaran, dan kapasitas mata air.

Tujuan penelitian ini adalah memetakan lokasi dan kapasitas dari

informasi inventarisasi mata air di Kecamatan Cidahu, mengkaji variasi dari data

deret waktu mata air yang memiliki rekaman dengan kurun waktu yang cukup

panjang, dan membuat peta spasial dan penampang geologi mata air untuk

mengidentifikasi daerah resapan.

Metode yang digunakan dalam penelitian mencakup pengolahan dan

analisis data spasial dan non spasial. Data spasial berupa peta hidrogeologi akan

memberikan informasi mengenai jenis tanah, litologi, dan sebaran akifer di daerah

sekitar mata air. Kemudian, pengolahan data raster dari data citra satelit landsat

untuk menganalisa perubahan tutupan lahan tahun 1991 dan 2001 pada lokasi

penelitian. Tahap berikutnya adalah pengolahan data non spasial yaitu data curah

hujan dan debit mata air untuk mengetahui karakteristik statistik seperti nilai

maksimum, minimum, dan rataan. Proses selanjutnya adalah mengidentifikasi

adanya keterkaitan pola musiman antara curah hujan terhadap debit mata air.

(3)

Apabila semua informasi tersebut telah dikombinasikan maka akan dapat

digunakan untuk mengidentifikasi daerah resapan sumber mata air.

Sebagai hasil pengolahan dan analisis data, diketahui bahwa Kecamatan

Cidahu yang berada di Kabupaten Sukabumi bagian utara berpotensi sebagai

daerah sumber mata air. Kecamatan ini memiliki banyak sumber mata air.

Delapan mata air pegunungan yang diketahui oleh kantor kecamatan yaitu

Cipanengah, Ciloa, Papisangan, Cibuntu (774 l/s), Cipanas (1110 l/s), Citaman,

Girijaya, dan Cikubang (120 l/s). Mata air Cipanengah, Ciloa, Papisangan,

Citaman, dan Girijaya dipergunakan oleh masyarakat, dan belum diketahui debit

terukurnya. Tiga mata air lainnya digunakan untuk industri.

Enam lokasi mata air yang disurvey, berdasarkan informasi Balai

PSDA Cisadea-Cimandiri Kabupaten Sukabumi, dipergunakan sebagai pasokan

usaha Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Desa Babakan Pari memiliki tiga

mata air, yaitu mata air Cisalada Manglid (37 l/s), Cikubang (120 l/s), dan

Cikubang hilir (27 l/s), sedangkan mata air Cipanas (1110 l/s) dan Cigombong

(12,6 l/s) berada di desa Pasir Doton. Mata air Cibojong (20 l/s) terletak di desa

Cidahu. Kapasitas produksi maksimum sebesar 1110 l/s, minimum sebesar 12,6

l/s dan rataan sebesar 221 l/s.

Keenam mata air berada di wilayah lereng gunung bagian bawah dengan

ketinggian sekitar 400-500 mdpl, dan derajat kelerengan sekitar 0-7˚. Tutupan

lahan yang mendominasi kawasan mata air tersebut merupakan tegalan. Jenis

tanah di daerah sebaran mata air tersebut adalah vertisol. Bentuk litologi daerah

keenam mata air tersebut adalah endapan gunungapi muda. Secara hidrogeologi,

keseluruhan mata air tersebut merupakan bagian dari akifer produktif sedang

dengan penyebaran luas.

Perubahan tutupan lahan selama satu dekade (1991-2001) tidak

menunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap debit mata air yang berada di

wilayah Cidahu. Demikian pula halnya curah hujan. Karena curah hujan tidak

langsung berhubungan dengan lapisan akifer yang menjadi sumber mata air

tersebut.

(4)

KAJIAN POTENSI PASOKAN MATA AIR DI KECAMATAN CIDAHU

OKTAVIANA TRI ARDYATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Program Sarjana Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Kajian Potensi Pasokan Mata Air di Kecamatan Cidahu

Nama Mahasiswa

: Oktaviana Tri Ardyati

NRP

:

G24102032

Menyetujui,

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan

NIP. 130804892

Mengetahui,

g

Dekan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS.

NIP. 131473999

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang, 29 Oktober 1985. Merupakan putri kedua

dari pasangan Damianus Suparman dan Yuliana Sri Sugiyati.

Setelah menamatkan bangku SLTA pada tahun 2002 di Palembang,

penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor dengan

mengambil program studi Meteorologi melalui jalur UMPTN (Ujian Masuk

Perguruan Tinggi Negeri).

Selama perkuliahan berlangsung, penulis juga aktif membantu dalam

sebagai koordinator dana usaha dalam acara yang menjadi kalender tahunan

program Himagreto (Himpunan Mahasiswa Meteorologi) yaitu METRIK (tahun

2003), kemudian juga berpartisipasi aktif dengan jabatan yang sama dalam

kepengurusan KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik) tahun 2004-2005.

Penulis juga pernah terpilih sebagai perwakilan Departemen Geofisika dan

Meteorologi dan menjadi peringkat pertama dalam

Writing Contes

t yang diadakan

oleh program Fisika yang bekerja sama dengan LB LIA pada tahun 2002.

Pada peminatan lebih lanjut sebagai program yang diberikan departemen

untuk mahasiswa tingkat akhir, penulis memilih untuk berkecimpung dalam

Hidrologi. Dimulai ketika Praktek Lapang di Dinas PU Kota Palembang

(Juli-Agustus 2005) kemudian meneruskan dengan penelitian di Lab Hidrometeorologi

Departemen Geofisika dan Meteorologi dengan mengambil judul “Kajian Potensi

Pasokan Mata Air di Kecamatan Cidahu”.

(7)

PRAKATA

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke hadapan Tuhan Yesus Kristus, Sang

Penyelamat atas segala kasih dan karunia berlimpah yang diberikan-Nya. Dengan

semua berkat itulah penulis mampu menyelesaikan pendidikan sarjana dan

menyajikan tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1.

Bapak Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan atas kesabaran dan tidak pernah lelahnya

Beliau membimbing, mendukung, dan mengawasi penulis sejak praktik lapang

hingga penulisan tugas akhir.

2.

Bapak Toni selaku Kepala PSDA Sukabumi wilayah Cisadea Cimandiri.

3.

Senior Lab Hidrometeorologi, Kak Taufik dan Kak Sofyan atas bantuan

selama penulisan.

4.

Pak Deni, Pak Idung, Pak Putu Pak Bregas dan Pak Bambang karena masukan

yang sangat penting artinya bagi penelitian penulis

5.

Mbak Nurna untuk bantuan pengkolektifan data yang diperlukan penulis

6.

Pak Bregas selaku Dosen yang bersedia menjadi teman mahasiswa.

7.

Pak Pono, Pak Ajun, K Azis dan Mbak Wanti. Makasih atas kesabaran

8.

Mas Dudi, Teman terbaik yang selalu setia mendampingi, dan menjaga ketika

penulis sakit, sekalipun Ia harus bertugas ke Atambua.

9.

Orang-orang khusus yang menjadi tempat curhat abadi (Lintung, Nida, Nana)

10. Teman-teman yang selalu ada setiap saat dibutuhkan (Nti-ijo,

Fio-pinterlemoy, Vivi-chan, Lupi-Upil)

11. Teman-teman yang bisa membuat lupa akan stress, GFM 39 (Samba, Basyar,

Made, Joko, Gian, Tado aka Conge, Joko, Away, Sapta, Rudi, Aprian, Mian,

Eko, Zainul, Deni, Noni, Ani, Kiki, Misna, Ipit, Sasat, dan Dwinita).

12. Terakhir dan secara mendalam dengan sepenuh hati, yaitu Bunda Yuli dan

Bapak Parman serta my best Bro, Iren atas doa, dukungan, dan kasihnya setiap

waktu.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN... iv

I.

PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 1

II.

TINJAUAN PUSTAKA ... 1

2.1. Daur hidrologi ... 1

2.2. Hidrogeologi dan Peta Hidrogeologi ... 1

2.3. Airbumi ... 1

2.4. Mata Air ... 2

2.5. Curah Hujan ... 3

2.6. Penggunaan Lahan ... 3

2.7. Topografi... 3

2.8. Sistem Informasi Geografis... 4

III.

METODOLOGI ... 5

3.1. Waktu dan Tempat ... 5

3.2. Bahan dan Alat... 5

3.3. Tahap dan Metode... 5

IV.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN... 7

4.1. Letak Geografis... 7

(9)

4.4. Kondisi Hidrogeologi... 8

4.5. Pemerintahan... 8

4.6. Sosial ... 8

4.7. Aspek kehidupan... 8

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN... 9

5.1. Deskripsi Kondisi Fisik Daerah Mata Air... 9

5.1.1. Topografi... 9

5.1.2. Geomorfologi ... 11

5.1.3. Litologi... 12

5.1.4. Hidrogeologi ... 13

5.1.5. Keadaan Tanah... 14

5.1.6. Tata Guna Lahan ... 15

5.1.7. Potensi Sumberdaya Air... 17

5.1.8. Penampang Melintang Geologi Skematik... 20

5.2. Karakteristik Pola Curah Hujan pada Daerah Tangkapan ... 21

5.3. Analisa Kaitan Tren Curah Hujan Bulanan dengan Pola Aliran

Debit Rata-Rata Bulanan Mata Air ... 22

5.4. Penentuan Daerah Resapan ... 23

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN... 24

6.1. Kesimpulan ... 24

6.2. Saran... 24

DAFTAR PUSTAKA ... 24

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas wilayah per desa di Kecamatan Cidahu ... 7

Tabel 2. Karakteristik penduduk Kecamatan Cidahu ... 8

Tabel 3. Jarak mata air terhadap aliran sungai terdekat ... 9

Tabel 4. Derajat kelerengan mata air Kecamatan Cidahu... 10

Tabel 5. Luas sebaran jenis tanah Kecamatan Cidahu... 14

Tabel 6. Daftar mata air di Kecamatan Cidahu... 17

Tabel 7. Posisi sebaran mata air Kecamatan Cidahu ... 17

Tabel 8. Pengukuran salah satu saluran mata air Cipanas ... 18

Tabel 9. Perhitungan debit Mata Air Cipanas dari survey lapang ... 19

Tabel 10. Jumlah pengguna air di Kecamatan Cidahu... 19

Tabel 11. Nilai curah hujan tahunan di setiap sub-sub DAS ... 21

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta administrasi Kecamatan Cidahu... 7

Gambar 2. Bagian Mata Air Cikubang yang dimanfaatkan

oleh masyarakat... 9

Gambar 3. Bagian Mata Air Cipanas yang dimanfaatkan

oleh masyarakat... 9

Gambar 4. Peta kelerengan Kecamatan Cidahu ... 10

Gambar 5. Peta sebaran bentukan lahan Kecamatan Cidahu ... 11

Gambar 6. Peta sebaran litologi Kecamatan Cidahu... 12

Gambar 7. Peta sebaran akifer Kecamatan Cidahu... 13

Gambar 8. Peta sebaran tanah Kecamatan Cidahu... 14

Gambar 9. Peta penutupan lahan Kecamatan Cidahu tahun 1991 ... 16

Gambar 10. Peta penutupan lahan Kecamatan Cidahu tahun 2001 ... 16

Gambar 11. Penampang saluran Mata Air Cipanas ... 18

(11)

Gambar 13. Profil melintang geologi yang dilihat dari Gunung Pangrango

hingga batas DAS Cimandiri ... 20

Gambar 14. Peta sebaran sub DAS Cicatih... 21

Gambar 15. Grafik hubungan antara curah hujan tahunan

di sub DAS Cicatih ... 22

Gambar 16. Grafik hubungan fluktuasi debit Mata Air per bulan ... 22

Gambar 17. Sketsa penampang melintang Mata Air di Kecamatan Cidahu.... 23

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alur penelitian ... 26

Lampiran 2. Jumlah penduduk yang berpendidikan formal

dan Nonformal di Kecamatan Cidahu... 27

Lampiran 3. Proporsi sumber pendapatan rumah tangga... 27

Lampiran 4. Persentase kepemilikan lahan di Kecamatan Cidahu ... 27

Lampiran 5. Jumlah keluarga di Kecamatan Cidahu ... 28

Lampiran 6. Penutupan lahan tahun 1991 dan 2001 di Kecamatan Cidahu .... 28

Lampiran 7. Penggunaan lahan (ha) dan persentasenya

di Kecamatan Cidahu 2003 ... 29

Lampiran 8. Debit Mata Air Cikubang (2001-2006) ... 30

Lampiran 9. Data perusahaan pengambilan dan pemanfaatan mata air

s/d bulan September tahun 2006 ... 31

Lampiran 10. Curah hujan bulanan di stasiun

sekitar sub DAS Cicatih (1984-2005) ... 35

Lampiran 11. Stratifikasi litologi mata air Cikubang PT Aqua ... 36

Lampiran 12. Mata air yang telah dimanfaatkan oleh PDAM Sukabumi... 37

Lampiran 13. Profil melintang geologi yang dilihat dari Gunung Salak

hingga Mata Air Cikubang... 38

Lampiran 14. Grafik curah hujan bulanan di sub Das Cicatih... 39

(12)

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Peran sumber daya airbumi semakin lama semakin penting dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat. Mata air merupakan aliran airbumi, yang muncul ke permukaan tanah secara alami dan disebabkan oleh terpotongnya aliran airbumi oleh bentuk topografi setempat. Pada umumnya mata air muncul di daerah kaki perbukitan atau bagian lereng, lembah perbukitan, dan di daerah dataran.

Tata guna lahan pada daerah resapan berpengaruh langsung terhadap bagian infiltrasi dan menjadi aliran airbumi (sumber mata air). Pada saat ini, beberapa daerah resapan mata air (khususnya di pulau Jawa) telah mengalami kerusakan yang mengkhawatirkan. Mata air di daerah Bogor, Purwokerto, dan Malang telah mengalami penurunan debit bila dibandingkan dengan kondisi tahun 1970 an. Terjadi penurunan secara nyata pada debit Mata Air Tangkil yang terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor sejak tahun 1997 hingga 2004 (Aristyana, 2005). Di wilayah Bogor, hingga tahun 2001 telah terjadi penurunan debit mata air yang dimanfaatkan oleh PDAM setempat, yaitu sebesar 4–15 % (Prastowo, 2001). Apabila tidak ada upaya pengendalian kerusakan ekosistem di sekitar mata air, maka dapat dipastikan bahwa pemanfaatannya di masa mendatang akan terganggu.

Guna membantu pengelolaan

sumber daya air ini terutama dalam perencanaan pendayagunaan dan konservasinya, dibutuhkan informasi yang cukup rinci tentang keterdapatan, penyebaran, jumlah, dan mutu mata air yang dikaitkan dengan kondisi geologinya., dan penyebaran akifer serta potensi airbumi yang terkandung di dalamnya. Agar dapat melaksanakan pengelolaan tersebut, terutama untuk keperluan perencanaan dan pengembangan mata air suatu daerah.

1.2 Tujuan

Beberapa hal yang menjadi tujuan dari penelitian adalah:

1. Memetakan lokasi dan kapasitas dari

informasi inventarisasi mata air

memiliki rekaman untuk kurun waktu yang cukup panjang.

3. Pembuatan peta spasial dan penampang

melintang geologi mata air Kecamatan Cidahu untuk mengidentifikasi daerah resapan

II. Tinjauan Pustaka Daur hidrologi

Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer (Seyhan, 1990). Evaporasi dari tanah atau laut maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di dalam tanah maupun dalam tubuh air dan evaporasi kembali. Daur tersebut berguna untuk memberikan konsep pengantar mengenai bagaimana air bersirkulasi secara umum dan proses-proses yang terlibat dalam sirkulasi ini.

Hidrogeologi dan Peta Hidrogeologi

Hidrogeologi juga diartikan sebagai ilmu tentang air bawah tanah/airbumi (Hudak, 2000). Hidrogeologi (hydro=air, geo=bumi, logos=ilmu) adalah ilmu yang mempelajari kaitan antara kondisi geologi terhadap keterdapatan, penyebaran, pergerakan, serta kualitas airbumi.

Peta hidrogeologi dapat didefinisikan sebagai peta yang memberikan informasi tentang keterdapatan airbumi dan kemungkinan luah sumur yang menyadap akifer, serta komposisi kimia airbumi, dikaitkan dengan unit-unit geologi (litologi, stratigrafi dan struktur), dan informasi lain yang berkaitan dengan air dari suatu daerah tertentu, di atas suatu peta dasar topografi skala 1:100.000. Hidrogeologi mengamati proses air berinteraksi dengan sistem geologi.

Airbumi

Airbumi adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah (air lapisan) dan di dalam retak-retak batuan (air celah atau fissure water) (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).

Beberapa teori asal-usul terjadinya air bumi adalah sebagai berikut (Tolman, 1937) :

(13)

tanah sebagai air infiltrasi. Setelah tanah jenuh atau pori-pori tanah terisi air, maka air akan diteruskan ke bawah sebagai air perkolasi untuk kemudian menuju ke bawah sebagai air perkolasi untuk kemudian menjadi airbumi.

2. Teori air juvenil

Airbumi yang masih murni atau belum mengikuti daur hidrologi.

3. Teori connate water

Airbumi berasal dari formasi batuan endapan di bawah laut yang lambat laun terangkat ke permukaan air laut. Air yang tersimpan dan terbawa dalam formasi batuan tersebut akan menjadi air bawah tanah.

4. Teori kondensasi

Airbumi sebagian besar berasal dari uap air di udara yang berkondensasi dan beredar melalui rongga atau retakan batuan. Awan yang terbawa udara dalam memasuki rongga atau retakan tersebut dapat mengalami pengembunan dan akan mencair yang kemudian menjadi airbumi.

Keadaan airbumi

Formasi geologi yang mengandung atau berisi air dan melakukannya dari satu titik ke titik lainnya dalam jumlah yang cukup untuk mendukung perkembangan ekonomi disebut akifer (Linsley et al, 1996). Air dapat terdrainase dari tanah oleh gaya gravitasi dikenal sebagai specific yield yang didefinisikan sebagai perbandingan volume air yang terdrainasekan oleh gaya gravitasi terhadap porositas tanah. Nilai specific yield pada ukuran partikel tanah dan distribusi pori-pori dan derajat stabilitas/kekompakan tanah (Viesman et al., 1977).

Keadaan airbumi diuraikan sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) :

1. Lapisan permeabel dan lapisan

impermeabel

Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh airbumi seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit dilalui airbumi seperti lapisan liat atau lapisan debu disebut lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan disebut lapisan kedap air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan permeabel yang jenuh airbumi diatasnya disebut juga akifer (aquifer).

2. Air bebas dan air terkekang (free water

and confined water)

Airbumi dalam akifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel mendapat tekanan disebut air terkekang. Airbumi dalam akifer yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel disebut airbumi bebas. Permukaan airbumi di dalam sumur dari airbumi bebas adalah permukaan air bebas dan permukaan airbumi dari akifer adalah permukaan air terkekang. Jadi permukaan air bebas adalah batas antara zone jenuh dan zone aerasi.

3. Airbumi tumpang (perched water)

Di dalam zone aerasi dapat terbentuk sebuah atau lebih lapisan impermeabel, dan airbumi yang terbentuk di atasnya disebut airbumi tumpang. Air tumpang ini tidak dapat dijadikan sebagai usaha pengembangan airbumi karena mempunyai variasi permukaan air dan volume air yang tidak besar.

Banyaknya kandungan airbumi di suatu daerah tergantung pada :

1. Iklim/musim atau curah hujan.

2. Banyak sedikitnya vegetasi pelindung

di daerah resapan.

3. Topografi misalnya kelerengan.

4. Derajat celah batuan.

Mata Air

Sumber utama mata air adalah airbumi. Airbumi dapat ditemui pada lapisan akifer. Jika akifer memotong permukaan tanah, mata air atau rembesan akan terbentuk (Linsley et al, 1996).

Jenis-jenis mata air berdasarkan pemunculannya dibedakan menjadi empat jenis (Departemen PU, 1998), yaitu :

1. Mata air depresi

Mata air yang muncul karena permukaan tanahnya terpotong oleh muka air tanah. Mata air ini banyak dijumpai terutama di kaki gunung api atau perbukitan. Sistem mata air ini mempunyai debit bervariasi, berkisar antara 1 ltr/dtk sampai lebih dari 10 ltr/dtk. Sistem mata air ini dikontrol oleh morfologi dan komposisi material penyusun litologi. Sistem input umumnya bersifat lokal berasal dari infiltrasi air hujan. Outputnya berupa mata air dan aliran effluent yang mengalir sebagai aliran sungai.

2. Mata air kontak

Mata air yang muncul pada bidang kontak antara batuan yang berkelulusan

(14)

lebih besar di bagian atas dengan batuan yang berkelulusan lebih kecil di bawahnya. Misalnya pada lapisan batuan yang porous seperti batu pasir dan batuan piroklastik yang berada di atas (kontak) dengan lapisan impermeabel yang berada di bawahnya yaitu lempung. Akibatnya air tidak bisa meresap ke lapisan di bawahnya tetapi keluar ke permukaan berupa mata air. Sistem ini inputnya bersifat lokal berasal dari infiltrasi air hujan dengan output berupa mata air. Debit aliran bervariasi kurang dari 1 ltr/dtk sampai 2,2 ltr/dtk. Karakteristik fisik dari beberapa mata air yang diukur umumnya mempunyai suhu normal dan pH antara 6,38-8,69.

3. Mata air patahan/artesis

Mata air yang muncul dari ruang antar butir atau celahan yang diapit oleh lapisan kedap air pada bagian atas dan bawah. Sistem mata air ini terjadi pada pelapisan batu pasir dan batuan lempung. Akibat adanya sesar, air tanah tertekan yang terdapat pada lapisan batu pasir yang permeabel dapat keluar sebagai mata air. Variasi debit antara 1 ltr/dtk sampai dengan 30 ltr/dtk. Sistem ini inputnya bukan bersifat lokal akan tetapi seperti sistem akifer yang lainnya mempunyai pH normal.

4. Mata air rongga/rekahan

Mata air yang muncul melalui rongga atau lubang atau pipa saluran, biasanya pada lava vesikuler atau pada batu gamping. Sistem ini memiliki karakteristik yang khas untuk daerah karst yang terbentuk karena celah dan rekahan akibat kekar dan pelarutan pada batu gamping menjadi tempat untuk aliran air. Variasi debit antara 1 ltr/dtk sampai 30 ltr/dtk. Sifat fisik yang khas dari mata air rekahan dari batu gamping adalah pH yang tinggi. Sistem inputnya bukan berasal dari batu gamping tersebut. Sistem mata air ini dikontrol oleh litologi batu gamping, yang ditandai dengan terbentuknya rongga-rongga dan aliran airbumi akibat pelarutan batu gamping.

Curah Hujan

Curah hujan merupakan imput utama lapisan akifer yang mengandung

bila menggunakan beberapa pos pengamatan yang berada di sekitar daerah tersebut, sehingga tidak hanya terfokus pada satu titik. Rekaman data yang cukup panjang digunakan dalam menentukan tipe iklim. Sehingga banyak sedikitnya curah hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah kuantitas sumber air (Suharyadi, 2004).

Jumlah, intensitas dan penyebaran hujan akan menurunkan kecepatan dan volume aliran permukaan. Jumlah curah hujan rata-rata yang tinggi dalam suatu periode kemungkinan tidak akan menyebabkan aliran permukaan atau banjir jika intensitasnya rendah. Demikian pula halnya jika suatu hujan intensitasnya tinggi, tetapi dalam periode yang singkat.

Kapasitas suatu wilayah untuk menampung dan menyimpan air hujan dapat dipahami dengan data statistik curah hujan. Evaluasi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air perlu dilakukan untuk menunjukkan bagaimana ketersediaan air berubah sebagai akibat perubahan iklim dan peningkatan permintaan, juga meyakinkan pengelola sumber daya air untuk menyesuaikan perencanaan operasinya dengan kondisi yang baru (Pawitan, 2002).

PenggunaanLahan

Penggunaan lahan diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhdap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spirituil (Arsyad, 1989). Tata guna lahan pada daerah resapan berpengaruh langsung terhadap infiltrasi dan menjadi bagian dari limpasan permukaan.

Pada prinsipnya perubahan penggunaan lahan terhadap aliran permukaan diklasifikasikan menjadi empat yaitu perubahan karakteristik puncak aliran, perubahan volume limpasan, perubahan kualitas air dan perubahan pemunculan aliran air.

Topografi

Topografi memegang peranan penting dalam proses yang bersifat mempercepat maupun memperlambat proses pembentukan tanah. Hal ini sangat erat hubungannya dengan aliran atau tergenangnya air pada suatu tempat. Bentuk permukaan lahan yang miring mempercepat

(15)

yang penting adalah lereng. Lereng dinyatakan dalam persen atau derajat.

Sistem Informasi Geografis

Secara harafiah (Puntodewo, 2003), sistem informasi geografis (SIG) dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras serta lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis.

Informasi spasial memakai lokasi, dalam suatu sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Data spasial dapat direpresentasikan dalam dua format yaitu vektor dan raster.

(16)

III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian

Secara administratif, lokasi penelitian untuk mengidentifikasi mata air berada di Kecamatan Cidahu di bagian DAS Cimandiri, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei 2006 sampai November 2006. Pengolahan data dan analisis dilaksanakan di Laboratorium Hidrometeorologi Institut Pertanian Bogor.

Tahap Awal dari penelitian ini dimulai dengan penyiapan proposal dilanjutkan dengan pengumpulan data dan penyajian hasil yang akan ditampilkan secara visual meliputi keseluruhan mata air hasil survey. Pengolahan data debit mata air menggunakan rekaman dengan kurun waku

≥ 1 tahun.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini dibagi menjadi dua jenis data, yaitu data spasial dan data non spasial. a) Data spasial, meliputi :

ƒ Peta Rupa Bumi dengan skala 1 :

25.000 yang diproduksi oleh BAKOSURTANAL pada tahun 2003, yang didalamnya terdapat beberapa layer seperti: jalan, sungai, kontur (25 meter), administrasi desa dan informasi penutupan lahan.

ƒ Peta Hidrogeologi dengan skala 1 :

100.000 yang diproduksi oleh Direktorat Tata Geologi Bandung pada tahun 1990. Infomasi layer yang dapat diambil dari peta ini meliputi : litologi, sebaran akifer, dan jenis tanah.

ƒ Citra Landsat dengan resolusi 30

meter yang diakses secara gratis dari http://glcfapp.umiacs.umd.edu. Data landsat yang digunakan adalah data Landsat Tm path 122 row 65 akuisisi pada tanggal 28 Juli 1991 dan Landsat Etm path 122 row 65 akuisisi pada tanggal 12 Mei 2001.

ƒ Data GPS yang diambil dari hasil

survei lapangan yang menghasilkan beberapa infomasi, yaitu: posisi mata air, trak jalan,

b) Data Non Spasial, meliputi :

ƒ Data curah hujan yang didapatkan

dari Balai PSDA Cisadea-Cimandiri, Kabupaten Sukabumi. Data curah hujan yang didapat meliputi tahun 1984 sampai 2005.

ƒ Data debit mata air Cikubang

2001-2006.

ƒ Data statistik Kecamatan Cidahu

tahun 1996, meliputi informasi jumlah penduduk, wilayah administrasi dan potensi mata air.

ƒ Profil melintang litologi mata air

Cikubang yang diperoleh dari PT. Aqua Golden Mississipi.

3.2.2 Alat

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:

ƒ GPS (Global Position System)

untuk survei dan mengambil data dilapang

ƒ Software Arc-View untuk

analisa data spasial

ƒ Microsoft Office; Excel, Word,

Powerpoint.

3.3 Tahap dan Metode

Beberapa tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:

a) Tabulasi data

Data yang digunakan berupa data spasial dan non spasial. Untuk mendapatkan data primer dilakukan dengan cara survey ke lokasi penelitian dan interview dengan stakeholder yang berhubungan dengan mata air Cidahu. Sedangkan untuk kebutuhan data sekunder didapatkan dari beberapa instansi terkait.

b) Validasi data

Setelah semua data spasial dan non spasial terkumpul, tahap selanjutnya dengan melakukan pengkoreksian data dengan beberapa referensi. Referensi ini meliputi data yang didapatkan dari data statistik kecamatan, dan data hasil browsing dari internet yang berkaitan dengan mata air Cidahu.

c) Pengolahan data

ƒ Data spasial yang masih

berupa data peta digital tematik akan didigitasi secara

(17)

dengan parameter yang akan

dianalisa. Parameter hidrogeologi yang mencakup

jenis tanah, litologi, dan sebaran akifer. Pembuatan peta topologi yang berisi informasi layer jalan, sungai, batas administrasi untuk menunjukkan lokasi penelitian. Sedangkan layer

kontur akan diturunkan menjadi peta kelerengan, ketinggian tempat dan sebaran sub das.

ƒ Data raster dianalisa dari data

citra satelit landsat untuk penutupan lahan Tahun 1991 dan 2001. Pengklasifikasian dilakukan secara unsupervised (tak terbimbing) dengan pembagian 50 kelas dan disederhanakan lagi dengan validasi data dari data GPS menjadi tujuh kelas, yaitu: hutan, perkebunan, tegal, sawah, pemukiman, tanah terbuka dan awan. Data non spasial yang berupa data curah hujan dan debit setalah dilakukan validasi selanjutnya akan dipolakan dengan grafik.

ƒ Pengolahan karakteristik

statistik data curah hujan meliputi nilai maksimum, minimum, dan penentuan tipe iklim. Metode untuk menganalisa tren perubahan curah hujan jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering dalam skala waktu tahunan yang digunakan yaitu klasifikasi Schmidt Ferguson. Klasifikasi ini menggunakan data curah hujan bulanan paling sedikit sepuluh tahun. Klasifikasi Schmidt Ferguson terbagi atas :

BB = bulan basah yaitu bulan dengan hujan > 100 mm BL = bulan lembab yaitu bulan dengan hujan 60-100 mm

BK = bulan kering yaitu bulan dengan hujan < 60 mm

Penentuan dalam metode klasifikasi Schmidt Ferguson

pada BB, BL, BK tahun demi tahun selama periode pengamatan yang kemudian dijumlahkan dan dihitung rata-ratanya. Diasumsikan data curah hujan bulanan dalam masing-masing tahun tersebut diartikan dengan jumlah bulan basah, ditambah jumlah bulan kering sama dengan 12 bulan. Hasil dari kaitan tren perubahan curah hujan jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah pada setiap stasiun disajikan dalam bentuk grafik dengan persamaan linier.

ƒ Analisa deret waktu debit

yang mencakup nilai maksimum, minimum dan pola tren musiman. Untuk mata air tertentu yang memiliki rekaman data untuk kurun waktu ≥ 1 tahun. Dalam penelitian ini dipillih data debit mata air Cikubang.

d) Overlay data

Tahap akhir penyajian peta spasial secara visual dari berbagai parameter yang telah dikombinasikan dengan proses union data.

e) Intepretasi dan Lay out

a. Pengeplotan dalam bentuk

grafik deret waktu linier data curah hujan bulanan yang didapat dari stasiun curah hujan yang berada di sekitar mata air, hal ini dilakukan untuk mengetahui pola tren yang ada.

b. Mengidentifikasi adanya

keterkaitan pola musiman antara curah hujan terhadap debit mata air.

c. Penyajian yang

membandingkan penampang melintang geologi yang diperoleh dari peta hidrogeologi dan Mata Air Cikubang dari PT Aqua.

d. Mengidentifikasi daerah

(18)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Lokasi penelitian skripsi ini dilakukan di Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Secara geografis Kecamatan Cidahu terletak pada 106° 42′ 11″ - 106° 46′

15″ BT dan 6° 42′ 25″ - 6° 48′ 11″ LS (Gambar 1). Secara administrasi,

pemerintahan Kecamatan Cidahu dibatasi dengan daerah lain (Kecamatan Cidahu dalam Angka, 1996), yaitu :

Sebelah utara : Gunung Salak

(Kabupaten Bogor) Sebelah selatan : Kecamatan Cicurug dan

Kecamatan Parungkuda

Sebelah barat : Kecamatan Parakansalak

Sebelah timur : Kecamatan Cicurug

Gambar 1. Peta administrasi Kecamatan Cidahu Tabel 1. Luas wilayah per desa di Kecamatan Cidahu

Daerah Cidahu berada di wilayah lereng selatan Gunung Salak, dengan ketinggian antara 500 – 800 mdpl. Kecamatan Cidahu memiliki luas sebesar 3541 ha. Wilayah Kecamatan Cidahu terletak 37 km sebelah barat dari kota Sukabumi, 100 km arah barat Bandung sebagai ibukota Propinsi Jawa Barat dan 112 km arah timur dari Jakarta (Anonymous,

1996). Jumlah penduduk di wilayah ini sekitar 54 ribu orang dan menyebar dalam delapan desa. Tingkat kepadatan penduduk sekitar 3200 orang/km (Tabel 2), tingkat pendidikan sekitar 80 % penduduk mengenyam pendidikan setingkat SD (Lampiran 2). Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah bertani yaitu 88 % (Lampiran 3), namun demikian 65 % tidak memiliki lahan (Lampiran 4 ).

Nama Desa Kecamatan Kabupaten Luas (Ha)

Cidahu Cidahu Sukabumi 1649

Girijaya Cidahu Sukabumi 504

Tangkil Cidahu Sukabumi 315

Jayabakti Cidahu Sukabumi 341

Pasir Doton Cidahu Sukabumi 164

Babakan Pari Cidahu Sukabumi 186

Pondokaso Tonggoh Cidahu Sukabumi 124

(19)

Tabel 2. Karakteristik penduduk Kecamatan Cidahu 2003 Populasi

Desa

Laki-laki Perempuan Total Luas (ha) Populasi Sex Ratio

1 Pondokkaso Tonggoh 3198 2947 6145 100 61 109 2 Babakan Pari 3053 2664 5717 217 26 115 3 Pondokkaso Tengah 2679 2646 5325 259 21 101 4 Cidahu 4831 4323 9063 1224 7 114 5 Tangkil 3967 3414 7381 319 23 116 6 Jayabakti 5189 4876 10065 320 31 106 7 Girijaya 3207 3076 6283 357 18 104 8 Pasirdoton 2385 2018 4403 121 36 118 Total 28509 25873 54382 1694 32 110

Sumber : Laporan bulanan kependudukan Kecamatan Cidahu, 2005.

4.2 Keadaan Iklim

Kecamatan Cidahu mempunyai iklim tropik dengan tipe iklim B (Schmidt dan Ferguson), dan tipe iklim Af (Koppen) dengan curah hujan rata-rata tahunan

sebesar 4225 mm, suhu udara berkisar

antara 20 - 30 ˚C (berdasarkan pencatatan

suhu di stasiun Pakuwon), dengan kelembaban udara 85 – 89%.

4.3 Kondisi Geologi

Kecamatan Cidahu terletak di antara Gunung Salak dan Pangrango. Lapisan tanah yang terbentuk pun merupakan hasil letusan gunungapi. Sebagian besar wilayah didominasi oleh endapan gunungapi muda yang menyebar hingga ke arah selatan. Di arah barat laut dan utara terbentuk oleh kandungan lava.

4.4 Kondisi Hidrogeologi

Keadaan hidrologi di Kecamatan Cidahu pada umumnya cukup baik. Berdasarkan data geohidrologi dari dinas geologi dan tata lingkungan Propinsi Jawa Barat, 37,12 % atau 1554,27 Ha merupakan akifer dengan produktivitas sedang dan penyebaran akifer dengan keterusan sangat beragam. Muka air tanah umumnya kurang dari 5 ltr/dtk. Sedangkan 2,88 % atau 2632,75 ha merupakan akifer dengan produktivias sedang dengan penyebaran akifer dan muka air tanah sangat beragam, debit sumur umumnya kurang dari 5 ltr/dtk. Sebagian besar penduduk memanfaatkan sumber air dari sumur dangkal (4301 KK), selain itu sebanyak 444 KK mendapat suplai dari PDAM (Tabel 10).

4.5 Pemerintahan

Berdasarkan data survey potensi desa tahun 2003 diketahui dari delapan desa yang ada di wilayah Kecamatan Cidahu mempunyai 50 RW dan 210 RT.

4.6 Sosial

Jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I sebesar 6072 keluarga pada tahun 2001/2002. Ada 27 TK, 26 SD, 7 SLTP, 1 SLTA, 34 Pondok pesantren dan 3 seminari.

4.7 Aspek Kehidupan

Potensi utama kecamatan Cidahu adalah pada sektor padi sawah, palawija dan perikanan air tawar. Potensi perikanan darat yang paling besar di wilayah ini adalah ikan kolam air deras dengan produksi 99 ton selama tahun 2003

Di sektor peternakan, ada 202 keluarga memelihara ternak (besar/kecil) dan 502 keluarga peternak unggas.

(20)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Kondisi Fisik Daerah Mata

Air

5.1.1. Topografi

Tabel 3. Jarak mata air terhadap aliran sungai terdekat

No Nama Mata Air Pengguna Jasa Desa Jarak dari Sungai Terdekat

1 Cipanas PT Dua Tang, PDAM Kab

Sukabumi, masyarakat Pasir Doton <50 m

2 Cigombong PT Tirta Food Aritama Pasir Doton <50 m

3 Cibojong PT Kelvin Sahabat Dispenser Cidahu <50 m

4 Cisalada Manglid PT Cisalada Jaya Tirtatama Babakan Pari > 100 m

5 Cikubang PT Aqua Golden Mississipi Babakan Pari > 100 m

6 Cikubang hilir PT Alto Babakan Pari <50 m

Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat tiga mata air di Desa Babakan pari. Keseluruhan pengguna mata air tersebut merupakan perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan semuanya dipergunakan sebagai air baku untuk perusahaan air minum. Setelah dilakukan survey, diperoleh data enam mata air yang

dimanfaatkan sebagai sumber perusahaan AMDK. Berdirinya perusahaan tersebut membantu perekonomian masyarakat sehingga daya beli masyarakat diharapkan dapat meningkat. Perusahaan tersebut juga tidak memprivatisasi kuantitas mata air yang dikelolanya, sebab perusahaan memberikan hak 10 % kuantitas air untuk masyarakat.

Gambar 2. Bagian Mata Air Cikubang yang

(21)

Gambar 4. Peta kelerengan Kecamatan Cidahu Tabel 4. Derajat kelerengan mata air Kecamatan Cidahu

Mata air yang berada di Desa Babakan Pari, arah selatan Kecamatan Cidahu memiliki elevasi yang lebih rendah dibanding ketiga mata air lainnya. Tabel 4 menunjukkan bahwa mata air yang digunakan oleh PT Aqua dan PT Alto yang berada pada lereng yang lebih curam dibanding keempat mata air lainnya. Semakin terjal suatu daerah maka kesempatan untuk meneruskan air ke lapisan dibawahnya pun semakin kecil, sehingga kemungkinan untuk terjadinya limpasan permukaan cukup tinggi. Begitu pula sebaliknya. Dilihat dari aspek kelerengannya, Mata Air Cigombong, Cibojong, dan Cikubang hilir berada pada wilayah yang datar. Pada permukaan tanah

yang datar, percikan air hujan yang jatuh pada daerah tersebut tidak menjadi masalah, karena percikan tanah akan tersebar secara acak ke segala arah dengan jarak yang relatif sama dari titik pusat butir hujan jatuh. Di sisi lain, hujan yang jatuh pada bentukan lahan yang miring (mempunyai derajat kelerengan yang besar) mengalami proses yang berbeda. Percikan tanah akan lebih dominan ke arah bawah dan jarak lemparannya juga lebih jauh ke arah bawah. Hal ini cenderung menyebabkan terjadinya erosi. Daerah yang terkikis akan menyebabkan muka airbumi menyesuaikan diri dengan titik-titik terdalam pengikisan. Adanya proses erosi yang mencapai akifer dapat mempengaruhi airtanah yang dikandungnya sehingga keluar sebagai mata air.

No Nama Mata Air Pengguna Jasa Desa Elevasi (mdpl) Lereng (˚) Lereng Aspek

1 Cipanas PT Dua Tang, PDAM Kab Sukabumi, masyarakat Pasir Doton 525 4 Tenggara

2 Cigombong PT Tirta Food Aritama Pasir Doton 575 0 Datar

3 Cibojong PT Kelvin Sahabat Dispenser Cidahu 650 1 Datar

4 Cisalada Manglid PT Cisalada Jaya Tirtatama Babakan

Pari 468 7 Utara

5 Cikubang PT Aqua Golden Mississipi Babakan Pari 469 7 Utara

(22)

5.1.2. Geomorfologi

Gambar 5. Peta sebaran bentukan lahan Kecamatan Cidahu Geomorfologi terbentuk akibat

aktivitas vulkanik gunung Salak dan gunung Pangrango. Keenam mata air di Kecamatan Cidahu berada di lereng gunungapi. Pengklasifikasian geomorfologi berdasarkan aktivitas vulkanik sebagai berikut (Takhmat U et al., 1995) :

1. Kerucut gunung api

Hasil aktivitas gunungapi berbentuk kerucut dan terletak pada bagian paling atas dari gunungapi, bentuk lereng cekung dengan kemiringan antara 21 – 88°. Satuan morfologi ini mempunyai ciri umum dengan ketinggian berkisar antara (1200-2958) mdpl. Litologi penyusun batuan ini terutama dari endapan gunung api berupa tufa, breksi, lava, dan aglomerat. Drainase sangat baik dengan kedalaman air tanah dangkal sampai sedang. Kedudukan muka airbumi sungai umumnya jauh di dasar lembah dan dipasok oleh airbumi yang mulai terbentuk di daerah dengan kelerengan terjal. Tata guna lahan pada satuan morfologi ini terutama berupa hutan belukar dan tegalan. Morfologi demikian umumnya ditafsirkan sebagai daerah resapan airbumi.

2. Lereng gunungapi

Ada tiga kelas lereng gunungapi yaitu atas, tengah dan bawah. Lereng gunungapi atas merupakan hasil dari aktivitas gunungapi yang terletak di

mempunyai ciri umum dengan ketinggian berkisar antara 400-1200 mdpl. Tata guna lahan biasanya berupa daerah persawahan, pusat permukiman dan pertanian tanah kering (berupa tegalan dan ladang). Morfologi ini umumnya merupakan daerah resapan, tempat dimana airbumi mulai terbentuk pada daerah-daerah tertentu muncul ke permukaan berupa mata air. Satuan morfologi lereng gunungapi atas ini tepatnya berada di bagian paling hulu Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Dengan topografi bergelombang dan berbukit, tersusun atas breksi ,tufa, batu pasir dan konglomerat. Sedangkan di bagian bawah hulu merupakan satuan morfologi lereng gunungapi tengah yang terletak di antara gunungapi atas dan bawah, umumnya berbentuk cekung, topografi berombak sampai bergelombang, terdiri atas andesit, breksi, aliran lava, lahar, dan lapili. Berdasarkan ketinggian, keenam mata air tesebut cenderung berada pada satuan lereng bagian tengah hingga bawah. Tanah yang berada pada lereng yang berbentuk cekung umumnya mempunyai kedalaman tanah lebih dalam dan mempunyai tingkat kesuburan lebih tinggi.

3. Kaki gunungapi

Hasil aktivitas gunungapi berupa akumulasi dari endapan piroklastik dan

(23)

datar, tersusun atas material piroklastik, kedalaman air tanah dangkal.

4. Bukit gunungapi terdenudasi

Gunungapi yang telah mengalami denudasi lebih lanjut baik berupa erosi maupun longsoran, berbentuk tak beraturan dengan kemiringan lereng antara (16-45 %), topografi berombak sampai bergelombang, terdiri atas breksi, aliran lava dan tufa batu apung. Kedalaman airbumi sedang-dangkal.

5. Kerucut parasiter/gawir

Terbentuk alibat aliran lava yang menerobos melalui celah-celah baru dan membentuk kerucut gunungapi. Bentuk lereng umumnya cekung dengan kemiringan (25-45%), topografi berombak sampai bergelombang, terusun atas lava dan breksi yang bersifat basa diselingi oleh pasir gunungapi. Kedalaman air tanah sedang-dalam. Satuan morfologi ini berada di sekitar lereng gunung Salak.

5.1.3. Litologi

Gambar 6. Peta sebaran litologi Kecamatan Cidahu Berdasarkan letaknya, gunung ini

termasuk dalam busur gunungapi Sunda. Mengacu pada pembagian tipe gunungapi aktif di Indonesia, menurut Neuman van Padang (1951) dalam Bronto 2001, gunung ini termasuk dalam gunungapi aktif Tipe B yang kegiatannya terjadi pada masa prasejarah atau sebelum tahun 1600. Penentuan sebagai gunungapi disini berdasarkan bentuk tubuh gunungapi yang umumnya berupa kerucut komposit dan kenampakan kegiatan magmanya di permukaan bumi. Semenjak tahun 1600-an tercatat terjadi beberapa kali letusan, di antaranya rangkaian letusan antara 1668-1699, 1780, 1902-1903, dan 1935. Letusan terakhir terjadi pada tahun 1938, berupa erupsi freatik

(www.wikipedia.org/wiki/GunungSalak). Saat ini aktivitas Gunung Salak berada pada tingkat kegiatan fumarola dan solfatara, kegiatan magmatis termuda adalah kemunculan kubah lava ± pada tahun 1515 (Kadarisman, 1989). Berdasarkan sejarah geologinya, Gunung Salak terbentuk akibat

dari proses orogenesa (pengangkatan muka bumi yang diikuti oleh pembentukan pegunungan) yang terjadi pada zaman Plio-Pleistosen. Hal ini erat kaitannya dengan aktivitas tektonik di Selatan Jawa, berupa subduksi atau tumbukan antara lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia. Proses tumbukan mengakibatkan terjadinya proses melting (pelelehan dari batuan yang bertumbukan) yang mengakibatkan terbentuknya lelehan/cairan magma di perut bumi. Selanjutnya cairan magma ini menerobos suatu bidang lemah (bidang rekahan) yang berhubungan dengan permukaan bumi, sehingga cairan magma tersebut suatu saat akan mencapai permukaan bumi dan terbentuklah gunungapi. Struktur geologi yang ditemukan berupa struktur sesar dan struktur kawah

Peristiwa erupsi ini akan mengeluarkan produk gunung api yang kemudian akan mengendap di sekitar gunung api tersebut. Endapan vulkanik tua memiliki susunan batuan yang lebih kompak/rapat dibanding endapan vulkanik muda. Di bagian utara

(24)

daerah ini didominasi oleh lava. Namun keenam mata air tersebut berada pada satuan geologi yang sama yaitu endapan vulkanik muda.

Pengelompokkan tiga satuan

geologi menurut Wibowo et al. (2003) secara sederhana adalah :

1. Batuan sedimen berumur miosen yang

terdiri dari batu gamping terumbu, pasir, breksi tufaan, tufa, batu apung dan nafal

2. Endapan permukaan berumur halosen

terdiri dari alluvium dan kolovium berupa pasir lanau, lempung kerikil dan kerakal serta gunungaapi kuarter yang diendapkan kembali sebagai kipas alluvial.

3. Batuan gunungapi yang berumur

kuarter, terdiri dari aliran lava, lahar,

breksi, andesit, basal, lapili dan batuan gunungapi yang tidak teruraikan. Endapan vulkanik muda yang terbentuk tergolong dalam batuan gunungapi yang berumur kuarter, artinya lapisan ini merupakan lapisan teratas dan terjadi sebagai hasil letusan terakhir sehingga umur batuan tersebut tergolong muda. Breksi yang menjadi salah satu bentuk batuan ini merupakan batuan yang berpotensi dalam menyimpan air, sebab adanya porositas yang tinggi. Endapan vulkanik berpotensi sebagai media aliran air baik itu air yang berasal dari curah hujan dan berperkolasi sehingga menjadi aliran airbumi maupun aliran mata air yang berasal dari airbumi, bahkan untuk terbentuknya jalan aliran mata air baru.

5.1.4. Hidrogeologi

Gambar 7. Peta sebaran akifer Kecamatan Cidahu Dari hasil pemetaan, Kecamatan Cidahu

terbagi atas empat wilayah akifer yaitu akifer produktif setempat, akifer produktif tinggi dengan penyebaran luas, akifer produktif sedang dengan penyebaran luas dan daerah air tanah langka.

Produktivitas tinggi dicirikan oleh :

1. Di hulu sistem akifer berhubungan

dengan daerah resapan (suplai airbumi dari hulu besar).

2. Besaran dari batuan akifer tersebar luas

dan tebal.

Produktivitas setempat dicirikan oleh :

2. Besaran dari batuan akifer tersebar

terbatas dengan skala lebih kecil karena dikelilingi oleh lapisan non akifer di sekitarnya.

Produktivitas langka dicirikan oleh :

1. Di hulu sistem akifer tidak berhubungan

langsung dengan daerah resapan sehingga suplai air sedikit.

2. Sistem akifer tertutup oleh lapisan non

akifer.

Keenam mata air hasil survey berada pada wilayah akifer produktifitas sedang dengan penyebaran luas. Hal ini juga ditunjukkan

(25)

menunjukkan adanya cekungan airbumi yang potensial (Lampiran 14). Keseluruhan mata air tersebut mengalir sepanjang tahun. Hal ini menunjukkan kuantitas airbumi yang

besar sehingga mampu memasok kuantitas mata air yang berkesinambungan sepanjang tahun.

5.1.5. Keadaan Tanah

Terdapat tiga variasi jenis tanah berdasarkan ordo tanah yang berbeda di Kecamatan Cidahu yaitu vertisol, entisol dan andisol. Melihat dari sebaran data di Kecamatan Cidahu sebagian besar jenis tanah adalah vertisol. Jenis Tanah entisol

yang merupakan jenis tanah muda banyak tersebar di Desa Cidahu dan Desa Girijaya yang berada di bagian topografi atas. Sedangkan dari hasil survei dan analisa peta daerah, sebaran mata air terdapat di daerah dengan jenis tanah vertisol.

Gambar 8. Peta sebaran tanah Kecamatan Cidahu Tabel 5. Luas sebaran jenis tanah Kecamatan Cidahu

Nama Vertisol (Ha) Entisol (Ha) Andisol (Ha) Total (Ha)

Cidahu 142 1431 76 1649 Girijaya 215 289 0 504 Tangkil 315 0 0 315 Jayabakti 341 0 0 341 Pasir Doton 164 0 0 164 Babakan Pari 186 0 0 186 Pondokaso Tonggoh 124 0 0 124 Pondokaso Tengah 258 0 0 258

Berikut merupakan keterangan mengenai masing-masing jenis tanah (Rachim dan Suwardi, 1999) :

1. Andisols

Andisol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous mengandung bahan organik dan liat amorf terutama alofan serta sedikit silica, alumina atau hidroxida-besi. Tanah tipe ini sangat gembur, tidak

plastis, tak lekat, struktur remah atau granuler. tanah ini ditemui pada desa Cidahu bagian selatan dan merupakan tanah yang memiliki proporsi paling kecil dalam wilayah penelitian.

2. Vertisols

Jenis tanah ini masih dikenal dengan nama grumusol. Tanah ini dicirikan oleh adanya tekstur lempung dengan struktur lapisan atas yang

(26)

granuler dan lapisan bawah yang bergumpal atau pejal, mengandung kapur, koefisien mengembang mengkerut tinggi jika dirubah kadar airnya, Dengan kandungan liat yang melebihi 30 % mengindikasikan gerakan air dan keadaan aerasi yang buruk.

Bahan induk terbatas pada tanah bertekstur halus atau terdiri atas bahan-bahan yang sudah mengalami pelapukan seperti batu kapur, batu napal, tufa, endapan alluvial dan abu vulkanik, dan warna tanah dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur. Bahan induk berkapur dan berlempung sehingga kedap air. Tanah ini memiliki kandungan besi fero, dan drainase yang buruk. Kandungan bahan organik umumnya 1,5 – 4 %.

Sifat-sifat fisik tanah vertisol menyebabkan jenis tanah ini sangat peka terhadap bahaya erosi dan longsoran, terutama karena penutupan lahan yang berada di sekitar keenam mata air tersebut berupa tegalan,

sehingga memperbesar kecenderungan terjadinya erosi.

3. Entisols

Entisol adalah tanah yang baru mulai berkembang yang dicirikan oleh belum terjadinya perkembangan horizon tanah. Entisol meliputi tanah-tanah yang berada di atas batuan induk atau tanah yang berkembang dari bahan yang masih baru atau dengan kata lain belum mengalami perkembangan tanah akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkanik atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang. Daerah Cidahu yang didominasi oleh jenis entisol berasal dari abu vulkanik karena letaknya yang berada pada lereng gunung. Yang diartikan sebagai abu vulkanik merupakan semua bahan vulkanik hasil erupsi yang dikeluarkan gunungapi berupa debu, pasir, kerikil, dan lapili. Aliran lahar mengalir dari puncak ke lereng kemudian melebar di kaki gunung yang datar. Tanah ini kaya hara tanaman sehingga tidak mengherankan bahwa luasan hutan terbesar pun ditemui di Desa Cidahu.

5.1.6. Tata Guna Lahan

Seperti terlihat pada Gambar 9 dan 10, Desa yang memiliki luas terbesar adalah Desa Cidahu yaitu 1649 ha yang berada di utara Kecamatan Cidahu, dan yang terkecil adalah Desa Pondokkaso Tonggoh yaitu 124 ha. Untuk tahun 2001, luas areal hutan yang paling besar berada di wilayah Desa Cidahu, hal ini dikarenakan wilayah desa masih termasuk ke daerah hulu sebagai kawasan hutan konservasi. Kawasan hulu ini juga berperan sebagai daerah resapan.

Secara keseluruhan untuk setiap desa terjadi pengurangan luasan hutan yang cukup signifikan. Areal no data membuat nilai yang real untuk jumlah masing-masing penutupan lahan menjadi kurang mendekati kenyataan, sebab ada kemungkinan proporsi dari penggunaan lahan dari suatu desa berubah. Nilai terkecil untuk penutupan lahan Desa Pondokkaso Tengah, Pasir Doton, Tangkil, Jayabakti, dan Cidahu adalah daerah pemukiman. Untuk Desa Pondokkaso Tonggoh dan Babakan Pari adalah perkebunan, sedang penutupan lahan

terkecil Desa Girijaya merupakan tanah terbuka.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun, yaitu dari 1991 sampai 2001, luas total untuk hutan adalah 1544 ha kemudian menurun menjadi 701 ha pada tahun 2001, terjadi penambahan wilayah perkebunan seluas 342 ha yang semula memiliki luas 366 ha menjadi 708 ha pada tahun 2001, terjadi penurunan luas wilayah tegalan sebesar 206 ha.

Luas wilayah pemukiman bertambah 39 ha yang cenderung terkonsentrasi di Desa Tangkil. Dengan bertambahnya penduduk dapat dipastikan terjadi pertambahan wilayah yang digunakan untuk memenuhi kesejahteraan hidup, dan salah satunya contohnya adalah areal persawahan yang semula sebesar 91 ha meningkat menjadi 305 ha. Tanah terbuka pun bertambah luas yaitu dari satu ha menjadi lima ha. Nilai spesifik mengenai perubahan penutupan lahan terdapat pada Lampiran 6.

(27)

Gambar 9. Peta penutupan lahan Kecamatan Cidahu tahun 1991

Gambar 10. Peta penutupan lahan Kecamatan Cidahu tahun 2001 Bagian bawah kawasan hutan

didominasi oleh tusam (Pinus merkusii) dan

rasamala (Altingia excelsa). Kemudian,

sebagaimana umumnya hutan pegunungan bawah di Jawa, terdapat pula jenis-jenis

pohon puspa (Schima wallichii), saninten

(Castanopsis sp.), pasang (Lithocarpus sp.) dan aneka jenis huru (suku Lauraceae). Di hutan ini, pada beberapa lokasi, terutama di arah Cidahu, Sukabumi, ditemukan pula

jenis tumbuhan langka raflesia (Rafflesia

rochussenii) yang menyebar terbatas sampai Gunung Gede dan Gunung Pangrango di dekatnya

(www.wikipedia.org/wiki/GunungSalak). Luas hutan yang mengalami perubahan selama sepuluh tahun tersebut hampir setengahnya, hal ini sangat memprihatinkan sebab hutan berperan sebagai daerah resapan dan penyangga. Permukaan tanah yang

terlindung oleh hutan akan menghasilkan aliran permukaan yang relatif rendah dan erosi yang ringan. Hal ini disebabkan karena vegetasi hutan melindungi permukaan tanah dari bahaya penguraian agregat oleh butir-butir hujan yang jatuh dari atmosfer, terlebih curah hujan yang jatuh di Kecamatan Cidahu cukup tinggi yaitu 3541 mm/tahun (rataan aritmatik periode 1984-2005). Pinus, sebagai vegetasi hutan yang dominan, cukup efektif dalam melindungi permukaan tanah oleh adanya tajuk yang berlapis-lapis. Hutan juga menghambat aliran permukaan sehingga proses pengangkutan butir-butir tanah oleh aliran permukaan terhambat. Hutan juga berperan dalam peningkatan koefisien kekasaran permukaan, terutama oleh serasah dan tumbuh-tumbuhan bawah. Dengan terhambatnya aliran permukaan tersebut maka bertambahlah kesempatan air

(28)

untuk meresap ke dalam tanah dan menjadi pasokan airbumi.

Data penutupan lahan yang digunakan di atas diolah secara garis besar sehingga menghasilkan tujuh penutupan lahan dan nilai tersebut dibandingkan dengan data

penggunaan lahan pada lampiran 7. Dari keduanya dapat dilihat bahwa lahan sebagian besar telah digunakan sebagai lahan budidaya baik itu untuk areal perkebunan, tegalan ataupun sawah.

5.1.7. Potensi Sumberdaya Air

Kecamatan Cidahu merupakan wilayah yang potensial sebagai sumber air. Hal ini dapat dilihat dari kuantitas sumber mata air yang terdapat disana. Penggunaan

mata air tersebut selain untuk masyarakat juga untuk berbagai keperluan usaha, baik itu Air Minum dalam Kemasan (AMDK) atau jenis industri lain.

Tabel 6. Daftar Mata air di Kecamatan Cidahu

No Mata air Desa Pengguna Jasa

1 Cipanengah Masyarakat atas kepemilikan Hj. Soleh

2 Ciloa Cidahu PT Aquina

3 Papisangan Jayabakti Masyarakat

4 Cibuntu Pondokkaso Tengah BandAir, Basomas, Ades, Sejuk

5 Cipanas Pasirdoton 2 Tang, Aires, PDAM Kab. Sukabumi

6 Citaman Tangkil Masyarakat

7 Giriaya Girijaya Masyarakat

8 Cikubang Babakan Pari PT Aqua, PT Alto, PT Agra

Sumber : Wawancara dengan Pak Ading selaku sekretaris Kecamatan Cidahu Dari delapan desa yang terdapat di

Kecamatan Cidahu, hanya desa Pondokkaso Tonggoh yang tidak memiliki mata air. Keseluruhan mata air pada Tabel 6. merupakan mata air pegunungan yang selalu mengalir sepanjang tahun.

Mata air Cibuntu sebagai salah satu mata air di wilayah ini tidak ikut dicantumkan karena dari daftar mata air Balai PSDA Cisadea-Cimandiri (Lampiran 12) termasuk dalam Kecamatan Parungkuda, sehingga belum disurvey. Daftar mata air hasil survey dicantumkan pada Tabel 7. Tabel 7. Posisi sebaran mata air Kecamatan Cidahu

Posisi (UTM/WGS 84) No

X Y

Nama Mata

Air Pengguna Jasa Debit (l/s) Desa

1 692593 9248929 Cipanas PT Dua Tang, PDAM Kab Sukabumi, masyarakat 750 Pasir Doton

2 692676 9249630 Cigombong PT Tirta Food Aritama 13 Pasir Doton

3 691663 9250980 Cibojong PT Kelvin Sahabat Dispenser 20 Cidahu

4 695316 9248993 Cisalada Manglid PT Cisalada Jaya Tirtatama 37 Babakan Pari

5 695311 9248990 Cikubang PT Aqua Golden Mississipi 120 Babakan Pari

6 695091 9249016 Cikubang hilir PT Alto 20 Babakan Pari

Bila dijumlahkan secara

(29)

enam mata air yang digunakan oleh perusahaan AMDK tersebut sedangkan masih banyak mata air lain yang belum diberdayakan dan diinventarisir. Dan kenyataan di lapang menunjukkan bahwa air tersebut tidak pernah surut dan dari volumenya selalu konstan sepanjang tahun. Sehingga demikian perlu diteliti lebih lanjut nilai spesifik dari airbumi tersebut.

Mata air Cipanas merupakan mata air dengan debit terbesar. Dari laporan akhir mengenai Kajian biofisik dan sosial ekonomi jasa lingkungan DAS, studi kasus : DAS Cicatih-Cimandiri, pada tanggal 20 Juni 2006 dilakukan pengukuran debit mata air tersebut pada saluran berbentuk cipoleti dan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 11. Penampang saluran Mata air Cipanas

Gambar 12. Penampang melintang titik pengukuran pada saluran mata air Cipanas Tabel 8. Pengukuran salah satu saluran Mata Air Cipanas

Kode Area (m2) Kecepatan (putaran/30 s) Kecepatan (putaran/s) Kecepatan (m/s)* Q (m3/s) V1 0.051 237 7.9 0.8594 0.043829 V2 0.048 246 8.2 0.8913 0.042782 V3 0.051 235 7.83 0.8523 0.043467 V4 0.051 241 8.03 0.8736 0.044554 V5 0.048 248 8.27 0.8984 0.043123 V6 0.051 235 7.83 0.8523 0.043467

* menggunakan persamaan berikut :

018

.

0

det

*

1065

.

0

+

=

ik

putaran

V

Dari tabel Qtotal adalah 0.261223 m3/s atau sama dengan 261,223 l/s

Karena ada dua saluran dari mata air ini maka diperkirakan bahwa debit mata air sebesar 522 l/s.

V4

V5

V6

V1

V2

V3

50

(30)

** menurut perhitungan peneliti

Tabel 9. Perhitungan debit Mata Air Cipanas dari survey lapang

Saluran 1 Panjang Lebar Jarak tempuh Waktu tempuh Q = kec*luas

2.45 1.00 1.00 3.18 0.77 3.23 0.75 3.19 0.76 Saluran 2 2.45 1.00 2.45 16.49 0.36 17.03 0.35 16.73 0.35

Saluran 1 menghasilkan debit rataan sebesar 0.76 m3/s atau sebanding dengan 760 l/s dan saluran 2 menghasilkan debit rataan sebesar 0.35 m3/s atau sebanding dengan 350 l/s, sehingga didapat debit total mata air Cipanas sebesar 1110 l/s.

Pada saat pengukuran, ditemukan di lapang bahwa debit saluran 2 tidak sebesar saluran 1, dan arah aliran juga

tidak terpusat dari tengah saluran namun seperti ada sumbatan atau halangan yang menyebabkan arah aliran berasal dari pojok kiri bawah. Berbagai mata air tersebut menjadi sumber air yang berpotensi dalam pengembangan industri di kecamatan ini. Daftar mengenai perusahaan yang memanfaatkan sumber air tersebut terdapat pada Lampiran 9 dan 12.

Tabel 10. Jumlah Pengguna Air di Kecamatan Cidahu

No Desa PAM Well Rataan Kedalaman Sumur (m)

1 Pondok Kaso Tonggoh 266 675 12

2 Babakan Pari 153 678 10

3 Pondok Kaso Tengah 25 400 8

4 Cidahu 0 240 15 5 Tangkil 0 400 12 6 Jayabakti 0 1.067 10 7 Girijaya 0 65 12 8 Pasirdoton 0 776 10 Total 444 4.301

Sumber : Survey Potensi Desa (PODES), 2003 Dari Tabel 10, diketahui bahwa

penduduk yang menggunakan sumur dan PAM sejumlah 4745 keluarga, sedangkan total keluarga di Kecamatan Cidahu berjumlah 11854 keluarga (Lampiran 5), sehingga baru 40 % yang menggunakan kedua sumber tersebut untuk keperluan sehari-hari, selebih itu warga yang lain

kuantitas air di kecamatan tersebut tidaklah benar, sebab kedalaman sumur yang terdalam yang dipakai oleh penduduk berkisar 15 m (Tabel 11), sedangkan perusahaan AMDK menggunakan air yang berada pada kedalaman 60 m, dan air tersebut sudah tergolong dalam airbumi. Keseluruhan air yang digunakan untuk

1 m 1 m

2.45 m 0.7 m

(31)

permukaan yang diperkirakan oleh Dinas

Pertambangan Sukabumi sebesar 759 juta m

3/tahun (Lampiran 14).

5.1.8. Penampang Melintang Geologi Skematik

Untuk melihat lebih jelas daerah di sekitar mata air yang berada di Kecamatan Cidahu maka diperlukanlah profil melintang. Dengan demikian akan lebih mudah untuk mengamati stratifikasi bagian permukaan

mulai dari bentukan pegunungan hingga ke daerah dataran, dan juga stratifikasi yang berada di bawah permukaan tanah yang mengandung informasi variasi jenis tanah dan litologinya.

Gambar 13. Profil melintang geologi yang dilihat dari Gunung Pangrango hingga batas DAS Cimandiri

Profil di atas bersumber dari peta hidrogeologi berskala 1 : 100.000. Titik pegunungan diambil dari puncak Gunung Pangrango dengan ketinggian 3019 mdpl dan bergerak ke arah barat laut. Dari puncak didominasi oleh sistem akifer produktif kecil yang ditandai oleh warna coklat pada gambar di atas dan endapan gunungapi muda.

Dilihat dari segi pemunculannya (Lampiran 13), maka dapat dikategorikan bahwa mata air Cikubang yang dimanfaatkan oleh PT Aqua Golden Mississipi ini termasuk mata air patahan atau artesis. Mata air ini berasal dari lapisan akifer yang tertekan, hal ini dapat dipelajari dari dokumen stratifikasi litologi PT Aqua yang ada di lampiran 11, pada lapisan awal yang merupakan muka tanah hingga kedalaman 0,6 m merupakan lapisan tanah yang subur, karena mengandung bahan organik. Kemudian pada kedalaman 1 hingga 33 m merupakan tufa. Tufa tergolong sebagai lapisan impermeabel oleh karena memiliki porositas yang kecil sehingga sulit untuk meluluskan air ke bagian di

bawahnya. Pada kedalaman 33 m hingga 60 meter merupakan lapisan breksi. Breksi merupakan lapisan yang mempunyai kemampuan menyimpan air yang cukup

tinggi. Bahkan pada kedalaman ≥ 42 m

lapisan ini mengandung matriks sebesar 80 % dan komponen kasar 20 %. Dari puncak hingga ke bawah merupakan lapisan lava (Gambar 15), yang didominasi oleh kandungan andesit, kemudian pada bagian lereng hingga arah kaki gunung merupakan lapisan tufa. Dari keterdapatan data debit mata air Cikubang per bulan (Lampiran 8), diketahui pula bahwa sumber mata air tersebut terus mengalir sepanjang tahun sehingga mata air Cikubang ini tergolong mata air perenial (sepanjang tahun).

(32)

5.2.Karakteristik Pola Curah Hujan pada Daerah Tangkapan

Gambar 14. Peta sebaran sub DAS Cicatih Tabel 11. Rataan curah hujan tahunan di

setiap sub-sub DAS (1984-2005)

Sub-Sub DAS Curah hujan

(mm)* Jumlah Stasiun Ciheulang 2575 5 Cikembar 2853 8 Cileuleuy 2851 1 Cicatih Hulu 4225 3 Cipalasari 2949 2 * rataan aritmatik

Kecamatan Cidahu berada pada wilayah sub DAS Cicatih hulu yang memiliki curah hujan sebesar 4225 mm. Pos curah hujan yang berada pada sub DAS cicatih hulu terdiri dari Manggis, Ciutara, dan Kantor Kecamatan Cicurug, Cipalasari terdiri dari Pakuwon, dan Cisalak-cipetir (Perkebunan), sub DAS Cileuleuy terdiri dari Sinagar, sub DAS Cikembar terdiri dari Sukamaju Pangleseran (Cibodas), Mandaling, Cikembang, Cikembar, Kec. Warung kiara, PTP XI Cibungur, dan Cisampora, sedang sub DAS Ciheulang terdiri dari pos hujan Cibunar, Sekarwangi, Ciraden, Cipeundeuy, dan Salabintana.

Berdasarkan perhitungan periode 1984-2005, pada sub DAS Cicatih hulu, curah hujan maksimum bulanan sebesar 699 mm (November), minimum bulanan sebesar 131 mm (Juli), dan rataan bulanan sebesar 352 mm. Pada sub DAS Cipalasari, curah

curah hujan maksimum sebesar 371 mm (Maret), minimum sebesar 103 mm (Juli), dan rataan sebesar 238 mm, Pada sub DAS Cikembar, curah hujan maksimum sebesar 369 mm (Maret), minimum sebesar 79 mm (Agustus), dan rataan sebesar 238 mm, Pada sub DAS Ciheulang, curah hujan maksimum sebesar 340 mm (Desember), minimum sebesar 73 mm (Agustus), dan rataan sebesar 215 mm.

Gambar 15 menunjukkan kontur menjadi rapat di stasiun ciutara, hal ini mengindikasikan adanya pertambahan nilai curah hujan seiring bertambahnya ketinggian tempat. Terlebih proses ini dipengaruhi oleh lereng yang curam. Nilai curah hujan tahunan tertinggi, dan menjadi pencilan, terdapat pada stasiun Ciutara yang berada di sub-sub DAS Cicatih hulu yaitu sebesar 6267 mm. Namun demikian elevasi stasiun tersebut (488 mdpl) lebih rendah dibanding dua stasiun lain (Manggis, 567 mdpl dan Kantor kecamatan Cicurug, 544 mdpl) yang berada di sub-sub DAS tersebut sehingga ada indikasi terjadinya kesalahan data. Bila dilihat secara keseluruhan nilai curah hujan tahunan pada sub DAS Cicatih mengindikasikan bahwa curah hujan yang jatuh tidak dipengaruhi oleh gunung Salak (tidak bersifat orografis).

Dari Gambar 16 terlihat ada pencilan data curah hujan pada stasiun yang berada pada ketinggian yang melebihi

(33)

berkisar antara 2000-3000 mm/tahun untuk

rataan stasiun yang berada pada ketinggian 200-700 mdpl.

Hubungan CH Tahunan pe r Pos di Sub DAS Cicatih 0 200 400 600 800 1000 1200 0 2000 4000 6000 8000 Curah Hujan (m m ) K e ti ngg ia n ( m dp l)

Gambar 15. Grafik hubungan antara curah hujan tahunan di sub DAS Cicatih

5.3. Analisa keterkaitan pola bulanan curah hujan terhadap fluktuasi debit mata air

Fluktuasi Bulanan Mata Air Cikubang

0 20 40 60 80 100 120 jan febmar aprmay jun jul augsep oct novdec 0 100 200 300 400 500 600 700 800

Mata air Cikubang (l/s)

CH bulanan (mm)

Gambar 16. Grafik hubungan fluktuasi debit mata air per bulan Bulan-bulan basah dapat ditemui

dari bulan November hingga April , sedang bulan kering dimulai dari bulan Mei hingga Oktober. Daerah penelitian tergolong dalam tipe iklim muson. Hal ini ditunjukkan oleh grafik yang membentuk pola bimodal pada Lampiran 13. Adanya perbedaan yang jelas antara musim kemarau dan musim penghujan selama masing-masing enam bulan. Dilihat dari pola mata air yang bergerak tidak searah dengan pola curah hujan, mengindikasikan bahwa debit mata air sepanjang tahun tidak dipengaruhi oleh

intensitas curah hujan. Hal ini dikarenakan mata air tersebut tidak secara langsung berhubungan dengan curah hujan, melainkan merupakan pasokan dari airbumi pada lapisan akifer tertentu. Data kuantitas mata air Cikubang, dapat dilihat pada Lampiran 8, tersebut juga memungkinkan mengandung kesalahan yang disebabkan oleh beberapa kondisi yaitu :

1. Data tidak lengkap

2. Pengamatan yang dilakukan subjektif dan

(34)

5.4. Penentuan Daerah Resapan

Gambar 17. Sketsa Penampang Melintang Mata air di Kecamatan Cidahu Dari sketsa penampang melintang,

menunjukkan bahwa pada ketinggian 1000 hingga 1800 mdpl merupakan daerah resapan. Kriteria ini diperoleh berdasarkan parameter yang digunakan yaitu tutupan lahan dan jenis tanah. Kedua parameter tersebut mengandung informasi permeabilitas terhadap kelulusan air. Pada level ketinggian tersebut didominasi oleh tutupan lahan berupa hutan dan jenis tanah entisol yang gembur dengan permeabilitas yang baik. Serasah yang terdapat pada hutan mampu menyimpan air dengan kuantitas yang cukup besar.

Namun dalam hal ini, kawasan resapan ini bukanlah langsung berkaitan dengan keenam mata air yang berada di Kecamatan Cidahu, sebab tidak adanya informasi titik pengukuran yang menunjukkan kesamaan jenis litologi pada level tertentu.

Dari data di atas, diperoleh bahwa penentuan daerah resapan ini sejalan dengan Perda Jawa Barat Nomor 2 tahun 2003. Menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang rencana

tata ruang wilayah propinsi Jawa Barat, yang dimaksud dengan daerah resapan air adalah daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akifer) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap daerah resapan air, dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan pengendalian banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan.

Kriteria daerah resapan air adalah :

a. Daerah dengan curah hujan rata-rata lebih dari 1.000 mm per tahun

b. Lapisan tanahnya berupa pasir halus berukuran minimal 1/16 mm

c. Mempunyai kemampuan meluluskan air dengan kecepatan lebih dari 1 meter per hari

d. Kedalaman muka air tanah lebih dari 10 meter terhadap muka tanah setempat e. Kelerengan kurang dari 15 %

f. Kedudukan muka airtanah lebih tinggi dari kedudukan muka airbumi.

Gambar

Tabel 2. Karakteristik penduduk Kecamatan Cidahu 2003 Populasi
Tabel 3. Jarak mata air terhadap aliran sungai terdekat
Gambar 4. Peta kelerengan  Kecamatan Cidahu  Tabel 4. Derajat kelerengan mata air Kecamatan Cidahu
Gambar 5. Peta sebaran bentukan lahan  Kecamatan Cidahu  Geomorfologi terbentuk akibat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas mikrobiologi air dari mata air Bulu, Gedongjetis dan Beji yang ada di Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten

apakah terdapat penurunan kadar kalsium dan magnesium pada air minum dari mata air di Kecamatan Gunung Sitember sesudah dididihkan dan dilakukan penyaringan. 1.3

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kajian Kearifan Lokal dan Kualitas Air dalam Konservasi Mata Air di Wilayah Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten” ini

Penelitian ini dilakukan di kawasan Karst dengan judul Analisis potensi sumber mata air Karst untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk Desa Basuhan

Penelitian ini dilakukan di kawasan Karst dengan judul Analisis potensi sumber mata air Karst untuk memenuhi kebutuhan air domestik penduduk Desa Basuhan

Sedangkan mata air yang recharge area berasal dari pegunungan Panderman khususnya mata air Darmi terletak pada struktur geologi hasil letusan gunung api berupa

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada masyarakat yang mengkonsumsi air minum dari mata air di Kecamatan Gunung Sitember mengenai kandungan kalsium

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas mikrobiologi air dari mata air Bulu, Gedongjetis dan Beji yang ada di Desa Gedongjetis, Kecamatan Tulung, Kabupaten