• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROVINSI NAD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROVINSI NAD"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM

PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN SPESIFIK LOKASI

UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN

DI PROVINSI NAD

PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN

PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN

Oleh :

Abdul Azis, S.Pi Nazariah, SP. M.Si Ir. Basri A. Bakar, M.Si

BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NAD

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Jl. Panglima Nyak Makam No. 27 Banda Aceh

Kode Pos (23125), Telp. (0651)7551811, Fax. (0651)7552077, Email: bptp_aceh@yahoo.co.id

(2)

RINGKASAN

Abdul Azis,. dkk. Kajian Kelembagaan Formal dan Informal dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi untuk Mendukung Pembangunan di Provinsi NAD. Kajian ini dilaksanakan bulan Maret – Nopember 2011 di Kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Tujuannya yaitu untuk: 1). Mengidentifikasi dan menganalisis potensi kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi pertanian di daerah, 2). Menganalisis kinerja lembaga formal dan informal yang mengembangkan inovasi pertanian spesifik lokasi di daerah, 3). Menganalisis sinkronisasi peran lembaga formal secara vertikal dan horizontal dalam pengembangan inovasi pertanian. Data dianalisis dengan kualitatif dengan penjelasan secara deskriptif. Sedangkan keluaran yang diharapkan adalah : 1). Data dan informasi potensi kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi pertanian di daerah, 2). Kinerja lembaga formal dan informal yang mengembangkan inovasi pertanian spesifik lokasi di daerah, 3). Sinkronisasi peran lembaga formal secara vertikal dan horizontal dalam pengembangan inovasi pertanian. Pengambilan lokasi sampling dan sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja). Masing-masing kabupaten dipilih 3 kecamatan, setiap kecamatan dipilih 3 desa, dan masing-masing desa terdiri 20 orang sampel. Sehingga total responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 540 orang. Peran kelembagaan formal di Kabupaten Pidie Jaya mendapat dukungan dari Bupati setempat dan lebih dominan dalam mendiseminasikan inovasi teknologi spesifik lokasi melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok tani.

(3)

KATA PENGANTAR

Laporan ini disusun berdasarkan hasil pelaksanaan survey lokasi di tiga kabupaten; Pidie, Pidie Jaya dan Kabupaten Bireuen mulai Maret – Oktober 2011. Kajian Kelembagaan Formal dan Informal dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi untuk Mendukung Pembangunan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan Program Insentif Peningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa (PIPKPP) tahun 2011.

Laporan ini dapat diselesaikan atas dukungan berbagai pihak dan kerjasama anggota tim sebagai bentuk pertanggungjawaban dukungan dana dari Kementerian Riset dan Teknologi RI.

Penyusunan laporan ini dirasakan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga perlu kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan dalam penulisan.

Ucapan terimakasih kepada Bapak Kepala BPTP NAD dan anggota tim yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Semoga...!!!

Banda Aceh, 29 Oktober 2011 Penanggungjawab Kegiatan,

Abdul Azis, S.Pi

(4)

DAFTAR ISI

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Kelembagaan Formal ... 6

2.2. Kelembagaan Informal ... 6

2.3. Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi ... 8

2.4. Pembangunan Daerah ... 9

III. TUJUAN DAN MANFAAT ... 11

3.1. Tujuan ... 11 3.2. Keluaran ... 11 3.3. Manfaat ... 11 IV. METODOLOGI ... 12 4.1. Kerangka Pemikiran ... 12

4.2. Lokasi dan Waktu ... 13

4.3. Populasi Sampel ... 13

4.4. Jenis dan Sumber Data ... 14

4.5. Analisis Data ... 15

4.6. Rancangan (Design) Riset ... 15

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

5.1. Kegiatan koordinasi, survey dan penetapan lokasi ... 17

5.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 19

5.3. Karakteristik Umum Organisasi ... 31

5.4. Proses dan Motivasi terbentuknya Organisasi ... 33

5.5. Aspek Kinerja Organisasi ... 37

5.6. Aspek Keuangan dan Permodalan ... 42

5.7. Kapasitas dan Kemampuan Organisasi ... 44

(5)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan Badan Litbang Pertanian selama 30 tahun telah cukup ditunjukkan dengan keberhasilan dalam pengadaan inovasi pertanian. Inovasi teknologi, kelembagaan, dan kebijakan telah digunakan secara luas dan terbukti menjadi pemicu utama pertumbuhan dan perkembangan usaha dan sistem agribisnis. Salah satu bukti empiris ialah Revolusi Hijau pada agribisnis padi dan jagung berupa penemuan varietas unggul baru pendek, dan perkembangan perkebunan sawit yang cukup pesat atas dukungan teknologi perbenihan/ pembibitan. Namun berdasarkan evaluasi eksternal maupun internal, seiring dengan perkembangan waktu, kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi yang dihasilkan cenderung melambat, bahkan menurun (Musyafak dan Tatang 2006).

Peran utama Badan Litbang Pertanian dalam sistem inovasi pertanian nasional adalah: (1) menemukan atau menciptakan inovasi pertanian maju dan strategis, (2) mengadaptasikan inovasi pertanian menjadi tepat guna spesifik pemakai dan lokasi, dan (3) menginformasikan dan menyediakan materi dasar inovasi/teknologi. Namun kegiatan penyuluhan, advokasi, dan fasilitasi agar inovasi tersebut diadopsi secara luas tidak termasuk dalam tugas pokok Badan Litbang Pertanian (Simatupang 2004).

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nanggroe Aceh Darussalam (BPTP NAD) yang diresmikan pada tahun 2001 merupakan perpanjangan tangan Badan Litbang Pertanian di tingkat Provinsi yang mengemban tugas utama untuk mengembangkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing dan kemudian menyebarkan teknologi spesifik lokasi kepada pengguna.

BPTP NAD telah menghasilkan sejumlah inovasi teknologi spesifik lokasi yang telah didiseminasikan dengan berbagai metode komunikasi, dan juga melalui jaringan BPTP, BAPELUH, BPP dan Kelompok tani.

Kelembagaan formal ditekankan pada kelembagaan pembentukan pemerintah dengan pola top-down dan dibakukan secara nasional.

(6)

Menurut Suradisastra (2006) pola komunikasi dan alih teknologi pada lembaga formal lebih banyak dilakukan satu arah dari atas ke bawah (top down atau vertical unilateral) dan sangat instruktif.

Kelembagaan formal adalah kelembagaan resmi yang sengaja dibentuk pemerintah untuk mendukung program tertentu, didukung dengan surat keputusan institusi.

Menurut Pakpahan, 1989 menyatakan bahwa Non formal adalah kelembagaan yang tumbuh di masyarakat secara alamiah. Tumbuhnya kelembagaan di masyarakat bisa muncul karena adanya persoalan yang tidak bisa diatasi secara individual, sehingga muncul kesepakatan untuk menumbuhkan kelembagaan.

Kelembagaan yang tumbuh dari masyarakat cenderung menjadi lembaga informal dan ia akan bertahan hidup bila eksistensinya dirasakan oleh masyarakat mampu berperan dalam memecahkan permasalahan yang ada di lingkungannya yang spesifik.

Di sisi lain, bentuk dan nilai kelembagaan juga dapat berubah, manakala ada campur tangan dari pihak luar, seperti pemerintah atau organisasi lain, melalui aturan-aturan atau perundang-undangan dan sebagainya. Hanya saja, perubahan kelembagaan tersebut cenderung menjadi lembaga formal ( Gunawan et al. 1989 dalam Agus et al., 1996).

Terkait dengan usaha pertanian, Koestiono dan Purnomo (2008) mengemukakan bahwa kelembagaan adalah pembangunan komplek nilai dan struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan kinerja usaha-usaha pertanian. Proses pengembangan kelembagaan pada dasarnya merupakan bagian dari usaha-usaha pendidikan kemasyarakan dan merupakan proses belajar bersama (Ponniah, 2008).

Pengembangan Teknologi merupakan rangkaian kegiatan lanjutan dari tahap pengkajian, dilakukan pada skala usaha agribisnis melalui pengujian terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan setempat, yang menghasilkan model-model pengembangan dan paket teknologi.

Jalur diseminasi teknologi secara formal adalah melalui instansi dan petugas resmi pemerintah, baik melalui peneliti/pengkaji, penyuluh pertanian, maupun pejabat Dinas Pertanian/Kementerian Pertanian (Sumarno, 2008; Bachrein dan Gozali, 2006).

(7)

Sebaliknya kelembagaan informal adalah kelembagaan petani swadaya, lembaga adat dan kelembagaan swasta yang melakukan kegiatan pengembangan inovasi teknologi pertanian.

1.2. Perumusan Masalah

Meskipun banyak lembaga yang terlibat dalam jaringan penyampaian inovasi teknologi pertanian maupun teknologi eksisting lainnya seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi sampai sekarang belum diketahui lembaga mana yang berperan aktif dalam penyebarluasan inovasi teknologi tersebut. Disamping itu, sampai sekarang belum didapatkan umpan balik yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki inovasi teknologi yang sudah ada.

Peran lembaga dalam penyebarluasan inovasi teknologi pertanian kepada pengguna serta untuk menjaring umpan balik sangat besar. Lembaga-lembaga tersebut baik lembaga formal seperti Dinas/Instansi terkait mulai dari Dinas Pertanian sampai ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang ada dikecamatan diketahui telah berperan aktif dalam mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian. Selain itu di Provinsi NAD, kelembagaan non formal seperti ”kejuruan blang” dan lembaga adat lainnya ikut berperan dalam menyebarluaskan inovasi teknologi pertanian baik teknologi indigenous maupun inovasi teknologi lainnya yang sudah berkembang.

Lembaga-lembaga tersebut melakukan penyampaian inovasi teknologi dengan berbagai metoda, seperti; komunikasi tatap muka, peragaan teknologi maupun pengembangan informasi pertanian. Hal ini dilakukan dalam upaya mendukung pencapaian sasaran penciptaan lapangan kerja terutama di perdesaan dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perlu dikaji lembaga formal dan informal mana saja yang berperan dalam penyampaian inovasi teknologi tersebut dan bagaimana sistem model kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya yang efektif dipergunakan.

Meskipun banyak lembaga yang terlibat dalam jaringan penyampaian inovasi teknologi pertanian maupun teknologi eksisting lainnya seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi sampai sekarang belum diketahui lembaga mana yang berperan aktif dalam penyebarluasan inovasi teknologi tersebut. Disamping itu, sampai sekarang belum

(8)

didapatkan umpan balik yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki inovasi teknologi yang sudah ada.

Peran lembaga dalam penyebarluasan inovasi teknologi pertanian kepada pengguna serta untuk menjaring umpan balik sangat besar. Lembaga-lembaga tersebut baik lembaga formal seperti Dinas/Instansi terkait mulai dari Dinas Pertanian sampai ke Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang ada dikecamatan diketahui telah berperan aktif dalam mendiseminasikan inovasi teknologi pertanian. Selain itu di Provinsi NAD, kelembagaan non formal seperti ”kejuruan blang” dan lembaga adat lainnya ikut berperan dalam menyebarluaskan inovasi teknologi pertanian baik teknologi indigenous maupun inovasi teknologi lainnya yang sudah berkembang.

Keberadaan kelembagaan informal dalam proses pengembangan inovasi pertanian di daerah baik jumlah maupun bentuknya, data dan informasinya belum dimiliki BPTP.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Potensi kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi pertanian di daerah belum dimanfaatkan secara optimal

2. Kinerja kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi pertanian belum optimal sehingga perlu melakukan identifikasi dan analisis tiga pilar kelembagaan yaitu (i) sisi regulasi, (ii) sisi normative dan (iii) sisi kultural - kognitif,

3. Belum sinkronnya hubungan vertikal dan horizontal antar kelembagaan formal dalam pengembangan inovasi pertanian

(9)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam memenuhi atau mencapai tujuan masyarakat dalam kehidupan akan dilayani oleh organisasi-organisasi baik yang bersifat formal maupun informal. Organisasi formal adalah kelompok para individu yang nyata (bukan sistem norma dan nilai) yang mengkordinir usaha-usaha mereka guna mencapai tujuan tertentu yang telah di tentukan secara khusus (Cohen, 1992, 388). Umumnya organisasi formal adalah organisasi yang besar dan mempunyai pedoman dan aturan-aturan tertentu seperti hukum, undang-undang, dan memiliki hirarki kewenangan (otoritas) dan tanggung jawab yang dibatasi secara jelas guna mengkordinir kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuannya. Lembaga atau organisasi formal adalah organisasi yang berstruktur tegas, para anggota harus mematuhi peraturan yang berlaku dan peraturan dilaksanakan oleh hirarki kecil para pejabat. Kegiatan organisasi formal diatur dalam suatu aturan dan regulasi yang jelas.

Organisasi informal umumnya lebih kecil dan tidak tergantung pada perangkat peraturan dan prosedur tetap dalam menjalankan urusannya. Struktur organisasinya bersifat longgar dimana lebih banyak otonomi bagi anggotanya dan pelibatan anggota dalam proses pembuatan keputusan. Dalam organisasi informal dapat terjadi penyimpangan untuk mengadakan penyesuaian dengan kebutuhan pekerjaan (Cohen, 1992, 392). Mereka tidak terikat dengan aturan atau peraturan yang tetap dalam menjalankan urusan-urusannya.

Suatu birokrasi yang tidak dapat memenuhi atau melayani kepentingan masyarakat, sehingga akan muncul suatu informalitas didalamnya. Di dalam organisasi formal juga terjadi hubungan-hubungan pribadi. Hal ini akan menimbulkan struktur informal yang dapat menyelesaikan persoalan yang tidak tercakup dalam peraturan-peraturan formal. Struktur informal dapat menyesuaikan diri dengan kondisi atau kebutuhan yang ada.

Fokus utama aspek keorganisasian adalah struktur, karena menyediakan kejelasan tentang bagian-bagian pekerjaan dalam aktifitas kelembagan, bagaimana kaitan antar fungsi-fungsi yang berbeda, penjenjangan antar bagian, konfigurasi otoritas, kesalinghubungan antar otoritas, serta berhubungan dengan lingkungan

(10)

sekitar. Struktur tidak hanya menjadi pedoman seluruh anggota untuk bertindak (fungsi internal), namun juga menjelaskan siapa atau bagaimana yang harus bertanggungjawab untuk berhadapan dengan pihak luar (fungsi eksternal).

2.1. Kelembagaan Formal

Dalam kamus (Wikipedia, 2011), kelembagaan formal memiliki suatu struktur yang terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan-hubungan otoritasnya, kekuasaan, akuntabilitas dan tanggung jawabnya. Struktur yang ada juga menerangkan bagaimana bentuk saluran-saluran melalui apa komunikasi berlangsung. Kemudian menunjukkan tugas-tugas terspesifikasi bagi masing-masing anggotanya. Hierarki sasaran kelembagaan formal dinyatakan secara eksplisit. Status, prestise, imbalan, pangkat dan jabatan, serta prasyarat lainnya terurutkan dengan baik dan terkendali. Selain itu kelembagaan formal tahan lama dan beraturan, serta relatif tidak fleksibel. Contoh kelembagaan formal ádalah badan-badan pemerintah, dan universitas-universitas.

2.2. Kelembagaan Informal

Menurut North 1990 dalam Hidayat 2007, kelembagaan informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis, contohnya: adat istiadat, tradisi, pamali, kesepakatan, konvensi dan sejenisnya degan beragam nama dan sebutan dikelompokkan sebagai kelembagaan informal. Kelembagaan informal yang terdapat dalam masyarakat berawal dari kebutuhan setiap individu yang mulai diatur dalam suatu norma kemasyarakatan. Norma-norma tersebut dianggap penting dalam hidup kemasyarakatan. Keberadaan kelembagaan informal memiliki fungsi, sebagai berikut: (a) memberikan pedoman kepada anggota masyarakat tentang sikap dalam menghadapi masalah di masyarakat, (b)menjaga keutuhan dari masyarakat yang bersangkutan, (c) memberikan pegangan kepada anggota masyarakat untuk mengadakan pengawasan terhadap tingkah laku para anggotanya. Hal ini menjelaskan bahwa kelembagaan informal mengatur hubungan antara individu dalam bermasyarakat dan terdapat dalam masyarakat sederhana maupun masyarakat modern (Wikipedia 2011).

(11)

Kelembagaan informal dapat dialihkan menjadi kelembagaan formal apabila hubungan didalamnya dan kegiatan yang dilakukan terstruktur dan terumuskan. Kelembagaan informal dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Keberadaan lembaga informal tidak lepas dari adanya nilai dan norma dalam masyarakat. Di mana nilai merupakan sesuatu yang baik, dicita- citakan, dan dianggap penting oleh masyarakat. Oleh karenanya, untuk mewujudkan nilai sosial, masyarakat menciptakan aturan-aturan yang tegas yang disebut norma sosial. Nilai dan norma inilah yang membatasi setiap perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Sekumpulan norma akan membentuk suatu sistem norma. Pada awalnya kelembagaan informal terbentuk dari norma-norma yang dianggap penting dalam hidup kermasyarakatan. Terbentuknya lembaga informal berawal dari individu yang saling membutuhkan, kemudian timbul aturan-aturan yang disebut dengan norma kemasyarakatan. Menurut Purwanto, 2008, Lembaga informal sering juga dikatakan sebagai sebagai Pranata sosial. Suatu norma tertentu dikatakan telah melembaga apabila norma tersebut : diketahui, dipahami dan dimengerti, ditaati, dan dihargai.

Ciri-ciri Kelembagaan Informal sebagai berikut :

1. Formalitas, adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya. 2. Hierarkhi, adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.

3. Besarnya dan Kompleksnya, memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.

4. Lamanya (duration), eksistensi suatu kelembagan lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu (Soerjono,1982)

(12)

2.3. Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi

Menurut Soetrisno (2004), inovasi dapat diartikan sebagai upaya menciptakan perubaan yang direncanakan dan terfokus dalam sebuah organisasi atau tatanan masyarakat. Sedangkan Hanafie (2010) menjelaskan bahwa inovasi dapat diartikan sebagai ide – ide baru, praktik – praktik baru, atau obyek – obyek baru yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu, kelompok atau masyarakat. Inovasi sudah merupakan kebutuhan yang luas dalam berbagai bidang, baik industri, pemasaran, jasa termasuk bidang pertanian. Fungsi inovasi adalah melakukan perubahan secara partisipatif, oleh karena itu sudah selayaknya dimiliki oleh organisasi yang sedang berjalan, baik organisasi bisnis maupun organisasi layanan masyarakat

Meningkatnya produksi pertanian adalah sebagai akibat pemakaian teknik – teknik atau metode – metode dalam usahatani. Kepemilikan sumberdaya alam dimasa yang akan datang tampaknya tidak lagi merupakan faktor dominan yang dapat menjamin posisi daya saing pembangunan pertanian. Fakta telah menunjukkan bahwa negara–negara berkembang yang mampu memperkuat sumberdaya IPTEK dan mendayagunakannya ke dalam pengembangan sistem pertanian dapat mentransformasikan dirinya menembus pasar internasional. Pertanian di Thailand telah mengadopsi total quality management (TQM) melalui koperasi, yaitu dengan menerapkan standardisasi mulai dari sistem perbenihan sampai pada treatment pada budidaya dan penanganan pasca panen ( Sutrisno, 2008).

Pembangunan pertanian harus didukung oleh berbagai inovasi teknologi dan manajemen. Pendekatan yang dipakai sebagai acuan untuk pembangunan pertanian adalah selalu menekankan pada dinamika kegiatan ekonomi (economic viable), sosial kelembagaan, kelestarian lingkungan dan inovasi. Pertimbangan utamanya adalah pengelolaan sumber daya alam, manusia dan lingkungan secara lokal spesifik, sehingga secara fisik dapat menjamin kelestarian dan ramah lingkungan (environmentally friendly).

(13)

2.4. Pembangunan Daerah

Kebijaksanaan otonomi daerah yang tertuang dalam Undang Undang No 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang Undang No 32/2004 secara substantif telah memberikan kepada pemerintah daerah kewenangan penuh untuk mengatur dirinya sendiri, kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan, keamananan, peradilan, monoter, fiskal, dan agama. Dalam kaitannya dengan kewenangan pembangunan pertanian, maka pemerintah daerah mempunyai peluang yang cukup luas dalam menentukan arah dan kebijaksanaan pembangunan pertanian sesuai dengan permasalahan, potensi dan karakter daerah.

Untuk melaksanakan pembangunan pertanian wilayah yang sesuai dengan tuntutan undang–undang otonomi daerah, maka pemerintah kabupaten juga melakukan penataan fungsi–fungsi kelembagaan pemerintah di berbagai sektor termasuk sektor pertanian sehingga tidak sama untuk setiap wilayah kabupaten. Kelembagaan pertanian daerah baik formal maupun informal khususnya di daerah perdesaan seharusnya memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani. Namun kinerjanya belum optimum yang dicirikan oleh masih sulitnya akses petani terhadap pelayanan lembaga-lembaga yang ada termasuk akses pemasaran (Krisnamurthi, 2006). Akibatnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani relatif masih rendah. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai faktor berikut:

1. Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, balai penelitian, dan penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik. Kualitas sumberdaya manusia pelaku lembaga dan fasilitas masih rendah. Penyediaan paket teknologi dari hasil penelitian belum merata diterima para petani. Sementara itu rekomendasi paket teknologi masih berskala nasional yang belum tentu sesuai dengan lokal spesifik.

2. Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Jumlah dan tenaga penyuluh yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK relatif rendah. Akibatnya kualitas penyuluhan dalam pelaksanaan program intensifikasi relatif rendah. Partisipasi petani juga semakin rendah. Hal itu menyebabkan produktivitas pertanian khususnya di sektor tanaman pangan juga rendah.

(14)

3. Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh daya serap plafon Kredit Usahatani (KUT) termasuk untuk produksi pangan masih rendah. Selain itu tunggakan pembayaran masih tinggi.

4. Koperasi perdesaan khususnya yang bergerak di sektor pertanian masih belum berjalan optimum. Bahkan jumlah yang masih aktif relatif sedikit atau diperkirakan hanya sekitar 15 % saja. Selebihnya berada pada posisi pasif dan cenderung akan berhenti beroperasi kalau tidak ada pembinaan. Dengan demikian fungsi koperasi untuk mensejahterakan anggotanya tidak berjalan baik.

5. Keberadaan lembaga-lembaga tradisi di perdesaan seperti lumbung desa, gotong royong dan organisasi pengairan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimum.

(15)

III. TUJUAN DAN MANFAAT

3.1. Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, kegiatan kajian sintesis kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi bertujuan:

1. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi pertanian di daerah.

2. Menganalisis kinerja lembaga formal dan informal yang mengembangkan inovasi pertanian spesifik lokasi di daerah.

3. Menganalisis sinkronisasi peran lembaga formal secara vertikal dan horizontal dalam pengembangan inovasi pertanian .

3.2. Keluaran

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan ini adalah :

1. Tersedianya data dan informasi potensi kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi pertanian di daerah.

2. Diperolehnya kinerja lembaga formal dan informal yang mengembangkan inovasi pertanian spesifik lokasi di daerah.

3. Terciptanya sinkronisasi peran lembaga formal secara vertikal dan horizontal dalam pengembangan inovasi pertanian.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembuat kebijakan untuk menjadi salah satu referensi penggunaan kelembagaan yang efektif dalam rangka mendiseminasikan hasil-hasil inovasi baru kepada pengguna.

(16)

IV. METODOLOGI

4.1. Kerangka Pemikiran

Keberhasilan kegiatan diseminasi teknologi dan informasi pertanian tercermin dari tingkat penggunaan/penerapan teknologi dan informasi yang didiseminasikan, tingkat pembaharuan teknologi dan informasi yang telah dan atau sedang digunakan oleh pengguna, meluasnya, penggunaan/penerapan informasi teknologi tersebut di kalangan penggunaannya, peningkatan kemampuan pengguna dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan pokoknya, serta peningkatan kesejahteraan pengguna yang dicapai dengan penerapan/ penggunaan teknologi dan informasi yang didiseminasikan. Keberhasilan kegiatan ini tidak diperoleh hanya dari satu kegiatan diseminasi, tetapi dari berbagai kegiatan yang saling mendukung, dan memerlukan waktu untuk memperolehnya (Angkasa. 2003).

Havelock (1971) mengemukakan faktor yang mempersulit diterapkannya teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian kepada para pengguna, antara lain disebabkan karena masing-masing mempunyai aturan, tata nilai, bahasa, serta pola komunikasi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini dipertegas dengan beberapa hasil pengamatan di lapangan, di mana penyuluh belum mendapatkan informasi hasil penelitian secara berkesinambungan. Di sisi lain peneliti dinilai kurang efektif karena penelitiannya tidak berkaitan langsung dengan masalah yang dihadapi petani, di samping itu peneliti dan penyuluh hampir tidak pernah menerima umpan balik untuk penyusunan program penelitiannya (Tjitropronoto, 1988). Oleh karena itu dalam proses adopsi teknologi diperlukan saluran komunikasi yang efektif yang diharapkan mampu menjembatani ketersediaan teknologi di tingkat peneliti/penyuluh dengan teknologi yang dibutuhkan pengguna.

Sistem Kajian kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan di Provinsi NAD dilaksanakan untuk mengetahui lembaga formal dan informal mana yang berperan dan untuk mengetahui model sistem kelembagaan penyampaian inovasi pertanian eksisting dan umpan baliknya di Provinsi NAD.

(17)

4.2. Lokasi dan Waktu

Kajian kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan di propinsi NAD dilaksanakan pada tiga kabupaten yaitu Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Berdasar pertimbangan bahwa daerah tersebut adalah lokasi pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian spesifik lokasi dilaksanakan, sedangkan pelaksanaan pengkajian dilakukan bulan Maret – Nopember 2011.

4.3. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel kelembagaan yang dijadikan sebagai responden meliputi kelembagaan formal dan informal di tingkat, kabupaten, kecamatan dan desa yang mengembangkan teknologi. Responden kelembagaan formal tingkat kabupaten antara lain Dinas Pertanian Kabupaten, atau Badan Pelaksana Penyuluhan (Bapeluh), pelaku usaha. Kelembagaan formal tingkat kecamatan antara lain Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), PPL, Gapoktan/Poktan, pelaku usaha. Responden kelembagaan informal adalah kelembagaan informal yang terdapat di masing-masing wilayah, kabupaten dan kecamatan.

Populasi dari penelitian ini adalah petani yang ada di ketiga kabupaten tersebut di atas. Pengambilan lokasi sampling dan sample penelitian dilakukan secara purposive sampling (secara sengaja). Masing-masing kabupaten akan dipilih 3 kecamatan, masing-masing kecamatan akan dipilih 3 desa, masing-masing desa akan dipilih 20 orang sampel, sehingga total responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah 540 orang responden.

(18)

4.4. Jenis dan Sumber Data

Tabel 1. Tahapan kegiatan pengkajian Kelembagaan Formal dan Informal dalam Pengembangan Teknologi Spesifik Lokasi untuk Mendukung Pembangunan I Provinsi NAD.

No. Tahapan

Kegiatan Uraian Pelaksana/ Lokasi

1. Persiapan Menyusunan petunjuk kegiatan secara operasional, penyusunan kisi-kisi (pedoman lapang) dan kuesioner (pedoman wawancara).

Penanggung Jawab dan Anggota Tim/ kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen 2. Koordinasi dan

Konsultasi Melakukan kunjungan ke dinas/ instansi terkait dalam rangka mendapatkan informasi awal serta dukungan pelaksanaan kegiatan secara legal formal.

Tim Survey/ kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen 3. Survey dan Penetapan Lokasi

Kegiagatan terhadap karakterisasi dan potensi lokasi

yang akan dijadikan sebagai lokasi penelitian. Tim Survey/ kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen 4. Kegiatan Lapang (Pendekatan massa, kelompok dan individu).

Kegiatan lapang dilakukan di tiga kabupateni, pada tiga kecamatan dan tiga desa. Kajian lapang dilaksanakan melalui kegiatan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan teknik wawancara menggunakan kuesioner terstruktur dilakukan dengan peneliti, penyuluh, PPL dan pengguna inovasi pertanian sedangkan teknik FGD menggunakan pedoman wawancara dilakukan pada key informan dari lembaga formal dan informal. Data sekunder digunakan untuk mendukung informasi terkait kinerja lembaga formal dan informal dalam pengembangan inovasi pertanian.

Tim dan dinas/ instansi terkait untuk 3 kabupaten yaitu : kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen            

(19)

Tabel 1. (Lanjutan)

No. Tahapan

Kegiatan Uraian Pelaksana/ Lokasi

5. Pengumpulan data, Analisis dan tabulasi data

- Data diperoleh melalui informasi keberadaan lembaga informal existing yang ada di kabupaten dan kecamatan. Sumber data berasal dari tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, penyuluh dan peneliti senior.

- Jenis data yang dikumpul adalah informasi mekanisme penyampaian dan penyebaran inovasi pertanian. Sumber data berasal dari pimpinan lembaga formal dan informal. Sumber data berasal pimpinan lembaga formal yang ada di daerah

- Jenis data yang dikumpulkan adalah informasi tata hubungan kerja secara vertkal dan horizontal diantara lembaga formal yang ada di daerah. Sumber data berasal pimpinan lembaga formal yang ada di daerah.

Tim Survey/ kabupaten Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen 6. Penulisan

Laporan (draft) Penjab danTim

7. Seminar dan Laporan akhir (final)

Penjab danTim

4.5 Analisis Data

Data kualitatif yang terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif (Ancok, 1989; Bungin, 2003). Data kuantitatif untuk membandingkan kapasitas, dan kapabilitas kelembagaan antar desa, kecamatan, dan kabupaten dianalisis dengan deskriptif, uji t.

4.6. Rancangan (Design) Riset

Dimensi kajian kelembagan mencakup: (1) Motivasi dengan parameter meliputi: sejarah kelembagaan, misi yang diemban (tujuan), kultur,sikap dan perilaku anggota; (2) Kapasitas dengan parameter: strategi kepemimpinan, perencanaan program, manajemen dan pelaksanaan, alokasi sumberdaya yang dimiliki, hubungan dengan pihak luar; (3) Kondisi lingkungan eksternal dengan parameter: kondisi politik dan pemerintahan, sosiokultural, teknologi, stake holders, infrastruktur dan kebijakan pengelolaan sumberdaya dan (4) Kinerja kelembagaan meliputi parameter: keefektifan

(20)

kelembagan dalam mencapai tujuan, efisiensi penggunaan sumberdaya dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan kelompok luar.

(21)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kegiatan koordinasi, survey dan penetapan lokasi

Tahap awal dilakukan kunjungan dalam rangka konsultasi dan koordinasi kegiatan kajian kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi ini adalah terhadap Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Pidie, Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pidie, Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketananan Pangan Kabupaten Pidie Jaya dan Badan Pelaksanaan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bireuen. Dalam kunjungan ini tim melakukan diskusi dengan Kepala Badan dan beberapa staf serta Kasie Produksi padi dan palawija dinas dalam rangka memperoleh data.

Hasil kunjungan ini telah disepakati beberapa agenda kegiatan yang akan dilanjutkan pada waktu menentukan lokasi sampel. Rencana pengambilan desa sampel akan dilakukan pada tiga kecamatan di mana masing-masing kecamatan diambil tiga desa akan diambil satu kelompok sebagai sampel selanjutnya dalam kelompok ini akan diambil sebanyak 20 orang petani sebagai responden yang akan diwawancarai.

Dalam konsultasi disepakati terhadap beberapa kirteria desa yang akan dijadikan sebagai desa sampel antara lain adalah desa tersebut berada pada lokasi yang strategis, mudah dijangkau, mempunyai kelompoktani yang handal, dapat mewakili informasi yang diperlukan sesuai dengan keperluan kajian ini.

Penentuan kelompok yang digunakan sebagai sampel disepakati bahwa kelompok yang diambil sebagai sampel berasal dari tiga kelas kelompok tani yaitu kelompok tani pemula, kelompok tani madya dan kelompok tani maju atau juga berdasarkan pembagian wilayah kerja. Hal ini disesuaikan pada saat kegiatan peninjauan ke lokasi untuk melakukan penilaian dan penentuan desa sampel.

Piihak dinas maupun badan pelaksana penyuluhan yang dikunjungi dalam rangka koordinasi dan konsultasi pelaksanaan kajian tersebut sangat menyambut positif serta mendukung sepenuhnya untuk dilaksanakan kegiatan pengkajian. Selanjutnya juga pihak Dinas dan Badan bersedia meluangkan waktu untuk mendampingi tim pada

(22)

saat pelaksanaan survey kegiatan dengan melibatkan Balai Penyuluhan Pertanian di tingkat kecamatan.

Kegiatan survey dan penetapan lokasi menentukan tiga Kabupaten, kecamatan dan desara terpilih seperti Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Nama kabupaten, kecamatan dan desa sebagai lokasi pengkajian

No Kabupaten Kecamatan Desa Petugas Keterangan

1. Pidie 1. Sakti 1. Perlak Hasan 2. Paloh Jeureula 3. Dayah Tuha Saifullah, SP Ir. Faridah M. Jamil, SP Lanjut Pemula Madya 2. Kembang

Tanjong 1. Gampong Barat 2. Ceubrek 3. Tanjong Zakaria Ir. Marzuki Saifullah Madya Lanjut Pemula 3. Padang Tiji 1. Jurong Anoe

2. Blang Geuleuding 3. Beuni Reuling Dewi Keumalasari Sukardi, SP Fakhrizal Madya Pemula Lanjut 2. Pidie Jaya 1. Meureudu 1. Pulo U

2. Rhing Blang 3. Beurawang Zakaria Ir. Marzuki Saifullah Pemula Lanjut Madya 2. Ulim 1. Pulo Ulim

2. Dayah Baroh 3. Mns. Kumbang A.Halim Ishak, S.Pt Zahratul Rahmi Muntasir Lanjut Pemula Madya 3. Bandar Dua 1. Kumba

2. Uteun Bayu 3. Drien Bungong Syukri, STP Syafwan, SP Khalidi, S.Hut Madya Lanjut Pemula 3. Bireuen 1. Makmur 1. Batee Dabai

2. Lapihan Mesjid 3. Mon Ara Mukhlis, SP Usfia, SP Taufik, SSP Madya Pemula Lanjut 2. Kota Juang 1. Mns.Tgk. Digadong 2. Cot Gapu 3. Blang Reuling Sitti Jamalia, SP Mariana, SP Ekawati Madya Lanjut Pemula 3. Peudada 1. Dayah Mon Ara

2. Matang Pasi 3. Hagu

Cut Ira Riska Yuli Mustika Suci,

STP Masdarlena, SP

Lanjut Madya Pemula

(23)

5.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian a. Kabupaten Pidie

Kabupaten Pidie dengan ibu kotanya Sigli, terletak antara 4º30 dan 4º60’ pada Lintang Utara dan 95º73’ - 96º20’ Garis Bujur Timur dengan batasan sebagai berikut :

Ø Sebelah Utara berbatas dengan Selat Malaka.

Ø Sebelah Selatan berbatas dengan Kabupaten Aceh Barat. Ø Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Aceh Besar. Ø Sebelah Timur berbatas dengan Kabupaten Pidie Jaya.

Sedangkan luas Kabupaten Pidie 3562, 14 KM persegi yang meliputi 23 kecamatan di dalamnya.

Pengembangan tanaman padi di Kabupaten Pidie dari tahun ke tahun terus menerus diupayakan untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi. Hal ini mengingat komoditi padi merupakan ”komoditi strategis dan politis” karena menyangkut bahan makanan pokok bagi kebutuhan masyarakat banyak.

Tabel 3. Perbandingan Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Padi di Kab. Pidie

No. Tahun Luas Tanam (ha)

Luas Panen (ha)

Produktivitas

(ton/ha) Produksi (ton) 1. 2. 2009 2010 38.658 43.153 40.073 40.198 7.22 6.95 292.913 285.221

Menurut dapa statistik tahun 2008 perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Pidie berjumlah 355.103 jiwa yang terdiri dari 170.395 jiwa laki-laki dan 184.708 jiwa perempuan dengan kepadatan penduduk 79,41 keluarga per KM². Jika dibandingkan dengan tahun 2007 tingkat pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pidie

Mengimbangi laju penambahan penduduk secara Nasional yaitu 2,34 %. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk yang ada disini banyak yang bermigrasi ke luar

(24)

daerah sebagai pedagang. Perincian mata pencarian penduduk di Kabupaten Pidie dapat di klasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 4. Persentase mata pencarian penduduk di Kabupaten Pidie

No. Jenis Mata Pencaharian Persentase Keterangan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Pertanian tanaman pangan Peternakan dan perikanan Perikanan Laut

Industru dan Kerajinan Pedagang Jasa Angkutan Pabrik Lain nya 58,44 % 18,03 % 3,97 % 6,32 % 7,89 % 2,03 % 0,28 % 3,04 %

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk (58,44 %) di Kabupaten Pidie bermata pencarian di sektor Pertanian Tanaman Pangan. Untuk lebih jelasnya perkembangan penggunaan lahan lahan di Kabupaten Pidie pada tahun 2008 secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Perkembangan Penggunaan Lahan di Kabupaten Pidie Tahun 2008

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sawah Pekarangan Tegalan / Kebun Ladang / Huma

Pengembalaan / Padang Rumput Sementara tidak diusahakan Ditanami pohon / Hutan Rakyat Hutang Negara Perkebunan Rawa-rawa Tambak Kolam/Tebat/Empang/Lain-lain Lainnya 29.208 45.719 31.541 24.575 15.319 18.414 30.331 133.927 10.218 626,5 2.572 693,5 13.097 8,2 12,2 8,9 6,9 4,3 5,2 8,5 37,6 2,9 0,2 0,7 0,2 3,7 Jumlah 356.241 100

(25)

Adapun perbandingan jumlah penduduk, produksi, konsumsi surplus minus gabah tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Perbandingan Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Gabah di Kab. Pidie

Tahun Penduduk Jumlah (orang)

Jumlah Produksi

(ton)

Pemakaian Gabah Surplus Minus Gabah (ton) Konsumsi (ton) Benih (ton) Bufer Stock (ton 2009 2010 419.884 378.278 292.913 285.221 100.772 90.787 1.160 1.078 5.039 4.539 185.942 188.817 Keterangan : - Konsumsi = 240 kg/jw/thn - Benih = 25 kg/ha

- Bufer Stock = 5 % dari konsumsi

- GKP = 20 kg Gabah = 12 kg beras/bln

Inventarisasi Kelompok Keujruen Blang Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) dan P3A di Kecamatan Sakti, Kembang Tanjong dan Padang Tiji Wilayah Pidie Tahun 2011.

Tabel 7. Daerah Irigasi dan Nama Kelompok Keujreun Blang (GP3A/P3A) di Kab. Pidie

Nama Daerah Irigasi Nama Kelompok Keujruen Blang (GP3A/P3A) Luas Areal (Ha)

Lokasi Nama Ketua

Kelompok Jumlah Ang-gota Kecamatan Desa 1 2 3 4 5 6 7 Baro Raya Blang Data Cot Teng Mali Jaya Pante Mali Lampoh Ranup Jurong Pante Udep Saree Po Temeurehom Makmu Beurata Blang Cut Tgk.Mns. Raya Tj. Bungong 764 124 26 61 39 49 65 68 43 128 112 21 28 Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Sakti Lhok Empeh Dayah Tuha Mali Guyui Mali Uke Mns. Balee Kp.Jeumpa Barieh Kp. Cot Riweuk Bt.Perlak Lameu Raya Mali Cot Muzakir Isa T.Syarifuddin Gani Ramli Samsuddin M Razali Yusuf Mukhtar Zakaria Nurdin Is Tgk.Sulaiman Abdullah Is M. Isa Tgk.Muhammad - - - - - - - - - - - -

(26)

Tabel 6. (Lanjutan)   1 2 3 4 5 6 7 Krueng Tiro Blang Gapu Dayah Blang Tanjong Blang Barat Blang Cut Kuta Baro Blang Crueng Lueng Gapong Aron Jaya Kampong Blang Kampong Asan 862 45 65 82 62 85 90 63 48 85 110 127 Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Kb.Tanjong Baro Mon Ara Tanjong Bentayan Glumpang Kp. Barat Kupula Jr. Masjid Aron Asan Kb Masjid Kampong Asan Burhanuddin Rusli Sulaiman A.Manaf Husaini Razali Aswadi Mustafa Rusli Ibrahim Usman Daud Ibnu Sakdan A. M 117 120 145 185 190 172 118 105 155 175 225 Seumayam Gogo Alue Rheue Alue Baroh GP3A Bl.Seumayam Tgk.Chik Digogo Meugo Seujahtra Peumakmu Nangro 450 510 385 150 Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pulo Hagu Gogo Jurong Anoe Suyo Muhammad Yacob Mahyuddin Muslim Anwar Risyad Blang Lincah Blang Leuen Jasa Alam Jeureula Tgk.Chik Digogo Lampoh Reutoh Harkat Balee Kuta Beujaya Lueng Simpang Kuta Baro Jeut Bina Tani Lhok Panah Paya Itek Leun Ateung Jaya Lam Linggoh Pusa Laot Balee Meuriya Makmu Beurata Blang Sawang Blang Payame Lembah Merpati Blang Paloh Paya Kulam Blang Raya Pulo Awee 85 118 60 80 76 105 85 95 118 95 80 90 130 105 77 105 70 129 115 75 105 60 48 39 40 105 120 80 Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Pdg. Tiji Glee Gogo Tuha Gogo Buloh Gogo Kembang Gogo Mesjid Gogo Teungoh Drien Mukee Gogo Raya Gogo Aron Bunot Adang Beurabo Mukee Beurabo Baro Beurabo Seukeum Brok Seulanggieng Sukon Peudaya Perlak Peudaya Cut Peudaya Tunong Pedaya Buloh Peudaya Tengoh Pedaya Jurong Anoe Gp.Cut Paloh Capa Paloh Kreet Suyo Jurong Gp.Cot Trieng Paloh Pulo Hagu Usman Ys Tgk. Adnan Abd. Rauf Mahyuddin M. Amin Mukhtar - - - - - - - - Syukri Syamaun - - - - - M. Nasir - - Hanafiah Bustamam - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

(27)

b. Kabupaten Pidie Jaya

  Kabupaten Pidie Jaya adalah salah satu kabupaten yang baru terbentuk berada dalam wilayah pemerintah Aceh dengan ibu kota kabupaten Meureudu. Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang – Undang No 7 tahu 2007, pada tanggal 2 Januari 2007. Kabupaten ini terdiri dari 8 (delapan) kecamatan , yaitu: Bandar Baru, Pante Raja, Trieng Gadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Jangka Buya, dan Kecamatan Bandar Dua. Secara keseluruhan wilayah kabupaten pidie Jaya memiliki luas 1.162,85 KM2, dengan wilayah yang terluas di Kecamatan Meurah Dua dan Bandar Baru , masing – masing luas 25,13%, dan 24,19%. Batas wilayahnya adalah:

Ø Sebelah utara berbatasan langsung dengan selat Malaka, Ø Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Bireuen,

Ø Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan Tangse, Kecamatan Geumpang , dan Kacematan Mane),

Ø Sebelah barat juga berbatasan dengan Kabupaten Pidie (Kecamatan

Geulumpang Tiga, Kercamatan Geulumpang Baro dan kecamatan Kembang Tanjong)

Kabupaten Pidie Jaya juga merupakan salah satu wilayah yang terkena dampak tsunami dan mengakibatkan sebagian wilayah pesisir luluh lantak, struktur perekonomian, infrastruktur dan prasarana lainnya. Wilayah kabupaten ini terdiri dari 8(delapan) wilayah kecamatan, yaitu: Bandar Baru, Pante Raja, Trienggadeng, Meureudu, Meurah Dua, Ulim, Jangka Buya, dan Kecamatan Bandar Dua. Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Pidie Jaya memilki luas 1.162,85 Km², dengan wilayah yang terluas di Kecamatan Meurah Dua dan Bandar Baru, masing-masing luasan 25,13% dan 24,19% dari luas wilayah Kabupaten Pidie Jaya.

Kabupaten Pidie Jaya termasuk kedalam wilayah beriklim tropis basah, temperatur berkisat dari suhu minimum 190 – 220 sampai suhu maksimum 300- 350. Merupakan daerah dataran tinggi yang memiliki daerah kelas lereng yang lebih besar dari 40 % dan daerah pesisir pantai yang memiliki klasifikasi lereng 0 – 3 %, dengan jenis tanah dominan podsolit merah kuning.

(28)

Kabupaten Pidie Jaya menurut kelas ketinggiannya bervariasi antara 0 – 1500m dpl. Kondisi fisik dataran dengan ketinggian yang relatif rendah berada di sebelah utara dengan kemiringan lereng yang cenderung landai antara 0 -25 %, yaitu sebesar 28,33 %. Sedangakan dataran dengan ketinggian relatif tinggi berada di selatan dengan kemiringan lereng antara 25-> 40 %.

Penggunaan lahan di Kabupaten Pidie Jaya yang terluas diperuntukkan untuk pemukiman dan pertanian/perkebunan (21.74%), dengan rincian sawah 7.997 Ha, Perkebunan 8.644 Ha, Pekarangan 8.640 ha, sisanya adalah hutan lebat/lindung dan lainnya sebagai kawasan non budi daya.

Keberadaan Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPKP) pada saat ini masih menggunakan sarana gedung Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Plus, sehingga untuk mendukung agar aktifitas lebih lancar maka seyogyanya harus sudah memiliki bangunan sendiri. Harapan kami dimasa yang akan datang ada perhatian khusus Pemda Pidie Jaya untuk membangun sarana gedung kantor tsb. Demikian pula halnya dengan Sarana dan Fasilitas Bangunan gedung kantor di kecamatan sebaiknya ada satu Balai Penyuluhan Pertanian ( BPP ) pada setiap kecamatan.

Sebagai basis wadah Penyuluh Pertanian/Peternakan, Perikanan/Kelautan dan Perkebunan/Kehutanan di kecamatan adalah Balai Penyuluhan namun oleh karena ketersediaannya terbatas, dari 8 kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie Jaya 1 (satu) Kecamatan yang memiliki fasilitas Gedung Balai Penyuluhan dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8. Sarana fasilitas bangunan gedung BPP di Kab. Pidie Jaya.

No. Kecamatan yang memiliki BPP Baik Sedang Kondisi Rusak Keterangan 1 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dau Ulim Bandar Dua Jangka Buya - - - - √ - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Belum Ada Belum Ada Belum Ada Ada Belum Ada Belum Ada Belum Ada Belum Ada

(29)

Sebagai gambaran jumlah kelompok tani menurut kelas kemampuannya yang ada dalam wilayah Kabupaten Pidie Jaya dapat di lihat pada tabel 8.

Tabel 9. Jumlah Kelompok menurut kelas kemampuan di Kab. Pidie Jaya.

No Kecamatan Kelas Kemampuan Kelompok Jumlah Ket Pemula Lanjut Madya Utama

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7 8. Bandar Baru Pante Raja Trienggadeng Meureudu Meurah Dua U l i m Bandar Dua Jangka Buya -- -- -- -- -- -- -- -- 80 20 100 100 45 60 75 40 4 2 13 12 10 9 30 9 -- -- -- 5 3 -- 4 -- 84 22 113 117 58 69 109 49 J U M L A H -- 520 89 12 621

Jumlah Penyuluh PNS yang yang tersedia sangat sedikit hanya sembilan belas orang. Sejak Tahun 2007 mulai diterima penyuluh Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP). Sampai Tahun 2011. jumlah penyuluh THL-TBPP mencapai 107 orang. Sehingga total penyuluh pertanian 126 orang. Disamping itu terdapat penyuluh swakarsa sebanyak delan orang. Jumlah ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan jumlah desa (222 desa) sesuai dengan program pemerintah satu penyuluh satu desa.

Kurangnya jumlah penyuluh mengakibatkan kurang efektifnya sistem penyuluhan yang berjalan. Selain itu terdapat faktor-faktor lain diantaranya sarana dan prasarana yang kurang memadai. Seperti kenderaan operasional untuk mencapai lokasi-lokasi penyuluhan yang belum memadai.

Perekrutan THL-TB PP yang berasal dari berbagai disiplin ilmu menambah jumlah penyuluh. Akan tetapi THL-TB PP tersebut berasal dari berbagai tingkatan lulusan dengan usia yang sangat bervariasi. Sebagaian besar THL-TB PP masih kurang berpengalaman dalam bidang penyuluhan.

Kemampuan petani dalam mengaplikasikan teknologi baru masih kurang, disebabkan kurang efektifnya sistem penyuluhan.

(30)

Kondisi ideal yang diharapkan dalam bidang pembinaan dan pengembangan penyuluhan adalah tersedianya jumlah penyuluh pertanian sebanyak 222 orang. Baik berasal dari penyuluh PNS, THL-TBPP ataupun penyuluh swakarsa.

Untuk efektifitas sistem penyuluhan diperlukan sarana dan prasarana pendukung seperti kendaraan operasional penyuluh, alat-alat untuk media penyuluhan baik berupa alat-alat elektronik ataupun berupa leaflet, brosur ataupun dalam bentuk perpustakaan. Selain itu diperlukan juga alat-alat untuk pengukuran kadar air (moustuiretester), pengukur pH tanah, alat ubinan, dan lain-lain.

Selain itu untuk media penyuluhan diperlukan percontohan-percontohan dalam bentuk demonstrasi area (demplot) maupun sekolah lapang, baik sekolah lapang budidaya ataupun sekolah lapang pengendalian hama dan penyakit (SL-PHT)

Penyuluh pertanian seharusnya memiliki kapasitas yang memadai dalam bidang penyuluhan, meliputi bidang pertanian, peternakan, perikanan ataupun perkebunan.

Petani dapat mengaplikasikan teknologi baru dan mutakhir untuk peningkatan produksi. Sehingga akan meningkatkan pendapatan petani.

Pembangunan dibidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Pidie Jaya menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan oleh faktor konflik maupun permasalahan lainnya. Namun dengan tekad Pemerintah Daerah dan dukungan berbagai pihak secara bertahap akan berupaya melakukan terobosan inovasi dan tekhnologi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan pelaku utama dan pelaku usaha.

Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu,bergizi dan berimbang baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata diseluruh wilayah sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Mengingat pangan juga merupakan komoditas ekonomi, maka pembangunannya dikaitkan dengan peluang pasar dan peningkatan daya saing yang dibentuk dari keunggulan spesifik lokasi, keunggulan kwalitas serta efisiensi dengan penerapan tehnologi inovasi. Selanjutnya karena produksi pangan nasional sebagian besar dilaksanakan petani dengan skala usaha kecil oleh masyarakat

(31)

miskin di pedesaan, maka pembangunan ketahanan pangan sangat strategis untuk memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Sasaran pembangunan pertanian/peternakan diarahkan untuk peningkatan mutu dan produktifitas secara menyeluruh baik komoditi Pertanian/Peternakan, Perikanan/Kelautan maupun Perkebunan/Kehutanan.

Untuk memperbaiki sinergi pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat serta efektifitas kebijakan dan kegiatan operasional pembangunan ketahanan pangan, maka diperlukan suatu acuan bersama yang memuat konsep dan filosofi, kebijakan, strategi hingga kegiatan operasional serta peran masing-masing pihak dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.

c. Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan luas wilayah 190.121 km2. Kabupaten Bireuen terletak pada garis 4º54’ - 5º18’ Lintang Utara dan 96º20 - 97º21 Bujur Timur, dengan batas wilayah :

Ø Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

Ø Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah Ø Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pidie

Ø Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara

Kabupaten Bireuen topografi wilayahnya terdiri dari; dataran rendah (0-15%) dibagian pantai utara dan bagian tengah daerah, sedangkan bagian selatan sampai ke Bukit Barisan merupakan daerah bergelombang dengan ketinggian mencapai 450 m dpl (15%).

Kabupaten Bireuen mempunyai beberapa jenis tanah, antara lain; aluvial, podsolid, latosol, hidromorf, dengan tingkat kemiringan yang berbeda-beda. Daerah yang mempunyai lereng tertinggi adalah 45%, sedangkan daerah yang tingkat kemiringannya 0 – 15% merupakan daerah yang paling luas. Kabupaten Bireuen tergolong daerah beriklim basah. Dengan curah hujan rata-rata berkisar antara 1.105,6 mm – 4.073 mm.

(32)

Pembangunan di bidang Penyuluhan dan Ketahanan Pangan di Kabupaten Bireuen menghadapi beberapa kendala dan hambatan baik yang disebabkan oleh keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dan minimnya Sarana dan Prasarana Penyuluhan.

Namun dengan tekat dan kemauan yang kuat Pemerintah Daerah Kabupaten Bireuen dengan mendukung berbagai elemen masyarakat sacara bertahap terus berupaya melakukan terobosan inovasi dan teknologi dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan Pelaku Utama (petani, peternak, nelayan dan masyarakat disekitar hutan) dan Pelaku Usaha (pengusaha yang bergerak di bidang agribisnis).

Sasaran pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan diarahkan untuk peningkatan kualitas semua komoditi dengan memperhatikan dampak lingkungan dan peningkatan produktifitas pelaku utama dan pelaku usaha. Untuk mempercepat pencapaian sasaran, instansi Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) akan terus berupaya memberdayakan dan mengembangkan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K). Untuk peningkatan kinerja penyuluh telah disediakan tempat yang layak karena dari 17 kecamatan yang berada dalam wilayah Kabupaten Bireuen saat ini telah dibangun 17 Bangunan Balai Penyluhan Pertanian, Peternakan dan Kehutanan (BP3K) diseluruh kecamatan. Hanya perlengkapan kantor belum tersedia secara lengkap dan sesuai kebutuhannya.

(33)

Tabel 10. Kondisi Bangunan BP3K setiap Kecamatan di Kab. Bireuen.

No. Kecamatan Telah Memiliki Bangunan BP3K Baik Sedang Kondisi Rusak

1 2 3 4 5 1. Samalanga ü - - 2. Simpang Mamplam ü - - 3. Pandrah ü - - 4. Jeunieb ü - - 5. Peulimbang ü - - 6. Peudada ü - - 7. Jeumpa ü - - 8. Juli ü - - 9. Kuala ü - - 10. Kota Juang ü - - 11. Peusangan ü - - 12. Jangka ü - - 13 Peusangan Selatan ü - -

14. Peusangan Siblah Krueng ü - -

15. Makmur ü - -

16. Gandapura ü - -

(34)

Tabel 11. Nama-nama Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) yang terbentuk pada tahun 2010 melalui Kegiatan WISMP pada Distannakbunhut Bireuen.

No Kelembagaan Nama

GP3A Kecamatan

Desa yang

terairi Daerah Irigasi Ketua Luas (Ha)

1 Tiga Sepakat Makmur Leubu Cot, Kuta Barat, Trieng Gadeng

Ie Rhob Timu A.Hamid Hasan 350

2 Beumangat Hate Sp.Mamplam Ie Rhob Timu Waduk Aiyub Usman 137 3 Beuna Harapan Peusangan Tanoh Mirah,

Uteun Bunta, Paya Reuhat

Ie Rhob

Barat Zulkifli Affan 520 4 Jaya Bersama Sp.Mamplam Ie Rhob Barat Ie Rhob

Barat Fadli A.Rahman 245 5 Tgk. Di Lhok

Jrok Gandapura Blang Guron, Pulo Gisa Pompanisasi/ Waduk Tgk.Abdullah Bahron 310

Tabel 12. Nama-nama Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) yang terbentuk pada tahun 2010 melalui Kegiatan WISMP pada Distannakbunhut Bireuen

No Kelembagaan P3A Nama Kecamatan Desa Daerah Irigasi Ketua Luas (Ha)

1 Bunga Tani Gandapura Cot Puuk Leubu Hasan Salam 110 2 Tgk.Glee

Meulinteung Makmur Suka Ramai Bintah Sa Bachtiar Jamil 100 3 Udeep Beusare Makmur Panton

Mesjid/ Blang Perla

Bintah Sa Syaifuddin

A.Wahab 142 4 Blang Pante Geulima Makmur Paya Dua Leubu Fadli

A.Rahman 150 5 Gle Kuprai Jaya Gandapura Blang

Keude/Keude Lapang/ Cot Puuk

(35)

5.3. Karakteristik Umum Organisasi

Organisasi adalah merupakan sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Organisasi dapat dibentuk dari sebuah keinginan sekelompok orang-orang yang mempunyai relasi sosial dan juga dapat dibentuk oleh sebuah lembaga yang formal atas dasar tuntutan sebuah manajemennya. Ada empat karakteristik utama dari sebuah organisasi, yaitu: tujuan, kumpulan orang, struktur, sistem dan prosedur.

Setiap organisasi harus memiliki tujuan. Tujuan dicerminkan oleh sasaran-sasaran yang dilakukan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tiga bidang utama dalam tujuan organisasi yaitu profitability (keuntungan), growth (pertumbuhan), dan survive (bertahan hidup). Ketiganya harus berjalan berkesinambungan demi kemajuan organisasi.

Struktur dibentuk dalam sebuah organisasi dengan tujuan agar posisi setiap anggota organisasi dapat dipertanggungjawabkan, mengenai hak maupun kewajibannya. Struktur dibentuk agar organisasi berjalan rapi, karena terdapat struktur komando, siapa yang berwenang dan siapa yang diberi wewenang.

Karakteristik yang terakhir ini menggambarkan bahwa sebuah organisasi diatur berdasarkan aturan-aturan yang ditetapkan bersama dan tentu saja harus dengan penuh komitmen dalam menjalankannya. Implementasi dari sistem dan prosedur ini ialah adanya ketetapan mengenai tata cara, sistem rekrut, dan birokrasi.

Secara garis besar ada beberapa bentuk organisasi yang berada pada wilayah penelitian ini dan terkait langsung dengan penelitian ini, untuk itu dapat dikelompokkan dalam : (1) Organisasi Pemerintahan : Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), Perangkat desa, LKMD/LPMD, dan Tuha Peut, (2) Organisasi Adat: tokoh masyarakat/panutan, keujreun blang, P3A, gotong royong dan kelompok tani, (3) Organisasi Keagamaan : Majelis Ta’lim, Remaja Masjid, Kelompok yasinan, Pengajian. 4. Organisasi Ekonomi : Koperasi simpan pinjam, Kelompok tani, kelompok pencari dan pemakai air, arisan. 5. Organisasi Sosial Baru : PKK, Posyandu, Karang Taruna/ Organisasi pemuda, organisasi olah raga, dan Dasa Wisma.

(36)

Pembentukan organisasi secara garis besar dapat dibedakan dalam dua cara, yaitu pertama, berdiri secara alamiah berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, seperti perkumpulan pengajian, keagamaan, ikatan keluarga, ikatan kekerabatan atau trah, kelompok arisan, kelompok kesenian dan olah raga dan adat. Organisasi ini cenderung adaptif dengan kemampuan lokal, dengan mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya lokal, tradisi dan kebiasaan, serta sumber daya lokal dan sarana rekreasi. Melalui organisasi semacam inilah masyarakat yakni para anggota mensosialisasikan diri dalam suatu kelompok melalui kegiatan-kegiatan yang disepakati bersama. Kedua, perkumpulan yang pembentukannya diprakarsai oleh pemerintah. Organisasi ini merupakan kepanjangan tangan pemerintah untuk merealisasikan program-program pemerintah kepada masyarakat, seperti Gampong, PKK, Posyandu dan sebagainya. Untuk kelompok yang pembentukannya diprakarsai oleh pemerintah pada umumnya tujuan dan sasaran kegiatannya terjadwal dengan baik dan secara administrasi juga nampak lebih tertib.

Dari hasil survey menunjukkan bahwa sifat keanggotaan dalam organisasi kemasyarakatan pada umumnya sukarela. Untuk menjadi anggota sebuah perkumpulan/ organisasi tidaklah sulit, karena secara geografis domisili masing-masing anggota tidak jauh, bahkan masih dalam satu lingkungan sosial dan administrasi yang sama, misalnya Gampong. Sementara untuk yang tingkat desa biasanya melalui informasi dari keluarga, teman atau orang lain. Cara menjadi anggota biasanya langsung bergabung saja, ada yang mendaftar secara lisan dan ada pula yang harus mendaftarkan diri secara tertulis melalui formulir yang disediakan. Hak dan kewajiban anggota biasanya sudah dirumuskan dalam suatu organisasi dalam bentuk kesepakatan lisan maupun tertulis. Kesepakatan tertulis ini biasanya diwujudkan dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (untuk jenis organisasi yang berhubungan dengan ekonomi/keuangan). Hak dan kewajiban anggota di antara perkumpulan memiliki banyak persamaan antara lain hak untuk memperoleh pendidikan, mengikuti pengajian, memperoleh arisan, memperoleh bantuan sosial dan mengikuti setiap kegiatan perkumpulan. Sedangkan kewajiban anggota antara lain menghadiri pertemuan rutin, iuran wajib, iuran sukarela, mengikuti arisan wajib dan keharusan mengikuti kegiatan perkumpulan secara aktif.

(37)

Wilayah kerja/kegiatan organisasi pada umumnya pada tingkat dusun dan Gampong. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari organisasi, yang awal pendiriannya didasarkan pada tujuan memberikan palayanan sosial dengan prinsip dari, untuk dan oleh masyarakat sendiri. Yakni mereka berkumpul membuat komitmen dan melaksanakan komitmen berdasarkan pada kepentingan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan tempat kegiatan dilaksanakan secara bergantian sesuai dengan kesepakatan anggotanya misalnya kegiatan pengajian dan arisan. Mengenai jangkauan wilayah ini sebenarnya bukan menjadi persolan, karena memang sangat berkait dengan sifat organisasi yang selain suka rela juga terbentuknya bermula dari adanya kebutuhan warga untuk sosialisasi diri, dan membantu memperbaiki kualitas kehidupan bersama.

Melihat jangkauan organisasi lokal tersebut, menunjukkan bahwa ada variasi keanggotaan pada organisasi, yaitu jenis kelamin, pendidikan, umur dan kultur. Dengan demikian organisasi lokal telah menjangkau berbagai lapisan sosial dalam masyarakat bawah. Keaneka ragaman tersebut merupakan kenyataan yang menggambarkan, bahwa organisasi lokal telah berhasil mengorganisasikan orang-orang yang memiliki perbedaan secara sosial, ekonomi dan budaya. Dalam kerangka pembangunan masyarakat, karakteritik keanggotaan organisasi lokal ini merupakan modal sosial bagi upaya mewujudkan dinamika dan kedamaian sosial.

5.4. Proses dan Motivasi terbentuknya Organisasi

Organisasi kelompok tani ataupun gapoktan di lokasi penelitian terbentuk melalui proses dan motivasi para petani itu sendiri. Petani adalah sekelompok masyarakat yang ada di pedesaan yang kegiatan hariannya melakukan atau bermata pencaharian di bidang usaha tani. Usaha tani yang paling utama mereka lakukan yaitu mengelola lahan sawah yang ditanami dengan komoditi utama yaitu padi.

Untuk lebih terarah usaha taninya dengan semangat bermusyawarah dan berembuk dengan para tokoh adat untuk mencari jalan keluar agar usaha tani yang mereka geluti dapat menjadi lebih mudah terutama dalam mendapatkan pinjaman modal usaha. Akibat tersendatnya usaha tani maka secara musyawarah muncullah ide-ide mereka untuk membuat kelompok tani, dengan adanya kelompok tani akan

(38)

mempermudah upaya mengumpulkan modal melalui sistem simpan pijam. Mengorganisasikan petani secara formal merupakan pendekatan utama pemerintah untuk pemberdayaan petani.

Hampir pada semua lokasi penelitian untuk mendapatkan program, petani disyaratkan untuk berkelompok, dimana kelompok menjadi alat untuk mendistribusikan bantuan (material atau uang tunai), dan sekaligus sebagai wadah untuk berinteraksi baik antar peserta maupun dengan pelaksana program (Badan SDM Deptan, 2007; Balitbangtan, 2006). Padahal untuk mewujudkan ini, telah dihabiskan anggaran dan dukungan tenaga lapang yang cukup besar. Akibatnya, kelompoktani yang terbentuk menjadi tidak solid dan susah dipertahankan.

Disisi lain pemerintah juga mengharapkan dengan adanya kelembagaan kelompok tani yang merupakan wadah petani dalam rangka menguatkan usaha tani melalui penguatan modal, maka petani dapat menjadi lebih bersemangat dalam mengupayakan peningkatan produksi. Kelembagaan kelompok tani atau gapoktan yang ada dipedesan sudah terstuktur dengan baik dimana didalam kelompok sudah ada ketua sekretaris dan bendara dan ketiga struktur ini sudah dapat meminit jalannya kelembagaan kelompok tani/ gapoktan

Petani adalah satu kesatuan komunitas yang berdomisili di pedesaan dan mengantungkan hidupnya pada usaha pertanian baik itu taman pangan ataupun perkebunan dan ternak. Petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudidaya ikan pengolah ikan dan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan merupakan bahagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya Aceh perlu ditingkatkan kesejahteraan dan kecerdasan. Peran untuk meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan menjadi beban penyuluh melalui penyuluhan yang harus dilaksanakan dengan penuh ketulusan. Penyuluh akan lebih mudah dan terarah apabila di pedesaan sudah ada kelompok taniyang akan menerima informasi teknologi. Dengan demikian penyampaian informasi baik informasi pasar, permodalan dan sumber daya lain dapat dengan mudah diterima sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas , efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraan serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.

(39)

Dengan adanya kelompok tani dalam mengatur pertemuan sudah mudah dilakukan. Kelompok akan mengatur jadwal pertemuan baik dengan sesame anggota atau dengan penyuh yang ada diwilayah mereka. Dengan adanya pertemuan baik dengan tokoh adat atau dengan penyuluh petani semakin lama semakin bertambah pengetahuannya terutama dibidang usaha taninya. Dengan adanya pertemuan diharapkan petani akan lebih meningkatkan wawasan berpikir akibat adanya berbagai informasi yang didapat dalam pertemuan kelompok baik itu berasal dari penyuluh atau tokoh tani dan tokoh adat setempat.

Dalam tahun 2010 dan 2011 banyak perkembangan usaha tani khususnya padi. Adopsi teknologi sudah terjadi walaupun tidak secara cepat. Hal ini dapat terbukti bahwa setiap desa yang terlibat pengkajian ini sudah melakukan adopsi teknologi terutama penggunaan benih VUB. Pengunaan benih bermutu dan berlabel sudah dilakukan oleh setiap petani. Hampir 99 persen petani Aceh khususnya kabupaten Pidie Jaya , Pidie , Bireuen menggunakan benih padi dari varietas ciherang, mekongga, cibogo, dan impari. Penggunana benih ungul merupakan hasil prakarsa BPP yang dinovasikan oleh BPTP. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri bahwa di Aceh peran BPTP sangat signifikan dalam mengadopsikan beberapa teknologi yang ada dalam model PTT. Adopsi teknologi yang paling dapat dilihat yaitu penanaman sistin legowo. Hampir di setiap kabupaten yang terlibat pengkajian ini,sudah mengadopsi sistim tanalegowo terutama dapat dilihat disetip lahan sawah yang terletak dipingir jalan raya yang menuju ketiga kabupaten.

Pada hakekatnya kelompoktani juga punya berbagai macam keinginan untuk mencapai hasil usahat ani yang dapat meningkatkan pendapatannya. Banyak program yang ingin dibuat bersama diantaranya adalah Program penydiaan sarana olah tanah yang memadai, program turun kesawah yang serentak, Program untuk memperoleh benih bermutu, program pengaturan air yang sesuai kebutuhan tanaman, program untuk memperoleh modal yang lebih besar, program penyediaan sarana produksi yang tersedia, , program pengendalian hama dan penyakit yang efektif,serta program pasar yang dapat menampung hasil panen yang memadai (harga yang baik). Dalam tiga tahun terakhir ini (2008-2009), program yang paling luas sebarannya adalah progam Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Gabungan Kelompok Tani

Gambar

Tabel 1.  Tahapan  kegiatan  pengkajian  Kelembagaan  Formal  dan  Informal  dalam  Pengembangan  Teknologi  Spesifik  Lokasi  untuk  Mendukung  Pembangunan  I  Provinsi NAD
Tabel 1. (Lanjutan)  No.  Tahapan
Tabel 2. Nama kabupaten, kecamatan dan desa sebagai lokasi pengkajian
Tabel 3. Perbandingan Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Padi di Kab. Pidie
+7

Referensi

Dokumen terkait

H + yang ditambahkan sama dengan konsentrasi mula-mula asam karena merupakan asam kuat dan akan bereaksi dengan akan bereaksi dengan CH 3 COO- membentuk CH3COOH yang

Pengaruh yang tidak nyata pada panjang tanaman terhadap peningkatan konsentrasi nitrogen menjelaskan bahwa konsentrasi nitrogen sebanyak 180 ppm pada nutrisi

Hasil percobaan menunjukan bahwa pemberian kosentrasi kalium nitrat (KNO 3 ) berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan berat segar dan berat kering trubus per

Sebuah pesawat luar angkasakhusus yang bisa take-off dari Bandar udara biasa dan membawa penumpang dari bumi ke luar angkasa dipercaya oleh para ilmuwan dapat

Setelah semua data ( artikel, buku, skripsi dan jurnal) terkumpul terlebih dahulu penulis akan membaca, lalu mengklasifikasikan data-data tersebut untuk

Wakil tersebut haruslah orang yang mengetahui tentang lokasi, proses, prosedur, pekerja dan bahan yang ditangani (Nedved, 1991). Efektifitas dari pelaksanaan inspeksi K3

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, 1 Perencanaan pendekatan saintifikdalam pembelajaran SKIyaitu mengkaji silabus, merumuskan indikator pencapaian Kompetensi