• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL SKRIPSI. oleh: ERNING DITTA DYAH SATYARINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROPOSAL SKRIPSI. oleh: ERNING DITTA DYAH SATYARINI"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK PEMERINTAH DAERAH

DAN TEMUAN AUDIT BPK TERHADAP KINERJA

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA DI

INDONESIA TAHUN ANGGARAN 2010

oleh:

ERNING DITTA DYAH SATYARINI

1006811835

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2013

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Desentralisasi di Indonesia dimulai pada tahun 201 dengan mengalihkan wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (Pemda). Hal ini merupakan wujud demokrasi yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Berdasarkan Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, definisi desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sebagai implementasi atas undang-undang tersebut, maka peran Pemda dalam menyediakan pelayanan publik dan melaksanakan pembangunan nasional semakin besar. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya sistem pemantauan, evaluasi, dan pengukuran kinerja yang tepat untuk mengukur capaian kinerja Pemda secara sistematis.

Selain memberikan wewenang otonomi kepada Pemda, dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah juga mewajibkan setiap kepala daerah untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) kepada pemerintah pusat dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa Pemda dituntut untuk transparan dan akuntabel dalam menyelenggarakan pemerintahannya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Tanggungjawab Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan

(3)

Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat, definisi LPPD adalah Laporan atas penyelenggaraan pemerintah daerah selama 1 (satu) tahun anggaran berdasarkan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) yang disampaikan oleh kepada daerah kepada Pemerintah. Selain itu, menyebutkan bahwa ruang lingkup LPPD mencakup penyelenggaraan urusan desentralisasi tugas pembantuan dan tugas pemerintahan. Penyelenggaraan urusan desentralisasi meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. Sedangkan urusan pilihan merupakan urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan kondisi,kekhasan, dan potensi unggulan daerah. Dengan demikian, LPPD setiap daerah tergantung urusan yang menjadi tanggungjawab dan karakteristik daerah masing-masing.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa terdapat 3 (tiga) bentuk evaluasi, salah satu bentuk evaluasi penyelenggaraan pemerintah daerah adalah Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (EKPPD). EKPD dilakukan untuk menilai kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kinerja berdasarkan prinsip tata kepemerintahan yang baik.

Pada Peraturan Mentri Dalam Negri No. 73 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pelaksanaan Evaluasi Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, dijelaskan bahwa Sumber informasi utama EKPPD adalah LPPD yang difokuskan pada informasi capaian kinerja pada tataran pengambilan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan dengan menggunakan Indikator Kinerja Kunci (IKK). Indikator Kinerja merupakan satu kesatuan dalam sistem pengukuran kinerja mulai dari masing-masing SKPD, pemerintah daerah, antar satu daerah dengan daerah lainnya dalam tingkat wilayah provinsi maupun pada tingkat nasional. IKK berisikan data capaian kinerja yang diisi oleh masing-masing

(4)

SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya dan disampaikan kepana kepala daerah melalu Tim Penilai.

Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan keuangan harus diselenggarakan secara tertib, efektif, efisien, dan transparan. Pengelolaan keuangan daerah menjadi salah satu unsur penting dalam penyusunan LPPD Pemda, sehingga dibutuhkan pengawasan dan pemeriksaaan atas pengolahan keuangan daerah untuk mencegah terjadinya kecurangan yang dapat merugikan negara. Undang – Undang No. 15 Tahun 2004 menyatakan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaanm untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan. Dalam lingkup pemerintaha, yang berwenang melakukan pemeriksaan adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerjam dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK berupa opini, temuan, kesimpulan, atau dalam bentuk rekomendasi.

Berdasarkan uraian diatas, terdapat keterkaitan antara karakterisitik dan tanggungjawab Pemda dengan pengelolaan keuangan Pemda yang merupakan unsur penting dalam penyusunan LPPD. Penilaian terhadap pengelolaan keuangan yang dilaksanakan oleh Pemda dapan diukur dari hasil audit BPK. Sehingga penulis ingin melakukan penelitian tentang apakah karakteristik Pemda dan temuan audit BPK memiliki pengaruh terhadap kinerja Pemda yang diukur dengan nilai EKPPD berdasarkan informasi dari LPPD, dengan judul Skripsi “ Pengaruh Karakteristik Pemda dan Temuan Audit BPK terhadap Kinerja Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun Anggaran 2010.

(5)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba merumuskan masalah untuk menjadi dasar dalam penyusunan skripsi adalah sebagai berikut :

1. Apakah ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap skor kinerja Pemda/kota?

2. Apakah tingkat kekayaan daerah berpengaruh terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/Kota?

3. Apakah tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota?

4. Apakah belanja daerah berpengaruh terhadap skor kinerja Pemda kabupaten kota?

5. Apakah temuan audit berpengaruh terhadap kinerja Pemda kabupaten kota?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisa pengaruh ukuran pemerintah daerah terhadap skor kinerja Pemda/kota

2. Untuk menganalisa pengaruh tingkat kekayaan daerah terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota

3. Untuk menganalisa pengaruh tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat terhadap skor kinerja Pemda kabupaten/kota

4. Untuk menganalisa pengaruh belanja daerah terhadap skor kinerja Pemda kabupaten kota

5. Untuk menganalisa pengaruh temuan audit terhadap kinerja Pemda kabupaten kota?

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk : 1. Bagi Badan Informasi Geospasial

(6)

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam penyusunan LAKIP di Badan Informasi Geospasial di masa yang akan datang.

2. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan literatur untuk menambah wawasan di bidang Akuntansi Sektor Publik khususnya terkait dengan pengukuran kinerja berdasarkan LAKIP.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini sebagai bahan kajian dan referensi untuk menambah wawasan maupun untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

1.5 Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan yang akan ditetapkan maka dilakukan pembatasan terhadap ruang lingkup penelitian. Ruang lingkup penelitian ini adalah penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi (LAKIP) Badan Informasi Geospasial. Data yang digunakan oleh penulis berasal dari Inspektorat Badan Informasi Geospasial.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini ditulis dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1 Pendahuluan

Pada Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB 2 Landasan Teori

Pada bab ini dibahas mengenai tinjauan teori. Tinjauan teori mencakup teori pengukuran kinerja, indikator kinerja dan LAKIP.

BAB 3 Gambaran Umum Badan Informasi Geospasial dan Metodelogi Penelitian

Pada bab ini diuraikan gambaran umum perusahaan, sejarah perusahaan, visi dan misi Badan Informasi Geospasial, serta metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini.

(7)

BAB 4 Analisa dan Pembahasan

Pada Bab ini penulis akan mencoba menganalisis pengukuran kinerja Badan Informasi Geospasial berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).

BAB 5 Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan bab akhir dari skripsi ini, bab ini berisi kesimpulan yang berasal dari hasil analisis dan pembahasan pada bab 4 dan uraian solusi yang diharapkan dapat menjadi jawaban dari perumusan masalah. Selain itu dikemukakan saran-saran yang diusulkan berdasarkan hasil penilitian, yang diharapkan dapat bermanfat.

(8)

BAB II Landasan Teori 2.1. Pengukuran Kinerja

Pengukuran Kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalab pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah. Pengukuran yang dimaksud adalag merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistemadin dan didasarkan pada kelompok indikator-indikator masukan, keluaran, manfaat dan dampak. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan mengelola masukan menjadi keluaran atau penilaian penyusunan kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap sasaran dan tujuan.

Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi 3 maksud, sebagaimana dikemukakan oleh Mardiasmo (2005 : 121)

Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk

membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja pemerintah dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.

2.1.1 Definisi Pengukuran Kinerja

Menurut Bastian (2006 : 274) “Kinerja adalah gambaran mengenai

(9)

mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis (strategic planning) suatu organisasi”.

Secara umum, kinerja merupakan capaian prestasi organisasi dalam satu periode tertentu. Untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi dalam menjalankan program kerjanya, maka seluruh aktivitas organisasi harus dapat diukur dengan indikator kerja yang tepat. Indikator kinerja dalam pengukuran tersebut tidak hanya berorientasi pada input saja namun harus ditekankan pada output dan outcome yang dihasilkan dalam program kerja tersebut.

Selain itu, menurut Sudarmayati (2004 : 64) “kinerja (performance)

diartikan sebagai hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat diukur dengan dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan”,

sedangkan menurut PP No.58 Tahn 2005 Pasal 1 ayat 35 menyatakan bahwa “

Kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.”

Menurut Syahrifudin (2005 : 35) “ Pengukuran / penilaian kinerja

adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.”

Dalam penerapannya, indikator capaian kinerja diukur berdasarkan capaian visi, misi, tujuan, dan sasaran setiap program kerja satu per satu dan secara keseluruhan. Setiap elemen tersebut harus memiliki ukuran masing-masing

(10)

yang dapat dikaitkan dengan outcome dari setiap program kerja yang dilaksanakan. Dengan demikian, pengukuran kinerja instansi dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan yang reasonable.

2.1.2 Tujuan dan Peranan Pengukuran Kinerja

Menurut Mardiasmo (2005 : 122), tujuan sistem pengukuran kinerja adalah :

a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan

bottom up).

b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c. Untuk mengakomodasikan pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal

congruence.

d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.

Pengukuran kinerja yang dilakukan secara berkesinambungan akan memberikan dampak positif terhadap kinerja organisasi, karena setiap personil organisasi akan berupaya secara terus menerus memperbaiki kinerjanya guna mencapai keberhasilan dimasa yang akan datang.

Menurut Bastian ( 2001 : 330) peranan pengukuran prestasi sebagai alat manajemen untuk :

a. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian prestasi.

b. Memastikan tercapainya skema yang disepakati.

c. Memonitor dan mengevaluari kinerja dengan perbandingan skema kinerja dan pelaksanaan.

d. Memberikan penghargaan dan penghukuman yang objektif atas prestasi pelaksanaan yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran prestasi yang telah disepakati.

e. Menjadi alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki prestasi organisasi.

(11)

f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.

i. Menunjukan peningkatan yang perlu dilakukan. j. Mengungkapkan permasalahan yang telah terjadi.

Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran organisasi pemerintah. Pengukuran kinerja ini akan melihat seberapa jauh kinerja yang telah dihasilkan dalam suatu periode tertentu dengan yang telah direncanakan.

Elemen kunci dari sistem pengukuran kinerja menurut LAN dan BPKP (2000) terdiri dari:

a. Perencanaan dan penetapan tujuan b. Pengembangan yang relevan

c. Pelaporan formal atas hasil d. Penggunaan informasi

Sistem pengukuran kinerja membantu pimpinan dalam menentukan strategi bisnis yang tepat dengan membandingkan antara capaian kinerja aktual dengan sasaran dan tujuan strategis yang telah direncanakan. Dengan melakukan pengukuran kinerja maka pimpinan dapat memastikan apakah pengambilan keputusan telah dilakukan secara tepat dan objektif. Selain itu pengukuran kinerja berperan sebagai alat komunikasi dan alat manajemen dalam mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan memperbaiki kinerja organisasi secara bertahap.

2.1.3 Aspek yang Diukur pada Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja menurut Bastian (2001 : 331-332) biasanya dilakukan untuk aspek – aspek berikut ini :

(12)

a. Aspek Finansial

Aspek finansial meliputi anggaran atau cash flow. Aspek finansial sangat penting diperhatikan dalam pengukuran kinerja sehingga dianalogikan sebagai aliran darah dalam tubuh manusia.

b. Kepuasan pelanggan

Dalam globalisasi perdagangan, peran dan posisi pelanggan sangat krusial dalam menentukan strategi perusahaan. Untuk itu, manajemen perlu memperoleh informasi yang relevan tentang tingkat kepuasan pelanggan. c. Operasi dan Pasar Internal

Informasi operasi dan mekanisme pasar integral diperlukan untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan organisasi dirancang untuk pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Disamping itu, organisasi dan pasar internal menentukan tingkat efisiensi dan efektivitas operasi organisasi.

d. Kepuasan Pegawai

Dalam organisasi yang banyak melakukan inovasim peran strategis pegawai sangat menentukan kelangsungan organisasi

e. Kepuasan komunitas dan Shareholder / Stakeholder

Pengukuran kinerja perlu dirancang untuk mengakomodasikan kepuasan para stakeholder.

f. Waktu

Informasi untuk pengukuran kinerja haruslah informasi yang terbaru, sehingga manfaat hasil pengukuran kinerja dapat dimaksimalkan.

(13)

Pengukuran kinerja atas aspek-aspek diatas bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang nyata dan maksimal serta memperbaiki kinerja organisasi dimasa yang akan datang.

2.1.4 Siklus Pengukuran Kinerja

Siklus pengukuran kinerja merupakan tahapan-tahapan yang harus dilakukan secara berkesinambungan agar pengukuran kinerja dapat diterapkan secara efektif dan efisien. Menurut Lohman (2003) pengembangan siklus pengukuran kinerja organisasi publik meliputi 9 (sembilan) tahapan utama, yaitu :

1. Mendefinisikan misi organisasi

2. Mengidentifikasi tujuan strategis organisasi dengan berlandaskan pada misi

3. Mengidentifikasi peran dan tanggungjawab setiap bidang fungsional organisasi dalam mencapai tujuan strategis.

4. Untuk setiap bidang fungsional, dikembangkan ukuran kinerja umum yang capable.

5. Menetapkan kriteria kinerja yang lebih spesifik pada level operasional pada setiap bidang fungsional.

6. Menjamin adanya konsistensi dengan tujuan strategis atas kriteria kinerja disetiap level.

7. Menjamin ukuran kinerja yang digunakan pada seluruh bidang fungsional sunad harmonis (compatible)

(14)

9. Mengevaluasi secara periodik terhadap sistem pengukuran kinerja untuk melihat kesesuaian dengan adanya perubahan lingkungan.

Sementara itu, menurut Bastian (2006 : 281) terdapat 5 (lima) tahapan untuk melakukan pengukuran kinerja, yaitu :

1. Perencanaan strategik

Siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses perencanaan strategik, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi, tujuan, sasaran, kebijakan, program operasional dan kegiatan / aktivitas.

2. Penetapan indikator kinerja

Setelah perumusan perencanaan strategik, instansi pemerintah perlu mulai menyusun dan menetapkan ukuran/indikator kinerja. Ada beberapa aktivitas yang dilaksanakan dalam proses ini. Untuk beberapa program, tahapan mungkin mudah dan simpel untuk didefinisikan. Untuk yang lainnya mungkin lebih sulit. Indikator kinerja dapat berupa indikator input, process, output, outcome, benefit, dan impact.

3. Pengembangan sistem pengukuran kinerja

Setelah indikator/ ukuran kinerja dirumuskan, selanjutnya di desain sistem pengukuran kinerja. Dalam hal ini harus diyakini bahwa organisasi memiliki data yang cukup untuk keperluan pengukuran kinerja. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data dan menggunakan data tersebut. 4. Penyempurnaan ukuran

(15)

Pada tahapan ini, pemikiran atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi lebih penting dibandingkan pemikiran atas indikator masukan (inputs) dan keluaran (outputs).

5. Pengintegrasian Dengan Proses Manajemen

Pada saat ukuran kinerja tersedia, tantangan selanjutnya adalah bagaimana menggunakannya secara efektif. Perencanaan dan pengukuran kinerja harus diintegrasikan dengan proses manajemen.

2.2 Indikator Kinerja

2.2.1 Pengertian dan Elemen Indikator Kinerja

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat capaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan (BPKP,2000). Sementara, menurut Lohman (2003), indikator kinerja (performance indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektifitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi.

Elemen yang terdapat dalam indikator kinerja menurut Bastian (2006 : 267) adalah :

a. Indikator Masukan (Input)

Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana dan sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan perundang-undangan dan sebagainya. Dengan

(16)

meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategis yang telah ditetapkan.

b. Indikator Proses (Process)

Rambu yang dominan dalam proses adalah tingkat efisiensi dan ekonomis pelaksanaan kegiatan organisasi. Efisiensi berarti besarnya hasil yang diperoleh pemanfaatan sejumlah input. Sedangkan ekonomis yang dimaksud adalah pelaksanaan kegiatan tersebut lebih murah dibandingkan dengan standar biaya atau waktu yang telah ditentukan.

c. Indikator Keluaran (Output)

Indikator keluaran adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau non-fisik. Dengan membandingkan keluaran, instansi dapat menganalisis apakah suatu kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Tetapi indikator kinerja harus dibandingkan dengan sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan teratur. Jadi, indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan kegiatan instansi.

d. Indikator Hasil (Outcome)

Indikator hasil (Outcome) adalah segala sesuatu hasil yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator

(17)

outcome, organisasi dapat mengetahui apakah output yang dihasilkan tepat sasaran dan bermanfaat bagi masyarakat.

e. Indikator Manfaat (Benefit)

Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil (Outcome). Indikator manfaat menunjukan hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran telah diselesaikan dan berfungsi dengan optimal.

f. Indikator Dampak ( Impact)

Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang ditetapkan.

Indikator- indikator tersebut secara langsung dan tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran organisasi. Pengukuran dan manfaat penilaian kinerja organisasi dengan menggunakan indikator-indikator kinerja ini adalah mendorongnya pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik berupa perbaikan kinerja secara berkelanjutan.

2.2.2 Peranan Indikator Kinerja

Menurut Mardiasmo (2005 : 128), peranan indikator kinerja bagi pemerintah antara lain :

(18)

b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang dihasilkan. c. Sebagai masukan untuk menentukan skela insentif manajerial

d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan

e. Untuk menunjukan standar kinerja f. Untuk menunjukan efektifitas

g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektifitas biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran.

h. Untuk menunjukan wilayah, bagian, atau proses yang masih potensial untuk dilakukan penghematan biaya.

Indikator kinerja ini berperan dalam menyediakan informasi sebagai pertimbangan untuk membuat keputusan. Selain itu, indikator kinerja dapat dijadikan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi dalam rangka mengukur tingkat akuntabilitas publik.

2.2.3 Manfaat Indikator Kinerja

Manfaat dari tuntutan skema indikator kinerja menurut Bastian (2006 : 269) sebagai berikut :

a. Kejelasn tujuan organisasi

b. Mengembangkan persetujuan pengukuran aktifitas c. Keuntungan proses produksi harus dipahami lebih jelas

(19)

e. Tersedianya fasilitas setting of target untuk penilaian organisasi dan individual manager sebagai bagian dari pertanggungjawaban organisasi kepada pemilik saham.

Penetapan indikator kinerja pada akhirnya akan digunakan dalam meningkatkan pelayanan. Indikator kinerja akan membantu dalam mengindikasikan sasaran / program kerja yang membutuhkan tindakan perbaikan.

2.2.4 Syarat-syarat Indikator Kinerja

Menurut Bastian (2006 : 267), sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, terlebih dahulu perlu diketahui syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu indikator kinerja, yaitu :

a. Spesifik yang jelas, sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpresentasi.

b. Dapat diukur secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.

c. Relevan, indikator kinerja harus menangani objektir yang relevan

d. Dapat dicapai, penting, dan harus berguna untuk menunjukan keberhasilan masukan, proses keluaran, hasil, manfaat serta dampak.

e. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan / penyesuaian pelaksanaan kegiatan.

(20)

f. Efektif , data dan informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah, dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.

2.2.5 Langkah – langkah Menyusun Indikator Kinerja

Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun dan menetapkan indikator kinerja dalam kaitannya dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Langkah – langkah tersebut menurut LAN dan BPKP (2000) adalah sebagai berikut :

a. Susun dan tetapkan rencana strategis terlebih dahulu. Rencana strategis meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, dan cara mencapai tujuan / sasaran. b. Identifikasi data/informasi yang dapat dijadikan atau dikembangkan

menjadi indikator kinerja. Dalam hal ini, data/informasi yang relevan, lengkap, akurat dan kemampuan pengetahuan tentang bidang akan dibahas untuk menyusun dan menetapkan indikator kinerja yang tepat dan relevan. c. Pilih dan tetapkan indikator kinerja yang paling relevan dan berpengaruh

besar terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan/program/kegiatan.

2.2.6 Contoh Indikator Kinerja 2.2.7 Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja akan memberukan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai oleh organisasi. Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran tertentu.

(21)

Menurut Bastian (2001 :Menurut Bastian (2001 : 344), “Evaluasi kinerja

tidak akan memberikan hasil yang optimal apabila dilakukan dengan cara atau metode yang tidak tepat”. Bastian (2001 : 344) menyatakan, cara-cara

evaluasi kinerja menurut Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntansi Kinerja adalah dengan membandingkan antara :

a. Tingkat kinerja yang diidentifikasi sebagai tujuan dengan tingkat kinerja yang nyata.

b. Proses yang dilakukan dengan organisasi lain yang terbaik dibidangnya (benchmarking)

c. Realisasi dan target yang dibebankan dari instansi yang lebih tinggi.

d. Realisasi periode yang dilaporkan tahun ini dengan realisasi yangs sama tahun lalu

e. Rencana evaluasi lima tahun dengan akumulasi realisasi sampai dengan tahun ini.

2.3 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah setiap instansi pemerintah dan unit kerja diwajibkan menyusun laporan akuntabilitas kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban atas segala tugas dan kewajiban yang diamanatkan kepadanya.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi menggambarkan kinerja instansi pemerintah sebagai media pertanggungjawaban dalam Sistem Akuntabilitas

(22)

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan berperan sebagai alat kendali dan penilaian kualitas kinerja serta alat pendorong terwujudnya good governance dalam perspektif yang lebih luas.

(23)

Penelitian ini tergolong sebagai empirical research. Indriantoro dan Supomo (2002) menyatakan bahwa penelitian empiris (empirical research) mengutamakan penelitian terhadap data berupa fakta empiris. Pendekatan empirisme mencoba menjelaskan fakta atau fenomena empiris sebagai sumber kebenaran untuk menyusun pengetahuan. Proses pengujian fakta dalam hal ini, yaitu membahas hubungan antar variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebagai jawaban masalah atau pertanyaan penelitian dari proses telaah teoritis. Penelitian ini mengindentifikasi peristiwa/fakta sebagai variabel yang dipengaruhi (variabel terikat) dan melakukan penyelidikan terhadap variabel-variabel yang mempengaruhi (variabel bebas). Jenis penelitian ini menjelaskan fenomena dalam bentuk hubungan/pengaruh antar variabel. Tujuan dalam penelitian ini adalah pengujian hipotesis dan menjelaskan hubungan variabel-variabel yang diteliti yaitu Total Assets, ROE, Ukuran KAP dan profit and Loss sebagai variabel independen dan variabel dependennya Audit Delay

(24)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan dan laporan audit perusahaan real estate dan property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi, yaitu dengan melihat dokumen yang sudah terjadi (laporan keuangan dan laporan audit emiten) di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian ini data diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory 2007-2010. Penelitian juga dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan cara membaca, mempelajari literatur dan publikasi yang berhubungan dengan penelitian.

3.3. Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, digunakan penarikan sampel secara terpilih, yaitu penarikan sampel yang didasarkan pada kelompok usaha atau merupakan mewakili jumlah populasi, sehingga dengan demikian pengumpulan data yang sifatnya menyeluruh, mencakup seluruh objek penelitian (populasi universe), mencakup sample yang diambil dari populasi tersebut. Populasi yang dipakai dalam penelitian ini meliputi perusahaan real estate dan property yang terdaftar di BEI selama periode 2007-2010.

Sedangkan sampel yang dipilih dilakukan dengan metode purposive sampel dengan kriteria-kriteria yang harus dipenuhi yaitu:

1. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di industri yang sama.

Dalam hal ini dipilih Industri real estate dan property dengan pertimbangan utama bahwa sampel yang dipilih mempunyai homogenitas dalam aktivitas penghasilan pendapatan utama (revenue-producing activities).

2. Perusahaan real estate dan property yang terdaftar secara terus menerus di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2007-2010.

3.4 Model Penelitian

(25)

Model regresi linier sederhana untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh terhadap variabel-variabel dependen. Kemudian dilakukan uji t. Dalam uji t ini pada dasarnya untuk menguji hipotesis yang dinyatakan sebagai berikut:

1) H0 : β1 = 0  tidak terdapat pengaruh yang nyata antara variabel independen (X) secara sendir-sendiri terhadap variabel dependen (Y). 2) H1 : β1 ≠ 0  terdapat pengaruh yang nyata antara variabel

independen (X) secara sendiri-sendiri terhadap variabel dependen (Y).

3) Level signifikan ( α ) = 0,05. 4) Kaidah pengambilan keputusan adalah:

a. Apabila nilai probabilitas (p) t-hitung < α = 5%, maka maka hipotesis yang diajukan (Ha) diterima atau Apabila thitung > ttabel  H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel-variabel independen secara sendiri-sendiri mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

b. Apabila nilai probabilitas (p) t-hitung > α = 5%, maka hipotesis yang diajukan (Ha) ditolak atau Apabila thitung < ttabel  H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variabel-variabel independen secara sendiri-sendiri tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. 2. Analisis Regresi berganda (uji –F)

Model analisis regresi multiple ini selain untuk menguji adanya signifikasi keterkaitan variable independent dan variable dependen, juga digunakan untuk menguji signifikan indikator koefisien variabel independen terhadap variabel dependen dimana indikator koefisien X1 – X4 yang diperoleh dari analisis regresi multiple ini dibandingkan dengan indikator yang sebenarnya dari variabel independen tersebut .

Dari model regresi linier berganda tersebut, untuk membuktikan apakah variabel-variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, dilakukan uji F. Dalam uji F ini dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

(26)

1. H0 : β1, β2, ……βn = 0  tidak terdapat pengaruh yang nyata antara variabel independen (X) secara simultan terhadap variabel dependen (Y).

2. H1 : β1, β2, ……βn ≠ 0  terdapat pengaruh yang nyata antara variabel independen (X) secara simultan terhadap variabel dependen (Y).

3. Level signifikan ( α ) = 0,05 4. Kaidah pengambilan keputusan adalah:

a. Apabila nilai probabilitas (p) F-hitung < α = 5%, maka maka hipotesis yang diajukan (Ha) diterima atau Apabila Fhitung > Ftabel  H0 ditolak dan H1 diterima, artinya variabel-variabel independen secara simultan mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. b. Apabila nilai probabilitas (p) F-hitung > α = 5%, maka hipotesis

yang diajukan (Ha) ditolak atau Apabila Fhitung < Ftabel  H0 diterima dan H1 ditolak, artinya variabel-variabel independen secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen.

Dari model regresi multiple tersebut dihitung koefisien korelasi multiple untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (Y) dengan variabel independen (X1 - X4). Untuk membuktikan tingkat pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen digunakan uji F. Selanjutnya untuk menganalisa hubungan antara variable dependen dan variable independen yang mempengaruhinya, maka dibuatlah suatu persamaan regresi linea r berganda dengan model sebagai berikut :

Ŷ = a + bX1 + bX2 + bX3 + bX4 + ε Dimana : Y = audit delay X1 = Total Assets X2 = Ukuran KAP X3 = ROE

(27)

a = interception point b = koefisien regresi ε = error

(28)

JADWAL PENULISAN

Jadwal penulisan skripsi direncanakan selama 12 minggu (3 bulan) dari bulan Maret 2012 hingga Mei 2012 dengan rincian jadwal sebagai berikut :

RENCANA MARET APRIL MEI

PENULISAN I II III IV I II III IV I II III IV BAB I

BAB II BAB III BAB IV BAB V

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Suwardjono, 2002, Teori akuntansi : Perekayasaan Pelaporan Keuangan, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.

Belkaui (2001) Wicaksono, Arif. 2009., Akuntansi Keuangan, BPFE, Yogyakarta

Bapempam. 1985. Undang-undang No 8 Tentang Pasar Modal

Bapempam. 1996. Peraturan Bapepam Nomor X.K.1 Tahun 1996

Bapepam. 2003. Nomor X.K.2 . Kewajiban penyampaian laporan keuangan Berkala.

Ahmad, Ayoib Chae. 2008. “Audit Delay of Listed Companies: A case of Malaysia”, International Bussiness Research Vol.1, No 4

Prabandari, Jeane Deart Meity dan Rustiana. 2007. “Beberapa Faktor yang Berdampak pada Perbedaan Audit Delay (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar di BEJ)”, Kinerja 11 (1)

Bursa Efek Indonesia. 2009. Indonesia Capital Market Directory

Indriantoro,Nur. dan Supomo,Bambang, 2002. Metodologi Penelitian Bisnis, BPFE, Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

 bersifat kejiwaan kejiwaan manusia manusia karena karena proses proses hipnoterapi hipnoterapi tidaklah tidaklah lama lama dan dan tidak tidak

Pada musim kemarau periode 2012, suhu udara rata-rata tertinggi di Stasiun Geofisika Tangerang terjadi pada bulan September 2012 yaitu 29.3 o C dan terendah pada bulan April

Tidak ada data Susenas Maret 2015 di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Angka kemiskinan Kab Nduga tahun 2015 memakai angka

Dari ketiga penelitian tersebut dapat terlihat bahwa pelaksanaan CSR merupakan strategi perusahaan dan strategi komunikasi kepada khalayak sasaran harus melalui media yang tepat

Berdasarkan hasil pengujian secara simultan didapatkan hasil sebesar 0,000066 yang berarti bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, ukuran perusahaan, dan

Penerapan metode pemberian tugas berbantuan media kertas lipat akan mampu memberikan hasil yang lebih optimal dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan motorik

Hasil Pemecahan Keadaan Sekarang Anak mengikuti kegiatan pembelajaran Melakukan pembelajaran di luar kelas Kecerdasan naturalis anak masih rendah Pembelejaran lebih

Yang dimaksud dari present ialah tetntang penjelasan waktu awal perhitungan yang bertepatan dengan waktu evaluasi dilakukan atau disebut pada periode tahun ke-0 dalam