• Tidak ada hasil yang ditemukan

Downloaded from: justpaste.it/murtad-karena-sumpah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Downloaded from: justpaste.it/murtad-karena-sumpah"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Downloaded from: justpaste.it/murtad-karena-sumpah

MURTAD TANPA SADAR KARENA SUMPAH

JABATAN (KEKAFIRAN SUMPAH JABATAN

PRESIDEN, MENTERI, KEPALA DAERAH,

DPD/DPR/DPRD, PEJABAT, TNI, POLRI, PNS, DAN

LAINNYA)

.

Sumpah Jabatan

Dalam sistem demokrasi di manapun, setiap calon pejabat wajib bersumpah setia/berbaiat kepada seluruh hukum demokrasi (hukum buatan manusia) yang berlaku sebelum menduduki jabatannya, tidak peduli apakah hukum tersebut menyelisihi hukum Allah atau tidak.

Padahal membuat/menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah, tugas manusia sebagai abdi/hamba Allah adalah melaksanakan/menegakkan hukum Allah di muka bumi, durhaka membuat hukum sendiri yang menyelisihi hukum Allah, sebagaimana firman Allah:

Katakanlah: "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Qur'an) dari Rabb-ku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik". (QS. Al An'am: 57)

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariyat: 56)

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36)

Hukum-hukum demokrasi, kalau tidak seluruhnya maka sebagiannya pasti menyelisihi hukum Allah karena proses pembuatannya dipengaruhi oleh hawa nafsu manusia (pemerintah/parlemen), misalnya: Allah mengharamkan riba sedangkan demokrasi menghalalkan riba, Allah mengharamkan khomer sedangkan demokrasi menghalalkan khomer, Allah mengharamkan zina sedangkan demokrasi menghalalkan zina, Allah mengharamkan judi sedangkan demokrasi menghalalkan judi, Allah menghalalkan poligami kepada kaum pria sedangkan demokrasi melarang poligami kepada kaum pria, Allah mewajibkan jilbab kepada kaum wanita sedangkan demokrasi melarang jilbab kepada kaum wanita, Allah memerintahkan pengambilan keputusan dengan apa yang diturunkan Allah (Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya) sedangkan demokrasi memerintahkan pengambilan keputusan dengan hukum positif (hukum baru berlaku setelah diundangkan), Allah menetapkan hukuman hudud dan qishos bagi pelaku kejahatan sedangkan demokrasi menetapkan hukuman penjara bagi pelaku kejahatan, Allah menyatakan

(2)

bahwa membuat hukum itu hanyalah hak Allah sedangkan demokrasi menyatakan bahwa kekuasaan membuat hukum berada di tangan parlemen, dan lain sebagainya.

Di negeri demokrasi Pancasila ini, mau menduduki jabatan apa pun harus dilakukan melalui sumpah terlebih dahulu. Acara pengambilan sumpah selama ini dianggap suatu acara yang religius. Sumpah dilakukan sesuai dengan agama orang yang akan disumpah dengan menghadirkan rohaniawan masing-masing agama sebagai saksi dan bertugas meletakkan kitab suci di atas kepala orang yang bersumpah (untuk yang beragama Islam) atau di tangannya. Suasananya benar-benar takzim. Setelah pengucapan sumpah diikuti dengan pemberian ucapan selamat. Terlihatlah wajah-wajah ceria dan bahagia.

Namun renungkanlah lafal sumpah di negeri ini (lihat di bawah) mulai dari sumpah Presiden sampai sumpah CPNS (untuk yang beragama Islam). Semuanya bersumpah menyebut nama Allah, namun tidak satu pun kata untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mereka bersumpah dengan menyebut nama Allah namun memberikan ketaatannya kepada selain Allah yaitu hukum positif yang menyelisihi hukum Allah (UUD 1945, KUHP, KUHPer, UU Perbankan, UU Perpajakan, dan lain-lain).

Syirik dalam Berhukum

Taat adalah salah satu bentuk dari ibadah. Ketaatan hanya boleh diberikan kepada Allah, Rasul-Nya, dan Ulil Amri dari kaum mukmin yang menegakkan hukum Al Qur'an dan As Sunnah. Walaupun Ulil Amri (pemimpin) itu seorang mukmin namun bila perintahnya tidak sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka tidak wajib ditaati. Mengikuti/mentaati hukum buatan manusia yang menyelisihi hukum Allah (Al Qur'an dan As Sunnah) hukumnya syirik akbar (murtad) karena menjadikan hukum buatan manusia tersebut sebagai ilah selain Allah, berdasarkan firman Allah:

1. Al Qur'an surat Al An'am ayat 121

Janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka (menghalalkan bangkai), sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (QS. Al An’am: 121)

Tentang ayat ini Imam Al Hakim dan yang lainnya meriwayatkan hadits dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas r.a. bahwa orang-orang membantah kaum muslimin tentang sembelihan dan pengharaman bangkai, mereka berkata: “Kalian makan apa yang kalian bunuh dan tidak makan dari apa yang Allah bunuh (bangkai)”, maka Allah berfirman: “Dan jika kamu menuruti mereka (menghalalkan bangkai), sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”.

Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Di mana kamu berpaling dari perintah Allah dan aturan-Nya kepada yang lainnya, terus kamu mendahulukan yang lainnya terhadap aturan Allah, maka inilah syirik itu”.

2. Al Qur'an surat At Taubah ayat 31

Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (rabb-rabb)* selain Allah dan (mereka juga menjadikan rabb kepada) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh mengibadati Ilah yang Esa, tidak ada Ilah selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. At Taubah: 31) Imam Ahmad, Imam Tirmidzi, dan Imam Ibnu Jarir telah meriwayatkan hadits melalui berbagai jalur dari Addi ibnu Hatim r.a. (seorang sahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam) berkenaan dengan ayat ini, bahwa beliau berkata kepada Rasulullah s.a.w.: "Sesungguhnya mereka tidak menyembahnya", kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tidak, sesungguhnya mereka mengharamkan hal yang halal bagi para pengikutnya dan menghalalkan hal yang haram bagi mereka, lalu mereka mengikutinya; yang demikian itulah ibadah mereka kepada orang-orang alim dan rahib-rahib mereka". (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)

*Arbab adalah bentuk jamak dari rabb yang berarti pengatur atau yang mengatur. Jadi, Rabb (Allah) adalah Zat Yang berhak mengatur atau menentukan hukum. Sedangkan alihah merupakan bentuk jamak dari ilah yang berarti yang diibadati (diabdi/disembah). Jadi, Ilah (Allah) adalah Zat Yang berhak diibadati (diabdi/disembah),

(3)

ditaati atau diikuti aturan/hukum-Nya. Oleh karena itu, kalimat tauhid Laa ilaaha illallah (tidak ada Ilah selain Allah) bermakna tidak ada sesuatupun yang diikuti aturannya, dijauhi larangannya, atau diibadati (diabdi/disembah) selain Allah. Dengan demikian, maka menjadikan sesuatu sebagai rabb atau ilah selain Allah (dalam hal ini mengikuti hukum buatan manusia yang menyelisihi hukum Allah) adalah perbuatan syirik akbar (murtad).

3. Al Qur'an surat Al Ahzab ayat 36

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36)

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya tentang ayat ini berkata: "Ayat ini mengandung makna yang umum mencakup semua urusan, yang garis besarnya menyatakan bahwa apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara, maka seorang pun tidak diperkenankan menentangnya, dan tidak boleh ada pilihan lain atau pendapat lain atau ucapan lain selain dari apa yang telah ditetapkan itu. Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. An Nisa: 65)"

4. Al Qur'an surat Muhammad ayat 25-26

Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang tidak suka kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): "Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan", sedang Allah mengetahui rahasia mereka. (QS. Muhammad: 25-26)

Dalam ayat ini, Allah memvonis murtad orang-orang yang mengatakan (berjanji) akan mentaati orang-orang yang tidak suka kepada hukum Allah padahal hanya dalam beberapa urusan. Jika mengatakan akan taat saja sudah divonis murtad, apalagi mentaatinya, tentu lebih murtad lagi.

Kalaupun ada hukum demokrasi yang dinilai "syar'i", misalnya tentang hukuman potong tangan, tetaplah ia tidak bisa disebut sebagai hukum Allah karena untuk menetapkannya harus mendapatkan persetujuan dari lembaga thowaghit parlemen yang tentunya akan dilakukan tawar-menawar terlebih dahulu sebelum penetapannya dalam bentuk undang-undang, sedangkan hukum Allah itu tidak bisa ditawar-menawar, tetapi wajib dilaksanakan dengan sepenuhnya (sammi'na wa atha'na).

Kesimpulan

Lalu apa hukum sumpah jabatan (baiat demokrasi) tersebut? Dari uraian di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Setiap sumpah selalu menyebut nama Allah (untuk yang beragama Islam), namun tidak satu kata pun dari lafal sumpah jabatan yang memberikan ketaatan kepada Allah. Lafal sumpah hanya ikrar untuk memberikan ketaatan kepada hukum demokrasi (hukum buatan manusia) yang menyelisihi hukum Allah. Itulah kalimat kekafiran sebagaimana firman Allah:

Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya, dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi. (QS. At Taubah: 74)

2. Dalam proses pengambilan sumpah, seorang rohaniawan mendampingi orang yang bersumpah dengan meletakkan Al Qur'an di atas kepala orang yang bersumpah. Karena lafal sumpah tidak satu pun berupa ikrar untuk mentaati Al Qur'an bahkan dapat diartikan sebaliknya yaitu berikrar untuk meninggalkan Al Qur'an, maka

(4)

perbuatan meletakkan Al Qur'an tersebut dapat dikatakan sebagai istihza (berolok-olok) yang menyebabkan seseorang menjadi kafir sebagaimana firman Allah:

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan manjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda-gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. (QS. At Taubah: 65-66) 3. Allah memvonis murtad orang-orang yang mengatakan (berjanji) akan mentaati orang-orang yang tidak suka kepada hukum Allah padahal hanya dalam beberapa urusan, sebagaimana firman Allah:

Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (murtad) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang tidak suka kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang Yahudi): "Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan", sedang Allah mengetahui rahasia mereka. (QS. Muhammad: 25-26)

4. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka setiap pejabat yang ber-KTP Islam di negeri ini yang telah mengangkat sumpah jabatan telah terjatuh menjadi murtad tanpa sadar. Konsekuensinya sangat besar dalam berbagai bidang seperti: pernikahan, penyembelihan, imam dan khotib dalam sholat, kewarisan dan sebagainya. Tentunya kita berharap ada kesadaran dari penyelenggara negeri ini agar bertaubat dan berhimmah untuk menegakkan syariat Islam. Wallahu a'lam bish showab.

.

_____________________________

.

LAFAL SUMPAH JABATAN

.

1. Sumpah jabatan presiden, dimuat dalam pasal 9 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. 2. Sumpah jabatan kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota), dimuat dalam pasal 11 ayat (2) Permendagri No. 35 tahun 2013 yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah (Tuhan), saya bersumpah/berjanji, akan memenuhi kewajiban saya sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa."

3. Sumpah dan janji anggota MPR berdasarkan pasal 7 ayat (1) UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR dan DPRD yang berbunyi sebagai berikut:

“Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan;

(5)

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

4. Sumpah/janji anggota DPR, dimuat dalam pasal 76 UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR dan DPRD yang berbunyi sebagai berikut:

”Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya, akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya dalam menjalankan kewajiban akan bekerja dengan sungguh-sungguh, demi tegaknya kehidupan demokrasi, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang dan golongan;

bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi rakyat yang saya wakili untuk mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

5. Dalam UU Pokok Kepegawaian disebutkan sahnya suatu jabatan (eselon I, II, III, IV, V atau sederajat) setelah dilakukan pengambilan sumpah jabatan yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah,"

"Saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat pada jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau dalih apa pun juga, tidak memberi atau menyanggupi, akan memberi sesuatu kepada siapa pun juga," "Bahwa saya, akan setia dan taat kepada negara Republik Indonesia,"

“Bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya dan menurut perintah harus saya rahasiakan,“

“Bahwa saya, tidak akan menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapa pun juga, yang saya tahu atau patut dapat dikira bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya,”

”Bahwa saya, dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, senantiasa akan mementingkan Negara dari kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan,”

“Bahwa saya, senantiasa akan menjungjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri,” ”Bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan semangat untuk kepentingan Negara.”

6. UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI mengatur sumpah prajurit dan sumpah perwira sebagai berikuit: - Sumpah prajurit yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya akan tunduk kepada hukum dan memegang teguh disiplin keprajuritan; bahwa saya akan taat kepada atasan dengan tidak membantah perintah atau putusan;

bahwa saya akan menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan Negara Republik Indonesia;

bahwa saya akan memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya." - Sumpah perwira yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya akan memenuhi kewajiban perwira dengan sebaik-baiknya terhadap bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

bahwa saya akan menegakkan harkat dan martabat perwira serta menjunjung tinggi Sumpah Prajurit dan Sapta Marga;

bahwa saya akan memimpin anak buah dengan memberi suri teladan, membangun karsa, serta menuntun pada jalan yang lurus dan benar;

(6)

bahwa saya akan rela berkorban jiwa raga untuk membela nusa dan bangsa."

7. UU No. 2 tahun 2002 tentang Polri mengatur bahwa sebelum diangkat sebagai anggota Polri, seorang calon anggota yang telah lulus pendidikan pembentukan wajib mengucapkan sumpah atau janji yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya, untuk diangkat menjadi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Tri Brata, Catur Prasatya, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah yang sah;

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan kedinasan di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak akan menerima pemberian berupa hadiah dan/atau janji-janji baik langsung maupun tidak langsung yang ada kaitannya dengan pekerjaan saya."

8. Calon PNS yang akan diangkat menjadi PNS harus melafalkan sumpah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1975 yang berbunyi sebagai berikut:

"Demi Allah, saya bersumpah/berjanji:

bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;

bahwa saya, akan mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri Sipil, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri, seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya, akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara."

.

____________________________

.

EMPAT IMAGE PERINGATAN

1. Tetap Muslim Jangan Memilih

(7)
(8)
(9)
(10)

.

Baca juga:

1. MUHASABAH: SEBELAS DIEN ALLAH YANG KITA TINGGALKAN SECARA PERMANEN DI NKRI DAN KONSEKUENSINYA DI YAUMUL HISAB

(11)

Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (QS. 51:55)

Referensi

Dokumen terkait