• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PROGRAM MONITORING HASIL PERIKANAN. Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TENTANG PROGRAM MONITORING HASIL PERIKANAN. Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

,"M

KEMENTERIAN KELAUTAN

DAN

PERIKANAN

BADAN

KARANTINA

IKAN,

PENGENDALIAN

MUTU

DAN

KEAMANAN HASIL PERIKANAN

JALAN MEDAN MERDEKA TIMUR NO. I6, JAKARTA 1O]] O. KOTAK POS 4130 JKP IOO4] TELEPON (021) 3519070 (LACAK), FAKSIMILE (021) 3513282

LAMAN:httpr'i $ww.bkipm.kkp.go.id, POS ELEKTRONIK bkiprn(rgbkipn kkp.go.id

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU

DAN KEAMANAN PERIKANAN SELAKU OTORITAS KOMPETEN NOMOR 25g/KEP-BKIPM/201 3

TENTANG

PROGRAM MONITORING HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS KON/PETEN,

Menimbang

. a.

bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan

Menteri

Kelautan

dan

Perikanan

Nomor

b

c.

PER.19/MEN/2010

tentang

Pengendalian

Sistem

Jaminan

Mutu

dan

Keamanan

Hasil

Perikanan, dan dalam rangka mendukung efektivitas pengendalian dan

peningkatan

jaminan mutu

dan

keamanan

hasil peflKanan;

bahwa

untuk

memenuhi ketentuan

dan

persyaratan

jaminan mutu

dan

keamanan hasil perikanan

negara

tujuan ekspor dan melindungi konsumen dalam negeri;

bahwa

berdasarkan pertimbangan

sebagaimana

dimaksud

dalam

huruf

a

dan

b

untuk

itu

perlu menetapkan Keputusan Kepala

Badan

Karantina lkan,

Pengendalian

Mutu

dan

Keamanan

Hasil

Perikanan Selaku Otoritas Kompeten tentang Program lvlonitoring

Hasil Perikanan:

Undang-Undang

Nomor

I

Tahun

'1999

tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara

Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3821),

Undang-Undang NomoT

3'1

Tahun

2004

tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor

4433)

sebagaimana

telah

diubah

dengan

Undang-Undang

Nomor

45

Tahun

2009

(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun

2009

Nomor

'154, Tambahan Lembaran Negara

Republik

(2)

3.

5

7.

Indonesia Nomor 5073);

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

(Lembaran Negara Republik lndonesia

T

ahun

2012

Nomor

227,

Tambahan Lembaran Negara

Republik

Indonesia Nomor 5360),

Peraturan Pemerintah

Nomor 28 Tahun 2004

tentang Keamanan

mutu dan Gizi

Pangan (Lembaran Negara

Republik lndonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424),

Peraturan Presiden

Nomor

24

Tahun

2O'10 tentang Kedudukan,

Tugas,

dan

Fungsi

Kementerian Negara

serta

Susunan Organisasi, Tugas

dan

Fungsi Eselon I

Kementerian

Negara

Republik lndonesia sebagaimana

telah

diubah dengan Peraturan Presiden Nomor

56

Tahun 2013.

Peraturan

Menteri

Kelautan

dan

Perikanan

Nomor PER.1 5/IMEN/201

0

tentang

Organisasi

dan Tata

Kerja

Kementerian Kelautan dan Perikanan:

Peraturan

Menteri

Kelautan

dan

Perikanan

Nomor

25lPER-MEN/2012

tentang

Pembentukan

Peraturan

Peru nd ang-u ndang

an di

Lingkungan

Kementerian

Kelautan dan Perikanan:

Keputusan

Menteri Kelautan

dan

Perikanan

Nomor KEP. 17lMEN/2004 tentang Sistem Sanitasi Kekerangan tnoonesta.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP 01/MEN/2007

tentang

Persyaratan

Jaminan Mutu

dan

Keamanan

Hasrl

Perikanan

Pada

Proses

Produksi.

Penqolahan dan Distribusi. 8.

Menetapkan

KESATU

10. Peraturan

Menteri

Kelautan

dan

Perikanan

Nomor

PER.1g/IVEN/2010

tentang

Pengendalian

Sistem

Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan:

MEMUTUSKAN .

KEPUTUSAN

KEPALA BADAN

KARANTINA

IKAN

PENGENDALIAN

MUTU

DAN

KEAIVANAN

HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS KOIVPETEN TENTANG

PROGRAM IVONITORING HASIL PERIKANAN.

Menetapkan Program Monitoring

Hasil

Perikanan,

yang meliputi:

a.

Kesegaran

lkan,

Residu,

dan

Kontaminan sebagarmana tersebut

dalam

Lan

piran

I

yang

me"upakan bagran tak

(3)

KEDUA

KETIGA

b,

Sanitasi

Kekerangan sebagaimana

tersebut

dalam

Lampiran

ll

yang merupakan bagian

tak

terpisahkan dari

Keputusan ini.

Pelaksana

Program Monitoring

Mutu

dan

Keamanan Hasil

Perikanan

yaitu

Dinas

Kelautan

dan

Perikanan

Provinsi sebagai Koordinator pelaksana diwilayah kerja bersama Unit

Pelaksana Teknis Pusat

dan Unit

Pelaksana

Teknis

Daerah

serta instansi terKait lainnya, dengan tanggung jawab masing.

masing

sebagaimana

tersebut

dalam

lampiran

yang

merupakan bagian tak terpjsahkan dari Keputusan ini.

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan

ketentuan apabila terdapat kekeliruan

dalam

penetapannya,

akan dilakukan perubahan sebagatmana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta

pada

tanggal

20 September 2013

KEPALA BADAN KARANTINA IKAN,

PENGENDALIAN MUTU DAN

KEAMANAN HASI L PERI KANAN

SELAKU OTORITAS KOMPETEN,

ttd

NARIMOKO PRASMADJI

(4)

Lampiran I Keputusan Kepala Badan Karantina lkan,

Pengendalian lvlutu dan Keamanan Hasil

Perikanan Selaku Otoritas Kompeten Nomor 259/KEP-BKlPlV/20'13

tentang

Pfogram

N,4on tor ng Hasil Perikanan

MONITORING KESEGARAN IKAN, RESIDU DAN KONTAMINAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Indonesia

sebagai

negara produsen

hasil

perikanan

dituntut

melaksanakan pembangunan perikanan yang bertanggung jawab, termasuk

di

bidang pasca panen

dan

perdagangan sesuai prinsip-prinsip yang tertuang dalam "Code

of

Conduct for

Responslb/e Fisheries". Dalam kondisi demikian, masalah

mutu

dan

jaminan

keamanan

pangan menjadi

orientasi

dan tujuan dalam kegiatan pra

dan

pasca

panen produk hasil perikanan.

Dengan demikran produk-produk perikanan yang

dihasilkan dari Indonesia sesuai preferensi dan eksDektasi konsumen.

Selain rtu dengan semakin meningkatnya kesejahteraan

dan

kualitas hidup

masyarakat konsumen global

maka tuntutan konsumen terhadap

ketersediaan

bahan pangan termasuk produk hasil perikanan yang bermutu

dan

memenuhi

jaminan keamanan pangan (Qua/lty

and

Safety

assurance)

juga

semakin

meningkat.

Kondisi tersebut memacu negara maju untuk memperketat persyaratan

dan

ketentuan importasi

terutama yang

berkaitan

dengan

persyaratan

mutu

dan

keamanan oroduk oerikanan.

Hal ini

mengakibatkan negara-negara produsen perikanan terutama

di

Asia

Tenggara menghadapi kendala dalam memenuhi persyaratan tersebut.

Permasalahan

yang

menjadi sorotan terhadap

hasil perikanan

Indonesia

adalah mutu kesegaran ikan yang ada

di

pelabuhan perikan an/pend a rata

n

rkan

sangat rendah

dan

ditangani dengan sistem rantai dingin

yang

kurang maksimal.

Adanya

penolakan

hasil

perikanan

oleh

negara

mitra atau

negara

tujuan

ekspor

karena cemaran

kimia,

mikrobiologi,

fisik.

Cemaran

tersebut

kemungkinan

diakibatkan

oleh

rusaknya lingkungan perairan

dan

adanya dugaan

Indonesia sebagai negara tropis

yang memiliki

sebaran terumbu karang

yang

cukup

luas,

sangat berpotensi terjadinya penyebaran

racun

ciguatoxin (CTX) yang berasal

dari ika n-ika n karang.

Untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut

maka

diperlukan

kegiatan

monitoring kesegaran

dan

keamanan

hasil perikanan

sebagai

pendukung pengendalian

dan

peningkatan

jaminan mutu dan

keamanan (Quality

and

Safety

Assurance) hasil perikanan yang diproduksi di Indonesia.

Monitoring ikan segar dan cemaran perairan dilaksanakan berdasarkan aspek

yang ada dan berkembang dalam seafood safety sepanjang rantai produksi dari hulu sampai

hilir,

mulai kegiatan penangkapan, penanganan, distribusi

dan

pengolahan

(5)

Monitoring diharapkan mampu menjawab

permasalahan

kesegaran

lkan

melalui pengamatan, pengambilan sampel

dan

pengu.jian

organoleptic,

Angka Lempeng Total, TVB. Histamin,, kontaminan bakteri patogen (bakteri Salmonella dan E. Coli), cemaran perairan (Ciguatoxin), dan residu logam berat (Hg, Cd, Pb).

B.

Tujuan

Program Monitoring ini drsusun dengan tujuan untuk.

1.

Mendukung

efektifitas

pengendalian

dan

peningkatan

jaminan mutu

dan

keamanan h asil perikanan.

2.

Memberikan pedoman bagi Inspektur Mutu, Pengawas Mutu dan pihak yang

terkait dalam mendukung pengendalian hasil perikanan;

3.

Memberikan

data

dan

informasi

kondisi

hasil

perikanan dalam

rangka

memberikan

jaminan

keamanan

hasil

perikanan

serta

sebagai

bahan

rekomendasi dalam penyusunan kebi.lakan.

C.

Ruang

Lingkup

Ruang lingkup keputusan ini mencakup tanggung jawab, tugas, pelaksanaan monitoring, prosedur monitoring, evaluast, tindak lanjut, pelaporan dan rekaman.

D.

Pengertian

1.

Pengendalian (Official controt) adalan

segala bentuk

kegiatan

yang

dilakukan

oleh

Pemerintah

yang diberi

kewenangan

untuk

melakukan

verifikasi terhadap kesesuaian antara penerapan sistem mutu

oleh

pelaku usaha

dengan

pe ratu ra n/ketentua

n

dalam

rangka memberi

jaminan

mutu

dan keamanan hasil perikanan.

2.

Monitoring

adalah melakukan serangkaian pengamatan atau pengukuran

yang telah

direncanakan

untuk

mengetahui

kondisi

kesesuaian dengan

regulasi

3.

Verifikasi

adalah aplikasi metode, prosedur, pengujian, asesmen

dan

evaluasi lainnya

untuk

memastlkan

bahwa sistem

laminan mutu

dan

keamanan

hasil

perikanan

telah

dilaksanakan

sesuai dengan

standar nasional dan internasional yang berlaku.

4.

Otoritas

Kom

peten

(Competent Authority)

adalah

unit

organisasi

dl lingkungan Kementerian Kelautan

dan

Perikanan yang

diberi

mandat oleh

Menteri untuk melakukan pengendalian sistem jaminan mutu dan keamanan

hasil perikanan.

Hasil

Perikanan adalah ikan termasuk biota perairan lainnya yang ditangani dan/atau

diolah

dan/atau dijadikan produk

akhir yang

berupa

ikan

segar,

ikan beku dan olahan lainnya yang digunakan untuk konsumsi manusia. 5.

(6)

A

Unit Pengolahan

adalah tempat

yang

yang dimiliki oleh perorangan maupun

Kesegaran

hasil

perikanan

adalah

penKanan.

Kontaminan adalah bahan kimia

atau

bahan

lain yang tidak

sengaja

ditambahkan ke dalam bahan pangan, yang tidak sesuai de-ngan t<eama-#n pangan.

Pengambilan

contoh

adalah

suatu

kegiatan

yang

dilakukan

dengan mengambil contoh dari produk yang sedang diolah atau prooux akhir sesuai

metode yang ditetapkan.

Residu adalah sisa

zat-zavsenyawa

yang

masih tertinggal

dari

senyawa

yang sengaja ditambahkan pada produk

dan dapat

menyebabkan baiaya

terhadap keamanan pangan.

Organoleptik

adalah penilaiar

menggunakan

alat

sensori/organ

tubuh

manusia dan peralatan bantu lainnya.

Dinas adalah unit kerja di tingkat provinsi yang bertanggung jawab di bidang

perikanan dan kelautan.

Kepala Badan

adatah Kepala Badan Karantina

lkan,

pengendalian Mutu

dan Keamanan Hasil perikanan

digunakan untuk mengolah ikan baik

badan usaha.

tingkat mutu

keseluruhan

dari

hasil

11. :r. 7. 10. 4a tJ.

(7)

BAB II

TANGGUNG JAWAB

A.

Penanggung

jawab

utama

Badan

Karantina

lkan,

Pengendalian

Mutu

dan

Keamanan

Hasil

perikanan

selaku Otoritas Kompeten

di

lingkungan

Kementerian

Kelautan

dan

perikanan

merupakan penanggung

jawab

utama dalam

pelaksanaan monitoring

hasil

perikanan, bertanggung

jawab untuk

melakukan koordinasi, komunikasi

dan

sosialisasi

serta

bimbingan

teknis

mengenai

hal-hal

yang

berkaitan

dengan

monitoring hasil penkanan.

B.

Pendelegasian

1.

Otoritas Kompeten mendelegasikan pelaksanaan monitoring kepada Dinas

Perikanan

dan

Kelautan,

yang

dalam

pelaksanaannya

membentuk

tim monitoring, bertanggung

jawab

untuk melakukan koordinasi bersama Unit Pelaksana

Teknis

Pusat (UPT Pusat)

dan Unit

Pelaksana

Teknis

Daerah (UPTD)

serta

instansi terkait lainnya untuk melakukan

monitoring

secara periodik mulai tahap pembongkaran, pengolahan, pengangkutan, distribusi,

pasar

ikan

pada jenis/specles ikan yang dominan dihasilkan

di

daerah tarcohr rf .l.n

^orn. r:

--..

,-,,,,,

Jn peratran.

2.

Pendelegasian sebagaimana

pada nomor

1

meliputi

perencanaan,

pengamatan,

pengambilan

contoh, pengujian, evaluasi, pelaporan,

dan

(8)

BAB III

PELAKSANAAN MONITORI NG

Perencanaan

1.

Perencanaan monitoring secara nasional dibuat oleh Badan Karantina lkan, Pengendalian Mutu

dan

Keamanan Hasil Perikanan (BKlPl\4) setiap tahun dengan mempertimbangkan potensi daerah, program Kementerian Kelautan

dan Perikanan serta kepentingan nasional dan internasional;

2.

Perencanaan monitoring

untuk setiap

provinsi

dtbuat oleh Dinas

provinsi sebagai koordinator program monitoring hasil perrkanan dengan melibatkan

Unit

Pelaksana Teknis Pusat (UPT pusat)

dan

Unit

pelaksana

Teknis

Daerah (UPTD)

serta

instansi

terkait

lainnya dengan mengacu

pada

perencanaan monttonng nastonal;

3.

Dinas provinsi

menyampaikan perencanaan

tahunan kepada

Otoritas Kompeten.

Objek

Monitoring

Objek Monitoring Kesegaran lkan, Residu, dan Kontaminan dilakukan pada

1.

Tahap

pendaratan, pembongkaran,

dan

distribusi

bahan baku segar

di

tingkat Pelabuhan Perikanan (PP)/Pangkalan Pendaratan lkan

(ppl);

2,

Tahap penerimaan dan penanganan ikan di unit pemasok/m inipla nt;

3.

Tahap penerimaan, pengolahan,

dan

produk akhir

di

Unit Pengolahan lkan (UPt)

4.

Tahap penanganan

dan

drstribusl produk perikanan

yang

beredar

di

pasar

(market controk.

5.

Air

dan

es

yang

digunakan dalam

penanganan

dan

pengolahan

hasil perikanan.

Jenis

parameter uji

1.

Produk perikanan :

1)

Kesegaran

a.

Organoleptik

b.

Histamin

c.

TVB-N

2)

Parasit, N/ikrobiologi/ Bakteri Patogen

3)

Residu bahan kimia berbahaya

a.

Pestisida. organochlorin termasuk PCBs, organophosphat.

b

dioxin. PAH

c.

Bahan kimia berbahaya lainnya

4)

Kontaminan logam berat (Hg, Pb, Cd, As)

5)

Racun

hayati seperti Ciguatera

dan

racun

lain

yang berbahaya

bagi

kesehatan manusia Bahan Radioaktif

Bahan tambahan pangan sepedi Sulfit dan bahan tambahan pangan lain B.

6)

(9)

2.

Air dan es .

1)

Mikrobiologi/ Bakteri Patogen a. Coliform dan E.coli

b. Enterococci

D,

PROSEDUR MONITORING

1.

Pengamatan

a.

Monitoring

hasil

perikanan diawali dengan melakukan

pengamatan

terhadap sarana

dan

prasarana

yang mempengaruhi

kesegaran ikan,

penggunaan bahan-bahan

kimia

berbahaya, penggunaan

bahan

tambahan pangan yang digunakan sebagai pengawet,

dan

adanya kemungkinan sumber-sumber pencemaran

dan

indikasi kondisi

atau

produk yang berpotensi membahayakan kesehatan.

b.

Apabila hasil pengamatan ditemukan indikasi kondisi atau produk yang

berpotensi membahayakan kesehatan, misalnya kesegaran

ikan

yang

meragukan, maka harus dilakukan pengambilan contoh dan pengujian.

2.

Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan sesuai dengan Objek Monitoring pada huruf B

angka 1-5.

Tabel '1. Strategi pengamatan organoleptik, pengambilan contoh dan pengujian untuk

monitonng hasil perikanan

Bagian rantai p€ngambilan contoh

PPI/TPl: pendaratan,

pembongkaran, d istrib usi

Pemasoki m inipla nt dan UPl.

penerimaan, prosesing, dan

distribusi, serta air dan es PENGAMATAN

ORGANOLEPTIK

1.

Kesegaran

2. Jenis

ikan Beracun

(ciguatoxin)

Frekuensi : acak sesuai

program

(lll.B

1 ,2)

Lokasi

:di

PPI/TPl

Contoh : setiap lot

Jika terjadi ketida ksesuaian.

a.

Menghentikan distribusi

b.

Dinyatakan tidak aman dikonsumsi

atau

diambil

contoh untuk

a nalisis

laboratorium

Frekuensi : dilakukan saat melakukan surveilen inspeksi di UPI

Lokasi . Bahan baku, produk

a khir, tahapan proses jika

oranggap perru

a\ ^^+^ A ^^r,^^

vur |lvf JsuclP lc||r> rAdr I

Jika ter.ladi ketid aksesua ian.

a. Menghentikan d istribusi

b. Dinyatakan tidak aman

dikonsumsi atau diambil contoh untuk a na lis is

(10)

PENGAMBILAN CONTOH

DAN PENGUJIAN

1.

Rencana

pengambilan

contoh

.

Berdasarkan besarnya (umlah pendaratan) lot

o

Dilakukan jika pemeriksaan organoleptik menimbulkan keraguan pada kesegaran

.

Frekuensi : 1 kali/bulan

.

Berdasarkan jumlah kemasan

r

Dilakukan jika pemeriksaan organoleptik menimbulkan keraguan pada kesegaran

r

Frekuensi:1 kali/tahun

.

Frekuensi airles. 2 kali/ta hu n Parameter yang

o

TVB-N

.

Histamin I Pengamatan organoleptik pada penenmaan, prod u k

akhir

tahap tertentu

.

TPC

.

Enterococci

.

Salmonella

o

E. Coli

.

Staphylococcus coagulase c. N/ikrobiologi

Pada pendaratan Area penerimaan miniplant

e. Residu bahan kimia

berbahaya:

-

organochlorin

termasuk PCBs

-

Organophosphat dioxin. PAH

Area penerimaan (.1ika tersedia

informasi trace ab i I ity)

f. Bahan Tambahan

Panqan

Residu Sulfit UPI pengolahan udang

g. Timah putih/Tin

h. Radioaktif Pada pendaratan

UPI pengalengan Area penerimaan UPI

1. Frekuensi Pengambilan Contoh

Frekuensi pengambilan contoh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a.

Indikator kesegaran (TVB-N),

histamin,

parasit

untuk

produk

perikanan

dilakukan minimal satu kali/ 3 bulan.

b.

Mikrobiologi dilakukan minimal satu kali/2 bulan

c.

Cig uatoksin/racun hayati dilakukan minimal satu kall/6 ouran.

d.

Residu bahan kimia berbahaya dilakukan minimal satu kali/6 bulan.

e.

Kontaminan (logam berat Hg, Pb, dan Cd) dilakukan minimal satu kali/2 bulan.

Tergantung besarnya tingkat kontaminan dan kondisi alami (ukuran ikan. area

penangkapan, dan spesies).

(11)

g.

h.

Residu pestisida

'

organochlorin termasuk PCBs,

organophosphat, sulfit,

dioksin. dan PAH dilakukan minimal satu kali/6 bulan

Bahan Tambahan Pangan residu sulfit dilakukan minimal satu kali/tahun

2.

Jumlah

Contoh

Pengambilan contoh dilakukan berdasarkan berat lot, jumlah kemasan

dan

berat

bahan baku yang akan diproses dengan ketentuan sebagar berikut:

a.

Pengambilan contoh berdasarkan berat lot sebagaimana dalam Tabel 3.

Tabel 3,

Jumlah minimum contoh

yang

diambil dari lot

b.

Sampling berdasarkan jumlah kemasan ditentukan sebagai berikut .

Tabel 4.

Jumlah minimum contoh

berdasarkan

jumlah

kemasan

Jumlah

kemasan

atau

unit

Jumlah minimum sampling

26 -100 >100

1 kemasan atau unit

5 %, sekura ng-ku ra ng nya 2 kemasan atau unit

5%, maksimum 10 kemasan atau unit

c. Jumlah minimum pengambilan contoh untuk histamin pada bahan baku, produk akhir,

dan

distribusi dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan pangan.

Diambil

9

contoh

dari

setiap bafch, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

-

nilai rata-rata harus tidak mencapai 100 ppm

-

2

contoh diperbolehkan mempunyai nilai lebih

dari

100 ppm namun kurang dari 200 ppm

-

tidak diperbolehkan ada contoh mempunyai nilai mencapai 200 ppm

Jumlah pengambilan contoh airles

a!

Berat

lot

(kg)

Jumlah minimum contoh

yang

d iam bil

<50

50-500 > 500

(12)

E.

Pengujian

Pengujian hasil perikanan dilakukan terhadap parameter uji seperti dalam Tabel 5, Tabel 6, dan Tabel 7. Batas maksirnal merupakan ketentuan yang ditetapkan terkait dengan kelayakan ikan untuk dikonsumsi manusla.

Tabel

5.

Parameter uji dan batas maksimal

No, Parameter Metode

pengujian/alat

Satuan maksimalBatas

1 2 3 Organoleptik TVB Histamin Hedonik Distilasi HPLC Nilai skala (1

-

9) mgN/'1009 mg/kg Min.5 lVaks.20 Maks. 100 A Parasit Vrsual check 0

5. C ig uatoksin B ioa ssay pg/Kg 0,1 7. N4ikrobiologi

-

TPC

E.coli Salmonella Staphylacoccus coag ulase positif Enterocacci l\,4etode Cawan Agar Sebar APIV Kualitatif l\4etode Cawan Agar Sebar Filtrasi membran Coloni/ g APM/9 koloni/g 100 ml 5x10s <3 negaiif 103 0

I

Sulfit:

Fresh, frozen, and

deep frozen

cooKeo

Distilasi ppm 150

70 9 Radioaktlf (cesium) Spektrometer

Casca d e

rmpaKror

Becquerel/kg 1250

Tabel

6.

Parameter uji dan batas maksimal kontaminan loqam berat

No. Parameter pengujian/alMetode

at

Satuan Batas maksimal

t.

Merkuri

(Hg) AAS

Bonito (Sarda sarda),

Eel

(Anguilla anguilla),

marlin

(Makaira specles

),

redfish (Seabasles mannus. S. mentella,

S.

viviparus),

Shark

(semua spesies).

Snacke Mackerel

ata u

(13)

b.

butterfish flavobrunneum,

(Lepidocybium Ruveflus

pretlosus,

Gempylus

serpens),

swordfisfh (Xiphias g/adlus), Tuna

(Thunnus

specles,

Euthynnus

specles)

dan

cakalang/Katsuwonus

pelamis,

ikan pari,

seabream

(Diplodus

vulgaris)

Produk

perikanan

selain

(a), crustacea

tidak

termasuk daging

coklat

dari

crab

dan

daging

kepala serta thorax

dari

lobster,

dan

cruslacea

Desar

(N e ph ro pidae dan P al i n u rid ae)

mg/Kg 0,50

z. Cadmium (Cd) AAS

Eel

(Anguilla anguilla),

bonito

(

Sarda sarrla\ nrFV

mullet

v' v,

(Mugil

labrosus /atrrosus), horse

mackerel

atau

scad

(Trachurus

trachurus),

sardin

(

Sardine

pilchardus), seabream

(Diplodus

vulgaris),

anchovy

(Engraulis

species),

[una

(Thunus

specles,

Euthynnus

specles

dan

Katsuwonus pelamis)

mg/Kg 0,10

b. Produk perikanan selain (a) mg/Kg 0,05

c. Meka (Xphias gladius) mg/Kg 0,30 .l Crustacea

tidak

termasuk daging

coklat

dari

crab

dan

daging

kepala serta thorax

dari

lobster,

dan

crustacea

besar

(Neph ro pi d ae dan P ali nu ridae).

mg/Kg 0,50

Bivalve Molluscs mg/kg

1n

f. Cephalopoda (tanpa jeroan) mg/Kg 1,0

3.

Timbal

(Pb) AAS

Daging ikan mg/Kg 0,30

b. Crustacea

tidak

termasuk daging

coklat

dari

crab

dan

daging

kepala serta thorax

dari

lobster

dan

crusiacea

besat

(Nephrop idae dan P ali n u ridae)

mg/kg 0,50

(14)

c. Bivalve Molluscs mg/Kg t,c

d. Cephalopoda (tanpa jeroan) mg/Kg 1,0

4.

Tin:

Timah (

inorganik)

Makanan kaleng selain Minuman

AAS

mg/kg 200

5

Arsenik

(As)

Spektrofoto

metri

lkan dan hasil olahannya mg/Kg 0,5

b Bivalve Molluscs

mg/kg

1,0

c Udang dan Crustacea mg/Kg '1 ,0

Tabel

7.

Parameter uji dan batas maksimal residu pestisida

No. Parameter Metode

pengujian

Satuan

/alat

Batas ma ksimal 1.

Dioksin dan

PCBs GC MS

Daging

ikan dan hasil

perikanan dan has,l olahannya. kecuarr belut

/

sidat

batas

maksimal

berlaku

u ntuk

crustacean,

kecuali daging

coklat

kepiting,

daging

kepala

thorax

lobster

dan

crustacean

yang

besarnya sama

(Neph rop idae dan P ali n u ridae).

pg/g 8,0

b Daging belut

I

sidal (Anguilla anguilla)

dan hasil olahannya pg/g 12.0

2.

Policyclic Aromatic

H idrocarbons/PAH GC MS pg/s

Daging

ikan dan hasil

perikanan dan hasil olahannya, kecuali belut

/

sidat,

ua

[ds

IlldKSII|ilt

uc a^U

UntUK

crustacean.

kec.ralr

dag

rg

coklat

kepiting, daging kepala thorax lobster

dan

crustacean

yang

besarnya sama

(Ne ph ropidae dan P ali n u rid ae).

pg/g 5,0

b. Daging ikan kecuali ikan asap pg/g 2,0

(15)

c.

Crustacea, chephalopoda,

dan

batas

maksimal berlaku untuk

crustacean, kecuali daging coklat kepiting, kecuali daging kepala dan thorax lobster dan

crustacean

yang

besarnya

sama

(N eph ropidae dan P alin u rid ae).

pg/g

5n

d. Bivalve Molluscs pg/g 't 0,0

BAB IV

EVALUASI HASIL MONITORING

Hasil perikanan dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi manusia, jika :

1.

Pengujian organoleptik, TVB, histamin, mikrobiologi, parasit yang menunjukkan

ketidaksesuaian

dengan

persyaratan

yang ditetapkan dalam parameter

uji

seperti dalam Tabel 2 dan Tabel 3.

2.

Mengandung kontaminan atau residu dalam jumlah yang berlebihan atau pada

tingkat yang melebihi batas ketentuan yang berlaku.

3.

Otoritas Kompeten atau pengendali mutu atau yang mendapat pendelegasian

menyatakan bahwa

hasil

perikanan beresiko terhadap kesehatan masyarakat atau alasan lain yang tidak sesuai untuk konsumsi manus a

BAB V

PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT

A.

Pelaporan

Terdapatnya ketidaksesuaian yang membahayakan harus dilaporkan dengan segera, sewaktu-waktu

dan tidak

menunggu periode

waktu

pelaporan. Sedangkan

pelaporan rutin dilakukan menurut periode

waktu

untuk hal-hal

yang tidak

bersifat mendesak u ntuk ditangani.

Adapun pelaporan rutin sesuai tahapan sebagai berikut.

1.

Hasil

monitoring

dari

Dinas dilaporkan

kepada Pusat

Sertifikasi

Mutu

minimal setiap 3 bulan sekali untuk dilakukan evaluasr.

2.

Hasil evaluasi

oleh Pusat

Sertifikasi Mutu disampaikan

ke

Otoritas

Kompeten untuk dilakukan verifikasi dan tindak laniut.

(16)

B.

1.

Tindak

Lanjut

Tindak

lanjut

hasil

monitoring dilakukan berdasarkan

hasil

verifikasi.

Hasil verifikasi

yang sesuai

ketentuan

tidak

memerlukan

tindak lanjut

khusus. Akan

tetapi Terhadap hasil yang tidak sesuar ketentuan atau yang

menimbulkan pertentangan dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:

a.

Terhadap

hasil yang

menimbulkan pertentangan

atau

melebihi

batas

maksimal

yang

dipersyaratkan,

harus

ditandatangani

oleh

Kepala

Laboratorium dari

wilayah Dinas yang terkait

dan

dikirimkan

ke

Pusat

Manajemen

Mutu

untuk dilakukan evaluasi

b

Selanjutnya Otoritas Kompeten dapat melakukan investigasi dengan cara spol

check, dan uji ulang untuk mengklarifikasi hasil tersebut. Contoh yang diambil

harus mewakili secara statistik, dengan dasar metode ilmiah internasional.

c.

Hasil perikanan tidak boleh dipasarkan sebelum proses investigasi selesai.

d.

Terhadap hasil investigasi yang dinyatakan positif, Otoritas Kompeten harus

mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

e.

Selanjutnya Otoritas Kompeten membuat pernyataan bahwa hasil perikanan

dinyatakan tidak layak untuk konsumsi manusia.

2. Terhadap

hasil

investigasi

yang

dinyatakan positif,

dapat

dilakukan modifikasi proses atau dimusnahkan.

BAB VI

REKAMAN

Kegiatan monitoring harus dicatat dan didokumentasika n sedemikian rupa sehingga

mampu telusur

(traceability)

untuk

mengantisipasi

keperluan

pengecekan ulang.

Adapun instansi yang berkewajiban mengembangkan sistem mampu telusur adalah

Otoritas Kompeten.

BAB VII

PENUTUP

Otoritas

Kompeten melakukan sosialrsasi

terhadap hasil

monitoring

setiap

tahun

sebagai bahan perbaikan monitoring pada tahun berikutnya.

KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

KEAMANAN HASIL PERIKANAN

SELAKU OTORITAS KOMPETEN,

ttd

NARMOKO PRASMAJI sesuai dengan aslinya

awaian, Hukum

Organisasi

(17)

Lampiran ll

.

Keputusan Kepala Badan Karantina lkan. Pengendalian [,4utu

dan

Keamanan Hasil

Perikanan Selaku Otoritas Kompeten Nomor:

KEP

259lBKlPMl2013

tentano

Prooram

Nilonitoring Hasil Perikanan

PROGRAM MONITORING SANITASI KEKERANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Kekerangan merupakan salah

satu

produk perikanan

yang

mempunyai nilai ekonomis penting. Produk

ini

selain dikonsumsi

di

dalam

negeri

juga

merupakan produk ekspor, terutama

dalam

bentuk beku

dan

dikalengkan.

Selain

dikonsumsi

dalam bentuk matang

juga

dikonsumsi dalam bentuk setengah matang.

Cara

penyajian tersebut mempunyai resiko yang tinggi terhadap kesehatan manusia bila

kekerangan tersebut diperoleh dari perairan yang tidak terkontrol atau tercemar dan tidak ditangani dengan cara yang saniter.

Mutu

produk kekerangan sangat dipengaruhi

oleh

perairan

atau

habitat

kekerangan

tersebut

ditangkap

atau

dibudidayakan.

Oleh

karena

itu

harus

senantiasa dilakukan

pengawasan

terhadap

mutu kekerangan melalur

kegiatan

monitoring yang terencana dan terprogram dengan baik.

B.

Tujuan

1.

Mendukung efektifitas pengendalian

dan

peningkatan

jaminan

mutu dan

keamanan kekerangan hidup.

2.

Membenkan

data

dan

informasi

dalam

rangka menjamin ketertelusuran dalam jaminan keamanan pangan.

C.

Ruang

Lingkup

Ruang lingkup

keputusan

ini

mencakup tanggung

jawab

monitoring. tugas monitoring, pelaksanaan monitoring, evaluasi, tindak lanjut, pelaporan dan rekaman.

(18)

D.

1

Pengertian

Kekerangan

hidup

adalah

kekerangan

yang

mempunyai lamellibranch dan bersifat fllter feeder dalam keadaan hidup.

Toksin hayati

adalah senyawa beracun yang terakumulasi dalam kekerangan

yang memakan plankton yang mengandung racun.

Pengkondisian adalah

penyimpanan

kekerangan hidup

yang

berasal

darl

daerah

pertumbuhan

kelas

A,

pusat

depurast

atau

instalasi

lain

yang mengandung

air

laut

bersih

atau lokasi alami, untuk

menghilangkan pastr'

lumpur aiau lendir untuk memperbaiki mutu organoleptik dan menjamin vitalitas sebelum dikemas.

Pengumpul

adalah sekelompok orang yang mengumpulkan kekerangan hidup

dengan

beberapa

cara

dari

daerah

pemanenan

dengan

tujuan

untuk

penanganan dan tempat Pemasaran.

Daerah

produksi

adalah perairan tempat kehidupan kekerangan secara alaml

atau

perairan

atau

muaTa sungal

yang

menghasilkan kekerangan atau suatu

tempat

yang

digunakan untuk membudidayakan keKerangan.

Pusat purifikasi

adalah kegiatan pemindahan kekerangan yang dlpanen atau ditangkap

dari

perairan klasifikasi terbatas (C) ke daerah penampungan untuk kurun waktu tertentu sehingga kekerangan terbebas

dari

cemaran

dan

aman untuk dikonsumsi manusia.

Pusat

Pengiriman

Kekerangan

(Dispatch

Center)

adalah

tempat di laut atau

di darat untuk

penerimaan, pengkondistan, pencucian, pembersihan, gradtng.

pengemasan

dan

pengepakan kekerangan hidup

yang aman

dikonsumsi

m an u sia. 5

7.

g.

Purifikasi

adalah

suatu

proses pembersihan dengan menggunakan sirkulasi

ulang untuk

meminimalkan cemaran mikroba, kotoran, logam berat

dan

laln-la rn.

11

Monitoring

adalah melakukan serangkaian pengamatan atau pengukuran yang telah direncanakan untuk megetahui kondisi kesesuaian dengan regulasl

Daerah pemberokan

adalah

setiap

pearairan

yang

ditetapkan

oleh

Otoritas

Kompeten, mempunyai batas-batas

yang

jelas

dengan

menggunakan

pelampung

atau tanda yang tetap

lainnya

dan

khusus digunakan

untuk

pemberokan secara alamr.

DSP

atau Diarhetic She/lfish Poisoning

adalah salah satu racun hayatl yang

dihasilkan oleh Dinoflagellata dari genus Dinophysls yang bersifat toksln

12.

ASP

atau

Amnestic

she//fish

Poisoning adalah

biotoksin

yang

dihasilkan oleh Diatome dengan spesies Nitzchia serata yang bersifat toksin

3.

I

10.

(19)

13.

PSP atau

Paralytic Shellfish Poisoning

adalah biotoksin yang dihasilkan oleh

phytoplankton beracun

dan

biasanya toksin

ini

terakumulasi dalam

tubuh

kerang melalui makanannya.

14.

Fitoplankton

beracun

adalah jenis-jenis fitoplankton

yang

menghasilkan

toksin.

15

Komisi

approval

adalah

sekelompok

orang

yang

mempunyai keahlian

di

bidang

pengendalian

mutu

dan

Keamanan

hasjl

perikanan

yang

diberi

kewenangan untuk memberikan persetujuan (approved) dalam hal sertifikasi.

16.

Approved

area

adalah daerah

pertumbuhan

dan

pemberokan

yang

telah

diklasifikasikan

memenuhi persyaratan/kriteria

sebagai

daerah

penghasil

kekerangan dan mendapat persetujuan dari komisi approval.

17.

Pusat

Penelitian Oceanografi

Nasional-LlPl

(P20-LlPl)

adalah

Unit

Pelaksana Teknis di bawah LlPl.

18. Balai Riset Kelautan dan

Perikanan adalah Unit Pelaksanan Teknis dibawah

Badan Riset

Kedlautan

dan

Perikanan

(BRKP),

Departemen Kelautan dan Perikanan.

19. Dinas

adalah

unit

kerja

di

tingkat provinsi yang bertanggung

jawab di

bidang

perikanan dan kelautan.

20.

Kepala Badan

adalah Kepala Badan Karantina

lkan,

Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan.

BAB II

TANGGUNG JAWAB

A.

Penanggung

jawab

utama

Badan Karantina

lkan,

Pengendalian Mutu

dan

Keamanan

Hasil

Perikanan

selaku Otoritas Kompeten

di

lingkungan

Kementerian

Kelautan

dan

Perikanan merupakan penanggung

jawab

utama

dalam

pelaksanaan monitoring kekerangan

hidup, bertanggung

jawab

untuk melakukan koordinasi, komunikasi

dan

sosialisasi

hal-hal yang berkaitan dengan monitoring kekerangan hidup.

B.

Pendelegasian

Otoritas Kompeten mendelegasikan pelaksanaan monitoring sebagai berikut :

1.

Dinas

Perikanan

dan

Kelautan provinsi,

yang

dalam

pelaksanaannya berkoordinasi

dengan

P2O-L|Pldan/atau Balai Riset Kelautan

dan

Perikanan

(BRKP),

bertanggung

jawab

untuk melakukan pemetaan daerah

produksi

kekerangan hidup.

(20)

2.

Dinas

Perikanan

dan

Kelautan provinsi,

yang dalam

pelaksanaanya beker.lasama dengan LPPMHP dan Pengawas Mutu, bertanggung jawab untuk

melakukan monitoring kekerangan

hidup

secara

periodik

setiap

tahun

berdasarkan

hasil

pemetaan yang telah disetujui

(approve{.

Tugas

yang

didelegasikan

meliputi

perencanaan,

pengamatan, pengambilan

contoh,

pengujian, dan pelaporan

BAB III

TUGAS MONITORING

A.

Jenis Parameter uji

Tugas monitoring dilakukan pada daerah produksi, pusat purifikasi yang sudah

dipetakan dan disetujui meliputi jenis parameter sebagai berikut :

1.

Monitoring kekerangan dilakukan terhadap logam berat (Hg, Pb, Cd), biotoksin

(PSP, DSP dan ASP) serta mikrobiologi (E.coli, Salmonella).

2.

Monitoring perairan dilakukan terhadap (pH, suhu, warna/setelah penyaringan,

padatan terlarut, salinitas, oksigen terlarut jenuh, petroleum hidrokarbon,

bahan-bahan yang mengalami organohalogenasi, logam berat dan fitoplankton).

B.

Pelaksanaan

Pelaksanaan

tugas

monitoring

dilakukan

dengan

prosedur

meliputi

prog ra m/perencanaa n, pengamalan. mappinglpersetujua

n,

monitoring, pengambilan

contoh, pengujian dan verifikasi.

BAB IV

PROSEDUR

Perencanaan

Program monitoring ditentukan terhadap daerah produksi, pusat purifikasi yang

telah

ditetapkan

dalam

pemetaan. Perencanaan monitoring

untuk

satu tahun

di

setiap Dinas provinsi seluruh

Indonesia dilaporkan

ke

Otoritas

Kompeten untuk

mendapatkan persetujuan

pada

pelaksanaan

monitoring

tahun

ber|kutnya.

Selanjutnya

setiap Dinas

provinsi membuat

perencanaan

untuk

pedoman

pelaksanaan lebih lanjut.

Adapun

perencanaan tersebut

secara

garis

besar adalah

Perencanaan monitorrng

daerah

produksi,

pusat

purifikasi ditetapkan

oleh

Drnas provinsi untuk setiap lokasi tertentu yang telah dipetakan dan disetujui.

(21)

B.

Pengamatan

Monttoring kekerangan hidup dilakukan

di

daerah

yang

merupakan penghasil utama kekerangan dengan melakukan pengamatan terhadap adanya kemungkinan

sumber-sumber pencemaran

pada

perairan, kekerangan

dan

fitoplankton. Apabila

hasil

pengamatan

ditemukan indikasi

ketidaksesuaian

dengan

persyaratan atau

standar dapat dilakukan pengambilan contoh dan pengujian.

1.

Pemetaan daerah

produksi

Penetapan

lokasi dan

batas

Otoritas Kompeten

harus

menetapkan lokasj

dan

batas-batas

daerah

produksi

dan

purifikasi yang telah

diklasifikasikan.

Hal

ini

dapat

dilakukan

bersama-sama dengan pelaku usaha.

Pertimbangan klasifikasi

daerah

produksi

dan

purifikasi

Dalam memutuskan klasifikasi daerah produksi

dan

purifikasi,

Otoritas

Kompeten harus .

a

Melakukan inventarisasi sumber-sumber polusi

dari

manusia atau hewan

yang merupaKan sumber kontaminasi bagi daerah produksi.

b

Memeriksa

jumlah

polutan organik yang dihasilkan selama periode yang

berbeda selama 1 tahun tergantung variasi musim

c

Mengamati karakteristik sirkulasi polutan melalui pola arus, pasang surut.

dll di daerah produksi.

d

Menetapkan program pengambilan contoh di daerah produksi berdasarkan

data hasil

uji,

jumlah

contoh,

dan

distribust. Geografis

dari

titik pengambilan contoh

dan

frekuensi pengambilan contoh

yang

menjamin

bagi hasil uji merupakan representatif untuk area tersebut.

Kriteria

daerah

produksi

dan

purifikasi

Pemetaan

daerah

produksi dilakukan berdasarkan klasifikasi

daerah

produksi dan purifikasi yang ditetapkan oleh Otoritas Kompeten meniadi 3 kelas

berdasarkan tingkat kualitas perairan sebagai berikut.

a.

Kelas

A,

dimana produk produk

kekerangannya

dapat

langsung

dikonsumsi dan sesuai dengan standar kesehatan, hasil pengujian contoh

kekerangan

bakteri E.coll dengan

3

pengenceran

darj

5

tabung

tidak

melebihi 230/'1009 daging kerang

dan

cairannya serta kandungan logam

beratnya tidak melebihi ketentuan yang dipersyaratkan.

b.

Kelas

8,

dimana produk kekerangannya dapat dipasarkan untuk konsumsi manusia setelah melalui puriftkas atau pemberokan sehingga memenuhj

persyaratan kesehatan,

yaitu

apabila

hasil

pengujian contoh kekerangan

bakteri

E.

coll

dengan

3

pengenceran

dari

5

tabung

tidak

melebihi 18

(22)

D.

4600/1009 daging kerang dan cairannya serta kandungan logam beratnya

tidak melebihi ketentuan yang dipersyaratkan.

c.

Kelas

C,

dapat dipasarkan untuk konsumsi manusia setelah

melalur

purifikasi

atau

pemberokan dengan jangka

waktu yang

cukup

lama

sehingga memenuhi standar

kesehatan,

yaitu apabila hasil

pengujian

contoh

kekerangan bakteri E.coll

dengan

3

pengenceran

dari

5

tabung tidak melebihi 46.000/1009 daging kerang dan cairannya serta kandungan

logam beratnya tidak melebihi ketentuan yang dipersyaratkan

Monitoring

daerah

produksi dan purifikasi

yang

sudah diklasifikasikan

Daerah produksi

dan

pemberokan

yang sudah

diklasifikasikan

harus

secara

periodik dimonitor untu k memeriksa :

a.

Tidak adanya mal praktek terkait asal dan tuJuan kekerangan.

b.

Mutu mikrobiologi kekerangan hidup terkait daerah produksi dan pemberokan

c.

Keberadaan plankton penghasil toksin

di

daerah produksi, pemberokan dan

biotoksin pada kekerangan

d.

Adanya kontaminan kimiawi dalam kekerangan hidup.

Untuk

mengimplementasikan

point 1.b,

c,

dan

d

harus dibuat

rencana pengambilan

contoh untuk memeriksa hal-hal tersebut

pada

interval

waktu tertentu atau berdasarkan kasus-perkasus

jika

periode pemanenan tidak teratur

Distribusi geografi

dari titik

sampling

dan

frekwensi

sampling harus

menJamjn

bahwa hasil analisa dapat mewakili daerah tersebut.

Pengambilan

contoh

Rencana pengambilan contoh untuk menguji mutu mikrobiologi kekerangan hrdup

harus mempertimbangkan .

a.

Kemungkinan variasi kontaminasi faecal.

b.

Parameter sesuai point C.2.

Rencana

pengambilan

contoh

untuk menguli

keberadaan

plankton

penghasil

racun

di

perairan daerah

produksi

dan

pemberokan,

dan untuk racun

hayati

dalam

kekerangan

hidup, harus

mempertimbangkan kemungkinan

variasl

keberadaan plankton yang mengandung racun hayati. Pengambilan contoh harus mencakup.

a.

Pengambilan

contoh

per

periodik untuk

mendeteksi perubahan komposisi

plankton yang

mengandung

racun, dan distribusi

geografinya.

Hasil

yang

menunjukkan

akumulasi

racun dalam daging harus diikuti

dengan

pengambilan contoh intensif .

b.

Uji

toks,sitas

per

per.odik

n-enggunakan

hekerangan

darr

daerah

yang

terpengaruh yang paling rentan terkontaminasi

1 2. 1. 2. E. 19

(23)

3.

Frekuensi pengambilan contoh untuk analisis racun

pada

kekerangan, secara

umum, dilakukan sekali per minggu selama periode pemanenan. Frekuensi dapat dikurangi pada daerah tertentu.

atau

untuk

jenis

kekerangan tertentu,

jika

risk assesrnent pada keberadaan racun atau fitoplankton menunjukkan resiko yang

sangat rendah. Frekuensi

ditingkatkan

jika

assesmenl

menunjukkan bahwa

pengambilan contoh secara mingguan tidak cukup. Rlsk assessment dikaji ulang

secara periodik dengan tujuan untuk menilai resiko

keberadaan

racun

dalam

kekerangan hidup dari area tersebut.

4. Jika

informasi tentang laju akumulasi racun tersedia untuk sekelompok spesies

yang tumbuh pada daerah yang sama, spesies dengan laju tertinggi

dapat

digunakan

sebagai spesies indikator.

lni

akan

memungkinkan

untuk

mengeksploitasi semua spesies dalam kelompok tersebut

jika

kandungan racun dalam spesies indikator lebih rendah

dari

batasyang diperbolehkan. Tetapi jika

melebihi

batas yang

diperbolehkan,

maka

panen terhadap spesies

lain

hanya dapat diijinkan

jika

telah dilakukan uji lebih lanjut terhadap spesies tersebut dan

menunjukkan hasil dibawah batas

5.

Terkait monitoring

plankton.

sampel harus

mewakili

terhadap volume atr

dan

memberikan informasi tentang keberadaan spesies beracun dan kecenderungan

populasi Jika

terdapat perubahan

pada

populasr beracun

yang

menyebabkan terdeteksinya akumulasi racun, maka frekuensi pengambilan contoh ditingkatkan atau bahkan daerah tersebut dapat

ditrtup

sampai hasil u,. racun diperoleh.

6.

Rencana pengambilan contoh untuk menguji keberadaan kontaminan kimia harus

dapat mendeteksi logam berat.

F.

Pengujian

Jenis

parameter

uji

dan

frekuensi pengambilan

contoh

kekerangan

dan

lingkungan perairannya seperti tersebut dalam Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Parameter uji dan frekuensi pengambilan contoh kekerangan

Parameter Uji

- r

srtri

r-

lreruensi

maks

I

kdil'i;ss,

r"b'"

Metode

pengujian/Alat

Biotoksin:

a)

PSP

b)

DSP

c)

ASP AOAC,2000 roc,2003

roc,

2003

800 uqi

kq

Perlode

Pe'nanenan

., on,

,

j,..i

pada t,tik pe'rgarbila^

contoh 20 mg/kg

'1 kal/3 bulan se ama 0.5 mg/kg 1,0 mg/kg 1,0 nrg/kg Logam berat :

a)

N4erkuri (Hg)

b)

Timbal (Pb)

c)

Cadmium (Cd) l\,4ikrobiologi :

a)

E. coli

b)

Salmonella sNt 0'1-2364-1991 AOAC,2000 sNr 01-2362-1991 BA|V]-FDA, 1998 (5 tab)

pada titik pengambilan

1 kali/2 m nggu selarna

periode

pemanenan pada titik pengambilan contoh 2 Sesua dengan KnIena k asifikasi oatam

rvc3

BAt\4-FDA, 1998 20

(24)

Tabel 2. Parameter uji dan frekuensi pengambilan

contoh

untuk perairan KeKerangan.

No. Parameter uji

pengujian/alat

Metode Persyaratan Frekuensi

1 pFl pH meter 7-9 1 kali/3 bulan

2. bunu

-u

lermometer Alami 1 kali/3 bulan

3. Warna (setelah

penyanngan Spektrofotometer <50 CU (color unrt) 1 kali/3 bulan

Padatan terlarut

mg/l Penyaringan

< 30 % dari

Kandungan pada air yang tidak terpengeruh

1 kali/3 bulan

5. Salinitas Salinometer 3 40 o/oo 1 kali/ 3 bulan

6. jenuh Oksigen terlarut

(%) Metode Winkler 3 70 o/o 1 kali/3 bulan

7.

hydrocarbon

Petroleum vlsual Tidak boleh ada 1 kali/3 bulan

8,

Bahan-bahan (JAS vano menoataml

:;^:^^:|::;^:-i

chromatography

w, go, ,u, ,a,vvs, roJ 'l kali/6 bu lan

L

Phytoplankton

beracun Pencacahan 5.000 sel/l 1 kali/3 bu lan

BAB V

EVALUASI HASIL MONITORING

Kekerangan hidup dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi, jika :

1. Pengujian kekerangan, perairan

dan

fitoplankton menunjukkan ketidaksesuaian

dengan persyaratan dalam parameter uji seperti ditetapkan dalam

Tabel 1

dan

Tabel 2.

2.

Kekerangan berasal darr spesies beracdn

3.

Otoritas

Kompeten

atau

pengendali

mutu atau yang

mendapat pendelegasian

menyatakan bahwa kekerangan hidup beresiko terhadap kesehatan masyarakat dan hewan atau alasan lain yang tidak sesuai untuk konsumsi manusia.

(25)

BAB VI

PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT

A.

Pelaporan

Terdapatnya ketrdaksesuaian

yang

membahayakan

harus

dilaporkan dengan segera, sewaktu-waktu

dan tidak

menunggu periode

waktu pelaporan

Sedangkan pelaporan rutin dilakukan menurut periode

waktu

untuk hal-hal yang

tidak

bersifat

mendesak untuk ditangani

Adapun pelaporan rutin sesuai tahapan sebagai berikut

1.

Balai lingkup Badan Riset Kelautan Perikanan

dan

LON-LlPI, melaporkan hasil

pemetaan daerah produksi dan puriftkasi yang dilakukan kepada Dinas.

2.

Dinas melaporkan hasil pemetaan kepada Otoritas Kompeten untuk mendapatkan

persetujuan dari Komisi Approval dalam bentuk sertifikat.

3.

Dinas

membuat

laporan hasil

monitoring

daerah

produksi

dan

purifikasi yang

telah disetujui, secara periodik setiap tahun. kepada Pusat Sertifikasi Mutu untuk

d ilakuka n evaluasi.

4.

Hasil evaluasi Pusat Sertifikasi Mutu disampaikan kembali ke Otoritas Kompeten untuk dilakukan verifikasi dan tindak laniut.

B.

Tindak Lanjut

Tindak

lanJut

hasil

monitoring dilakukan berdasarkan

hasil

ver

flkasi.

Hasil verifikasi

yang

sesuai ketentuan

tidak

memerlukan tindak

lanlut khusus

Terhadap

hasil yang

tidak

sesuai ketentuan atau yang menimbulkan pertentangan drlakukan tindak'anjut sebagai berikut

1.

Apabila hasil uji contoh

kekerangan melebihi

standar

kesehatan

atau

dapat

menimbulkan

resiko kesehatan manusia, maka Otoritas Kompeten

dapat

menutup daerah produksi,

mencegah pemanenan

kekerangan hidup.

Akan

tetapi Otoritas

Kompeten

dapat

mengklasifikasika

n

kembali

daerah

produksi tersebut menjadi Kelas

B

atau

C

setelah memenuhi kriteria dan tidak adanya

resiko kesehatan terhadap manusia

2.

Otoritas Kompeten dapat membuka kembali daerah produksi yang

ditutup

tersebut

jika telah memenuhi standar sesuat peraturan. Jika Otoritas Kompeten

menutup suatu daerah

produksi

karena

kecenderungan

adanya

ftoplankton

beracun

atau racun

hayati

yang

melebihi

batas dalam kekerangan

mrnimal hasil

uji

racun selama dua kali berturut-turut dibawah batas limit maka daerah

tersebut dapat dibuka kembali.

3.

Otoritas Kompeten melakukan monitoring daerah produksi

yang telah

ditutup untuk menjamin bahwa produk kekerangan yang berasal dari daerah tersebut tidak dipasarkan.

(26)

,1

5

Dalam hal monitoring daerah produksi, pemberokan, dan sesuai dengan bagian

C.2, sistem

pengendalian harus ditetapkan

yang telah

diklasifikas

ikan,

harus

dilakukan pengujian laboratorium untuk memverifikasi kesesuaian pelaku usaha

dengan persyaratan produk akhir pada semua tahap produksi, pengolahan dan distribusi.

Sistem

ini

terutama untuk

memverifikasl

bahan

kandungan racun hayati

dan

kontaminan

tidak

melebihi batas keamanan

dan

mutu mikrobiologi

kekerangan tidak menyebabkan bahaya bagi kesehatan manusra.

Otoritas

Kompeten

dapat

memepertimbangkan

informasi

tenteng

kecenderungan (trend) dari fitoplankton waktu mengambil keputusan.

BAB VII

REKAMAN

Kegiatan monitoring

harus

dtcatat

dan

dipelthara sehingga

mampu

telusur (traceability). Adapun instansi

yang

berkewajiban mengembangkan sistem mampu

telusur adalah Otoritas Kompeten.

BAB VIII PENUTUP

Otoritas

Kompeten meiakukan sosialisasi

terhadap hasil

monitoring

setiap

tahun

sebagai bahan perbaikan monitoring pada tahun berikutnya.

KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN

KEAMANAN HASIL PERIKANAN

SELAKU OTORITAS KOMPETEN,

ttd

NARMOKO PRASMADJI

.ryfqftSffi^lil

sesuai dengan aslinya

Kepegawaian, Hukum n Organisasi

ug rman

Gambar

Tabel  '1.  Strategi  pengamatan  organoleptik,  pengambilan  contoh dan pengujian  untuk monitonng  hasil perikanan
Tabel  3,  Jumlah minimum  contoh  yang  diambil  dari lot
Tabel  5.  Parameter  uji  dan batas  maksimal
Tabel  7.  Parameter  uji  dan batas maksimal  residu  pestisida
+3

Referensi

Dokumen terkait

Wayang kulit purwa merupakan representasi dari kenyataan kehidupan masyarakat Jawa tentang hubungan manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan Alam, dan manusia dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat menabung di Bank Syariah di Kota Medan.. Penyebab kurangnya minat

Berdasarkan Berita Acara Evaluasi Dokumen Penawaran dan Kualifikasi, yang menghasilkan Calon Pemenang dan berdasarkan Dokumen Penawaran dan Kualifikasi Jasa Konsultansi maka calon

Setelah diadakan evaluasi terhadap dokumen kualifikasi yang Saudara ajukan pada pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Renovasi Dan Perluasan Gedung Kantor

Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan

Penelitian Tindakan Kelas termasuk penelitian kualitatif meskipun datanya yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif, dimana uraiannya bersifat deskriptif dalam bentuk kata –

Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Laju Reaksi Untuk Melatihkan Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas XI SMAN 1 Gondang Tulungagung.. Power

Zainoel Abidin dalam penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) Tahun Anggaran 2015 dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai unit pelayanan