• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU KONSUMEN RESTORAN ETNIS: PENGARUH EMPAT KELOMPOK ATRIBUT TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN POST DINING BEHAVIORAL INTENTIONS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU KONSUMEN RESTORAN ETNIS: PENGARUH EMPAT KELOMPOK ATRIBUT TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN POST DINING BEHAVIORAL INTENTIONS"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU KONSUMEN RESTORAN ETNIS: PENGARUH EMPAT

KELOMPOK ATRIBUT TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DAN

POST DINING BEHAVIORAL INTENTIONS

Fitria Apriliani (apriliani.f@gmail.com) dan Karto Adiwijaya (karto.adiwijaya@gmail.com) Program Studi S1 Reguler, Departemen Manajemen,

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Abstrak :

Skripsi ini membahas tentang atribut-atribut yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan serta post dining behavioral intentions pelanggan restoran etnis Sunda di wilayah Jakarta, serta melihat apakah kepuasan pelanggan juga berpengaruh terhadap post dining behavioral intentions pelanggan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menyarankan untuk manajemen restoran etnis Sunda yang ada di wilayah Jakarta, apabila mereka ingin meningkatkan kepuasan pelanggan dan juga post dining behavioral intentions pelanggan, maka atribut terkait masakan dan atmosfer perlu ditingkatkan (food related attributes dan atmospheric related attributes). Dalam penelitian ini juga membuktikan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh terhadap post dining behavioral intentions pelanggan.

Kata kunci:

Kepuasan pelanggan, behavioral intentions, food related attributes, service related attributes, atmospheric related attributes, other factors.

Abstract :

The focus of this study is to examine about the attributes that influencing customer satisfactions and post dining behavioral intentions of Sundanesse ethnic restaurants customers in Jakarta, also to find the relationship between customer satisfaction towards post dining behavioral intention. This research is quantitative descriptive interpretive. The researcher suggests that if Sundanesse ethnic restaurants wants to increasing customers satisfaction and customers post dining behavioral intention, they have to increasing those attributes related to food anf atmospheric. This study also find that customer satisfaction influencing post dining behavioral intention of customers.

Key words:

Customer satisfaction, behavioral intentions, food related attributes, service related attributes, atmospheric related attributes, other factors.

(2)

1. Latar Belakang

Makan di restoran, baik di restoran sederhana hingga restoran mewah kini bukan hanya sekedar menjadi cara untuk memenuhi kebutuhan pangan. Namun kini, makan di restoran telah mengalami pergeseran nilai menjadi sebuah kebiasaan atau gaya hidup masyarakat Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh Catherine Eddy (2009), Direktur Eksekutif dan Periset Konsumen The Nielsen Company, bahwa negara-negara di Asia termasuk Indonesia menjadikan makan di luar salah satu cara untuk bersosialisasi. Hal ini dibuktikan pula oleh survei yang menunjukkan bahwa sebanyak 44% dari orang Indonesia suka makan di luar atau di restoran (Nielsen Company, 2009). Kegiatan bersosialisasi atau berkumpul ini mayoritas dilakukan bersama keluarga, kerabat, dan pasangan (Nielsen Company, 2009).

Kedua hal tersebut di atas menjadi dasar atas peningkatan konsumsi terhadap produk jasa restoran. Meningkatnya konsumsi akan jasa restoran pun sejalan dengan perkembangan industri restoran seperti, meningkatnya kontribusi restoran terhadap PDB yang mencapai 54% dari tahun 2008 hingga 2012 (Badan Pusat Statistik, 2013) dan meningkatnya jumlah restoran di kota-kota besar di Indonesia. Jakarta menjadi kota dengan jumlah restoran terbanyak di Indonesia dengan total mencapai 1.359 usaha, dengan komposisi restoran khas Indonesia sebanyak 55,16%, restoran Amerika/Eropa sebanyak 24,42%, restoran Cina sebanyak 7,65%, restoran Jepang sebanyak 7,25% dan sisanya adalah restoran bertema lainnya (Badan Pusat Statistik, 2010). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa komposisi jumlah restoran khas Indonesia masih lebih banyak dibandingkan dengan tema lain. Namun dengan adanya efek globalisasi yang mempermudah penetrasi masuknya budaya lain di Indonesia dan juga multikulturalisme yang ada di Indonesia khususnya di Jakarta, membuat banyaknya restoran dengan beraneka tema berkembang disini. Misalnya restoran bertema Jepang dan Korea yang saat ini mudah ditemui di Jakarta. Restoran khas Indonesia pun harus bersaing dengan restoran-restoran bertema etnis lainnya tersebut.

Pebisnis restoran kini tidak dapat lagi hanya mengandalkan rasa (taste) ataupun harga (price) karena konsumen saat ini juga lebih mengedepankan pengalaman bersantap yang sangat baik secara keseluruhan, dinilai dari berbagai aspeknya (Jang dan Liu, 2009). Agar sebuah restoran dapat bertahan dan berkembang secara positif di tengah persaingan yang ketat di dalam industri restoran, restoran tersebut harus memiliki strategi yang membuat konsumen merasa puas ketika berkunjung dan melakukan pembelian di restoran tersebut (kepuasan pelanggan) dan memiliki niat untuk memilih dan berkunjung kembali ke

(3)

restoran tersebut (post-dining behavioral intentions). Kepuasan pelanggan dan post-dining behavioral intentions merupakan dua hal penting yang harus diciptakan sebuah usaha, karena pelanggan yang puas akan barang/jasa suatu perusahaan, akan menghasilkan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan, termasuk loyalitas pelanggan dan profit yang terus-menerus (Homburg et al., 2006).

Oleh karena itu dengan berlandaskan pada fenomena yang ada, dan mengacu pada penelitian sebelumnya mengenai atribut-atribut yang memengaruhi kepuasan pelanggan dan post-dining behavioral intentions pelanggan, penelitian ini mereplikasi jurnal yang

berjudul “Perceptions of Chinese restaurants in the U.S: What affects customer satisfaction and behavioral intentions?”, yang dibuat oleh Yinghua Liu, SooCheong (Shawn) Jang, diterbitkan oleh International Journal of Hospitality Management 28 (2009) 338-348, untuk membahas mengenai pengaruh food-related attributes, service-related attributes, atmospheric-service-related attributes dan other attributes terhadap kepuasan pelanggan dan juga behavioral intentions pelanggan, serta menganalisis lebih lanjut apakah kepuasan pelanggan berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention dengan mereplikasi dari jurnal yang berjudul “The influence of the quality of the physical environment, food and service on restaurant image, customer perceived value, customer satisfaction, and behavioral intentions” yang dibuat oleh Kisang Ryu, Hye-Rin Lee, Woon Gon Kim, yang diterbitkan oleh International Journal of Contemporary Hospitality Management Vol.24 No. 2, 2012 pp 200-223.

Untuk lebih mengerucutkan objek penelitian mengenai restoran etnis yang dimaksud yakni khas Indonesia, peneliti memilih untuk meneliti mengenai restoran bertema etnis Sunda. Etnis Sunda merupakan etnis yang menempati posisi kedua terbanyak di Jakarta setelah etnis Jawa. Penduduk etnis Sunda yang tinggal di Jakarta menurut data BPS (2010) adalah sebanyak 35,7 juta jiwa. Restoran khas Indonesia yang bertema etnis Sunda pun banyak berdiri dan kian berkembang. Di Jakarta, perkembangan restoran Sunda dapat dilihat dari menjamurnya restoran-restoran Sunda baru, dan juga restoran Sunda yang membuka cabang.

2. Tinjauan Teoritis

Masakan merupakan salah satu ciri yang dapat membedakan budaya dari satu etnis dengan etnis lainnya. Keunikan dari masakan suatu etnis, dan perbedaan ciri khas masakan suatu etnis dengan etnis lainnya, dapat memunculkan kekhasan (authenticity) dari suatu budaya, yang dapat membedakan dengan masakan lokal dimanapun masakan

(4)

tersebut berada (Chandon et al., 2000; Peabody,1985; Leclerc et al., 1994). Biasanya, pelanggan memiliki tujuan ketika mengunjungi restoran dengan tema yang spesifik. Antara lain karena menginginkan keeksotikan, keunikan masakan, dan juga pengalaman budaya yang berbeda ketika makan di restoran (Jang, Ha, dan Park, 2011).

2.1Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan merupakan hasil perbandingan antara ekspektasi pelanggan dengan performa yang diterima (Yinghua and Jang, 2009). Kepuasan pelanggan merupakan suatu hal yang penting di dalam dunia marketing, karena pelanggan yang puas akan mendorong loyalitas pelanggan, dan berdampak pada profitabilitas perusahaan yang berkelanjutan (Homburg et al., 2006). Sependapat dengan pernyataan tersebut, Kotler (2003) juga menyatakan bahwa kepuasan pelanggan menjadi syarat terwujudnya loyalitas pelanggan. Meningkatkan kepuasan pelanggan telah dibuktikan dapat menuju pada profitabilitas masa depan yang lebih tinggi (Anderson et al., 1994) meningkatkan keinginan pembeli untuk membayar harga premium dan memberikan referensi (Reichheld, 1996; Anderson and Mittal, 2000) serta menghasilkan retensi dan loyalitas pelanggan yang lebih tinggi (Bolton, 1998). Gibson (2005) juga menyatakan bahwa konsumen yang mencapai kepuasan tertentu akan cenderung menjadi repeat purchaser dari sebuah produk dan akan memberikan rekomendasi yang positif kepada keluarga dan teman-temannya mengenai pengalamannya tersebut.

Berbagai penelitian mengenai kepuasan pelanggan telah banyak dilakukan oleh peneliti dan telah menghasilkan berbagai teori mengenai kepuasan pelanggan. Para pengusaha restoran dapat mengkaji atribut-atribut yang mereka berikan kepada pelanggan apakah atribut-atribut tersebut sudah mampu mendorong kepuasan pelanggan atau sebaliknya, dengan teori-teori antara lain teori expectancy-disconfirmation (Oliver, 1981), teori equity (Anderson, 1973), dan three-factors theory (Kano, 1984; Matzler dan Sauerwein, 2002).

Kepuasan pelanggan menjadi salah satu syarat terwujudnya loyalitas pelanggan, namun hal ini tidak selalu terjadi karena berbagai faktor. Pertama, kunjungan yang tidak rutin. Kedua, konsumen merupakan individu yang senang mencari pengalaman baru. Ketiga, sensitifitas terhadap harga. Dan keempat, karena perbedaan sejumlah merek yang tersedia tidak terlalu jauh sehingga tidak ada resiko bagi konsumen untuk berpindah merek ( Maulana, 2005 dalam Zena, 2012).

(5)

2.2Post Dining Behavioral Intention

Behavioral Intention bisa didefinisikan sebagai tingkatan seseorang memformulasikan rencana yang disengaja untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu di masa mendatang (Ajzen and Fishbein, 1980 dalam Liu dan Jang, 2009). Niat perilaku juga dapat didefinisikan sebagai suatu rencana atau keputusan untuk menjalankan satu atau sejumlah perilaku dimasa mendatang. Niat perilaku bermacam-macam dalam hal kekuatan yang dapat diukur dengan meminta konsumen menilai kemungkinan mereka akan melaksanakan perilaku yang bersangkutan berdasarkan minatnya (Peter dan Olson, 2005)

Berdasarkan teori reasoned action (Ajzen and Fishbein, 1975 dalam Liu dan Jang, 2009), behavioral intention adalah komponen motivasional dari kehendak untuk berperilaku dan sangat berkorelasi antara behavioral intention dan actual action, umumnya disepakati bahwa behavioral intention merupakan variabel yang dapat memprediksi perilaku di masa mendatang (Quelette and Wood, 1998 dalam Liu dan Jang, 2009). Serupa dengan pendapat tersebut, Assael (1984) mendefinisikan niat perilaku dengan menggambarkan bahwa ketika seseorang telah loyal terhadap suatu brand tertentu, maka mereka akan melakukan pembelian secara berulang-ulang.

Theory of planned behavior kemudian dicetuskan sebagai pengembangan dari teori reasoned action. Theory of planned behavior merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk memprediksi niat dan perilaku dalam perilaku konsumen (Ajzen, 1991 dalam Canniere, Pelsmacker, dan Geuns, 2009). Niat atau intentions dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor motivasi yang dapat mempengaruhi perilaku seorang individu. Faktor motivasi tersebut dapat diindikasi dengan berbagai hal seperti misalnya tingkat keinginan seseorang untuk mencoba sesuatu dan besarnya upaya yang akan dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Semakin tinggi niat seseorang untuk menampilkan suatu perilaku, maka akan semakin tinggi kemungkinan niat tersebut ditampilkan sebagai suatu perilaku (Ajzen, 1991 dalam Imana, 2010).

Dalam penelitian ini, konsep behavioral intention disesuaikan dengan nama post-dining behavioral intentions dikarenakan penelitian ini menggunakan restoran sebagai objek penelitiannya. Sehingga behavioral intentions pelanggan di dalam penelitian ini dibatasi untuk pelanggan yang pernah berkunjung ke restoran Sunda, sehingga intentions yang terjadi merupakan niat setelah pelanggan mengevaluasi atribut setelah pembelian. Untuk industri restoran, Han (2007) serta Han et al. (2009) ada

(6)

kemungkinan seorang pelanggan berkunjung kembali ke suatu restoran dengan atau tanpa adanya sikap positif pelanggan terhadap suatu pihak penyedia jasa.

2.3Food Related Attributes

Restoran merupakan salah satu industri di bidang produk jasa, yang mana sifatnya tidak sepenuhnya intangible. Hal yang paling terlihat dari komposisi sifat tangible di dalam usaha restoran ini adalah masakannya. Foods atau masakan merupakan produk inti dari restoran dan memiliki peran penting dalam pengalaman makan seorang pelanggan (Liu dan Jang, 2009). Hal ini juga disampaikan oleh Sulek dan Hensley (2004) dimana kualitas masakan merupakan salah satu yang paling penting. Dalam penelitiannya, Dube et al. (1994) juga menyatakan bahwa kualitas masakan merupakan hal yang lebih penting dibandingkan atribut lainnya dalam memprediksi repeat-purchase intention pelanggan dalam sebuah industri restoran.

Dalam Sulek dan Hensley (2004), dinyatakan bahwa pelanggan biasanya mengevaluasi keseluruhan atribut kualitas masakan yang dapat dikelompokan menjadi 3 kelompok besar yaitu keamanan (safety), penampilan (appeal) dan dietary acceptibility atau masakan tersebut sehat untuk dikonsumsi tubuh. Lebih detail lagi dibahas dalam penelitian selanjutnya, pelanggan membentuk persepsinya mengenai kualitas masakan berdasarkan rasa, variasi menu, presentasi masakan, ukuran penyajian, keamanan, kesegaran, temperatur dan kebersihan masakan (Kim, Ng, dan Kim, 2009; Kivela, Inbakaran dan Reece, 2000; Liu dan Jang, 2009; Namkung dan Jang, 2007; Qin dan Prybutok, 2008; Sulek dan Hensley, 2004). Kualitas masakan merupakan penentu yang signifikan dalam penilaian konsumen terhadap restoran (Susskind dan Chan, 2000 dalam Wang dan Chen, 2012), dan sangat penting untuk memenuhi pemuasan kebutuhan pelanggan dan ekspektasinya (Peri, 2006 dalam Wang dan Chen, 2012).

Food quality menjadi peran yang paling utama dalam pengalaman makan di restoran, sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulek dan Hesnley (2004) yang mendapatkan bahwa food quality merupakan faktor paling penting dalam memengaruhi kepuasan pelanggan, dan menjadi satu-satunya faktor yang memprediksi behavioral intention.

• H1 : Food-related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

(7)

• H5 : Food-related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

2.4Service Related Attributes

Walaupun kualitas masakan merupakan inti utama produk jasa yang bersifat tangible atau tampak, kualitas jasa juga merupakan inti utama dari produk jasa yang sifatnya intangible. Kualitas jasa adalah penilaian konsumen terhadap keunggulan dari jasa yang diberikan sebuah perusahaan secara umum (Bitner, 1990). Kualitas jasa telah banyak dibahas dalam penelitian antara lain Gronroos (1984); Lewis dan Booms (1983); Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1985); Parasuraman, Zeithmal, dan Berry (1990) dan mendefinisikan kualitas jasa sebagai penilaian atau persepsi pelanggan dibandingkan dengan kinerja yang pelanggan rasakan terhadap pelayanan produk jasa tersebut.

Dalam industri restoran, konsumen tidak hanya mengevaluasi kualitas dari masakan, namun juga kualitas dari pelayanan yang diberikan. Kivela et. al. (1999,2000) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan inti yang lainnya yang dapat mempengaruhi customer satisfaction dan juga behavioral intention. Dalam penelitian lainnya, Andaleeb dan Conway (2006) meneliti faktor yang dapat menjelaskan kepuasan pelanggan, hasilnya selain kualitas dan realibilitas masakan, service responsiveness juga merupakan hal yang terpenting. Perceived service quality dilihat sebagai penentu utama lainnya dalam menentukan kepuasan pelanggan dan juga behavioral intention pelanggan. Dibuktikan oleh Ladhari et al. (2008) dalam penelitiannya yang ingin mencari faktor apa yang dapat memengaruhi kepuasan pelanggan dan post-dining behavioral intentions.

• H2 : Service-related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

pelanggan (customer satisfaction).

• H6 : Service-related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

2.5Atmospheric Related Attributes

Elemen lingkungan atau environmental element adalah interaksi pelanggan dengan elemen intangible dan tangible dalam suatu lingkungan jasa (contohnya tata cahaya, musik, desain intetnal dan eksternal lingkungan jasa) atau periode waktu saat pelanggan berinteraksi dengan fasilitas fisik maupun dengan fasilitas non fisik di

(8)

dalam lingkungan jasa (Bitner, 1990). Efek dari elemen lingkungan seperti desain fisik dan dekorasi menciptakan atmosfer yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dan dapat menciptakan image untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti hotel, bank toko retail, dan restoran (Booms dan Bitner, 1982).

Dalam industri restoran, atmosfer menurut Sulek dan Hensley (2004) dapat berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan dan juga repeat-patronage intentions atau niat pelanggan untuk kembali mengunjungi restoran tersebut. Faktor-faktor yang berkontribusi dalam menciptakan atmosfer restoran antara lain dekorasi, kebisingan, temperatur, kebersihan, aroma ruangan, pencahayaan, warna dan musik. Cara restoran mengekspresikan karakteristiknya membantu meningkatkan ekspektasi pelanggan sebelum pelanggan tersebut dilayani. Atmosfer sebagai penggambaran lingkungan fisik restoran mempengaruhi pelanggan dalam mengevaluasi kualitas jasa dan respon perilaku pelanggan (Jang dan Namkung, 2009; Kim dan Moon, 2009 dalam Wang dan Chen, 2012). Pelanggan dengan pengalaman yang positif terhadap restoran biasanya akan mengevaluasi keseluruhan kualitas jasa restoran secara positif.

• H3 : Atmospheric-related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan

pelanggan (customer satisfaction).

• H7 : Atmospheric-related attributes berpengaruh signifikan terhadap

post-dining behavioral intention. 2.6Others Attributes

Disamping masakan, pelayanan dan atmosfer, Jang dan Liu (2009) mengidentifikasi faktor lain yang mungkin berkaitan dengan kepuasan pelanggan dan

behavioral intentions pelanggan. Faktor harga, dan keaslian (authenticity) kemudian diusulkan untuk menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, dan

behavioral intention pelanggan restoran etnis.

Faktor harga, merupakan faktor yang didefinisikan apakah harga dilihat konsumen cukup masuk akal, dapat diterima (Bolton et al., 2003 dalam Liu dan Jang, 2009). Kewajaran harga ditetapkan berdasarkan referensi internal pelanggan yang dapat diperoleh dari harga yang terakhir pelanggan bayarkan, harga yang biasanya konsumen bayarkan, atau harga pasar untuk jenis transaksi serupa (Kahneman et al., 1986a,b dalam Liu dan Jang, 2009). Perceived fairness of price telah banyak dikaji oleh peneliti sebelumnya (Bei dan Chiao, 2001; Xia et al., 2004; dan Andaleeb dan Conway, 2006) dan ditemukan, keadilan harga berpengaruh positif terhadap kepuasan

(9)

pelanggan dan loyalitas (Bei dan Chiao, 2001 dalam Liu dan Jang, 2009), sementara itu ketidak adilan harga dapat berpengaruh pada sikap dan respon perilaku seperti ketidakpuasan, komplain serta perpindahan ke provider lain (Xia et al., 2004 dalam Liu dan Jang, 2009).

Faktor authenticity atau keaslian juga merupakan faktor yang dianggap mampu menggambarkan penelitian mengenai restoran etnis ini. Authenticity maksudnya adalah apakah masakan dan lingkungan merefleksikan rasa dan budaya yang sesungguhnya dari etnis asalnya. Dengan kata lain, rasa dan lingkungan yang ditampilkan tidak disesuaikan untuk memenuhi rasa lokal daerah setempat dan pelanggan yang familiar dengan budaya etnis tersebut dapat mengetahui keasliannya (Ebster dan Guist, 2004 dalam Liu dan Jang, 2009).

• H4 : Other attributes (authenticity)-related attributes berpengaruh signifikan

terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction).

• H8 : Other attributes (authenticity)-related attributes berpengaruh signifikan

terhadap post-dining behavioral intention.

2.7Kepuasan Pelanggan terhadap Post Dining Behavioral Intention

Beberapa penelitian telah memastikan ada hubungan yang positif antara kepuasan pelanggan dengan post-dining behavioral intention. seperti pembelian kembali, word-of-mouth, dan komunikasi (Han dan Ryu, 2009; Kim et al., 2009). Kivela et al (1999) juga melakukan penelitian dan membuktikan bahwa kepuasan makan (dining satisfaction) secara signifikan mempengaruhi post-dining behavioral intentions. Dalam penelitian sebelumnya (Ryu, Lee, dan Kim, 2011) kepuasan merupakan hal yang dapat membangun sisi afektif dari pelanggan berdasarkan asosiasinnya dengan emosi (Oliver, 1997 dalam Ryu, Lee, dan Kim, 2011). Ryu, Lee dan Kim (2011) juga menyarankan restoran untuk berkemauan meningkatkan kepuasan pelanggan, guna meningkatkan loyalitas pelanggan yang pada akhirnya berujung pada keinginan pelanggan untuk kembali lagi ke restoran tersebut.

• H9 : Kepuasan pelanggan berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

Berikut ini adalah gambar model penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini:

(10)

3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian konlusif-deskriptif, dengan memformulasikan hipotesis-hipotesis yang spesifik di dalam penelitian yang disusun kemudian mengumpulkan data dari sumber yang sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dengan menggunakan kuesioner yang dilakukan satu kali selama satu periode (single cross-sectional design), dan dianalisis secara kuantitatif.

Setelah kuesioner selesai dibangun, peneliti melakukan pre-test dengan menyebarkan kuesioner kepada responden pada minggu ke empat bulan Mei dan dari hasil penyebaran ini didapatkan 32 orang responden yang datanya dapat digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian. Tingkat reliabilitas diukur melalui besaran koefisien

Cronbach’s Alpha, apabila nilaiyang dihasilkan berada diatas 0,6 dapat dikatakan pernyataan di dalam kuesioner adalah reliable (Malhotra, 2010). Validitas diukur melalui hasil dari tabel

Component Matrix atau factor loading yang mana sebuah variabel dikatakan valid apabila nilainya lebih besar dari 0,5. Berikut adalah hasilnya:

H1 H5 H2 H6 H9 H7 H4 H8 H3 Food  Related   Attributes Others Attributes Atmospheric Related   Attributes Service   Related   Attributes Customer Satisfaction Post  dining   behavioral intention

Gambar 3.1 Model Penelitian

)

(11)

Tabel 1 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas  

Variabel Indikator Cronbach

Alpha

Kesimpulan KMO Factor

Loading Bartlett's Test Kesimpulan Food Related Atributes

FRA1 0,849 Reliable 0,755 0,845 0,000 Valid

FRA2 0,767 Valid FRA3 0,720 Valid FRA4 0,653 Valid FRA5 0,691 Valid FRA6 0,742 Valid FRA7 0,681 Valid Service Related Atributes

SRA1 0,905 Reliable 0,840 0,829 0,000 Valid

SRA2 0,862 Valid SRA3 0,818 Valid SRA4 0,728 Valid SRA5 0,621 Valid SRA6 0,862 Valid SRA7 0,871 Valid Atmosph-eric Related Atributes

AR1 0,897 Reliable 0,838 0,840 0,000 Valid

AR2 0,854 Valid AR3 0,722 Valid AR4 0,918 Valid AR5 0,651 Valid AR6 0,761 Valid AR7 0,848 Valid Other Atributes

OF1 0,390 Unreliable 0,511 -0,326 0,000 Tidak Valid

OF2 0,922 Valid OF3 0,907 Valid Customer Satisfacti-on CS1 0,866 Reliable 0,500 0,940 0,000 Valid CS2 0,940 Valid Behavioral Intention

BI1 0,909 Reliable 0,757 0,924 0,000 Valid

BI2 0,914 Valid

BI3 0,929 Valid

Sumber: Output SPSS 20, Hasil Olahan Peneliti

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa lima dari enam variabel dinyatakan reliable karena menunjukkan nilai Cronbach Alpha ≥ 0,6 yaitu food related attributes, service related attributes, atmospheric related attributes, customer satisfaction, dan post dining behavioral intention, dan satu variabel dinyatakan tidak reliable karena nilainya kurang dari 0,6 yaitu other attributes.

(12)

Validitas juga dilihat melalui nilai factor loading diatas 0,5. Apabila dilihat per indikator dengan berdasarkan pada nilai factor loading lebih dari 0,5, pada variabel yang tidak reliable tersebut salah satu indikatornya bernilai dibawah 0,5 dalam factor

loading-nya yaitu negatif 0,326, sehingga indikator tersebut dapat diloading-nyatakan tidak valid.

Selanjutnya, variabel yang tidak reliable ini dilihat cronbach’s alpha if item deleted -nya, dan diketahui apabila indikator OF1 dihapus, maka cronbach alpha variabel ini akan naik menjadi 0,841 dan variabel ini dapat dinyatakan reliable. Indikator OF1 tersebut juga tidak valid yang dinyatakan dalam factor loading kurang dari 0,5. Oleh karena itu, dalam main test indikator OF1 dihapuskan.

Setelah dilakukan pre-test terhadap data, peneliti menyebarkan kuesioner untuk mengambil data main test dengan beberapa cara. Cara pertama peneliti mengunjungi langsung beberapa restoran Sunda yang ada di Jakarta, lalu menyebarkan kuesioner dalam bentuk fisik kepada para pengunjung restoran Sunda tersebut. Cara kedua, untuk memudahkan peneliti mencari responden yang berada di luar jangkauan peneliti, kuesioner disebar dengan cara online melalui berbagai media sosial seperti blackberry messenger, twitter, dan facebook. Penyebaran kuesioner ini dilakukan oleh peneliti selama satu minggu, sejak tanggal 27 Mei hingga 2 Juni 2013. Dari seluruh kuesioner yang disebar peneliti, sebanyak 126 kuesioner yang dapat digunakan untuk dilanjutkan dalam pengolahan data.

4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

Setelah melakukan pengujian reliabilitas dan validitas, kemudian peneliti melakukan uji regresi terhadap model. Namun sebelum dilakukan uji regresi, peneliti melakukan uji asumsi klasik sesuai dengan syarat untuk dilakukan uji regresi. Hasilnya adalah data penelitian tidak bersifat multikolinearitas, data homokedastisitas, dan juga normal. Selanjutnya, dua analisis regresi berganda untuk mengukur variabel-variabel food related attributes, service related attributes, atmospheric related attributes, dan others attributes terhadap variabel customer satisfaction dan post dining behavioral intentions. Satu analisis regresi tunggal juga dilakukan untuk mengukur variable customer satisfaction terhadap variable post dining behavioral intentions. Dari hasil analisis regresi berganda ditemukan dua variabel yang sama secara signifikan dapat mempengaruhi customer satisfaction dan juga post dining behavioral intention. Dua variabel tersebut adalah food related attributes dan atmospheric related attributes, karena dua variabel tersebut memiliki signifikansi di bawah 0,05. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2. Coefficients (Multiple Regression) berikut ini:

(13)

Tabel 2 Hasil Uji Regresi Berganda Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Customer Satisfaction

Sumber: Output SPSS hasil olahan peneliti

Tabel 3 Hasil Uji Regresi Berganda Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Customer Satisfaction

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 3,129E-16 ,066 ,000 1,000 FRA ,323 ,090 ,323 3,578 ,000 SRA ,121 ,092 ,121 1,313 ,192 AR ,238 ,096 ,238 2,468 ,015 OF ,143 ,082 ,143 1,740 ,084

Sumber: Output SPSS hasil olahan peneliti

Selanjutnya, analisis regresi tunggal dilakukan untuk melihat pengaruh dari variabel

customer satisfaction terhadap Post Dining Behavioral Intention. Dari hasil analisis regresi tunggal tersebut bahwa customer satisfaction secara signifikan dapat mempengaruhi Post Dining Behavioral Intention karena nilai signifikansi adalah 0,000 dimana nilai tersebut

berada di bawah 0,05 sehingga dianggap signifikan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4. berikut ini: Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 5,928E-16 ,063 ,000 1,000 FRA ,389 ,086 ,389 4,506 ,000 SRA ,077 ,088 ,077 ,873 ,384 AR ,238 ,092 ,238 2,586 ,011 OF ,152 ,079 ,152 1,926 ,056

(14)

Tabel 4 Hasil Uji Regresi Berganda Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen Customer Satisfaction

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) - 1,698E-16 ,058 ,000 1,000 CS ,761 ,058 ,761 13,048 ,000

Sumber: Output SPSS hasil olahan peneliti

Berdasarkan tabel di atas yang menunjukkan hasil regresi model penelitian, didapatkan hasil hipotesis H1, H3, H5, H7, H9 diterima karena memiliki nilai signifikansi < 0,05, sedangkan hipotesis H2, H4, H6, H8 ditolak karena memiliki nilai signifikansi > 0,05. Dengan ini dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut:

a. Food related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

• Atribut terkait masakan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

Masakan merupakan core utama sebuah usaha jasa di bidang restoran yang memiliki peran penting dalam pengalaman makan seorang pelanggan (Liu dan Jang, 2009). Kualitas masakan juga merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi pemuasan kebutuhan pelanggan dan ekspektasinya (Peri, 2006 dalam Wang dan Chen, 2012), sehingga dapat dikatakan pengalaman makan yang baik atau buruk di sebuah restoran, berkesinambungan dengan kepuasan pelanggan terhadap restoran tersebut.

• Untuk penelitian ini, food related attributes berpengaruh signifikan terhadap

kepuasan pelanggan, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang juga menyatakan bahwa food related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini dapat disebabkan karena masakan merupakan inti utama dari sebuah restoran, masakan menjadi sebuah antecedent dalam penentu kepuasan pelanggan terhadap restoran tersebut.

• Bukti pendukung bahwa atribut terkait masakan merupakan hal yang penting untuk membangun kepuasan pelanggan juga dapat dilihat dari salah satu

(15)

pertanyaan di dalam profil responden yang menganggap rasa masakan merupakan hal terpenting menurut mereka ketika mereka ingin makan di restoran etnis Sunda.

b. Service related attributes berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

• Pelayanan juga merupakan hal yang utama dari produk jasa yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (Kivela et. Al., 2000). Namun dalam penelitian ini, hasilnya berbeda dengan penelitian Liu dan Jang (2009) sebelumnya, dimana pada penelitian ini menyatakan bahwa service related attributes tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

• Dalam industri jasa sendiri, atribut terkait pelayanan merupakan atribut dasar

industri jasa. Sehingga dalam studi kasus ini, konsumen menganggap atribut-atribut terkait jasa menjadi basic factor yang walaupun terpenuhi namun belum mampu menjadi predictor kepuasan pelanggan.

• Kualitas jasa (service quality) merupakan suatu bentuk dari sikap yang berkaitan dengan kepuasan namun tidak setara dengan jasa (Imana, 2011). Untuk itu dalam penelitian ini atribut terkait jasa tidak menjadi penentu dalam mendorong kepuasan pelanggan.

c. Atmospheric related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

• Dalam industri restoran, atmosfer berpengaruh terhadap perilaku konsumen

(Booms dan Bitner, 1982) dan kepuasan pelanggan (Sulek dan Hensley, 2004). Dalam penelitian ini, sama dengan penelitian sebelumnya, menyatakan bahwa

atmospheric related attribute berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

• Hal ini mungkin disebabkan oleh karakteristik konsumen yang mana mereka lebih

mengingat sesuatu yang tangible misal dekorasi, suasana restoran, yang membuat mereka merasa nyaman berada di restoran tersebut dan menimbulkan kepuasan.

• Dalam penelitian ini menggunakan objek restoran bertema (theme restaurant)

yang mana lingkungan atau atmosfer restoran tersebut memiliki desain dan dekorasi yang khas. Sehingga pelanggan lebih aware terhadap suasana atau atmosfer restoran tersebut dan dapat mendorong kepuasan mereka terhadap restoran.

(16)

• Atmosfer dianggap mempengaruhi evaluasi dan penilaian pelanggan terhadap

kualitas jasa (Kim dan Moon, 2009). Sehingga atmosfer dapat merepresentasikan kepuasan konsumen terhadap restoran tersebut.

d. Other factors (authenticity)-related attributes berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan pelanggan (customer satisfaction)

Other factors yang dalam hal ini merupakan keaslian/kekhasan dari cita rasa dan

lingkungan restoran, berpengaruh tidak signifikan terhadap kepuasan pelanggan.

• Namun sama seperti atribut terkait jasa, mungkin konsumen restoran etnis Sunda

lebih mementingkan atribut lain untuk yang dapat memenuhi kepuasan mereka, sementara atribut lain-lain ini belum cukup untuk menjadi penentu kepuasan mereka. Hal ini mungkin disebabkan oleh pengaruh atribut lain yang mempengaruhi kepuasan pelanggan lebih besar contohnya atribut terkait masakan. e. Food related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral

intention

• Dalam penelitian ini, food related attributes terbukti berpengaruh signifikan

terhadap post-dining behavioral intentions pelanggan, hal ini sama dengan penelitian sebelumnya dimana food related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

• Seperti penjelasan sebelumnya mengenai kepuasan pelanggan, food related attributes merupakan core produk dari jasa restoran, sehingga dapat dipastikan

food related attributes menjadi predictor dalam post-dining behavioral intention

pelanggan.

f. Service related attributes berpengaruh tidak signifikan terhadap post-dining behavioral intention

• Dalam penelitian ini, service related attributes terbukti tidak berpengaruh

signifikan terhadap post-dining behavioral intentions pelanggan, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana service related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

• Namun hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Moon (2009) dimana mereka juga melakukan penelitian terhadap restoran bertema yang menghasilkan perceived service quality tidak memberi dampak pada revisit intention. Um, Chon, dan Ro (2006) juga membuktikan bahwa service quality

(17)

g. Atmospheric related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention

• Dalam penelitian ini, atmospheric related attributes terbukti berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intentions pelanggan, hal ini sama dengan penelitian sebelumnya dimana atmospheric related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

• Serupa dengan pendapat Kotler (1973), atmosfer merupakan suatu hal yang

didesain untuk mendorong suatu lingkungan agar dapat menghasilkan efek berupa emosi yang dapat mendorong konsumen melakukan pembelian. Hal ini pun mendukung penelitian ini dimana atmosfer dapat mendorong konsumen untuk memiliki niat melakukan pembelian di kemudian hari.

h. Other factors (authenticity) related attributes berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention

• Dalam penelitian ini, other factors terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap

post-dining behavioral intentions pelanggan, hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana other factors berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention.

• Sama seperti penjelasan sebelumnya mengenai kepuasan pelanggan, other factors

walaupun telah baik di persepsi konsumen, namun belum mampu mendorong

post-dining behavioral intention pelanggan yang mungkin efeknya disebabkan oleh pengaruh atribut lain contohnya atribut terkait masakan.

i. Kepuasan pelanggan berpengaruh signifikan terhadap post-dining behavioral intention • Kepuasan pelanggan diprediksi merupakan salah satu antecedent dalam

menentukan post dining behavioral intention pelanggan. Hal ini diindikasikan dengan kesamaan variabel yang mempengaruhi maupun tidak mempengaruhi kepuasan pelanggan, juga mempengaruhi dan tidak mempengaruhi post dining behavioral intention pelanggan restoran etnis Sunda.

• Untuk uji regresi antara kepuasan pelanggan terhadap post dining behavioral intention ini hasilnya adalah kepuasan pelanggan berpengaruh secara signifikan terhadap post dining behavioral intention pelanggan. Hal ini sama dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang juga menemukan pengaruh signifikan antara variabel kepuasan pelanggan dengan post dining behavioral intention.

(18)

• Han, Back dan Barret (2009) juga membuktikan bahwa satisfaction dapat

memediasi revisit intention. Hal ini berarti ketika konsumen merasa puas akan sebuah produk, dalam hal ini produk jasa restoran, maka konsumen akan memiliki niat untuk kembali datang ke restoran tersebut di kemudian hari.

5 Kesimpulan, Implikasi Manajerial dan Saran

kesimpulan dari penelitian dengan studi kasus restoran etnis Sunda di wilayah Jakarta ini adalah sebagai berikut:

a. Food related attributes dan atmospheric related attributes berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan, sementara service related attributes dan

other attributes tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan. b. Food related attributes dan atmospheric related attributes berpengaruh secara

signifikan terhadap kepuasan pelanggan, sementara service related attributes dan

other attributes tidak berpengaruh secara signifikan terhadap post dining behavioral intentions.

c. Kepuasan pelanggan berpengaruh secara signifikan terhadap post dining behavioral intentions.

Implikasi manajerial yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

a. Food related attributes dan atmospheric related attributes berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan dan post dining behavioral intentions. Hal ini berarti, untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan post dining behavioral intentions, pihak manajerial restoran harus meningkatkan hal-hal yang terkait dengan kedua variabel tersebut. Dari indikator-indikator pembentuk kedua variabel tersebut, pihak manajerial dapat mengidentifikasi bagaimana persepsi atribut terkait masakan dan atmosfer terhadap restoran Sunda saat ini. Service related attributes dan other attributes tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pelanggan dan post dining behavioral intentions. Pelayanan merupakan kunci dalam sebuah industri jasa.

Ethnicity atau keaslian suatu produk atau jasa juga merupakan hal pembentuk ciri khas etnis itu sendiri. Untuk penelitian ini, atribut terkait jasa dan atribut lain tersebut tidak signifikan dalam menentukan kepuasan maupun behavioral intention pelanggan. Namun bukan berarti kedua variabel tersebut dapat diabaikan oleh pebisnis restoran Sunda. Karena kedua variabel tersebut bisa saja merupakan basic factors yang mana apabila tidak di lakukan akan mendorong ketidakpuasan pelanggan.

(19)

b. Dari penelitian ini juga dibuktikan hubungan antara kepuasan pelanggan dengan

behavioral intention pelanggan restoran Sunda di wilayah Jakarta ini. Karena di dalam penelitian ini variabel penentu kepuasan pelanggan sama dengan variabel penentu

behavioral intention pelanggan, maka ketika pebisnis restoran Sunda telah mampu memenuhi kepuasan pelanggan mereka, maka kemungkinan sebesar 70% pelanggan yang puas tersebut akan kembali lagi di kemudian hari.

Bagi penelitian yang ingin mengangkat tema ini untuk penelitian selanjutnya, saran yang dapat peneliti berikan antara lain:

a. Mengambil sampel langsung di restoran (mall intercept) agar responden masih mendapatkan penggambaran yang jelas mengenai persepsinya akan restoran sunda. b. Apabila menggunakan cara penyebaran kuesioner dengan online, sebaiknya dilakukan

uji beda atau uji ANOVA untuk melihat perbedaan hasil antara jawaban responden

offline dan jawaban responden online.

c. Untuk variabel independen other attributes, indikator di dalamnya memiliki ciri-ciri yang sama dengan variabel lain, seperti cita rasa khas dengan karakteristik atribut yang berkaitan dengan masakan, dan suasana lingkungan khas dengan karakteristik atribut yang berkaitan dengan atmosfir. Sehingga kedepannya, kedua indikator dalam

other attributes tersebut dapat dilakukan penelitian untuk memecah dan menggabungkan indikator tersebut ke variabel dengan karakteristik yang mirip tersebut.

Referensi

Andaleeb, S.S., & Conway, C. (2006). Customer satisfaction in the restaurant industry: an examination of the transaction-specific model. Journal of Services Marketing,

Vol.20 No1, pp. 3-11.

Bitner, M.J. (1990). Evaluating service encounters: the effects of physical surroundings and employee response. Journal of Marketing, Vol.54 No.2, pp.69-82.

Booms, B. & Bitner, M.J. (1982). Marketing Services by managing the environment. The Cornell Hotel & Restaurant Administration Quarterly, Vol.23 No.1, pp. 35-9. Bowen, D.E. & Schneider, B. (1988). Service Marketing and Management: Implications for

Organizational Behavior. In B. M. Staw & L. L. Cummings (Ed.) Research in Organizational Behavior (Vol.10). Greenwich, CT: JAI Press, Inc.

(20)

Cooper, D.R., & Schindler, P.S. (2006). Business Research Methods (9th ed.). New York: Mc Graw Hill.

Gibson, H. (2005). Towards an understanding of ‘why sport tourists do what they do’. Sport in Society Special Issue: Sport Tourism: Concepts and Theories, Vol. 8 No.2, pp. 198-217.

Gronroos, C. (1984). A Service Quality Model and Its Marketing Implications. European Journal of Marketing, Vol. 18 No.4, pp. 36-44.

Heskett, J.L. (1987, March-April). Lessons in Service Sector. Harvard Business Review, Vol. 87, pp.118-26.

Jensen, O., & Hansen, K.V. (2007). Consumer values among restaurant customers.

International Journal of Hospitality Management, Vol.26, pp. 603-622.

Kim, W. G., & Moon, Y. J. (2009). Customers’ cognitive, emotional, and actionable response to the servicescape:A test of the moderating effect of the restaurant type.

International Journal of Hospitality Management , 144-156.

Namkung, Y. & Jang, S.(2007), "Does food quality matter in restaurant? Its impact on customer satisfaction and behavioral intentions", Journal of Hospitality and Tourism Research, Vol. 31 No.3, pp.387-410

Namkung, Y. & Jang, S.(2008), " Are highly satisfied restaurant customers really different? A quality perception perspective", International Journal of Contemporary Hospitality Management, Vol.20 No.2, pp.142-155

Oliver, R.L.(1999), "Whence customer loyalty?" Journal of Marketing, Vol.63, pp 33-44 Ryu, K., Lee, H. R., & Kim, W. G. (2011). The influence of the quality of the physical

environment, food, and service on restaurant image, customer perceived value, customer satisfaction, and behavioral intentions. International Journal of Contemporary Hospitality Management , 200-223.

Voon, B. (2011). Service Environment of Restaurants:Findings from the youth customers.

Journal of ASIAN Behavioral Studies .

Gambar

Gambar 3.1 Model Penelitian
Tabel 1 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas	
  
Tabel 2 Hasil Uji Regresi Berganda Variabel Independen Terhadap  Variabel Dependen Customer Satisfaction
Tabel 4 Hasil Uji Regresi Berganda Variabel Independen Terhadap  Variabel Dependen Customer Satisfaction

Referensi

Dokumen terkait