• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indikator Kesetaraan Jender dalam al-qur an Oleh: Hasan Mansur Nasution. Kata kunci: indikator, kesetaraan jender, al-qur'an

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indikator Kesetaraan Jender dalam al-qur an Oleh: Hasan Mansur Nasution. Kata kunci: indikator, kesetaraan jender, al-qur'an"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: Hasan Mansur Nasution∗ Abstrak

Al-Qur'an sebagai teks adalah korpus terbuka yang dapat ditafsiri oleh siapapun. Latar belakng penafsir sangat mempengaruhi hasil tafsir yang dilahirkan. Apabila penafsirnya laki-laki, maka kecenderungan untuk mengutamakan laki-laki dibanding perempuan lebih kuat, begitu pula ketika penafsirnya perempuan. Karena dalam sejarah tafsir al-Qur'an mayoritas penafsirnya adalah laki-laki, maka secara tidak sadar muncul asumsi bahwa Qur'an tidak menganut kesetaraan jender, al-Qur'an menempatkan laki-laki superior dari perempuan. Padahal asumsi tersebut terbangun akibat salah satunya karena aspek penafsirnya.

Sebenarnya di dalam al-Qur'an banyak sekali fakta sejarah yang dapat menunjukkan bahwa al-Qur'an adalah teks yang tidak bias jender misalnya tentang kesamaan manusia (laki-laki dan perempuan) sebelum lahir yang sama-sama mengakui adanya Tuhan, saat kelahirannya keduanya dikeluarkan dari surga ke bumi, dan saat manusia mapan menjalani kehidupannya tidak ada yang membedakan antara keduanya.

Kata kunci: indikator, kesetaraan jender, al-Qur'an

A.Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah ada yang berjenis kelamin pria dan ada pula yang berjenis kelamin wanita. Keduanya sama-sama diberikan kesempatan untuk menjalani hidup di dunia ini baik sebentar maupun lama yang pada akhirnya sama-sama akan binasa saat terjadinya hari kiamat.

Saat menjalani kehidupan di dunia ini kedua jenis kelamin tersebut dapat memainkan perannya sesuai dengan kemampuan masing-masing dan secara umum mungkin dikatakan bahwa pria selalu lebih banyak perannya daripada wanita sehingga pria selalu berada pada posisi atas sedangkan wanita pada posisi bawah. Di sinilah dikatakan kesetaraan jender itu tidak teraplikasikan.

Kesetaraan jender atau kesetaraan peran yang dapat dilakukan pria dan wanita diharapkan tidak membedakan jenis kelamin kecuali menganggap bahwa jenis kelamin hanyalah sebagai ketentuan Allah yang tidak dapat dibantah yang sekaligus menunjukkan kekuasaan Allah dan keterbatasan kemampuan manusia. Karena itu, janganlah dipandang jenis

(2)

kelamin pria sebagai jenis kelamin terbaik, sedangkan jenis kelamin wanita sebagai jenis kelamin yang kurang baik dan kurang berkualitas. Kedua jenis kelamin itu adalah sama-sama baik dan sama-sama diperlukan keberadaannya.

Kontroversi terhadap kesetaraan jender banyak terjadi seperti dalam hal penciptaan Hawa, tentang poligami, tentang kewarisan, tentang kesaksian dan lain-lain. Dan apabila teks al-Qur’an dibaca terhadap hal yang berkaitan dengan yang dipandang kontroversi tersebut mungkinlah seseorang akan mengatakan terdapat ketidakadilan terhadap jenis kelamin wanita. Akan tetapi, mungkin seseorang segera berpandangan bahwa kontroversi tidak perlu ada karena Allah adalah Maha Adil sehingga ada penafsiran yang perlu ditinjau kembali. Dengan demikian, pengkajian terhadap kesetaraan jender adalah pengkajian yang luas, melelahkan sekaligus mengasyikkan. Adapun kehadiran tulisan ini barulah sebatas pengkajian awal terahadap indikator kesetaraan jender dalam penafsiran al-Qur’an sebagai pemberi semangat awal bahwa sebenarnya pria dan wanita adalah sama dan dalam hal ini agak mudah dipahami dan belum menampakkan kontroversi.

B.Indikator Kesetaraan Jender dalam al-Qur'an

Dalam hal indikator kesetaraan jender ini akan diperhatikan sejak manusia belum lahir, saat manusia lahir dan saat manusia mapan dalam menjalani kehidupan. Indikator kesetaraan jender tersebut dibagi dalam lima bagian sebagai berikut:

1. Pria dan wanita (sebelum lahir) sama-sama mengakui adanya Tuhan

Hal menarik untuk diperhatikan tentang eksistensi manusia adalah mengenai pengakuan mereka terhadap adanya Tuhan. Manusia sebelum dilahirkan ke dunia atau saat masih dalam kandungan (selain Adam dan Hawa) telah mengadakan semacam “dialog” dengan Tuhan yang pada akhirnya tampak bahwa manusia baik yang akan berjenis kelamin pria maupun wanita sama-sama berkenan mengakui adanya Yang Maha Kuasa di luar dirinya. Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?“ Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan : “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan).”(Q.S.al-A’raf/7:172).

(3)

Ayat tersebut di atas yang antara lain mengatakan “Alastu birabbikum” (Bukankah Aku ini Tuhanmu.?) dan selanjutnya manusia menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami)". Dalam penafsiran ayat ini disebutkan tentang pengakuan manusia terhadap adanya Tuhan itu dengan mengatakan. “Engkau Tuhan kami (Anta Rabbuna)1. Allah menjelaskan tentang ke-Tuhan-an-Nya (Rububiyyah) dan bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan sebagai pencipta mereka serta pengatur mereka. Allah telah menjadikan fitrah manusia untuk agama yang benar sehingga setiap orang terjaga untuk yang demikian, tetapi fitrah ini dapat berubah dan ada yang beraqidah sesat.2

Terdapat riwayat yang menjelaskan bahwa Allah mengatakan kepada manusia bahwasanya tidak ada Tuhan Selain-Nya dan karena itu jangan mensyarikatkan-Nya.3 Dari sini dapat dipahami bahwa sejak sebelum kelahiran manusia ke dunia ini (baik akan berjenis kelamin pria atau wanita atau jelasnya tanpa membedakan atau tanpa membicarakan jenis kelamin) telah mengakui adanya Tuhan dan telah diarahkan agar manusia jangan mensekutukan Allah. Dalam pengertian lain tampaknya seluruh manusia pada hakikatnya adalah percaya terhadap adanya Tuhan, sedangkan pada faktualnya terjadi penyimpangan adalah yang datang belakangan dan sudah pasti tidak semua orang beriman agar sesuai pula dengan penyiapan surga dan neraka.

Selanjutnya mungkin timbul pertanyaan tentang apakah yang mengatakan pengakuan terhadap adanya Tuhan itu adalah terabatas kepada calon manusia yang apabila nanti benar-benar lahir telah diprediksikan akan menjadi orang yang beriman atau kepada seluruh calon manusia. Mencermati pemahaman terhadap ayat tampak bahwa calon manusia tersebut tidak dibedakan antara yang akan beriman atau tidak beriman. Keadaan tersebut datang menyusul sedangkan pada awalnya semua mengakui adanya Tuhan tanpa membedakan antara yang akan menjadi mukmin atau tidak mukmin dan tanpa membedakan antara yang akan berkelamin pria atau wanita. Berkaitan dengan ini dapat dikatakan bahwa seluruh manusia mengakui adanya Tuhan dan malaikat menyaksikan pengakuan tersebut. Seluruh manusia tidak ada yang mengatakan tidak. Menurut Fakhr al-Razi seperti dikutip Nasaruddin

1 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir al-Jalalain, Juz I, (Bandung: Syarikat al-Ma’arif li al-Thaba’ wa al-Nasyr, t.t.), p. 145.

2 Abu Abdullah Abdurrahman bin Nasir bin Abdullah bin Nasir al-Sa’di, Tafsir

al-Sa’di, cet. I, (Beirut-Libanon: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1420 H./1999 M.), p. 348. 3 ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Bagdadi, Tafsir al-Khazin yang disebut Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil, Juz II, (Beirut-Libanon: Dar Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), p. 267.

(4)

Umar bahwa tidak ada seorang pun anak manusia lahir di muka bumi ini yang tidak berikrar akan keberadaan Tuhan4. Dengan demikian, tanggungjawab pribadi telah tampak sejak sebelum manusia lahir ke dunia tanpa ada bedanya antara satu dengan yang lain. (pria dan wanita sama saja). Karena itu, jangan hendaknya mereka yang berjenis kelamin apa saja telah memiliki rasa percaya diri sejak lahir dan Allah memuliakan seluruh Bani Adam5, baik yang akan berusia panjang atau pendek tanpa dibedakan.

Dalam hal ini dipahami bahwa umur Adam 1000 (seribu) tahun6.

2. Pria dan wanita (Adam dan Hawa) sama-sama keluar dari syurga ke bumi

Adam dikatakan sebagai berjenis kelamin pria dan Hawa berjenis kelamin wanita. Keduanya (pasangan suami istri) pernah sama-sama berada di surga dan sama-sama keluar dari surga ke bumi dan pernah pula berpisah dalam waktu lama dan bertemu kembali. Keadaan keduanya adalah sama tanpa membedakan jenis kelamin. Dengan pengertian lain tidak ada diistimewakan misalnya Adam karena berjenis kelamin pria maka terlebih dahulu dipersilahkan masuk ke surga dan Hawa karena berjenis kelamin wanita belakangan baru diperbolehkan masuk ke dalam surge, untuk keluar dari surga pun demikian juga, sehingga tidak ada sama sekali perbedaan pria dengan wanita.

Ayat al-Qur’an yang menginformasikan tentang Adam dan Hawa mengenai keduanya di surga, keduanya digoda dan pada akhirnya keluar dari surga ke bumi adalah dengan menggunakan kata ganti untuk dua orang yaitu (huma).

Berkaitan dengan huma dimaksud adalah:

a. Adam dan Hawa sama-sama berada di surga, sama-sama

memanfaatkan fasilitasnya, dan sama-sama dilarang membedakati pohon. Dan kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja kamu sukai, dan janganlah kamu dekat pohon, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

4 Nasaruddin Umar, "Bias Jender Dalam penafsiran al-Qur’an", Pidato Pengukuhan Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002, p. 5.

5 Q.S. al-Isra’/17:70: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan".

6 Fakhruddin al-Razi, al-Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghayb, Jilid VIII, (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411 H./1990 M.), p. 39.

(5)

b. Adam dan Hawa sama-sama menerima godaan syetan (Q.S. al-A’raf/7:20), maka, syetan membisikkan untuk menunjukkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syetan berkata : “ Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam syurga)”.

c. Adam dan Hawa sama-sama dimaksudkan dalam sumpah syetan (Q.S.

al-A’raf/7:21). Dan dia (syetan) bersumpah kepada keduanya:” Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.

d. Adam dan Hawa sama-sama memakan buah terlarang

(Q.S.al-A’raf/7:22), maka syetan membujuk keduanya (untuk memakan buah ini) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupnya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka:”Bukankah aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan aku katakan kepadamu: ”Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua”.

e. Adam dan Hawa sama-sama memohon ampun kepada Allah dan Allah

mengampuni mereka (Q.S. al-A’raf/7:23). Keduanya berkata: ”Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan meberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.

f. Adam dan Hawa sama-sama berperan dalam mengembangkan

keturunan dan sama-sama saling membutuhkan (Q.S.

al-Baqarah/2:187). …mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu.

Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas tidak ada menyebutkan Hawa. Akan tetapi nama Adam disebutkan (Q.S.al-Baqarah/2:35). Setelah penyebutan Adam, pada ayat tersebut dilanjutkan dengan “dan istrimu”

(wa zawjuka) dan yang dimaksudkan padanya adalah Hawa.7 Adam dan

Hawa inilah yang berada di syurga walaupun terdapat pemahaman yang berbeda tentang maksud syurga apakah syurga yang akan ditempati orang-orang yang beriman atau yang lain. Dalam hal ini al-Jaziri menyebutkan bahwa maksud syurga itu adalah Darussalam yang telah dimasuki rasulullah saw pada malam Isra’ dan Mi’raj8 yang berarti tempat inilah

7 Abu Bakar Jabir al- Jazairi, Aysar al-Tafasir li Kalam al-‘Aliy al-Kabir, Jilid II, cet. I, (Madinah: Maktabah al-Ulum wa al-Hikam, 1414 H./1993 M.), p. 158.

(6)

nanti yang akan ditempati orang-orang yang beriman. Akan tetapi, Mu’tazilah berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syurga adalah

(jannah) dalam ayat tersebut adalah taman (bustan) yang terdapat di bumi

karena syurga tidak ada hukuman padanya dan tidak ada keluar daripadanya, 9sedangkan Adam dan Hawa keluar daripadanya berarti maksudnya bukan syurga yang akan ditempati orang-orang yang beriman melainkan taman (bustan) sebagaimana penjelasan terdahulu. Kedua pendapat tersebut selalu ditemukan dalam tafsir al-Qur’an dan menurut pemikiran mungkin lebih cenderung memilih kata jannah dalam ayat tersebut adalah suatu taman yang ada di belahan bumi Tuhan ini bukan syurga yang akan ditempati orang-orang mukmin sebagai balasan kebaikan karena syurga tempat pembalasan adalah tempat kekal yang sama sekali tidak dikeluarkan daripadanya (Q.S. al-Hijr/15:48). Namun apabila diperhatikan dari kekuasaan Allah, maka semuanya memungkinkan.

Kemudian dalam hal Adam dan Hawa sama-sama menerima godaan syetan, sama-sama dimaksudkan dalam sumpah syetan, sama-sama memakan buah terlarang dan sama-sama memohon ampun kepada Allah dan Allah mengampuni mereka berdua serta sama-sama berperan dalam

mengembangkan keturunan dan saling membutuhkan adalah

menunjukkan kesetaraan jender yang sangat penting untuk diperhatikan sehingga seseorang tidak mengatakan lebih hebat hanya karena memiliki jenis kelamin tertentu. Tentang sumpah syetan itu dengan menggunakan kata qasama adalah menunjukkan sumpah yang sungguh-sungguh.10

3. Pria dan wanita sama-sama diperintahkan menyembah Allah

Dalam al-Qur’an disebutkan: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (Q.S. al-Zariat/51:56). Kata manusia dalam ayat itu disebut al-ins yang didalamnya termasuk pria dam wanita yang menunjukkan bahwa pria dan wanita adalah sama saja untuk mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Dalam ayat lain disebutkan bahwa kesempatan pria dan wanita untuk menjadi manusia yang terbaik yaitu manusia yang bertaqwa (muttaqin) adalah sama saja. Allah berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling

9 Said Hawa, Al-Asas fi al-Tafsir, Jilid I, cet. II, (t.tp.: Dar al-Salam li al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi’ wa al-Tarjamah, 1409 H./1989 M.), p. 118.

10 Hasan Mansur Nasution , Rahasia Sumpah Allah Dalam al-Qur’an, cet. I, (Jakarta: Khazanah Baru, 2002), p. 134.

(7)

bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Q.S. al-Hujurat/49:13).

Manusia diciptakan di dunia ini adalah untuk menyembah Allah. Dijelaskan bahwa Allah mengutus semua rasul untuk maksud tersebt yaitu menyembah Allah yang tercakup didalamnya untuk mengenal dan mencintai Allah dan berpaling dari selain Allah dan penciptaan manusia bukanlah karena ada yang diharpkan dari mereka11 sama sekali tidak ada

perbedaan antara jenis kelamin pria dan wanita dalam hal untuk menyembah Allah. Dalam hal ini, manusia sendirilah (baik pria maupun wanita) yang berusaha untuk mencapai derajat taqwa. Selain kesamaan jenis kelamin pria dan wanita maka juga keadaan mereka disamakan dengan jin. Terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa tujuan penciptaan makhluq yaitu jenis jin dan manusia adalah untuk menyembah Allah dan meng-Esakan-Nya bukan untuk mencari dunia. Tujuan ini juga adalah agar mereka mengenal Allah.12 Tentang penciptaan manusia pada

(Q.S. al-Hujurat/49:13) disebutkan dari jenis kelamin pria dan wanita akan tetapi maksud ayat itu adalah untuk seluruh manusia. Dan yang paling mulia di antara mereka adalah yang paling taqwa bukan dilihat dari keturunan. Karena itu, siapa yang menginginkan kemuliaan di dunia dan mendapat tempat di akhirat hendaklah bertaqwa kepada Allah.13 Dari

seluruh paparan tersebut tidak tampak adanya perbedaan antara pria dan wanita.

Pria dan wanita yang sama-sama sebagai hamba Allah memiliki peluang yang tidak berbeda dalam menjdikan dirinya sebagai manusia bertaqwa atau tidak bertaqwa. Dan bagi pria maupun wanita yang ingin mendapatkan kehidupan yang baik, hendaklah mengerjakan amal saleh sebagaimana firman Allah: Barangsiapa yang megerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (Q.S. al-Nahl/16:97).

Ayat al-Qur’an di atas menginformasikan tentang siapa saja baik pria maupun wanita yang melakukan amal saleh dan mereka adalah orang yang beriman akan diberikan kehidupan yang baik dan seterusnya. Ketentuan Allah ini adalah merupakan modal utama dalam beraktivitas sehingga seseorang tidak menganggap perannya berkurang karena jenis kelaminnya.

11 Abu Abdullah Abdurrahman bin Nasir bin Abdullah bin Nasir al-Sa'di, Tafsir

al-Sa’di, cet. I, (Beirut-Libanon: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1420 H./1999 M.),p. 980. 12 Muhammad Ali ash- Shabuni, Shafwah al-Tafasir, Jilid III, cet. IV, (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1402 H./1981 M.), pp. 258-259.

(8)

Dalam beraktivitas tersebut penting diperhatikan keterangn yang mengatakan bahwa iman adalah merupakan syarat terhadap sah dan diterimanya amal saleh yang dilakukan bahkan tidak dikatakan sebagai amal saleh tanpa adanya iman. Dengan memenuhi syarat tersebut akan mendapatkan ketenangan hati dan akan memperoleh rezeki yang halal lagi baik dari Allah menurut yang tidak disangka-sangka dan Allah akan memberikan kebaikan di dunia dan di akhirat.14

4. Pria dan wanita sama-sama berperan sebagai khalifah Allah di bumi

Allah berfirman: Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah menambah kerugian mereka belaka (Q.S.Fathir/35:39). Di sini tampak bahwa Allah yang menjadikan manusia berperan sebagai khalifah di muka bumi tanpa membedakan pria dengan wanita. Firman Allah Khalaif fi al-ardh yang bermakna khalifah-khalifah di muka bumi adalah bahwa manusia itu dijadikan Allah berperan sebagai khalifah tanpa membedakan pria maupun wanita. Keberadaan pria maupun wanita yang dijadikan sebagai khalifah seharusnyalah mengakui bahwa yang menjadikan mereka sebagai khalifah adalah Allah bukan yang lain dan tidak mungkin yang lain. Dengan kesadaran seperti ini akan menambah keimanan kepada Allah. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa barangsiapa yang kafir yang dalam hal ini dapat dikatakan baik pria maupun wanita maka akibat kekafiran akan menimpa dirinya sendiri. Dan disebutkan bahwa kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian belaka bagi mereka di akhirat,15 atau dalam

keterangan lain disebutkan bahwa kekafiran mereka bagi merekalah dosa dan siksanya bukan untuk orang lain.16

Kecuali ayat di atas dapat pula dikemukakan firman Allah: Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S. al-An’am/6:165). Allah menjadikan manusia sebagai penguasa di bumi tanpa membedakan jenis kelamin yang berarti sama saja antara pria dengan wanita. Dalam ayat

14 Al-Sa’di, Tafsir, p. 522.

15 Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir, p. 121. 16 Al-Sa’di, Tafsir., p. 829.

(9)

tersebut juga disebutkan bahwa Allah meninggikan derajat sebahagian atas sebahagian yang lain17 tanpa membedakan jenis kelamin.

5. Pria dan wanita sama-sama berkemungkinan memperoleh prestasi maksimal

Antara pria dan wanita ternyata sama-sama berkemungkinan memperoleh prestasi maksimal yang berarti tidak ada perbedaan disebabkan jenis kelamin. Oleh karena itu, tidak ada yang mengatakan bahwa mereka lebih berpeluang untuk meraih prestasi dibandingkan dengan yang lain. Allah berfirman: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ”Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah yang diusir dari kamupung halamannya yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka…Q.S.Ali Imran/3:195). Dalam hal ini tampak bahwa Allah memperkenankan permohonan mereka baik pria maupun wanita. Di sini tidak dibedakan antara pria dengan wanita dan ada disebutkan bahwa pria dari wanita dan wanita dari pria dan semuanya adalah keturunan Adam18 yang saling

membutuhkan dan saling melengkapi. Dan tentang turunnya ayat ini ada riwayat yang mengatakan kepada rasulullah tentang diketahuinya bahwa Allah menyebutkan tentang wanita dalam kaitan dengan hijrah. Karena itulah turun ayat ini19 yang menjelaskan tidak berbedanya pria dengan

wanita.

Kemudian dapat pula diperhatikan firman Allah: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun (Q.S. al-Nisa/4:124). Dalam hal untuk masuk ke dalam surga tidak dibedakan antara pria dengan wanita dan yang terpenting adalah mengerjakan amal saleh dan beriman. Tentang orang yang beriman (wa huma mu’min) ada disebutkan bahwa hal tersebut adalah

17 Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Qasimi yang dinamakan Mahasin

al-Ta’wil, Juz II, (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418 H./1997 M.), p. 484. 18 ‘Allamah Abu al-Fadhl Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Bagdadi, Ruh

al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-A’dzim wa al-Sab’ al-Matsani, cet. I, Jilid III, (bagian IV), (Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H./2001 M.), p. 314.

19 Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir fi al Aqidah wa al-Syari’ah wa al-Manhaj,juz IV, (Beirut-Libanon: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1418 H/1998 M.), p. 205.

(10)

merupakan syarat yang menyertai amal untuk memperoleh pahala.20 Jadi, yang terpenting adalah beriman dan beramal saleh baik pria maupun wanita dapat pula diperhatikan firman Allah: Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia dalam keadaan beriman maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rizki didalamnya tanpa hisab (Q.S. al-Mu’min/40:40). Ayat ini menjelaskan bahwa balasan kejahatan terbatas sesuai dengan yang dilakukan sedangkan balasan kebaikan tidak terbatas menurut kebaikan yang dilakukan bahkan tidak terhingga. Demikian dikemukakan dalam al-Tafsir al-Kabir.21

C.Penutup

Dari uraian terdahulu tampak beberapa indikator kesetaraan jender dalam al-Qur’an itu sangat penting dipahami setiap pribadi muslim agar tidak terjadi kelemahan semangat dalam beraktivitas. Manusia baik yang berjenis kelamin pria maupun wanita adalah sama saja dihadapan Allah swt sedangkan adanya manusia yang berjenis kelamin berbeda dapat dipahami dari terus menerusnya perkembangan manusia dan mereka saling membutuhkan dan saling melengkapi. Karena itu, tidak perlu dipertentangkan antara jenis kelamin yang berbeda tersebut.

Sebelum manusia lahir sama-sama mengakui adanya Tuhan dan Adam serta Hawa sebagai manusia pertama sama-sama keluar dari surga ke bumi dan manusia keturunannya diharapkan menyembah Allah walaupun dalam kenyataannya ada yang tidak mau beriman. Manusia ciptaan Allah itu baik pria maupun wanita sama-sama berperan sebagai khalifah Allah di bumi dan mereka sama-sama berpotensi meraih prestasi terbaik. Adapun pengungkapan ayat al-Qur’an pada sebagiannya diawali dengan zakar yang bermakna pria dan untsa yang bermakna wanita atau kata huma yang bermakna dua jenis kelamin biasanya diterjemahkan pria dan wanita atau kata kum yang diterjemahkan kamu dan maksudnya adalah pria dan wanita diharapkan tidak menjadi masalah walaupun mendahulukan pengungkapan pria dari wanita semoga hal itu tidak berpengaruh kepada aktivitas.

20 .Abu al-Su’ud Muhammad bin Muhammad al-‘Amadi, Tafsir Abi al-Su’ud, yang disebut Irsyad al-‘Aql al-Salim ila Mazaya al-Qur’an al-Karim, Juz II, cet. II, (Beirut-Libanon: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1411 H/1990 M.), p. 236.

(11)

Daftar Pustaka

Al-Alusi, ‘Allamah Abu al-Fadhl Syihabuddin Sayyid Mahmud, Ruh al-Ma’ani fi al-Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim wa al-Sab’ al-Matsani, Jilid III, (bagian IV), Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H./2001 M.

Al-Bagdadi, ‘Alauddin Ali bin Muhammad bin Ibrahim, Tafsir al-Khazin

yang disebut Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil, Juz II, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.

Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin al-Suyuti, Tafsir al-Jalalain, Juz I, Bandung: Syarikat al-Ma’arif li al-Thaba’ wa al-Nasyr, t.t.

Al-Qasimi, Muhammad Jamaluddin, Tafsir al-Qasimi yang dinamakan

Mahasin al-Ta’wil, Juz II, Beirut-Libanon: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah,

1418 H./1997 M.

Al-Razi, Fakhruddin, Al-Tafsir al-Kabir atau Mafatih al-Ghayb, Jilid VIII, Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411 H./ 1990 M. Al-Sa’di, Abu Abdullah Abdurrahman bin Nasir bin Abdullah bin Nasir,

Tafsir al-Sa’di, cet. I, Beirut-Libanon: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi,

1420 H./ 1999 M.

Al-Shabuni, Muhammad Ali, Shafwah al-Tafasir, Jilid III, cet.IV, Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1402 H./1981 M.

Al-Su’ud, ‘Amadi Abu Muhammad bin Muhammad, Tafsir Abi al-Su’ud,

yang disebut Irsyad al-‘Aql al-Salim ila Mazaya al-Qur’an al-Karim, Juz II, cet. II, Beirut-Libanon: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi, 1411 H/1990 M.

Hawa, Said, Al-Asas fi al-Tafsir, Jilid I, cet. II, t.tp.: Dar Salam li al-Thiba’ah wa al-Nasyr wa al-Tawzi’ wa al-Tarjamah, 1409 H./1989 M.

Nasution, Hasan Mansur, Rahasia Sumpah Allah Dalam al-Qur’an, cet.I, Jakarta: Khazanah Baru, 2002.

Umar, Nasaruddim, "Bias Jender Dalam penafsiran al-Qur’an", Pidato Pengukuhan Guru Besar IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2002.

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang benar

Nilai thitung yang diperoleh menunjukkan bahwa untuk variabel dummy sebelum kenaikan harga bahan bakar minyak memiliki nilai 0,420 yang lebih kecil dari tTabel

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kredit merupakan sejumlah nominal tertentu yang dipercayakan kepada pihak lain dengan penangguhan waktu tertentu yang dalam

pembelajaran menulis, salah satunya dalam penelitian sebelumnya metode STAD digunakan dalam jurnal berjudul “Penerapan Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada

Dalam perintah Allah tersebut mengandung larangan berbuat zina>. Selain larangan melakukan tindak pidana perzinaan, dalam ayat 33 secara tegas diatur pula tentang larangan

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Induksi Kalus Akasia ( Acacia mangium ) Dengan

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada perhitungan beban kerja mental mahasiswa Universitas XYZ Yogyakarta jurusan Teknik Industri

Sedangkan pada uji stastistik yang dilakukan dengan menggunakan Uji T Berpasangan kadar sebelum dan sesudah diberi perlakuan dengan adsorben powder dan granular