• Tidak ada hasil yang ditemukan

Percobaan 1 Penanganan Hewan Percobaan & Konversi Dosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Percobaan 1 Penanganan Hewan Percobaan & Konversi Dosis"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERCOBAAN I

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN & KONVERSI DOSIS

I. Tujuan Percobaan

1. Dapat menjelaskan kembali karakteristik hewan-hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaan

2. Dapat menghitung konversi dosis antar spesies pada hewan percobaan 3. Dapat memegang hewan percobaan sehingga siap untuk diberi sediaan uji 4. Dapat memberikan obat pada hewan percobaan

5. Dapat menganestesi hewan percobaan 6. Dapat mengorbankan hewan percobaan II. Teori Penunjang

Hewan coba atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium tersebut digunakan sebagai model untuk peneltian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yaitu: Mencit, tikus, kelinci, dan marmot.

Suatu bahan agar dapat dipergunakan sebagai obat harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu memiliki khasiat, aman serta karakteristik. Dalam percobaan/penelitian farmakologi, hewan harus diperlakukan atau ditangani dengan sebaik-baiknya, dan perilaku yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam hasil

(2)

percobaan. Penangan hewan meliputi cara memelihara, cara memegang, memberikan sediaan, menganestesi dan mengorbankan. Untuk itu, sifat-sifat khusus setiap jenis hewan percobaan perlu diketahui dan diperhatikan. Disamping itu, faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan dan cara pemberian obat perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya.

Dalam praktikum farmakologi, hewan percobaan yang biasa digunakan adalah mencit, tikus, kelinci dan marmot. Setiap jenis hewan tersebut mempunyai karakteristik masing-masing (“Mangkoewidjojo, 1998”).

1. Mencit

Mencit bersifat penakut, fotofobia, cenderung berkumpul sesamanya, mudah ditangani, lebih aktif pada malam hari, aktivitas terganggu dengan adanya manusia, suhu normal badan 37,4 oC dan laju respirasi 163/menit. 2. Tikus

Tikus bersifat sangat cerdas, mudah ditangani, tidak begitu bersifat fotofobik, lebih resisten terhadap infeksi, kencenderungan berkumpul dengan sesama sangat kurang, jika makan kurang atau diperlakukan secara kasar akan menjadi liar, galak dan menyerang si pemegang, suhu normal badan 37,5 oC dan laju respirasi 210/menit.

3. Kelinci

Kelinci bersifat jarang bersuara kecuali bila merasa nyeri, jika merasa taka man akan berontak, suhu rektal umumnya 38-39,5 oC, suhu berubah jika mengalami gangguan lingkungan, laju respirasi 38-65/menit, umumnya 50/menit pada kelinci dewasa normal.

(3)

4. Marmot

Marmor bersifat jinak, mudah ditangani, jarang menggigit, kulit halus dan berkilap,bulu tebal, laju denyut jantung 150-160/menit, laju respirasi 110-150/menit dan suhu rektal 39-40 oC.

Volume cairan yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan.

Hewan Percobaan

Volume Maksimum Cairan yang Boleh Diberikan

i.v i.m i.p s.c p.o

Mencit 0,5 0,05 1 0,5 1

Tikus 1 0,1 3 2 5

Kelinci 5-10 0,5 10 3 20

Marmot 2 0,2 3 3 10

Sediaan yang diberikan kepada hewan secara oral dapat berupa larutan ataupun suspense (untuk senyawa yang tidak larut dalam air) (Harmita,Maksum Radji, 2008).

Perbandingan luas permukaan tubuh hewan (digunakan sebagai faktor konversi dosis antar spesies hewan) (Harmita,Maksum Radji, 2008)

Dosis yang diket

Dosis pada hewan yang dicari

Mencit Tikus Marmot Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia 20g 200 g 400g 1,5 Kg 2,0Kg 4 Kg 12 Kg 70 Kg 20 g Mencit 1,0 7,0 12,25 27,8 23,7 64,1 124,2 387,9 200 g Tikus 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,21 17,8 56,0 400 g Marmot 0,08 0,57 1,0 2,,25 2,4 5,2 10,2 31,5 1,5 g Kelinci 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2 2 kg Kucing 0,03 0,23 0,41 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0 4 kg Kera 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1 12 kg Anjing 0,008 0,06 0,10 0,22 0,24 0,52 1,0 3,1 70 Kg Manusia 0,0026 0,018 0,031 0,07 0,076 0,16 0,32 1,0

(4)

Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berprikehewanan. Di dalam menilai efek farmakologissuatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil percobaan ialah Faktor-faktor internal dan faktor eksterna, adapun faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi variasi biologik (usia, jenis kelamin) pada usia hewan semakinmuda maka semakin cepat reaksi yang di timbulkan, ras dan sifat genetic, statuskesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, luas permukaan tubuh. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan meliputi suplaioksigen, pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), pemeliharaankeutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi responhewan percobaan terhadap senyawa bioaktif yang diujikan.Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapatmempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Disamping itu cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempatkerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu (Malole, 1989)

(5)

Ukuran dan alat yang digunakan untuk pemberian obat pada hewan percobaan (Harmita,Maksum Radji, 2008)

Hewan IV IP SC IM Oral Mencit Jarum 27,5 g ½ inci Jarum 25 g ¼ inci Jarum 25 g ¾ inci Jarum 18 g ¾ inci Ujung tumpul 15 g/16g 2 inci Tikus Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g 1 inci Ujung tumpul 15 g/16 g 2 inci Kelinci Jarum 25 g 1 inci Jarum 21 g 1¼ inci Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g 1 inci Kateter Karet no.9 Marmot - Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g 1 inci Jarum 25 g ¾ inci - Mengorbankan Hewan

Pembunuhan dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan mengalami penderitaan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian suatu anestetik dengan dosis berlebih secara intravena untuk kelinci, secara intraperitoneal untuk mencit, kelinci, marmut, dan tikus; atau dengan menggunakan kioroform, CO2, N2 inhalasi. Pengorbanan hewan dapat juga dilakukan secara fisik atau disembelih.

Data anestesi umum pada hewan percobaan (Harmita,Maksum Radji, 2008)

Hewan

percobaan Anestetik

Kepekatan larutan

& pelarut Dosis

Rute pemberian

Mencit & Tikus

Eter Inhalasi

kloralose 2% dalam NaCl

fisiologis 300 mg/kg i.p Uretan 10-25% dalam NaCl

fisiologis 1-1,25 g/kg i.p Nembutal 65 mg/mL 40-60 mg/kg (kerja singkat) 80-100 i.p

(6)

mg/kg (kerja lama) Pentobarbital 4,5-6% dalam NaCl

fisiologis 45-60 mg/kg 35 mg/kg i.p i.v Heksobarbital 7,5% dalam NaCl fisiologis 4,7% dalam NaCl 75 mg/kg 47 mg/kg i.p i.v Kelinci Eter Inhalasi (Kloralose + Nembutal) 1% dalam NaCl fisiologis 65 mg/ml 100 mg/kg i.v Uretan 10% dalam NaCl

fisiologis 19 g/kg i.p/i.v Pentobarbital 5% dalam NaCl

fisiologis 22 mg/kg (kerja lama) 11 mg/kg kerja singkat i.v i.v

Pentotal 5% dalam air suling

10-20 mg/kg (menurut

jangka waktu kerja)

i.v Morfin 5% dalam air suling 100 mg/kg s.c

Marmot

Eter Inhalasi

Kloroform Inhalasi

Uretan 10% dalam NaCl

fisiologis hangat 19 g/kg i.p Kloralose 2% dalam NaCl

fisiologis 150 mg/kg i.p

Pentobarbital 28 mg/kg

Nembutal Seperti tikus III. Alat, Bahan & Hewan Percobaan

 Bahan : Sampel obat A (untuk oral) dan B (untuk parenteral), NaCl fisiologis, aquadest

 Alat : kandang hewan, alat suntik, sonde oral

(7)

IV. Prosedur Percobaan

1. Menghitung konversi dosis pada hewan percobaan

A. Dosis obat A peroral pada manusia dewasa adalah 500 mg, dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit dan tikus sesuai bobot badan dan juga dihitung volume secara oral kepada mencit dan tikus dan konsentrasi larutan obat A tersedia 3 mg/mL dilaboratorium.

B. Dosis obat B intraperitonial pada manusia dewasa adalah 50 mg, dihitung konversi dosis untuk diberikan kepada mencit dan tikus sesuai bobot badan dan dihitung juga volume secara intraperitonial kepada mencit dan tikus.

2. Cara memegang Hewan Percobaan sehingga Siap untuk Diberi Sediaan Uji A. Mencit

Ujung ekor mencit diangkat dengan tangan kanan, letakkan pada suatu tempat yang permukaannya tidak licin (misal rem kawat pada penutup kandang), sehingga bila ditarik mencit akan mencengkeram lalu kulit pada tengkuk mencit dijepit dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri sedangkan ekornya tetap di pegang dengan tangan kanan kemudian tubuh mencit dibalikkan sehingga permukaan perut menghadap kita dan ekor di jepitkan di antara jari manis dan kelingking tangan kiri.

B. Tikus

Tikus diperlakukan sama seperti mencit dengan cara di atas, tetapi bagian pangkal ekor yang di pegang dan pada tengkuk tikus yang di pegang.

(8)

Cara memegang tikus :

Bagian ekor belakang tikus di angkat kemudian diletakkan di atas permukaan kasar lalu bagian belakang kepala di pegang dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri kemudian di selipkan ke depan dan kaki kanan dijepit di antara kedua jari tersebut.

C. Kelinci

Kelinci diperlakukan dengan halus tetapi sigap karena kadang-kadang memberontak. Menangkap kelinci dengan telinga diangkat kemudian kulit leher di pegang dengan tangan kiri lalu pantatnya diangkat dengan tangan kanan dan di didekapkan ke dekat tubuh.

D. Marmot

Bagian punggung atas marmot diangkat dengan tangan kiri lalu bagian punggung bawah di pegang dengan tangan kanan.

3. Cara Memberikan Obat Pada Hewan Percobaan A. Mencit

Oral :

Cairan obat diberikan dengan menggunakan sonde oral, sonde oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit kemudian masukkan perlahan-lahan sampai ke esophagus dan cairan obat dimasukkan.

Subkutan :

Kulit di daerah tengkuk di angkat dan di bagian bawah kulit dimasukkan obat dengan menggunakan alat suntik 1 ml.

(9)

Intra vena :

Mencit dimasukkan ke dalam kandang restriksi mencit dengan bagian ekor menjulur keluar. Bagian ekor dicelupkan ke dalam air hangat agar pembuluh vena ekor mengalami dilatasi lalu pemberian obat ke dalam pembuluh vena menjadi mudah. Pemberian obat dilakukan dengan jarum suntik no.24.

Intramuskular :

Obat disuntikkan pada paha posterior dengan jarum suntik no.24.

Intra peritoneal :

Mencit dipegang, pada penyuntikkan posisi kepala lebih rendah dari abdomen. Jarum disuntikkan dengan sudut sekitar 100 dari abdomen pada daerah yang sedikit menepi dari garis tengah, agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi supaya tidak terkena penyuntikkan pada hati.

B. Tikus

Pemberian secara oral, intra muscular dan intra peritoneal dilakukan dengan cara sama pada mencit. Secara sub kutan dilakukan penyuntikkan di bawah kulit tengkuk atau kulit abdomen dan pemberian secara intra vena dilakukan pada vena penis ketimbang vena ekor.

C. Kelinci

Oral :

Jarang dilakukan pemberian obat secara oral pada kelinci, tetapi dilakukan dengan cara alat penahan rahang dan pipa lambung.

(10)

Subkutan :

Dilakukan dengan penyuntikkan pada sisi sebelah pinggang atau tengkuk dengan kulit pada tengkuk diangkat lalu ditusukkan jarum no.15 dengan arah anterior. Penyuntikkan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung telinga sebelum disuntik ujung telinga dibasahi dahulu dengan alcohol atau air hangat. Pada kelinci gelap di cukur dahulu bulunya sebelum disuntik.

Intra muscular :

Pemberian intra muscular dilakukan pada otot kaki belakang.

Intraperitonial :

Posisi kelinci diatur sehingga letak kepala lebih rendah daripada perut. Penyuntikkan di lakukan pada garis tengah di muka kandung kencing. D. Marmot

Oral :

Dilakukan dengan menggunakan sonde oral.

Intra dermal :

Bulu marmot dicukur dahulu kemudian disuntikkan obat ke dalam kulit secara perlahan-lahan.

Subkutan :

Bagian kulit dicubit lalu ditusukkan jarum suntik ke bawah kulit dengan arah paralel dengan otot dibawahnya.

(11)

Bagian punggung marmot dipegang sehingga perutnya agak menjolok ke muka. Jarum suntik ditusukkan dengan cara subkutan, sesudah masuk ke dalam kulit jarum di tegakkan sehingga menembus lapisan otot dan masuk ke dalam daerah peritoneum.

Intramuskular :

Jarum ditusukkan pada jaringan otot sampai menyentuh tulang paha. Pada penyuntikkan di bagian otot paha daerah posterior-lateral.

Intra vena :

Jarang dilakukan.

4. Cara Menganastesi Hewan Percobaan A. Mencit

Senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk anastesi adalah :

Eter

Digunakan untuk anastesi singkat, dengan obat diletakkan pada suatu wadah kemudian hewan dimasukkan dan wadah ditutup. Bila hewan sudah kehilangan kesadaran hewan dikeluarkan dan siap dibedah. Pemberian berikutnya diberikan bantuan kapas yang di basahi dengan obat itu.

Halotan :

Obat ini digunakan untuk anestesi yang lebih lama.

Pentobarbital natrium dan heksobarbital natrium :

Dosis Pentobarbital natrium adalah 45-60 mg/kg untuk pemberian intra peritoneal dan 35 mg/kg untuk cara pemberian intra vena. Dosis

(12)

heksobarbital natrium adalah 75 mg/kg untuk intraperitonial dan 47 mg/kg untuk pemberian intra vena.

Uretan ( etil karabamat )

Uretan diberikan pada dosis 1000-1250 mg / kg secara intraperitonial dalam bentuk larutan 25% dalam air.

B. Tikus

Senyawa penganastesi sama dengan cara anastesi pada tikus umumnya sama seperti pada mencit.

C. Kelinci

Obat anastesi yang digunakan pentobarbital natrium dengan disuntik perlahan-lahan. Dosis untuk anastesi umum sekitar 22 mg / kg bb. Untuk anastesi singkat di gunakan setengah dosis di atas dengan di tambah eter agar pembiusan sempurna.

D. Marmot

Anastesi marmot dilakukan dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium. Eter di gunakan untuk anastesi singkat setelah hewan dipuasakan selama 12 jam. Dosis pentobarbital natrium adalah 28 mg/kg bb.

5. Cara Mengorbankan Hewan Percobaan

Dilakukan untuk keperluan pengamatan. Dilakukan jika proses percobaan telah selesai dan hewan tidak digunakan untuk tahap percobaan selanjutnya. Berdasar pada pertimbangan ekonomis. Pemeliharaan hewan harus disertai tujuan jelas agar tidak menghamburkan biaya dan tempat. Hewan biasanya

(13)

langsung dikorbankan dengan prinsip mematikan dalam waktu sesingkat mungkin dan rasa sakit seminimal mungkin. Mengorbankan hewan percobaan dilakukan dengan cara kimia atau cara fisika.

A. Mencit

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan.

Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher. Proses dislokasi dilakukan dengan cara sbb :

Ekor mencit di pegang kemudian ditempatkan pada permukaan yang bisa dijangkau (ram kawat penutup kandang) dengan begitu mencit akan meregangkan badannya kemudian pada tengkuk ditempatkan suatu penahan misalnya, pensil atau batang logam yang dipegang dengan tangan kiri kemudian bagian ekor ditarik keras dengan tangan kanan sehingga lehernya akan terdislokasi dan mencit akan terbunuh.

B. Tikus

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan.

Cara fisik dilakukan dengan dislokasi leher.

Tikus diletakkan di atas kain, kemudian badan tikus dibungkus dan kedua kaki depannya ikut terbungkus dengan kain kemudian dipukul bagian belakang telinga dengan tongkat atau tikus dipegang dengan perut menghadap ke atas kemudian bagian belakang kepala dipukul keras pada permukaan yang keras pada meja atau ekor tikus dipegang lalu

(14)

diayunkan sampai tengkuknya terkena permukaan benda keras seperti bagian pinggir meja.

C. Kelinci

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan secara intra vena.

Cara fisik dilakukan dengan proses sbb :

Kaki belakang kelinci dipegang dengan tangan kiri sehingga badan dan kepala tergantung ke bawah menghadap ke kiri kemudian sisi telapak tangan kanan dipukulkan keras pada tengkuk kelinci dengan tongkat. D. Marmot

Cara kimia dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis mematikan secara intra vena.

Cara fisik dilakukan dengan proses sbb :

Tengkuk marmot dipukul keras dengan alat atau bagian belakang kepala marmot di pukul pada permukaan keras atau dapat dilakukan dengan dislokasi leher dengan tangan.

(15)

V. Data Pengamatan Percobaan & Perhitungan

Perlakuan Data perlakuan Keterangan

Memegang Hewan Percobaan Sehingga

Siap untuk Diberi Sediaan Uji

Mencit & Tikus

Cara memegang mencit atau tikus percobaan

Memberikan Obat Pada Hewan

Percobaan

Mencit & Tikus

Cara Memberikan Obat Secara Oral

Cara Memberikan Obat Secara Subkutan

(16)

Cara Memberikan Obat Secara Intravena

Cara Memberikan Obat Secara Intramuskular

Cara Memberikan Obat Secara Intraperitoneal

(17)

Perhitungan Konversi Dosis Pada Hewan Percobaan yaitu Mencit & Tikus 1. Dik : Dosis obat A peroral pada manusia dewasa 500 mg

Faktor konversi dosis dari manusia kepada mencit 0,0026 Faktor konversi dosis dari manusia kepada tikus 0,018

Konsentrasi larutan obat A yg tersedia di laboratorium 5 mg/mL. Dit : a. Hitunglah konversi dosis untuk diberikan kepada mencit &

tikus jika Bobot badan mencit 23 g & tikus 159 g

b. Hitunglah volume yg diberikan secara oral kepada mencit & tikus

Jwb :

a. Konversi dosis mencit :

500 𝑚𝑔 𝑥 0,0026 = 1,3 𝑚𝑔/20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 Untuk mencit dgn bb 23 g, maka :

1,3 𝑚𝑔 20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡= 𝑥 23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝑥 =1,3 𝑚𝑔 𝑥 23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 = 1,495 𝑚𝑔/23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡

Konversi dosis tikus :

500 𝑚𝑔 𝑥 0,018 = 9 𝑚𝑔/200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 Untuk tikus dgn bb 159 g, maka :

9 𝑚𝑔 200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠𝑥 𝑥 159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 𝑥 =9 𝑚𝑔 𝑥 159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 = 7,155 𝑚𝑔/159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠

b. Volume yg diberikan secara oral kepada mencit : 1,495 𝑚𝑔 𝑥 = 5 𝑚𝑔 1 𝑚𝐿 𝑥 =1,495 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝐿 5 𝑚𝑔 = 0,29 𝑚𝐿

Volume yg diberikan secara oral kepada tikus : 7,155 𝑚𝑔 𝑥 = 5 𝑚𝑔 1 𝑚𝐿 𝑥 = 7,155 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝐿 5 𝑚𝑔 = 1,423 𝑚𝐿

(18)

2. Dik : Dosis obat A intraperitonial pada manusia dewasa 50 mg Faktor konversi dosis dari manusia kepada mencit 0,0026 Faktor konversi dosis dari manusia kepada mencit 0,018

Konsentrasi larutan obat A yg tersedia di laboratorium 0,5 mg/mL. Dit : a. Hitunglah konversi dosis untuk diberikan kepada mencit & tikus

jika Bobot badan mencit 23 g & tikus 159 g

b. Hitunglah volume yg diberikan secara intraperitonial kepada mencit & tikus

Jwb :

a. Konversi dosis mencit :

50 𝑚𝑔 𝑥 0,0026 = 0,13 𝑚𝑔/20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 Untuk mencit dgn bb 23 g, maka :

0,13 𝑚𝑔 20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡= 𝑥 23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 𝑥 =0,13 𝑚𝑔 𝑥 23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 20 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡 = 0,149 𝑚𝑔/23 𝑔 𝑏𝑏 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑖𝑡

Konversi dosis tikus :

50 𝑚𝑔 𝑥 0,018 = 0,9 𝑚𝑔/200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 Untuk tikus dgn bb 159 g, maka :

0,9 𝑚𝑔 200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠𝑥 𝑥 159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 𝑥 =9 𝑚𝑔 𝑥 159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 200 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠 = 0,7155 𝑚𝑔/159 𝑔 𝑏𝑏 𝑡𝑖𝑘𝑢𝑠

b. Volume yg diberikan secara intraperitonial kepada mencit : 0,149 𝑚𝑔 𝑥 = 5 𝑚𝑔 1 𝑚𝐿 𝑥 =0,149 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝐿 5 𝑚𝑔 = 0,029 𝑚𝐿

Volume yg diberikan secara oral kepada tikus : 0,7155 𝑚𝑔 𝑥 = 5 𝑚𝑔 1 𝑚𝐿 𝑥 = 0,7155 𝑚𝑔 𝑥 1 𝑚𝐿 5 𝑚𝑔 = 0,1423 𝑚𝐿

(19)

VI. Pembahasan

Hewan coba atau hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus diternakan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan percobaan digunakan untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian ini, yang sering dipakai dalam penelitian maupun praktikum yaitu: Kelinci (Oryctolagus cuniculus), Marmut (Cavia parcellus), Mencit (Musmusculus), dan Tikus (Rattus novergicus). Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis / keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomis, mudah tidaknya diperoleh, serta mampu memberikan reaksi biologis yang mirip kejadiannya pada manusia.

Pada percobaan ini praktikan menggunakan hewan percobaan mencit, tikus, kelinci, dan marmot. Tetapi yang benar-benar dilakukan untuk percobaan adalah mencit dan tikus. Hewan-hewan tersebut dapat digunakan sebagai hewan percobaan untuk praktikum farmakologi ini karena struktur dan sistem organ yang ada di dalam tubuhnya hampir mirip dengan struktur organ yang ada di dalam tubuh manusia. Sehingga hewan-hewan tersebut biasa digunakan untuk uji praklinis sebelum nantinya akan dilakukan uji klinis yang dilakukan langsung terhadap manusia. Percobaan kali ini adalah membahas tentang bagaimana cara penanganan hewan coba sebelum kita melakukan pemberian obat terhadap hewan coba serta dapat menghitung konversi dosis pada mencit dan tikus.

(20)

Sebelum melakukan percobaan, terlebih dahulu praktikan harus mengetahui volume pemberian obat pada hewan percobaan. Volume cairan yang diberikan pada setiap jenis hewan percobaan tidak boleh melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan. Karena kalau melebihi batas maksimal kemungkinan hewan percobaan akan mengalami efek farmakologis yang dapat membahayakannya yang bersifat toksisitas. Untuk memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan percobaan, diperlukan data penggunaan dosis dengan menggunakan perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies

Pada hewan percobaan ini ada faktor-faktor yang dapat memperngaruhi hasil percobaan, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah variasi biologik (usia, jenis kelamin), ras dan sifat genetik, status kesehatan dan nutrisi, bobot tubuh, dan luas permukaan. Usia dan jenis kelamin berpengaruh pada hasil percobaan karena pada usia yang tepat pada fase hidup hewan tersebut, efek farmakologi yang dihasilkan akan lebih baik. Beda hasilnya jika usia hewan tersebut masih bayi. Jenis kelamin juga berpengaruh di lihat dari literature bobot badan hewan akan berbeda. Hal ini berpengaruh pada dosis yang akan di gunakan pada hewan percobaan tersebut. Begitu juga dengan ras dan sifat genetik, berpengaruh karena jika menggunakan hewan percobaan dengan ras dan sifat genetik yang berbeda-beda, maka hasil percobaannya juga akan berbeda. Hal ini karena gen pada setiap individu berbeda. Dengan gen yang berbeda-beda dan karakteristik yang berbeda pula, maka masing-masing memiliki perbedaan dalam perilaku,

(21)

kemampuan imunologis, infeksi penyakit, kemampuan dalam memberikan reaksi terhadap obat, kemampuan reproduksi dan lain sebagainya. Status kesehatan dan nutrisi berpengaruh terhadap hasil percobaan karena efek yang dihasilkan dalam dosis akan cepat diserap oleh tubuh dan berlangsung cepat efek yang di hasilkan. Selain itu, bobot tubuh dan luas permukaan tubuh juga berpengaruh dalam hasil percobaan. Bobot dan luas permukaan tubuh hewan yang besar akan lebih membutuhkan lebih banyak dosis dibandingkan dengan yang memiliki bobot dan luas permukaan tubuh yang kecil untuk mendapatkan data kuantitatif yang akurat pada efek farmakologis yang terjadi.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi hasil percobaan antara lain adalah pemeliharaan lingkungan fisiologik (keadaan kandang, suasana asing atau baru, pengalaman hewan dalam penerimaan obat, keadaan ruangan tempat hidup seperti suhu, kelembaban udara, ventilasi, cahaya, kebisingan serta penempatan hewan), suplai oksigen, pemeliharaan keutuhan struktur ketika menyiapkan jaringan atau organ untuk percobaan. Meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada hewan percobaan, disebabkan karena kondisi lingkungan yang jelek di mana hewan itu tinggal. Maka dengan meningkatnya kejadian penyakit infeksi dan disertai dengan keadaan nutrisi yang jelek pula, akan berakibat resistensi tubuh menurun, sehingga akan berpengaruh terhadap hasil suatu percobaan. Jadi, untuk menghasilkan hasil percobaan yang baik, faktor eksternal tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik hewan percobaan agar hewan tersebut tidak stres. Karena kalau hewan tersebut stres akan menghambat percobaan

(22)

Percobaan pertama pada praktikum ini adalah cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah) dan juga bagi orang yang memegangnya. Mencit dan tikus dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tangan kanan, letakan pada alas kasar, biarkan mencit atau tikus mencengkram alas kasar (penutup kawat kandang). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepit kulit tengkuknya seerat/setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Dengan demikian, mencit atau tikus telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan.Jika cara penanganan mencit tidak sesuai, biasanya mencit akan merasa stress dan ketakutan sehingga akan buang air besar dan buang air kecil.

Selain cara memegang hewan yang berbeda-beda, cara pemberian sediaan uji juga berbeda pada setiap hewan. Cara pemberian ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi respon obat pada hewan percobaan. Bentuk sediaan yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan cara pemberian yang dipilih disamping juga sifat obat yang akan digunakan.

Pemberian secara oral pada mencit dan tikus dilakukan dengan alat suntik yang dilengkapi jarum oral atau sonde oral (berujung tumpul). Hal ini untuk meminimalisir terjadinya luka atau cedera ketika hewan uji akan diberikan

(23)

sedian uji. Perlu diperhatikan bahwa cara peluncuran/pemasukan sonde yang mulus disertai pengeluaran cairan sediaannya yang mudah adalah cara pemberian yang benar. Cara pemberian yang keliru, masuk ke dalam saluran pernafasan atau paru-paru dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan kematian. Praktikan dapat mengetahui pemberian obat secara oral ini berhasil atau tidak. Hal ini dapat dilihat dari cairan yang dimasukan tersebut. Bila dari hidung hewan uji keluar cairan seperti yang kita berikan menunjukkan adanya kesalahan dalam proses pemberian. Sedangkan bila berhasil, maka tidak akan terjadi apa-apa.

Pemberian obat dengan rute Injeksi subkutan (SC) atau pemberian obat melalui bawah kulit pada mencit dan tikus, hanya boleh digunakan untuk obat yang tidak menyebabkan iritasi jaringan. Penyuntikkan dilakukan di bawah kulit pada daerah kulit tengkuk untuk mencit sedangkan tikus dilakukan di bawah kulit tengkuk atau kulit abdomen. Dibersihkan area kulit yang mau disuntik dengan alkohol 70 % yang bertujuan agar daerah yang akan disuntik menjadi Aseptik. Untuk mencit diusahakan dilakukan dengan cepat untuk menghindari pendarahan yang terjadi karena pergerakan kepala dari mencit. Pemberian obat ini berhasil jika jarum suntik telah melewati kulit dan pada saat alat suntik ditekan, cairan yang berada di dalamnya dengan cepat masuk ke daerah bawah kulit.

Pemberian obat dengan rute intra vena pada mencit dan tikus. Tujuannya pemberian obat dengan rute intra vena untuk memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada dengan injeksi parenteral lain, untuk menghindari terjadinya

(24)

kerusakan jaringan dan untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar. Pada saat melakukan injeksi di dalam alat suntik tidak boleh ada udara karena jika di dalamnya ada udara, pada saat dimasukan ke dalam vena ekor pada mencit, vena akan rusak dan tidak stabil serta ekor akan menggelembung. Sedangkan untuk tikus, vena marginalis akan rusak dan tidak stabil aliran darah. Untuk menanggulanginya keluarkan jarum dan masukkan kembali itu dilakukan sedikit di atas awal injeksi. Jika pemberian obat secara intravena berhasil dengan posisi yang benar, maka akan terlihat pada vena jarum warnanya menjadi pucat. Untuk mencit biarkan pada posisi tengkurap dengan menjulurkan ekor. Kemudian ekor mencit dibuat mengalami vasodilatasi dengan cara ekor mencit diolesi dengan etanol. Proses dilatasi pada ekor mencit juga bisa dilakukan dengan cara merendamnya dalam air hangat. Ciri-ciri pembuluh vena yang mengalami vasodilatasi adalah garis merah pada ekor mencit akan terlihat jelas dan besar sehingga akan memudahkan praktikan untuk menyuntikan.

Pemberian obat dengan rute Injeksi intramuskular pada mencit dan tikus adalah memasukkan obat secara tidak langsung ke dalam aliran darah sebagai gantinya ke dalam jaringan otot di mana ia dapat diabsorbsikan oleh aliran darah yang berlebih-lebihan melalui kapiler yang melayani otot. Injeksi intramuscular memberikan efek sistemik yang diberikan secara parenteral. Penyuntikan dilakukan pada jaringan berotot, disuntikan ke dalam otot pada daerah paha posterior mencit dan tikus.

Pemberian obat dengan rute Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya. Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah

(25)

sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat. Intinya absorpsi dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak.

Apabila pada hewan percobaan terjadi keadaan rasa sakit yang hebat atau lama akibat suatu percobaan atau apabila mengalami kecelakaan, menderita sakit atau jumlahnya terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan, maka perlu dilakukan pengorbanan hewan. Etanasi atau cara kematian tanpa rasa sakit perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga hewan akan mati dengan seminimal mungkin rasa sakit. Pada dasarnya cara fisik yaitu dengan melakukan dislokasi leher adalah cara yang paling cepat, mudah dan berprikemanusiaan, tetapi cara perlakuan kematian juga perlu ditinjau bila ada tujuan dari pengorbanan hewan percobaan dalam rangkaian percobaan. Cara mengorbankan hewan percobaan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kimia dan cara fisik. Pada umumnya untuk mengorbankan mencit, tikus, kelinci, dan marmot dilakukan dengan cara yang sama. Tetapi ada beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mengorbankan tikus, kelinci, dan marmot. Cara kimia untuk mengorbankan mencit, tikus, kelinci, dan marmot adalah dengan menggunakan eter atau pentobarbital natrium pada dosis letalnya sehingga dapat membunuh hewan-hewan tersebut. Untuk cara fisik ada beberapa yang berbeda. Untuk mencit dan marmot bisa digunakan dislokasi leher.

(26)

VII. Kesimpulan

1. Hewan yang lazim dipergunakan dalam percobaan memiliki karakteristik berbeda-beda yang bertujuan agar bisa memperlakukan hewan percoban sehingga hewan percobaan menjadi stress yang akan mempengaruhi hasil percobaan

2. Menghitung konversi dosis antar spesies pada hewan percobaan ini agar memperoleh efek farmakologis yang sama dari suatu obat pada spesies hewan percobaan dengan menggunakan metode perbandingan luas permukaan tubuh setiap spesies

3. Memegang hewan percobaan yang bertujuan agar hewan percobaan mudah di tangani dalam pemberi sediaan uji seperti secara oral, subkutan, intravena, intramuskular, intraperitoneal

4. Menganestesi hewan percobaan dengan dengan senyawa eter, halotan, pentobarbital natrium, heksobarbital natrium, dan uretan (etil karabamat) 5. Mengorbankan hewan percobaan dilakukan jika proses percobaan telah

selesai dan hewan tidak akan dipergunakan untuk tahap percobaan selanjutnya yang dapat dilakukan dengan cara kimia (pentobarbital-Na atau eter dengan dosis letal) dan fisika (dislokasi leher)

(27)

Daftar Pustaka

Malole, M.M.B, Pramono. 1989. Penggunaan Hewan Hewan Percobaan Laboratorium. Bogor : IPB. DitJen Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi.

Harmita, Maksum Radji, Analisis hayati, edisi 3, Jakarta,EGC,2008,

Anief, M., 1994. Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Katzung, B.G., 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Sulaksono, M.E., 1987. Peranan, Pengelolaan dan Pengembangan Hewan Percobaan. Jakarta.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002.Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Reksohadiprodjo, M.S., 1994. Pusat Penelitian Obat Masa Kini. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

(28)

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI – TOKSIKOLOGI I PERCOBAAN I

PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN DAN KONVERSI DOSIS Tanggal Praktikum : 22 September 2014

Tanggal Laporan : 29 september 2014 Kelompok/Shift : 5/A

Anggota Kelompok :

Sarah Siva Mariam 10060312017 Wendy Wijaya 10060312018 Gina Trihandayani 10060312020 Yuli Ernawati 10060312021 Marsha Budi Clarasati 10060312022 Nama Asisten : Sri Peni F., M.Si., Apt.

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

(29)

Referensi

Dokumen terkait

Modul ini merupakan modul untuk mencapai kompetensi menggunakan dan memperbaiki alat bantu serta rangkaian listrik di industri kimia dengan sub kompetensi menggunakan peralatan

Jika diperhatikan dari data yang tertera pada tabel 5, sebenarnya jika semua kawasan mampu menyediakan area parkir sesuai dengan standard yang ditentukan oleh DJPD maka

Informasi tentang Rumah Tahfidz tersebut dimasukkan ke dalam sistem oleh administrator melalui CMS yang meliputi nama rumah tahfidz, nama pimpinan, alamat, kontak, program

Berdasarkan Tabel 2 hasil uji DMRT menunjukkan bahwa terdapat penurunan secara nyata pada tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan berat basah

Metode Water irth merupakan metode alternati& bagi ibu hamil yang akan melahirkan dan merupakan suatu metode melahirkandengan keuntungan lebih rileks dan dapat mengurangi

dinding batu bata dalam 1 (satu) satuan pekerjaan selama 1 (satu) jam, sehingga dapat mengetahui penggunaan analisis SNI 2002 atau SNI 2008 yang lebih efisien

Cinnamic aldehyde merupakan senyawa yang terdapat dalam kayu manis di mana banyak numan dengan konsentrasi 9- juga digunakan sebagai fungisida atau Kegunaan

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wondabio (2006) dan Johnstone (2003) bahwa calon klien yang memiliki risiko audit yang rendah, memiliki peluang lebih