• Tidak ada hasil yang ditemukan

Emansipasi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Kedua Karya Labibah Zain: sebuah Kajian Feminisme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Emansipasi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Kedua Karya Labibah Zain: sebuah Kajian Feminisme"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

EMANSIPASI PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN

PEREMPUAN KEDUA

KARYA LABIBAH ZAIN:

SEBUAH KAJIAN FEMINISME

Rangga Mardilla, Chairil Effendy, Sesilia Seli

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Untan, Pontianak e-mail: ranggamardilla@gmail.com

Abstrak: Penelitian tentang Emansipasi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Kedua Karya Labibah Zain bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk ketidakadilan perempuan dan bentuk perjuangan perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif bentuk kualitatif dengan pendekatan kritik sastra feminis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bentuk ketidakadilan perempuan berupa marginalisasi di sektor publik yaitu di masyarakat dan negara, sedangkan di sektor domestik terjadi di keluarga dan diri pribadi. Subordinasi di sektor publik yaitu di negara, sedangkan di sektor domestiknya di keluarga. Stereotipe terjadi di sektor publik yaitu di masyarakat, sedangkan di sektor domestiknya di keluarga dan diri pribadi. Kekerasan di sektor publik berupa kekerasan seksual dan kekerasan fisik, sedangkan di sektor domestik berupa kekerasan emosional, kekerasan fisik, kekerasan pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Bentuk perjuangan perempuan yaitu memberikan pemahaman, menolak dan mengutarakan pendapat, menerima dengan syarat, melakukan perlawanan, dan mengakhiri hubungan dengan strategi.

Kata kunci:emansipasi perempuan, feminisme, kumpulan cerpen

Abstract: Research on Women’s Emancipation in the “Perempuan Kedua“ Short Stories Collection by Labibah Zain aims to describe the sub-problems forms of gender inequality and the forms of struggles did by women. The research method that is used is descriptive method in qualitative with feminist literary criticism approach. The results of this study show that the forms of injustice to women occurred in the form of marginalization in the public sector as in the society and the state, while in the domestic sector occurred in the family and personality. Subordination occurred in the public sector (particularly in the country), while in the domestic sector occurred in the family. Stereotyping happened in the public sector as in the community, while in the domestic sector happened in the family and personality. Violence that occurred in the public sector were in the form of sexual violence and physical abuse, while in the domestic sector were in the form of emotional abuse, physical abuse, sexual abuse violence, sexual violence, and economic violence. The forms of women’s struggles were to give an understanding with reaction to cry, refuse and express opinions, accepting with conditions, to fight, and ending the relationship with the strategy.

(2)

erita pendek merupakan jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya.

Menurut Sugihastuti dan Suharto (2002:2) sastra Indonesia memandang wanita menjadi dua bagian kategori. Kategori pertama adalah peran wanita dilihat dari segi biologisnya (isteri, ibu, dan objek seks) atau berdasarkan tradisi lingkungan. Kedua, bahwa peranan yang didapat dari kedudukannya sebagai individu dan bukan sebagai pendamping suami. Tokoh wanita seperti kategori kedua di atas, biasanya disebut sebagai perempuan feminis yaitu perempuan yang berusaha mandiri dalam berpikir, bertindak, dan menyadari hak-haknya.

Perempuan yang berusaha mandiri dalam berpikir, bertindak, dan menyadari hak-haknya itu tergambar dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua karya Labibah Zain. Ia menghadirkan seorang tokoh perempuan yang emansipatif dan tidak suka diremehkan bahkan dibedakan dengan laki-laki, baginya laki-laki dan perempuan berbeda hanya dari segi biologis saja, tapi tidak dalam segi sosial dan hak-haknya.

Dalam pengamatan yang lebih khusus, terdapat tiga belas cerita karya Labibah Zain yang yang terdapat dalam kumpulan cerpen Perempuan Keduayaitu “Aina”, “Perempuan Kedua” (selanjutnya disebut PK), “Sepotong Wajah” (selanjutnya disebut SW), “Fragmen Musim Gugur” (selanjutnta disebut FMG), “Perempuan Pencari Dada Ibu” (selanjutnya disebut PPDI), “Celana Dalam” (selanjutnya disebut CD), “Kamar Berlumut” (selanjutnya disebut KB), “layli”, “Mak’e”, “Perempuan Cahaya” (selanjutnya disebut PC), “Rumah Di Seberang Kuburan” (selanjutnya disebut RDSK), “Awan Menangkap Rembulan” (selanjutnya disebut AMR), dan “Hari Ini Ada yang Mati Lagi” (selanjutnya disebut HIAML). Cerita-cerita tersebut beralasan untuk diteliti berdasarkan tiga pertimbangan, yaitu ditulis oleh penulis perempuan, memuat citra perempuan, dan merupakan gender cerita pendek yang padat dan memasyarakat.

Setelah melakukan pembacaan, didapat kesan ketidakadilan yang dialami oleh perempuan serta perjuangan perempuan untuk melawan sistem dan struktur yang ada di masyarakat. Perempuan juga dijadikan sebagai objek seksual oleh laki-laki tanpa dapat memberikan perlawanan sehingga menimbulkan trauma. Ketidakadilan yang dialami oleh perempuan juga masih sering terjadi sampai sekarang, baik itu ketidakadilan dalam rumah tangga, seksual maupun ekonomi. Hal ini yang membuat peneliti memilih topik “Emansipasi Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Perempuan Keduakarya Labibah Zain”.

Uraian di atas mendasari untuk dilakukannya penelitian dengan alasan yaitu: Pertama, sejauh pengamatan tidak ditemukan penelitian sebelumnya mengenai pengkajian terhadap kumpulan cerpen Perempuan Kedua. Kedua secara umum kumpulan cerpen ini banyak memberi argumen-argumen perempuan yang

(3)

melakukan transformasi sosial terhadap posisinya selama ini. Ketiga, kumpulan cerpen ini juga memberikan gambaran atau bentuk-bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan. Keemapt, karya sastra telah menjadi budaya yang berkuasa dan menjadi daya pikat terhadap persoalan gender. Oleh karena itu, penelitian ini mengangkat persoalan gender yang tercermin di dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua.

Pertimbangan lain, pentingnya penelitian ini dilakukan karena mengingat bahwa cerpen satu di antara bahan pengajaran Apresiasi Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Penelitian ini berhubungan dengan Standar Kompetensi mendengarkan, 13. Memahami pembacaan cerpen, dengan Kompetensi Dasar 13.2 Mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan. Dengan demikian, penelitian tentang Emansipasi Perempuan ini dapat dijadikan bahan acuan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA kelas XII semerter 1.

Wolf (dalam Sofia 2009:139) mengartikan feminisme adalah sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri perempuan. Istilah “menjadi feminis”, bagi Wolf, harus diartikan dengan “menjadi manusia”. Oleh sebab itu, seorang perempuan akan percaya pada diri mereka sendiri. Sejalan dengan itu, Homzah (2010:5) menyatakan bahwa feminisme merupakan sebuah gerakan pembebasan terhadap perempuan yang mengupayakan transformasi bagi satu pranata sosial. Dengan demikian, feminisme merupakan suatu gerakan atau kritik ideologis terhadap cara pandang yang mengabaikan permasalahan gender dan ketidakadilan dalam pemberian peran dan identitas sosial berdasarkan perbedaan jenis kelamin.

Ada tiga ciri feminisme. Pertama, menyadari akan adanya ketidakadilan jender. Kedua, memaknai bahwa gender bukan sebagai sifat kodrat. Tiga, memperjuangkan adanya persamaan hak.

Diantara berbagai ragam feminisme, ragam yang cukup menonjol adalah feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis, dan feminisme sosialis (Fakih, 2010:80-98). Meskipun demikian penelitian ini mengacuhkan pembagian teori feminisme dalam delapan bagian yang meliputi feminisme radikal, feminisme marxis dan sosial, feminisme liberal, feminisme psikoanalisis, feminisme eksistensial, feminisme postmodern, feminisme multikultural dan global, serta feminisme ekofeminisme.

Kritik sastra feminis merupakan aliran baru dalam sosiologi sastra. Lahirnya bersamaan dengan kesadaran perempuan akan haknya. Kritik sastra feminis juga merupakan disiplin ilmu kritik sastra yang lahir sebagai respon atas berkembangnya feminisme di berbagai penjuru dunia. Inti tujuan feminisme adalah meningkatkan kedudukan dan derajat perempuan agar sama atau sejajar dengan kedudukan serta derajat laki-laki. Adapun jenis-jenis kritik sastra feminis yang berkembang di masyarakat yaitu kritik ideologis, kritik yang menkaji penulis-penulis wanita, kritik sastra sosialis, kritik sastra feminis-psikoanalistik, kritik feminis lesbian, dan kritik feminis ras atau etnik (Djajanegara, 2000:27-39).

(4)

Untuk menganalisis karya sastra dengan menggunakan kritik sastra feminis, dibutuhkan sebuah proses. Adapun langkah-langkah untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan menggunakan pendekatan kritik sastra feminis sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh wanita, dan mencari kedudukan

tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat.

2. Meneliti tokoh lain, terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan dengan tokoh perempuan yang sedang kita amati.

3. Mengamati sikap penulis karya yang sedang dikaji (Djajanegara, 2000: 51-54).

Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa anggapan tentang peran sosial budaya laki-laki dan perempuan (Fakih, 2000:8). Gender muncul karena perkembangan pola pikir manusia mengenai kedudukan wanita bersama laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam gender dikenal sistem hierarki yang menciptakan kelompok-kelompok yang bersifat operasional, kelompok tersebut saling bergantung atau bahkan bersaing untuk mempertahankan kekuasaan masing-masing.

Menurut Fakih (2010:12-23), ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, di antaranya marjinalisasi yaitu suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Stereotipe yaitu pemberian citra baku atau label (cap) kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Kekerasan (violence) yaitu tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh satu di antara jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Beban ganda (double burden) yaitu beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.

Asumsi laki-laki tentang perempuan menghasilkan ekspresi perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki. Ekspresi tersebut dapat dilihat dari kata-kata atau ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh perempuan. Menurut Sofia (2009:52-59), tindakan yang dilakukan oleh perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki ialah berupaya memberikan pemahaman, berani menolak dan mengutarakan pendapat, dan mengakhiri hubungan dengan strategi.

Adanya sikap perlawanan oleh perempuan terhadap laki-laki tidak terbentuk begitu saja. Menurut Sofia (2009:60-63), hal yang melatarbelakangi sikap-sikap perempuan untuk menolak bahkan membrontak kekuasaan laki-laki disebabkan oleh pendidikan, pemahaman hukum, dan orang-orang sekitar.

Secara umum, tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan emansipasi perempuan dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini ialah: 1) mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan, 2) mendeskripsikan bentuk-bentuk perjuangan yang dilakukan oleh perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki.

(5)

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif digunakan karena sesuai dengan objek penelitian sekaligus sumber data yang berbentuk teks, yaitu kumpulan cerpen Perempuan Kedua karya Labibah Zain. Selain itu, metode deskriptif digunakan dengan mempertimbangkan tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan ketidakadilan gender dan perjuangan pada tokoh wanita dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua. Jadi, dalam penelitian ini, metode deskriptif difungsikan untuk memaparkan data maupun hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata ataupun kalimat dan bukan dalam bentuk angka-angka atau mengadakan perhitungan tetapi penelitian ini berisi kutipan-kutipan, kata-kata dan kalimat untuk memecahkan masalah megenai ketidakadilan gender dan perjuangan pada tokoh wanita dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua.

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk kualitatif. Bentuk ini digunakan karena data dalam penelitian ini berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat dan tidak mengutamakan pada angka-angka. Menurut Semi (1993:23) penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak mengutamakan angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kritik sastra feminis. Kritik sastra feminis merupakan kesadaran membaca sebagai perempuan, yakni kesadaran pembaca bahwa ada perbedaan penting dalam jenis

kelamin pada makna dan perebutan makna karya sastra (Culler dalam Sugihastuti, 2010:7).

Data dalam penelitian ini bersumber dari kumpulan cerpen Perempuan Keduakarya Labibah Zain. Cerpen ini terdiri dari 13 cerpen dengan ketebalan 127 halaman, diterbitkan oleh Jalasutra, pada tahun 2008, cetakan pertama. Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data yang berupa kutipan kata-kata, frasa, kalimat pada kumpulan cerpen Perempuan Kedua yang mengandung bentuk ketidakadilan yang dialami oleh perempuan dan bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki.

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi dokumenter. Proses pengumpulan data yaitu dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen. Dokumen yang telah diperoleh kemudian dianalisis, dibandingkan, dan dipadukan sehingga membentuk suatu hasil kajian yang sistematis, padu, dan utuh. Menurut Moleong (1991:161) “dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik”.

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai instrumen kunci. Peneliti sebagai instruman kunci berkedudukan sebagai perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafsiran data, dan sampai pada akhir hasil penelitian.

Adapun langkah pengumpulan data ialah: 1) membaca secara intensif buku kumpulan cerpen Perempuan Keduakarya Labibah Zain, 2) mengidentifikasi data yang menggambarkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami tokoh

(6)

perempuan dan bantuk-bentuk perjuangan perempuan, 3) mengklasifikasi data yang menggambarkan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami tokoh perempuan dan bantuk-bentuk perjuangan perempuan, 4) mencatat data pada kartu data berdasarkan masalah yang diteliti.

Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan teknik kajian isi (content analysis). ). Menurut Hostli (dalam Moleong, 1991:163) “kajian isi adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakterisasi pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis”. Penggunakan teknik analisis isi karena proses analisis berdasarkan pada deskripsi yang dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan teori yang telah dirancang sebelumnya. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisisis data ialah: 1) membaca kembali data yang telah diklasifikasikan secara intensif, 2) menganalisis dan menginterprestasikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan, 3) menganalisis dan menginterprestasikan bentuk-bentuk perjuangan yang dilakukan tokoh utama perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki, 4) mendiskusikan dengan dosen pembimbing, yaitu Prof. Dr. H. Chairil Effendy, M.S. (pembimbing utama) dan Dra. Sesilia Seli, M.Pd. (pembimbing kedua) serta pemeriksaan teman sejawat, bersama Ria Yunitha dan Teguh Trisanto, 5) menyimpulkan hasil analisis data sesuai dengan masalah penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan dan bentuk-bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi patriarki dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua karya Labibah Zain. Terdapat empat bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan dalam kumpulan cerpen Perempuan Kedua, yaitu marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan. Marginalisasi terjadi di sektor publik, khususnya di lingkungan masyarakat dan negara, sedangkan di sektor domestik terjadi di lingkungan keluarga dan diri pribadi. Subordinasi terjadi di sektor publik, khususnya di negara, sedangkan di sektor domertiknya terjadi di lingkungan keluarga. Stereotipe terjadi di sektor publik, khususnya dilingkungan masyarakat, sedangkan di sektor domestiknya terjadi di lingkungan keluarga dan diri pribadi. Kekerasan terjadi di sektor publik berupa kekerasan seksual dan kekerasan fisik, sedangkan di sektor domestik berupa kekerasan emosional, kekerasan fisik, kekerasan pelecehan seksual, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi partiarki adalah melalui tahapan-tahapan proses penyadaran yaitu memberikan pemahaman dengan reaksi menangis, menolak serta mengutarakan pendapat, menerima dengan syarat, melakukan perlawanan, dan mengakhiri hubungan dengan strategi yakni dengan aksi menuntut gugatan cerai, membagi cinta atau berselingkuh, bunuh diri, dan kabur dari rumah. Selain itu, ada upaya untuk memperoleh pendidikan dan mempertahankan hidup dengan berjualan dan bekerja.

(7)

Pembahasan

Kumpulan cerpen Perempuan Kedua yang di jadikan sebagai objek penelitian terdiri dari tiga belas cerpen. Cerpen-cerpen tersebut seperti Aina, Perempuan Kedua(selanjutnya disebut PK), Sepotong Wajah(selanjutnya disebut SW), Fragmen Musim Gugur (selanjutnta disebut FMG), Perempuan Pencari Dada Ibu (selanjutnya disebut PPDI), Celana Dalam (selanjutnya disebut CD), Kamar Berlumut (selanjutnya disebut KB), Layli, Mak’e, Perempuan Cahaya (selanjutnya disebut PC), Rumah Di Seberang Kuburan (selanjutnya disebut RDSK), Awan Menangkap Rembulan(selanjutnya disebut AMR), dan Hari Ini Ada yang Mati Lagi (selanjutnya disebut HIAML). Setelah dilakukan pembacaan ditemukan persoalan gender yang tidak adil oleh laki-laki terhadap perempuan. Hal itu membuat tokoh perempuan dalam kumpulan cerpen tersebut berusaha untuk memperjuangkan hak-haknya.

1. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan.

Pada cerpen Aina, bentuk ketidakadilan perempuan yang ditemukan hanya stereotipe dan kekerasan. Stereotipe yang terjadi di masyarakat dan keluarga tersebut di bentuk oleh faktor budaya. Dalam cerpen Aina,budaya partiarki masih sangat kental. Hal itu terbukti dengan adanya pernikahan yang masih terikat oleh budaya pernikahan berdasarkan garis keturunan. Budaya tersebut mencerminkan adanya diskriminasi terhadap ahwal yaitu orang yang tidak memiliki garis keturunan langsung dari Fatimah, putri rasulullah Muhammad Saw. Sehingga, dalam hal ini seorang syarifah akan di anggap perempuan yang tidak taat pada aturan yang didasarkan atas garis keturunan dan akan dilaknat baik di masyarakat dan keluarganya sendiri. Kekerasan yang dialami tokoh Aina merupakan gambaran dari hasil pernikahan yang tidak didasari oleh cinta, melainkan didasarkan oleh balas dendam. Kehidupan masa lalu sering menimbulkan dendam. Oleh karena itu, Sakit hati yang dirasakan tokoh Haidar pada masa ia pacaran dengan Aina menimbulkan perasaan dendam. Sifat pendendam tersebut membuat Haidar melakukan tindakan dengan cara menikah lagi dan jarang menjenguk Aina.

Pada cerpen PK, bentuk ketidakadilan perempuan yang ditemukan hanya stereotipe. stereotipe tersebut terjadi pada sektor publik, khususnya di masyarakat dan pada sektor domestik terjadi di keluarga. Tindakan dan segala hal yang ada dalam pikiran tokoh Aku mengambarkan bahwa perempuan hanya di nilai dari segi objeknya untuk dinikmati, yaitu dari bentuk tubuhnya. Pandangan-pandangan itulah yang menimbulkan stereotipe pada diri perempuan, baik itu di masyarakat maupun di dalam keluarga. Meskinya perempuan dinilai dari segi subjektifitasnya, karena setiap perempuan juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Kecantikan dan kejelekan yang dapat menjadi kelebihan dan kekurangan perempuan itulah yang menjadai perempuan dinilai dari segi subjek, bukan objek.

Pada cerpen SW, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya subordinasi dan stereotipe. Subordinasi dan stereotipenya terjadi di lingkungan domestik. Di dalam lingkungan keluarga, istri dan anak perempuan harus mengikuti apa yang dikatakan oleh suami dan yang lebih di utamakan adalah anak laki-laki daripada anak perempuan. Bentuk tindakan dari tokoh bapak Tirta merupakan gambaran

(8)

adanya kekuasaan ayah yang mengatur dan memilih pasangan hidup untuk anaknya. Hal itu di pengaruhi oleh budaya, khususnya budaya partiarki. Budaya partiarki merupakan suatu sistem dalam keluarga yang diatur dan didominasi oleh seorang ayah. Sedangkan, bentuk pelabelan dari sebuah pelukan antara laki-laki dengan perempuan setengah baya tentu membuat orang-orang disekitar taman tempat mereka berpelukan itu menatap dengan kecurigaan. Hal itu mengundang orang-orang untuk bertanya-tanya dalam hati. Kejadian tersebut mencerminkan masyarakat yang masih beranggapan bahwa perempuan dan laki-laki berpelukan merupakan sesuatu yang masih tabu. Bentuk berpelukan antara laki-laki dengan perempuan di tempat umum di tanggapi oleh masyarakat dengan hal-hal yang negatif. Oleh sebab itu, masyarakat cenderung curiga dan mempertanyakan hal-hal tersebut.

Pada cerpen FMG, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan, subordinasi, dan stereotipe. Kekerasan yang terjadi berkaitan dengan kekerasan emosional di lingkungan domestik. Kekerasan tersebut bersumber dari masalah keluarga yang tidak harmonis, sehingga menimbulkan tekanan batin bagi iatri dan anak perempuannya. Tersubordinasinya tokoh Liya dalam keluarganya dilakukan oleh ayahnya sendiri. Ayahnya menginginkan anak laki-laki. Bagi ayahnya, anak laki-laki merupakan impian dan dapat membawa nama keluarga. Hal itu yang membuat ayahnya rela kawin lagi. Oleh karena itu, Liya merasa sis-sia karena ayahnya lebih menginginkan anak laki-laki yang dapat membawa nama keluarga, daripada dirinya yang merupakan anak perempuan. Tindakan dan impian ayahnya menempatkan Liya pada posisi atau sebagai anak yang tidak penting. Akibat dari tindakan seorang ayah dapat membuat anak perempuan menjadi bahan ejekan bagi teman-temannya. Hal itu di karenakan ayahnya sering mengawini perempuan lain hanya karena menginginkan anak laki-laki. Perlakuan yang diterima oleh Liya dari teman-temannya tersebut merupakan cerminan dari masyarakat. Masyarakat cendrung melabelkan seseorang yang keluar dari konteks budaya yang sebenarnya. Tindakan ayah Liya yang mempraktekan poligami tersebut mengakibatkan anaknya Liya merasakan dampaknya. Dampak yang dirasakan oleh Liya ialah berupa stereotipe dan ia dipermalukan oleh orang-orang di sekitarnya.

Pada cerpen PPDI, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan dan stereotipe. Kekerasan dan stereotipenya terjadi di lingkungan domestik. Tindakakan dari seorang ayah yang melakukan kekerasan seperti menggebrak meja dan pas bunga tentu membuat anak akan merasa takut. Tindakan tokoh ayah yang menggebrak meja dan pas bunga merupakan gambaran dari realita yang terjadi dalam lingkungan keluarga. Kemarahan seorang suami cenderung dilampiaskan dengan barang-barang di sekitarnya. Meskipun hal itu tidak menyakitkan fisik, namun hal itu dapat mengakibatkan orang-orang di sekitar yang melihat dan mendengarkannya merasa ketakutan. Hal itu terbukti dengan apa yang di rasakan oleh tokoh Aku atas tindakan dari ayahnya. Anggapan masyarakat terhadap pasangan yang tidak mau tidur seranjang dan pasangan yang bersolek adalah adanya pertanda perselingkuhan. Segala bentuk anggapan yang ada di masyarakat mengenai tingkah laku perempuan itu bersumber dari budaya, terlebih lagi adanya anggapan gender. Pandangan ini menyebabkan perempuan sulit

(9)

mempromosikan dan mengembangkan potensi dirinya. Sehingga, perempuan merasa khwatir apabila keluar dari budayanya.

Pada cerpen CD, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan dan stereotipe. Bentuk penyampaian lelucon oleh Damar kepada tokoh Aku dan membuka rahasia pribadi Mbak Mela tergolong kedalam bentuk pelecehan seksual. Hal itu dikarenakan pernyataan Damar tidak sopan. Tindakan Damar tersebut seharusnya tidak dilontarkannya. Terlebih lagi mengenai keperawanan Mbak Mela, tidak seharusnya ia katakan kepada tokoh Aku hanya untuk kepentingan pribadi. Pengakuan diri sendiri perempuan merupankan bentuk dari penyadaran mengenai apa yang dipandang orang atas tindakan yang ia lakukan. Pandangan orang terhadap seseorang yang menikahi suami temannya sendiri masih tabu. Oleh karena itu, tokoh Aku menyatakan dirinya sebagai perempuan jalang.

Pada cerpen KB, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan dan stereotipe. Kekerasan seksual yang mengatasnamakan cinta merupakan suatu tindakan yang merugikan dan menyakitkan bagi perempuan. Hal itu seb agaimana dari tindakan Damar yang seakan-akan menganggap perempuan hanya sebagai objek untuk pelampiasan nafsu. Ia tidak memperdulikan kerelaan dan kepuasan dari pihak perempuan. Stereotipe dalam keluarga terjadi karena adanya anggapan bahwa istri yang pergi tampa izin kepada suaminya adalah perempuan pelacur. Selain itu, penampilan istri yang berubah pada waktu pergi seperti memakai baju kaus ketat yang dipadukan dengan balzer warna merah darah, sepatu hak tinggi, dan mengenakan lipstik warna merah menyala di bibirnya. Penampilan tersebut cenderung dianggap tabu oleh masyarakat karena keluar dari konteks budaya. Oleh sebab itu, pada saat Tirta pulang ke rumah, Damar berprasangka kepada Tirta atas penampilan dan tindakan Tirta yang tidak memberi tahu kepergiannya sebagai perempuan pelacur.

Pada cerpen Layli, bentuk ketidakadilan yang ditemukan berupa marginalisasi, suborninasi, kekerasan, dan stereotype. Marginalisasi dalam keluarga terjadi karena suami meminta uang kepada istrinya untuk membeli tanah ibunya. hal itu tentu merupakan proses pemiskinan oleh suami sendiri. Tersubordinasinya perempuan karena adanya pemingiran atau penomorduaan perempuan dalam mengambil keputusan di dalam keluarga. Perempuan hanya mengikuti keputusan dan usulan dari suami. Hal itu didasari pada atas anggapan bahwa perempuan itu bersifat pasif dan emosional. Sedangkan, menggunakan dan menghabiskan uang istrinya merupakan tindakan kekerasan ekonomi. Gaji suaminya bahkan tidak pernah diberikan kepada Layli. Hal itu tentu membuat Layli merasa tidak adil, karena ia harus belanja dengan uang hasil pekerjaannya sendiri. Oleh sebab itu, suami Layli telah melakukan kekerasan ekonomi, karena ia tidak menyadari bahwa Layli telah membiayainya kuliah sehingga karirnya menjadi lebih baik. Stereotipe dalam keluarga terjadi karena adanya anggapan bahwa seorang istri yang meninggalkan suami merupakan aib yang tidak terkira dan pantas dipermalukan. Hal tersebut disebabkan budaya yang cenderung mendeskriminasikan perempuan.

Pada cerpen Mak’e, bentuk ketidakadilan yang ditemukan berupa marginalisasi dan stereotype. Proses pemiskinan perempuan tidak hanya

(10)

disebabkan oleh laki-laki, atau sebuah sistem dominasi. Hal itu dapat juga disebabkan oleh perasaan yang ada dalam diri perempuan itu sendiri. Perempuan sering merasa dirinya tidak mampu untuk mengembangkan dan mengekspresikan potensi yang ada pada dirinya. Oleh sebab itu, berdasarkan jenis kelamin, perempuan menyingkirkan dirinya karena merasa tidah mampu seperti laki-laki. Pada cerpen Mak’e, proses pemiskinan itu hanya terjadi di sektor domestik, khususnya dalam diri pribadinya. Pernyataan Mak’e seperti pada kutipan berikut “Hanya Mak’e tak bisa menggunakan dengan berhati-hati sehingga kondisi kita begini” sudah jelas menunjukan bahwa dirinya tidak mampu mampu untuk mengembangkan segala sesuatu yang sudah ada pada dirinya. Bahkan untuk menggunakan dengan hati-hati uang yang ada pada dirinya saja ia tidak mampu. Alangkah baiknya, perasaan tidak mampu dan lemah akibat dari perbedaan jenis kelamin itu harus dihindari. Pada cerpen Mak’e, Stereotipe dalam masyarakat terjadi karena adanya anggapan bahwa anak yang dilahirkan tampa ayah dianggap anak haram. Hal itu diperparah dengan kepercayaan masyarakat bahwa seorang anak haram akan melahirkan anak haram lainnya. Hal tersebut disebabkan budaya cenderung mendeskriminasikan perempuan-perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya.

Pada cerpen PC, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya stereotipe. Hal itu terjadi di sektor publik, khususnya masyarakat. Dalam cerpen PC, stereotipe dalam masyarakat itu terjadi karena laki-laki cenderung memanfaatkan keadaan perempuan. Perempuan yang lemah dan penurut dipermainkan oleh laki-laki. Oleh sebab itu, perempuan merasa kecewa dan sakit hati. Dari bentuk kekecewaan Ely, ia merasa disakiti oleh dua orang Laki-laki yaitu pacarnya yang pertama dan Ali yang merupakan pacarnya yang kedua. Pandangan yang menganggap perempuan itu lemah dan mudah di permainkan itulah yang menyebabkan perempuan cenderung dimanfaatkan oleh laki-laki. oleh sebab itu, Ely menjadai korban dari pelabelan di masyarakat. Hal itu berarti Ely di pandang rendah oleh pacar-pacarnya dengan tidak mengakui dan menghargai pengorbanan Ely untuk mencintai mereka.

Pada cerpen RDSK, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan. Hal itu terjadi di sektor publik, khususnya di lingkungan masyarakat. Dalam cerpen RDSK, kekerasan fisik tersebut menunjukan laki-laki cenderung melakukan kehendaknya dengan paksa dan memeras kaum perempuan. Ketidakberdayaan perempuan mengkibatkan dirinya tersiksa oleh kekuatan laki-laki. Pada kutipan “aku tak setuju, katanya cepat. ‘Pak Karto itu lintah darat’. Kita akan diisap sampai darah habis. Belum lagi dosa karena riba, bu. Katanya lagi” (Zain, 2008:104), cukup menerangkan bahwa Pak Karto merupakan orang yang suka memeras dan berusaha untuk memperoleh segala sesuatu yang ia inginkan. Perbuatan yang dilakukan oleh tokoh Pak Karto merupakan gambaran dari penindasan berdasarkan kelas. Hal itu berkaitan dengan cara kapitalisme menguasai perempuan yang lemah. Perempuan yang berada pada sistem ekonomi yang rendah menyebabkan ia menjadi korban dari struktur sosial yang tidak sejajar. Oleh sebab itu, perlu adanya perubahan struktur sosial dan ketidaksamaan berdasarkan kelas.

(11)

Pada cerpen AMR, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya kekerasan. Hal itu terjadi di sektor publik, khususnya di lingkungan masyarakat. Dalam cerpen AMR, kekerasan fisik tersebut menunjukan perempuan menjadi korban dari sistem kapitalisme di sebuah negara. Warga negara cenderung melakukan kekerasan terhadap pekerja perempuan. Perlakuan yang dialami tokoh Aku merupakan cerminan dari sebuah sistem kapitalisme yang cenderung memperlakukan perempuan dengan tidak adil. Kapitalisme menguasai perempuan dalam kedudukan perempuan yang direndahkan. Ketertinggalan perempuan bukan karena tindakan individu secara sengaja, tetapi akibat dari struktus sosial dan ekonomi yang erat kaitannya dengan kapitalisme.

Pada cerpen HIAML, bentuk ketidakadilan yang ditemukan hanya marginalisasi. Hal itu terjadi di sektor publik dan domestik. Dalam cerpen HIAML, program-program pembangunan yang di terapkan oleh para elit kapitalisme dalam sebuah sistem pemerintahan menimbulkan termarginalisasinya masyarakat kelas bawah khususnya perempuan. Persoalan masyarakat dalam potret cerpen HIAML merupakan hubungan ekonomi antar kelas dalam masyarakat. Sistem develomentalisme membuat hubungan antar unsur masyarakat menjadi saling berkaitan tetapi hal itu menimbulkan kontradiksi antar berbagai unsur tersebut. Unsur tersebut berupa unsur kelas dan unsur non kelas. Hubungan kelas tercermin dalam hubungan antar buruh dengan majikannya, seperti kedudukan ayah Pipin dengan masyarakatnya pada cerpen HIAML. Sedangkan, hubungan non kelas tercermin antar pemerintah dengan aparat keamanannya, seperti pada kasus meninggalnya Mbah Minem saat mengantri subsidi tunjangan BBM di Kantor Pos.

2. Bentuk-bentuk perjuangan yang di lakukan oleh perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi pertiarki.

Pandangan laki-laki dan budaya tentang perempuan menimbulkan ekspresi terhadap perempuan. Ekspresi tersebut dapat di lihat dari kata-kata atau ucapan dan tindakan yang dilakukan oleh perempuan. Pemahaman yang di berikan oleh Salma kepada Aina merupakan pengalaman Salma sendiri. Salma berpesan kepada Aina agar hati-hati menentukan pilihan hidup yang berkaitan dengan pernikahan. Pernyataan Salma seperti pada kutipan berikut “kalau kau yakin Hartanto benar-benar lelaki baik, yakin akan kekuatan mentalmu bila menghadapi persoalan sepertiku, kau boleh menempuh cara sepertiku. Kalau tidak, kau bisa gila! Kataku” sudah jelas menunjukan bahwa Salma memberikan gambaran kehidupannya kepada Aina.

Pernyataan Salma tersebut dilatarbelakangi oleh pengalaman hidupnya yang terpisah dari keluarganya. Hal itu dikarenakan ia menikahi seorang ahwal. Oleh sebab itu, Salma memberikan pemahaman kepada Aina agar mental Aina mampu untuk menghadapi persoalan apa yang sedang di hadapi oleh Salma. Hal itu berarti, Aina harus memiliki keyakinan dan kekuatan mental jika ingin menikahi Hartanto yang bukan seorang habib.

Pernyataan Gini seperti pada kutipan berikut “maskan sudah punya istri” sudah jelaskan menunjukan bahwa tokoh Aku memiliki seorang isteri, tetapi laki-laki selalu pada posisi yang tidak ingin kalah. Laki-laki-laki berusaha untuk memperoleh sesuatu yang ia inginkan, seperti pada kutipan berikut “tapi kau kan

(12)

tahu kalau aku menderita” dari pernyataan itulah menunjukan bahwa tokoh Aku tidak ingin kalah untuk meyakinkan Gini. Oleh karena itu, Gini sempat ragu dan kesulitan menghadapi tokoh Aku. Namun Gini tetap berusaha memberi pemahaman seperti pada pernyataannya “selesaikan baik-baik hubungan mas dengan istri. Kalau memang mas menderita, mas harus menceraikan dia secara baik-baik atau...?” sudah jelas menunjukan Gini memberi pemahaman agar tokoh aku menyelesaikan baik-baik hubungannya dengan istrinya, meskipun tampak agak ragu. Dengan pernyataan Gini yang seolah-olah ragu tersebut membuat tokoh Aku mencari kepastian dengan bertanya kepada Gini lagi seperti pernyataannya berikut, “atau apa?’ Tanyaku berdebar-debar”. Sehingga pada akhirnya, Gini menyuruh tokoh Aku minta izin kepada istrinya, jika ingin menikahi dirinya.

Tahap yang lebih tegas dari reaksi perempuan terhadap partiarki ialah mengakhiri pertunangan atau bisa juga perkawinannya. Perempuan menyadari bahwa pertunangan atau perkawinan yang di dasarkan atas kemauan orang tua membuat kehidupan perempuan terpasung. Pertunangan atau perkawinan merupakan ikatan yang di dasari atas percintaan antara laki-laki dengan perempuan, bukan karena kemauan orang tua. Perkawinan yang disebabkan oleh perjodohan cenderung akan membuat kehidupan rumah tangga menjadi tidak harmonis. Ketidakharmonisan itu terjadi pada keluarga tokoh Tirta, sehingga ia hampir melakukan sebuah hubungan diluar nikah atau perselingkuhan. Namun beda halnya dengan istri laki-laki yang Tirta cintai itu. Istri laki-laki itu banyak melakukan pergorbanan dan nekat memutuskan pertunangannya demi laki-laki yang ia cintai.

Perempuan mencurahkan atau melepaskan kesedihan di dalam hatinya tidak di semua tempat. Hal itu dikarenakan suasana tempat juga menjadi pendukung agar diri pribadi mendapat situasi yang mendukung atas kondisi diri tersebut. Bukit merupakan tempat yang cocok untuk Liya melepaskan kesedihannya. Dengan situasi bukit yang sepi dan tidak semua orang mengetahui tempat itu kecuali Damar, maka Liya dapat menangis sepuas-puasnya. Menangis bukan berarti hal yang mutlak pada perempuan dan titik lemah perempuan, melainkan suatu bentuk ekspresi kesedihan dan kekecewaan yang dimiliki oleh semua manusia.

Pendidikan merupakan faktor utama yang melatarbelakangi munculnya kekuatan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi laki-laki. Perempuan yang berpendidikan mampu tampil sebagai perempuan yang menyadari kemampuan dirinya. Dengan skill yang ia miliki, perempuan dapat mengeksistensikan dirinya di manapun ia berada. Hal itu dilakukan oleh tokoh Liya dengan menempuh jenjang pendidikan sampai pada gelar doktor dan menyibukan dirinya dengan riset agar ia tidak memikirkan kekasihnya yang telah menjadi saudara tirinya.

Tidak lain tindakan awal yang dilakukan oleh perempuan ialah dengan cara menangis. Meskipun perempuan secara emosional lebih labil daripada laki-laki, namun perlu di ingat bahwa menangis bukan berarti gambaran perempuan itu lemah, melainkan hal yang biasa dimiliki oleh setiap manusia. Menangis juga bukan merupakan hal yang mutlak melekat pada setiap perempuan. Tetapi

(13)

menangis merupakan satu di antara bentuk ungkapan rasa sedih yang dimiliki oleh setiap manusia. Kesedihan itulah yang membuat perempuan mengekspresikannya agar ia mendapat pemahaman tentang keadaannya oleh orang lain.

Diam-diam ia mengorek-orek meja kerja suaminya, semua dokumen kerja suaminya juga diamatinya satu persatu, dan ia rogoh satu persatu saku celana suaminya kemudian diciumnya baju-baju suaminya. Namun semuanya tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Kemudian, ia mengambil telepon seluler suaminya yang tergelatak di tumpukan buku, tetapi pada saat bersamaan suaminya datang di ruang kerja tersebut. Wajah suaminya berubah menjadi pucat karena sadar istrinya telah mengambil telepon selulernya. Dengan gugup, suaminya merebut telepon seluler itu dari tangan tokoh Aku, sehingga membuat tokoh Aku terperanjat. Tampa basa basi tokoh Aku langsung mengatakan bahwa suaminya telah selingkuh. Perselingkuhan suaminya secara tidak langsung terbukti kebenarannya seperti pernyataan “Wajahnya pucat pasih ketika sadar aku mengambil telepon selularnya. Dengan gugup, dia rebut telepon selular dari tanganku”, hal itu berarti jelas memberikan gambaran bahwa suaminya takut kecurigaan itu terbukti.

Dari latar belakang pengetahuannya membuat tokoh Aku mengetahui cara-cara mencari tahu kebenaran perselingkuhan dalam sebuah rumah tangga. Sampai pada benda milik pribadi suaminya pun tidak luput dari pandangannya untuk ia ketahui. Namun, dengan karir dan kemapanannya di bidang kepenulisan ternyata tidak dapat membuat tokoh Aku mengambil langkah yang lebih tepat. Ia terpaksa memilih untuk melakukan balasan atas perlakuan suaminya dengan cara yang sama, yaitu membagi cintanya dengan laki-laki lain hanya karena ingin memdapatkan kesejukan pelukan ibunya dulu.

Tindakan bunuh diri tidak dibenarkan oleh feminis. Namun hal itu sering dilakukan oleh kaum perempuan untuk mengakhiri pernikahannya. Manipestasi dari tindakan itu cenderung dikarenakan oleh rumah tangga yang tidak harmonis. Mbak Mela bunuh diri karena ia merasa tidak pernah dikunjungi oleh suaminya, yaitu Damar seperti pada pernyataan berikut “bukan malah melarang Damar mengunjunginya”, hal itu jelas menggambarkan Mbak Mela tidak pernah dikunjungi oleh suaminya. Pak Marijo mengabarkan kepada Damar bahwa keadaan Mbak Mela sekarat di rumah sakit karena berusaha bunuh diri. Mendengar kabar itu, Damar langsung melompat dari kursi dan langsung pergi menuju rumah sakit, tampa sempat pamitan kepada tokoh aku, istrinya. Kejadian itu, membuat tokoh Aku merasa bersalah dan seharunnya ia minta maaf kepada Mbak Mela karena ia telah mengambil Damar, suami Mbak Mela tersebut seperti pada pernyataannya berikut “Tiba-tiba aku merasa bersalah sudah seharusnya aku minta maaf”.

Bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi partiarki adalah melalui tahapan-tahapan proses penyadaran yaitu memberikan pemahaman dengan reaksi menangis, menolak serta mengutarakan pendapat, menerima dengan syarat, melakukan perlawanan, dan mengakhiri hubungan dengan strategi yakni dengan aksi menuntut gugatan cerai, membagi cinta atau berselingkuh, bunuh diri, dan kabur dari rumah. Selain itu, ada upaya untuk memperoleh pendidikan dan mempertahankan hidup dengan berjualan dan

(14)

bekerja. Adapun hal yang melatarbelakangi perempuan untuk membebaskan diri dari dominasi ialah pendidikan, pemahaman hukum, dan orang-orang sekitar.

Kumpulan cerpen Perempuan Kedua mendeskripsikan keadaan perempuan yang terlibat dengan seluruh persoalan serta daya juangnya. Persoalaan itu berasal dari sebuah sistem yang ada dalam masyarakat seperti kenaikan BBM, kemiskinan, pendidikan, dan kesetaraan derajat membuat perempuan menjadi korban dari sebuah sistem tersebut. Tidak hanya persoalan sistem, persoalan yang sangat personal juga membuat perempuan menjadi korban dalam hal bercinta dan rumah tangga. Keinginan, harapan, dan yang membuat perempuan bahagia selalu menjadi daya juang perempuan. Namun, persoalan sistem yang ada di masyarakat membuat tidak semua perempuan dapat melepaskan atau membebeskan diri. Hal itulah yang membuat perempuan dapat tangguh, rapuh, setia, dan dapat pula membagi cinta menjadi perempuan kedua.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Emansipasi perempuan merupakan perjuangan perempuan untuk terlepas dari ketertindasan dan keterbelakangan kaum perempuan. Perempuan menyadari bahwa akibat dari dominasi telah melahirkan ketidakadilan gender. Oleh sebab itu, perempuan melakukan perlawanan atas dominasi oleh laki-laki. Bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh perempuan adalah marginalisasi, subordinasi, stereotipe, dan kekerasan. Keempat bentuk ketidakadilan gender yang dialami perempuan tersebut bersumber dari anggapan yang salah oleh laki-laki. Tersetereotifenya perempuan merupakan akibat dari budaya yang memasung perempuan sehingga perempuan mengalami empat bentuk ketidakadilan berdasarkan gender. Bentuk perjuangan perempuan untuk melepaskan diri dari dominasi partiarki adalah melalui tahapan-tahapan proses penyadaran yaitu memberikan pemahaman dengan reaksi menangis, menolak serta mengutarakan pendapat, menerima dengan syarat, melakukan perlawanan, dan mengakhiri hubungan dengan strategi yakni dengan aksi menuntut gugatan cerai, membagi cinta atau berselingkuh, bunuh diri, dan kabur dari rumah. Selain itu, ada upaya untuk memperoleh pendidikan dan mempertahankan hidup dengan berjualan dan bekerja. Adapun hal yang melatarbelakangi perempuan untuk membebaskan diri dari dominasi ialah pendidikan, pemahaman hukum, dan orang-orang sekitar.

Saran

Kumpulan cerpen Perempuan Kedua dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan materi bagi para guru bahasa dan sastra indonesia dalam mengajarkan apresiasi sastra pada jenjang SMA kelas XI semester genap, khususnya pada materi mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan. Kumpulan Cerpen Perempuankarya Labibah Zain memiliki tiga belas pilihan cerita yang dapat dijadikan bahan ajar dalam materi tersebut. Hasil penelitian ini dapat dijadikan alternatif bahan perenungan dan pemikiran yang

(15)

dapat menambah wawasan siswa. Selain itu, dapat digunakan guru sebagai bahan acuan pemberian remedial, sehingga siswa dapat memahami dalam menganalisis tema, latar, dan penokohan karya sastra lain. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan gambaran kepada peneliti lain atau calon peneliti untuk mengadakan penelitian serupa dengan judul karya sastra yang berbeda. Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan sebagai tolak ukur menjadi pribadi yang berkarakter, khususnya bagi perempuan. Hal itu tentunya sesuai dengan tindakan yang baik. Selain itu, diharapkan perempuan dapat membawa aspirasi dan inspirasi sebagai perempuan modern yang berpendidikan dengan tidak meninggalkan harkat dan martabatnya sebagai seorang perempuan. Perempuan dapat menjadi pribadi yang kuat dan sabar dalam menghadapi segala kesulitan hidup. Walaupun mendapat celaan, cemoohan, bahkan hinaan, diharapkan perempuan tetap semangan dalam menjalankan hidup apapun yang terjadi sebab pasti akan ada hasil jika ada usaha untuk menuju hal yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Amiruddin, Mariana. 2005. Perempuan Menolak Tabu: Hermeneutika, feminis, sastra, sex. Balekembang: Melibas.

Darmono, Supardi Djoko. 1978. Sosiologi Sastra; Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminis, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Endaswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS. Fakih, Mansour. 2000. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hollows, Joanne. 2010. Feminisme, Feminitas, dan Budaya Populer. Terj. Bethari Anissa Ismayasari. Yogyakarta: Jalasutra.

Lembaga Studi Realino. 1992. Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa). Yogyakarta: Kanisius.

Moleong, Lexy J. 1991. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

Ollenburger, Jane C. dan Helen A. Moore. 2002. Sosiologi Wanita. Terj. Budi Sucahyono dan Yan Sumaryana. Jakarta: PT Rineka Cipta.

(16)

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar.1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Sihite, Romany. 2007. Perempua, Kesetaraan, dan Keadilan: Suatu Tinjauan Berwawasan Gender.Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.

Sofia, Adib. 2009. Kritik Sastra Feminis; Perempuan Dalam Karya-karya Kuntowijoyo. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Sugihastuti dan Suharto. 2002. Kritik Sastra Feminis; Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan. 2010. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sulaeman, Munandar dan Siti Homzah. 2010. Kekerasan Terhadap Perempuan: Tinjauan dalam Berbagai Disiplin Ilmu dan Kasus Kekerasan.Bandung: PT Rafika Aditama.

Syam, Christanto. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian Sastra. Pontianak: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Widanti, Agnes. 2005. Hukum Berkeadilan Gender. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Referensi

Dokumen terkait

a) Segi diksi pada kumpulan puisi Doa untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra sangat menarik untuk dikaji dengan menggunakan kajian stilistika.. b) Segi pemaknaan atau isi