PENINGKATAN SKOR INTELIGENSI MAHASISWA MELALUI PENGALIRAN BAYANGAN
Helli Ihsan, Titin Kartini, H.M. Engkos Kosasih, dan Ita Juwitaningrum ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pengaliran bayangan dalam meningkatkan inteligensi mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design. Subyek dalam penelitian ini adalah 18 mahasiswa Psikologi UPI yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen sebanyak 10 mahasiswa dan kelompok control sebanyak 8 mahasiswa. Hasilnya tidak ada perbedaan inteligensi mahasiswa yang diberi pelatihan image streaming dengan yang tidak diberi pelatihan.
Kata Kunci : intelegensi, kecerdasan, PENDAHULUAN
Usaha-usaha untuk menciptakan anak berprestasi sangatlah banyak, terutama oleh para ahli pendidikan yang sangat perhatian kepada usaha-usaha percepatan pembelajaran (accelerated learning). Salah satu usaha para ahli accelerated learning adalah metode mengalirkan bayangan yang digagas oleh Win Wenger.
Tidak ada satupun ahli inteligensi uyang menyatakan bahwa inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan saja atau lingkungan saja. Mereka lebih banyak berpendapat bahwa inteligensi disebabkan oleh bawaan sekaligus lingkungan. Ada banyak metode atau teknik untuk meningkatkan inteligensi. Metode yang digunakan bisa melalui makanan atau aktivitas. Makanan yang dipercaya bisa meningkatkan inteligensi adalah zinc dan ginkobiloba, sekalipun belum ada yang meneliti secara pasti pengaruh makanan-makan tersebut. Aktivitas yang dipercaya meningkatkan inteligensi menurut Jorgensen (2007), adalah mengurangi menonton televisi, olahraga, membaca buku-buku menantang, pergi dan bangun tidur lebih awaal, dan melakukan refleksi. Jorgensen (2007 juga menunjukkan bahwa ada lima tipe buku yang bisa meningkatkan inteligensi yaitu sains, filsafat, fiksi serius, sejarah, dan puisi.
Hasil penelitian yang mengejutkan dilakukan oleh Win Wenger (2001) yang menggunakan metode Image Streaming atau Pengaliran Bayangan yang bisa meningkatkan skor inteligensi sampai 40 skor. Metode ini sangat mudah, tapi harus diulang-ulang dengan waktu yang cukup lama. Tapi kalau aktivitas ini dilakukan 20 menit setiap hari maka aktivitas ini akan sangat ringan.
Diantara aktivitas yang bisa meningkatkan inteligensi di atas, Pengaliran Bayangan sangat menarik kami untuk meneliti atau melakukan replikasi atau eksperimen ulang pada mahasiwa Indonesia. Penelitian Wenger (2001) juga dilakukan pada mahasiswa. Latar belakang inilah yang mendorong kami untuk mengajukan proposal penelitian berjudul Peningkatan Skor Inteligensi Mahasiswa Melalui Pengaliran Bayangan.
Kalau kita amati para tokoh atau pemimpin beasr atau orang-orang yang berpengaruh di dunia, maka secara mengejutkan mereka ternyata menulis atau mendeksripsikan sesuatu yang mereka rasakan sebelum mereka menjadi besar. Mereka melakukan itu bukanlah suatu
kesengajaan untuk orang besar tapi mereka menyukai melakukan pengamatan pada dunia sekitar kemudian mendeskripsikannya dan pada akhirnya mereka menemukan suatu rumusan yang mencengangkan yang bermanfaat bagi manusia.
Mereka mulai melakukan deskripsi itu sebagai seorang amatir yang tidak mengetahui bagaimana cara mendeskripsikan sesuatu dengan cara yang baik. Tapi kelebihan mereka adalah mereka berpikir luas dan memberikan perhatian kepada segala hal. Mereka tidak hanya puas denga hanya sebuah catatan dan terpaku pada sederetan instrumen yang hanya diambil dari satu jenis interpretasi (Wenger, 2008).
Kekuatan deskrpsi telah lama dipraktikkan oleh Sokrates. Sekolah yang dia ciptakan bukan untuk mendatangkan pelajar atau pembelajar tapi untuk mengumpulkan pendengar atau audiens. Dengan audiens maka para pemikir mempunyai seseorang yang menjadi obyek pemaparan pemikiran mereka. Dengan mendeskripsikan kepada orang lain maka mereka akan bisa mengembangkan persepsi mereka sendiri dan mengangkat persepsi-persepsi para pendengar mereka.
Para pendengar dirangsang oleh Sokrates untuk menemukan dunia yang lebih luas dan mendalam dengan menyelidiki persepsi-persepsi interior dan eksterior mereka dan mendeksripsikan apa yang mereka temukan di sana. Salah satu bagian dari sistem Sokrates adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam yang memancing pelajar untuk menyelidiki dan mendeskripsikan persepsi-persepsi mereka dalam mencari jawaban.
Sistem Sokrates menghasilkan keajaiban-keajaiban persepsi, pemahaman dalam belajar dan perkembangan pribadi, sehingga sistem itu menjadi pendidikan selama lebih dari 2000 tahun. Semua praktisi utamanya, sejak Sokrates dan Plato, percaya bahwa semua pengetahuan dan pemahaman, entah bagaimana, sudah ada di dalam diri pelajar dan pembelajar dan hanya perlu diungkit dan diangkat ke kesadaran melalui taktik-taktik “cari dan deskripsikan” tersebut. “Pendidikan “education” itu sendiri dinamai berdasarkan konsep ini. Akar katanya adalah “educare” yang artinya adalah “menarik keluar dari”.
Dasar dari metode dalam eksperimen ini yaitu “Image Streaming” adalah berdasarkan kepada metode Einstein yaitu berfikir visual. Indera visual adalah indera yang yang berisi lebih banyak informasi dan lebih detail daripada indera yang lainnya.
Mengalirkan bayangan adalah metode yang dikembangkan oleh Wenger (2001). Mengalirkan bayangan adalah kegiatan membiarkan bayangan-bayangan hadir dan muncul di hadapan mata pikiran tetapi tidak memutuskan secara sadar apa isi bayangan-bayangan tersebut. Ketika bayangan-bayangan itu hadir atau ditangkap oleh subyek, subyek kemudian mendeskripsikannya dengan lantang kepada fokus eksternal (perekam atau pendengar) secara detail (Wenger, 2004).
Menangkap bayangan ini harus dilakukan dengan lembut. Artinya tidak boleh ada usaha secara sadar dalam melihat sesuatu bayangan. Biarkan bayangan itu tidak jelas, baik itu bayangan hitam, puith atau apapun. Biarkan bayangan itu menjadi bayangan yang jelas dengan sendirinya, bahkan sekalipun nanti sampai akhir proses pengaliran bayangan itu tidak didapatkan bayangan yang jelas satupun.
Pendeskripsian dengan secara lantang ini adalah aktivitas yang penting dan harus dilakukan dalam mengalirkan bayangan. Menurut Wenger (2004), menangkap bayangan tapi tidak
dideskripsikan dengan lantang tidak akan memberi efek apapun dalam meningkatkan skor inteligensi.
Pendeskripsian secara detail ditambah dengan pendeskripsian bukan hanya secara visual tapi pendeskripsian imajinasi pembauan dan perasa yang lain. Subyek akan menjelaskan atau membayangkan bau atau rasa-rasa yang lain yang bisa ditangkap disamping visualisasi dalam bayangan (Wenger, 2001). Misalnya, subyek menangkap seorang wanita sedang membuat adonan dodol yang wangi dan manis, maka subyek menjelaskan apa yang dia rasakan itu. Dia bisa mendeskripsikan bagaimana aroma wangi yang dia tangkap dari adonan dodol itu, atau rasa manis yang dia bayangkan dari rasa dodol itu.
METODE
Desain Eksperimen.
Metode penelitiannya adalah penelitian eksperimen dengan desain nonrandomized nonequivalent kontrol group designs yang merupakan penelitian eksperimen kuasi.
Pretes IQ Perlakuan Postes IQ Skor Selisih Kelompok
eksperimen O1 X O2 O2 – O1 Skor selisih
dibandingkan Kelompok
Kontrol O3 O4 O3 – O4
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswa Psikologi UPI angkatan tahun 2010. Jumlah partisipan adalah 18 orang yang terbagi menjadi dua yaitu 10 orang kelompok eksperimen dan 8 orang kelompok kontrol.
Prosedur
Mahasiswa psikologi Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2010 terdiri dari dua kelas. Dari dua kelas ini diambil masing-masing 10 mahasiswa untuk menjadi partisipan. Kelas A menjadi partisipan kelompok eksperimen sedangkan kelas B menjadi partisipan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen diberi pelatihan pengaliran bayangan selama 10 hari, setiap harinya diberi pelatihan selama 1 jam. Para partisipan ini masuk ke dalam ruangan dimana didalamnya terdapat sekat-sekat yang menjadi tempat mereka melakukan pengaliran bayangan. Selama 1 jam mereka diberi kesempatan istirahat dua kali atau setiap duapulu menit mereka istirahat.
Instrumen dan Analisis Data
Instrumen yang dipakai adalah Intelligence Structure Test (IST). Analisis data yang dilakukan adalah membandingkan skor selisih postes dan pretes antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan metode statistik independent sample t test. .
Hasil
IQ mahasiswa psikologi UPI yang masuk dalam kelompok eksperimen adalah sebagai berikut: Tabel 1: Pretes dan Postes IQ mahasiswa kelompok eksperimen
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Subyek Pretes Postes Selisih Pretes Postes Selisih
1 118 124 6 124 133 9 2 110 116 6 103 113 10 3 97 96 -1 113 116 3 4 91 100 9 113 127 14 5 94 106 12 124 127 3 6 103 107 4 118 124 6 7 109 113 4 116 113 -3 8 113 120 7 130 127 -3 9 112 112 0 10 103 116 13 Rata-Rata 105 111 6 117,625 122.5 4.875
Dalam tabel diatas terlihat bahwa sebagian besar IQ mahasiswa psikologi kelompok eksperimen memiliki IQ rata-rata yaitu sebanyak tujuh mahasiswa atau 70 persen dari 10 orang, sedangkan sisanya atau sebanyak tiga orang memiliki IQ rata-rata atas sebanyak tiga orang atau 30 persen. Rata-rata IQ kelompok eksperimen adalah 105 atau termasuk kategori rata-rata.
IQ mahasiswa psikologi kelompok eksperimen setelah memperoleh perlakuan mengalami peningkatan disbanding dengan pretes atau sebelum memperoleh perlakuan. Namun ini harus diuji apakah peningkatan ini karena perlakuan atau karena pengulangan tes. Untuk mengetahui hal ini nanti maka akan dibandingkan perbedaan skor atau gain score antara kelompok eksperimen dan kontrol. Rata-rata IQ kelompok eksperimen setelah memperoleh perlakuan sebesar 111 atau ada peningkatan sebesar enam poin dibanding dengan pretes. Ada dua orang atau 20 persen yang memiliki IQ yang superior dalam postes IQ ini. Lima orang mahasiswa atau 50 persen memiliki IQ dalam kelas rata-rata atas dan empat orang atau 40 persen yang memiliki IQ rata. Rata-rata IQ ada peningkatan kelas, dari yang sebelumnya berada pada kateori rata-rata, tapi dalam postes rata-ratanya pada kategori rata-rata atas.
Kelompok kontrol sebagian besar memiliki IQ diatas kelompok eksperimen. Kelompok kontrol memiliki seorang mahasiswa atau 12 persen yang IQ-nya sangat superior atau kelas tertinggi dalam kelas IQ. Dua orang mahasiswa memiliki IQ superior atau 25 persen dari delapan mahasiswa. Sisanya atau sebanyak lima orang mahasiswa memiliki inteligensi rata-rata. Rata-rata IQ kelompok ini adalah 117,625 yang termasuk kategori Rata-rata-Rata-rata atas. Rata-Rata-rata kelompok ini terlihat memiliki tingkat yang lebih baik atau lebih tinggi daripada kelompok eksperimen yang rata-ratanya adalah 105 atau memiliki perbedaan sebesar 12,625 akor. Dengan keadaan ini maka metode analisis data yang akan digunakan nantinya adalah membandingkan skor selisih antara pretes dan postes atau gain score yang diperoleh kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Kelompok kontrol yang sebelumnya atau dalam pretes memiliki rata-rata IQ yang signifikan disbanding kelompok kontrol juga memiliki peningkatan skor antara pretes dan postes. Peningkatan skor ini sebesar 4,625 dari pretes. Dari delapan mahasiswa yang terus bertahan
mengikuti pelaksanaanpengetesan pretes dan postes, satu mahasiswa yang memiliki inteligensi sangat superior. Ini terjadi perubuhan testee yang memiliki tingkat inteligensi sangat superior ini. Mahasiswa yang dalam pretes memiliki inteligensi sangat superior turun 3 skor menjadi 127 dari sebelumnya yang sebesar 130. Dalam postes kelompok kontrol ini ada empat orang yang memiliki inteligensi superior tiga diantaranya mengalami peningkatan sementara yang satu mengalami penurunan dari sangat superior. Tiga orang mahasiswa memiliki IQ rata-rata atas artinya sekalipun mengalami peningkatan skor tiga orang ini tapi tidak signifikan peningkatannya sehingga masih masuk kelas rata-rata atas.
Jelas sudah bahwa ada efek pengulangan tes pada mahasiswa psikologi ini. Bahwa peningkatan yang terjadi antara pretes dan postes adalah karena pengulangan tes, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
Efektivitas perlakuan yaitu pengaliran bayangan atau image streaming diukur dengan membandingkan skor selisih atau gain score antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Gain score adalah skor selisih yang terjadi antara pretes dan postes. Dua kelompok ini masing-masing mengalami peningkatan rata-rata skor dari pretesnya atau peningkatan antara dua kelompok ini tidak signifikan. Berikut adalah analisis data yang kami gunakan dalam penelitian ini:
Untuk menguji efektivitas perlakuan atau pengaliran bayangan maka kami menampilkan analisis dengan independent sample t test antara skor selisih atau gain score kelompok eksperimen dan kontrol. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 2:
Independent Samples Test Skor Selisih Antara Kelompok Eksperimen dan Kontrol
Levene's Test Uji - T Perbedaan
Rata-Rata
F Sig. t dk Sig. (2-Sisi)
SKOR
SELISIH 1.096 .311 .449 16 .660 1.1250
Dalam tabel di atas terlihat bahwa Levene’s Test For Equality Variance telah terpenuhi artinya varians antar dua kelompok adalah sama atau setara sehingga layaklah untuk dibandingkan dengan uji statistic t test. Dalam Levene’s tes diatas terlihat bahwa angka sig. adalah sebesar 0,311 yang artinya agak jauh lebih tinggi daripada 0,05 yang merupakan batas untuk menolak atau menerima H0. Dengan angka sig. lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima
sehingga dapat dikatakan bahwa varians dua kelompok itu setara atau sama. Untuk mengetahui perbandingannya maka bisa kita perhatikan pada analisis t tes antara selisih skor kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dalam tabel itu terpampang jelas pada angka sig. yang sebesar 0,660 yang sangat jauh sekali dengan penolakan H0 yaitu sebesar 0,05. Dengan angka
sig. jauh di atas 0,05 maka H0 diterima. Jika H0 diterima maka tidak perbedaan yang signifikan
antara skor selisih kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. PEMBAHASAN
Secara umum hasil penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan signifikan antara peningkatan inteligensi pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Memang terjadi
terjadi kenaikan pada kelompok eksperimen tapi pada kelompok kontrol juga terjadi kenaikan. Karena kelompok kontrol mengalami kenaikan, padahal mereka tidak mendapatkan perlakuan apapun, maka kesimpulan yang didapat adalah bahwa kenaikan skor IQ pada kelompok eksperimen adalah karena pengulangan tes, sebagaimana yang terjadi pada kelompok kontrol.
Ketidakberhasilan kelompok eksperimen mengalami peningkatan inteligensi yang signifikan yang dipengaruhi perlakuan selain efek pengulangan tes, terjadi mungkin karena mahasiswa mengalami kesulitan mendeskripsikan bayangan yang mereka tangkap. Mereka seperti tidak biasa mendeskripsikan apa yang mereka tangkap. Ini mungkin dikarenakan budaya yang orang Indonesia yang kurang kaya dalam mendeskripsikan sesuatu. Mereka dalam mendeksripsikan bayangan itu dalam kalimat yang sepatah-sepatah. Mereka tidak lancar mendeskripsikannya.
Dalam mendeksripsikan, mereka seperti merasa terbebani harus bisa mendeskripsikannya, sehingga tidak lancer. Bisa juga karena mereka malu jika ditunggu oleh peneliti atau pembantu peneliti ketika melakukan pengaliran bayangan.
Dalam beberapa wawancara informal, kami dapatkan keterangan bahwa mereka sulit mendapatkan bayangan itu apalagi kemudian mereka harus mendeksripsikannya.
Kelelahan dan kebosanan, juga mereka alami dalam penelitian ini. Dalam waktu satu jam dalam sehari mereka melakukan ini ada perasaan bosan. Dalam kesempatan pertama mereka mereka sudah mengatakan bahwa mereka mengalami kelelahan pada mata karena harus memejamkan mata dalam waktu 20 menit dalam tiga sesi.
Kelompok eksperimen mengalami kenaikan rata-rata 6 poin sedangkan kelompok kontrol mengalami kenaikan sebesar 4,86.
Image streaming adalah salah satu usaha mengaktifkan semua unsure dalam otak sehingga semua bagian dari otak teraktivasi lagi. Dengan saling menghubungkan bagian-bagian otak itu dengan mendeskripsikan apa yang kita visualkan, yang kita rasakan, dengar dalam imajinasi kita maka semua fungsi otak akan berperan dan saling berkaitan. Keberfungsian seluruh bagian otak akan memudahkan kita memikirkan hal-hal yang detail yang sebelumnya sama sekali tidak kita bayangkan. Dengan mengaktifkan semua bagian otak kita yang banyak menyimpan memori bawah sadar maka kita seperti dibukakan kepada alam yang sangat luas yang selama ini kita biarkan tidur. Pengaktifan semua bagian otak ini kita akan dibawa kembali memasuki rimba raya pengalaman yang pernah kita alami, karena pengalaman apapun mulai dari dalam kandungan, semuanya tersimpan dengan rapi di dalam otak bawah sadar kita. Dengan melatih keberfungsian semua bagian otak maka kita akan mengungkit kembali atau menghidupkan kembali otak kita yang sebagian besar ternyata tidur tetapi aktif mempengaruhi kehidupan kita.
Image streaming adalah teknik yang melebihi dari metode Einstein atau pasca Einstein. Yang paling penting dari metode ini adalah mendeksripsikan pengalaman pada saat mengalami dan mengamatinya, sehingga kita tidak sekedar tahu dan sadar bahwa pengalaman itu ada. Sebenarnya kita tidak hanya sadar dan waspada akan persepsi-persepsi kita itu tapi juga memperluas dan memperdalam persepsi kita itu dengan umpan balik dari deksripsi kita sendiri. Keseluruhan proses yaitu menarik persepsi yang lebih masuk ke dalam fokus sadar kita adalah yang dimaksud dengan pasca Einstein.
Image streaming ini akan semakin berjalan dengan baik jika ketika melakukan pendeksripsian, bayangan yang dideskripsikan itu semakin bertekstur inderawi semakin baik dan semakin cepat aliran deksripsi semakin efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, (2005) Psikologi Inteligensi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Guilford, J.P. (1959) Three Faces of Intellect, dalam Jackson, D. N. & Messick, S (1967) Problems in Human Assessment, New York, McGraw-Hill Book Company.
Gulford, J.P., Ketner, N. W. & Christensen, P. R. (1956) The Nature of General Reasoning Faktor, dalam Jackson, D. N. & Messick, S (1967) Problems in Human Assessment, New York, McGraw-Hill Book Company.
Guttman, L. (1958) A Psychological Design for a Theory of Mental Abilities, dalam Jackson, D. N. & Messick, S (1967) Problems in Human Assessment, New York, McGraw-Hill Book Company.
Jorgensen, J. (2007) 5 Simple Ways to Increase Your Intelligence (Online). Tersedia, di http.///www.pickthebrain.com/blog/5-simple-ways-to-make-the most-ofyour intelligence/.( 10 Nopember 2009).
Wenger, W. (1991) A Method for Personal Growth & Development. Edisi KEdua; Gaithenburg, MD: Project Renaissance.
Wenger, W. (2001) Beyond Teaching and Learning: Cara Praktis Menerapkan Quantum Teaching dan Learning. Bandung. Nuansa.