• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur Geologi Kaltim Kel 6

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Struktur Geologi Kaltim Kel 6"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR GEOLOGI KALIMANTAN TIMUR STRUKTUR GEOLOGI KALIMANTAN TIMUR

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Geologi Geologi

Yang Dibawakan Oleh Dosen: Yang Dibawakan Oleh Dosen: Dr. Cryke A. N. Buyung, M.Si Dr. Cryke A. N. Buyung, M.Si (NIP:19640315 198703 2 001) (NIP:19640315 198703 2 001)

Dan Oleh Asisten Dosen: Dan Oleh Asisten Dosen:

Hendriko Turangan Hendriko Turangan (NIM:13528040) (NIM:13528040) Oleh Kelompok 6 : Oleh Kelompok 6 : 1.

1. Rivaldo Kolibu (16503065)Rivaldo Kolibu (16503065) 2.

2. Herry J.J.S Manik (16503054)Herry J.J.S Manik (16503054) 3.

3. Briliando Tambahani (16503061)Briliando Tambahani (16503061)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN FISIKA JURUSAN FISIKA

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa , karna atas pimpinanya kami dapat Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa , karna atas pimpinanya kami dapat

menyelesaikan tugas mata kuliah geologi dengan judul “ struktur geologi propinsi

menyelesaikan tugas mata kuliah geologi dengan judul “ struktur geologi propinsi KalimantanKalimantan timur “ hingga bias selesai dengan baik . semoga dalam makalah ini , kita

timur “ hingga bias selesai dengan baik . semoga dalam makalah ini , kita  bias  bias menambahmenambah

wawasan k

wawasan kita tentang ita tentang struktur geologi struktur geologi pada propinsi kpada propinsi kalimantan timur, alimantan timur, serta mengeserta mengetahuitahui sumberdaya alam , yang dimanfaatkan didaerah tersebut. Seperti batubara , dan mengetahui sumberdaya alam , yang dimanfaatkan didaerah tersebut. Seperti batubara , dan mengetahui aktivitas lempeng tektonik pada Kalimantan timur .

(3)

DAFTAR ISI Kata Pengantar ………..1 Daftar Isi ………2 Daftar Gambar ……….………..…3 Daftar Tabel ……….………..…4 BAB I :Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ………5 1.2Rumusan Masalah ………..…………...………..6 1.3Tujuan ………..………...6 BAB II : ISI 2.1 Struktur geologi Kalimantan Timur .………...……….……….………7

2.2 Hidrogeologi…. ………9

2.3Struktur regional geologi kalimantan ………12

2.4 Sistem petroleum………15

BAB III : PENUTUP 3.1Kesmipulan ………...17

3.2 Tabel singkapan batubara dan sumber daya alam di propinsi Kalimantan timur ,…...…..22

(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sebagian peta geologi regional Kalimantan Timur ... 7

Gambar 2.2 Interpretasi struktur Geologi ... 8

Gambar 2.3 peta geologi regional Kalimantan Timur ... 8

Gambar 2.4 Interpretasi struktur Geologi ... 9

Gambar 2.5 Model air tanah secara umum ... 11

Gambar 2.6 Struktur regional Kalimantan dan Cekungan Kutai ... 12

Gambar 2.7 Perkembangan tektonik Cekungan Kutai ... 13

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Singkapan Batubara ... 22

(6)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara dengan wilayah perairan yang terluas di dunia , atau disebut negara maritim . Indonesia merupakan negara dengan 34 propinsi , dan 17 ribu kepulauan. Berbagai aspek sudah ditinjau akan kekayaan Indonesia ini , terlebih dari aspek geologis . Di Indonesia, hampir di seluruh pelosok negeri ini terdapat berbagai macam batuan. Batuan Beku, Batuan Sedimen dan Batuan Metamorf adalah contohnya. Berikut adalah  penjabaran tentang Batuan Beku, Batuan Sedimen dan Batuan Metamorf.

Batuan Beku berfokus pada komposisi dan tekstur dari Batuan Beku (batuan seperti granit ataubasalt  yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma). Batuan Beku mencakup

 batuan vulkanik dan plutonik. Batuan Sedimen berfokus pada komposisi dan tekstur dari Batuan Sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu gamping yang mengandung partikel- partikel sedimen terikat dengan matrik atau material lebih halus).

Batuan Metamorf berfokus pada komposisi dan tekstur dari Batuan Metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang bermula dari batuan asal yaitu Batuan Sedimen atau Batuan Beku tetapi telah melalui perubahan kimia, mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari perubahan suhu, tekanan atau keduanya). Jenis –  jenis batuan tersebut berada di

 beberapa propinsi dengan aktivitas vulkanik , tektonik . Kalimantan timur merupakan sebuah  propinsi yang besar di iIndonesia, dengan sumber daya alam yaitu batu bara , dan merupakan

lempeng yang besar yang berada di bawah propinsi tersebut.

Tujuan memepelajari propinsi ini agar supaya , kita dapat mengetahui geologis di Kalimantan timur dan sumber daya alam dari aspek geologisnya.

(7)

1.2 Rumusan masalah

a. Bagaimana aspek geologis di propinsi Kalimantan timur ?  b. Bagaimana proses hidrogeologi di daerah tersebut ?

c. Bagaimana model air tanah di daerah tersebut ? d. Bagaimana struktur regional daerah tersebut ? e. Bagaimana aktivitas tektonik pada cekung kutai ? f. Singkapan batubara di wilayah tektonik kutai ? 1.3 Tujuan

1. Mengetahui struktur geologis di propinsi Kalimantan timur 2. Mengetahui proses hidrogeologi didaerah Kalimantan timur 3. Mengetahui struktur air tanah di daerah tersebut

4. Dapat menjelaskan struktur regional daerah tersebut 5. Mengetahui aktivitas tektonik pada cekung kutai

(8)

Bab 2 ISI 2.1 Struktur Geologi Kalimantan Timur

Berdasarkan peta Geologi Lembar Sangatta Kalimantan Skala 1:250.000 oleh Sukardi, et al. (1995), di daerah Sangatta dan sekitarnya terdapat kelurusan sesar atau kekar yang berarah relatif barat daya-timurlaut, serta terdapat struktur kubah (“dome”) dengan kemiringan relative

memutar, bagian barat laut miring ke arah barat laut dan Tengara miring ke Tengara.

Gambar 2.1

Sebagian peta geologi regional Kalimantan Timur

Secara regional, struktur geologi daerah Kalimantan timur dapat diamati dan diinterpretasi menggunakan SRTM. Interpretasi citra SRTM oleh tim MKE wilayah penelitian terdapat struktur lipatan berupa antiklin dengan sumbu antiklin berarah Baratdaya –  Timur Laut dan

menunjam kearah Timur laut yang dikontrol oleh sesar normal yang berarah Barat Laut -Tengara.

Pergeseran sesar yang bersifat regional tersebut bertanggung jawab atas terbentuknya lipatan-lipatan di daerah ini termasuk di Sangatta yang dipengaruhi oleh sesar besar Tangera – 

(9)

Gambar 2.2

Interpretasi struktur Geologi menggunakan Citra SRTM. Antiklin Sangatta terlihat menunjam ke timur laut dan menghilang pada sesar besar yang melalui Sungai Sangatta kearah barat Daya.

Berdasarkan peta Geologi Lembar Sangatta Kalimantan Skala 1:250.000 oleh Sukardi, et al. (1995), di daerah Sangatta dan sekitarnya terdapat kelurusan sesar atau kekar yang berarah relatif barat daya-timurlaut, serta terdapat strukturkubah (“dome”) dengan kemiringan relative

memutar, bagian barat laut miring ke arah barat laut dan Tengara miring ke Tengara.

Gambar 2.3

(10)

Secara regional, struktur geologi daerah Kalimantan timur dapat diamati dan diinterpretasi menggunakan SRTM. Interpretasi citra SRTM oleh tim MKE wilayah penelitian terdapat struktur lipatan berupa antiklin dengan sumbu antiklin berarah Baratdaya –  Timur Laut dan

menunjam kearah Timur laut yang dikontrol oleh sesar normal yang berarah Barat Laut -Tengara.

Pergeseran sesar yang bersifat regional tersebut bertanggung jawab atas terbentuknya lipatan-lipatan di daerah ini termasuk di Sangatta yang dipengaruhi oleh sesar besar Tangera – 

Barat laut yang melewati Sungai Sangatta.

Gambar 2.4

Interpretasi struktur Geologi menggunakan Citra SRTM. Antiklin Sangatta terlihat menunjam ke timur laut dan menghilang pada sesar besar yang melalui Sungai Sangatta kearah barat

Daya. 2.2 Hidrogeologi

Hidrogeologi secara umum dapat didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara material geologi dan proses maupun aktivitas air khususnya airtanah (C.W. Fetter, 1994). Dalam hidrogeologi dibahas tentang airtanah dalam hubungannya dengan aspek-aspek geologi seperti perlapisan batuan atau tanah, struktur geologi, litologi batuan, sifat kimia-fisik batuan dan hal lain yang mempengaruhi siklus airtanah tersebut.

(11)

Model aliran airtanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan airtanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses  penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melaui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan  pada tanah/batuan.

Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luasan airtanah (discharge zone).

Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan  bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan  parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah

ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).

Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada dibawah lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan tekan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan airtanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh  penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus

lapisan penutupnya.

Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan.

(12)

kemudahannya/air tanah untuk didapatkan membuat kecendrungan disebut sebagai air tanah dangkal (Padahal dangkal atau dalam itu sangat relatif).

Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial airtanah ini berada diatas permukaan tanah sehingga airtanah akan mengalir vertikal secara alami menuju kesetimbangan garis  potensial khayal ini. Artesis nol; kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan  permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Terakhir artesis negatif; kejadian dimana garis potensial khayal ini dibawah permukaan tanah sehingga muka air tanah akan berada dibawah permukaan tanah.

Gambar Model air tanah secara umum

Untuk mendapatkan air tanah dalam (air tanah tertekan) maka perlu adanya pemboran air tanah, dan untuk mengurangi resiko kegagalan dalam pemboran tersebut diperlukan pendugaan lapisan. Untuk itu yang biasa digunakan adalah dengan metode pendugaan lapisan pembawa air yaitu metode geolistrik

Gambar 2.5

(13)

2.3 struktur regional Kalimantan

Secara fisiografis, Cekungan Kutai berbatasan di sebelah utara dengan Tinggian Mangkalihat, Zona Sesar Bengalon, dan Sangkulirang. Di sebelah selatan berbatasan dengan Zona Sesar Adang yang bertindak sebagai zona sumbu cekungan sejak akhir Paleogen hingga sekarang (Moss dan Chamber, 1999). Di sebelah barat berbatasan dengan Central Kalimantan Range yang dikenal sebagai Kompleks Orogenesa Kuching, berupa metasedimen kapur yang telah terangkat dan telah terdeformasi. Di bagian timur berbatasan dengan Selat Makassar.

Kerangka tektonik di Kalimantan bagian timur dipengaruhi oleh perkembangan tektonik regional yang melibatkan interaksi antara Lempeng Pasifik, Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia, serta dipengaruhi oleh tektonik regional di asia bagian tenggara (Biantoroetal.,1992).

Gambar 2.6

Struktur regional Kalimantan (Satyana et al., 1999) dan Cekungan Kutai (Van de weerd dan Armin, 1992)

(14)

Bentukan struktur Cekungan Kutai didominasi oleh perlipatan dan pensesaran. Secara umum, sumbu perlipatan dan pensesarannya berarah timurlaut-baratdaya dan subparalel terhadap garis pantai timur pulau Kalimantan. Di daerah ini juga terdapat tiga jenis sesar, yaitu sesar naik, sesar turun dan sesar mendatar. Adapun struktur Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar.

Batuan dasar (basement) dari Cekungan Kutai diduga sebagai karakter benua dan samudera yang dikenal sebagai transisi mengambang (rafted transitional). Batuan dasar Cekungan Kutai  berkaitan dengan segmen yang lebih awal pada periode waktu Kapur Akhir –  Paleosen (70 – 

60MA).

Gambar 2.7

Perkembangan tektonik Cekungan Kutai (Hutchison,1996)

Cekungan pada bagian timur dan tenggara Kalimantan dikontrol oleh adanya proses pergerakan lempeng kerak samudera dari arah tenggara yang mengarah ke baratlaut Kalimantan seperti terlihat pada Gambar 2.7. Gambar 2.7

Dari Gambar 2 terlihat bahwa kerak samudera yang berasal dari tenggara Kalimantan mendesak massa kerak benua Schwaner ke arah baratlaut, dikarenakan massa kerak

Schwaner sangat kuat maka kerak samudera mengalami patah sehingga ada yang turun ke  bawah dan naik ke atas. Karena di dorong terus dari arah Irian Jaya terjadilah obduksi yang

(15)

akhirnya membentuk batuan ofiolit pada pegunungan Meratus. Ketika kerak samudera mengalami tekanan dari arah tenggara sudah sampai pada titik jenuh maka kerak tersebut  patah dan karena adanya arus konveksi dari bawah kerak maka terjadilah bukaan (rifting)

yang kemudian terisi sedimen sehingga menyebabkan terbentuknya cekungan-cekungan yang  berarah relatif utara – selatan seperti Cekungan Kutai.

Kawasan daratan pesisir Delta Mahakam memiliki seri perlipatan antiklin kuat dan sinklin yang luas yang dikenal dengan nama Antiklonorium Samarinda yang merupakan hasil proses struktur pembalikan (inversi) dari cekungan Paleogen.

Gambar 2.8

Stratigrafi Cekungan Kutai (Satyana et al., 1999)

Stratigrafi Cekungan Kutai menurut Allen dan Chamber (1998) terdiri dari dua  pengelompokan utama yaitu:

Seri transgresi Paleogen

Zona ini dimulai dari tektonik ekstensional dan rift infill saat Eosen dan diakhiri dengan ekstensional post-rift laut dalam dan karbonat platform pada kala Oligosen Akhir.

(16)

Seri regresi Neogen

Zona ini dimulai Miosen Akhir hingga sekarang, yang menghasilkan deltaic progradation. Sedimen regresi ini terdiri dari lapisan-lapisan sedimen klastik delta hingga paralik atau laut dangkal dengan progradasi dari barat ke arah timur dan banyak dijumpai lapisan batubara (lignit).

Adapun stratigrafi Cekungan Kutai dapat dilihat pada Gambar 2.8. 2.4 SISTEM PETROLEUM

Batuan induk utama terdiri dari Formasi Pamaluan, Pulau Balang, dan

Balikpapan.Formasi Pamaluan, kandungan material organiknya cukup (1-2%), tetapi hanya terdapat di bagian utara dari Cekungan Kutai. Pada Formasi Bebulu terdapat kandungan material organik yang cukup dengan HI di atas 300. Formasi Balikpapan merupakan batuan induk yang terbaik di Cekungan Kutai karena kandungan material organiknya tinggi dengan HI lebih besar dari 400 dan matang. Formasi ini ketebalannya mencapai lebih dari 3000 m, sehingga diperkirakan mampu menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup banyak (Hadipandoyo, et al., 2007).

Batuan reservoar terdapat pada formasi Kiham Haloq, Balikpapan, dan Kampung Baru, tetapi yang produktif hanya Formasi Balikpapan dan Kampung Baru (Hadipandoyo, et al., 2007). Porositas permukaan pasir literanitik berkisar <5% - 25% dengan permeabilitas <10 mD - 200 mD.

Seal yang ada pada cekungan ini berasal dari serpih dan dijumpai hampir di semua formasi yang berumur Miosen. Kelompok Balikpapan dan Formasi Kampung Baru memiliki serpih yang sangat potensial sebagai seal.

(17)

Migrasi vertikal dari dapur Paleogen matang terjadi melalui jaringan sesar-sesar menuju ke reservoar yang berumur Miosen Tengah dan Atas. Migrasi lateral dari areal dapur matang oleh reservoar lapisan kemiringan ke timur menuju trap stratigrafi ataupun struktur.

Jenis perangkap didominasi oleh perangkap struktur khususnya tutupan (closure) four-way yang diikat oleh sesar. Perangkap stratigrafi menjadi perangkap yang penting namun lebih sulit diidentifikasi keberadaannya bila dibandingkan dengan perangkap struktur. Kombinasi dari perangkap struktur dan stratigrafi lebih umum ditemukan pada Cekungan Kutai.

(18)

BAB III PENUTUP 3.1 KESIMPULAN

Cekungan Kutai adalah salah satu cekungan di Indonesia yang berpotensi endapan  batubara. Formasi-formasi pembawa batubara yang dijumpai di wilayah pesisir Kalimantan

Timur berada pada stratigrafi bagian atas Cekungan Kutai ini, yakni Fm. Kampungbaru, Fm. Balikpapan dan Fm. Pulaubalang.

Banyaknya singkapan batubara di daerah mengindikasi bahwa endapan batubara di wilayah  pesisir Kalimantan Timur memiliki potensi yang cukup baik. Data kualitas batubara dari

Kanwil Kaltim, tahun 1994 adalah sebagai berikut: kadar air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-8,0% dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg.

Studi regional cekungan batubara ini merupakan suatu kegiatan kompilasi dari berbagai data geologi untuk mengetahui sejarah terbentuknya batubara dalam suatu cekungan sedimentasi dan potensi cadangannya, khususnya di daerah pesisir Kalimantan Timur.

Daerah kajian termasuk dalam Cekungan Kutai yang luas penyebarannya sekitar 280.000 km2 atau 95% wilayah pesisir timur Kalimantan.

Geologi Regional

Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah baratlaut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang (Ferguson dan McClay, 1997).

Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak

(19)

sebagai pusat pengendapan (Tanean, drr, 1996). Selain itu juga terjadi susut laut yang  berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian selatan, barat dan utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan.

Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang berarah utara-timur laut yang dicirikan oleh antiklin asimetris yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang berisi siliklastik  berumur Miosen dimana jejak sumbunya mencapai 20-50km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual dari timur ke barat sedikit hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan  pengangkatan dan erosi di bagian barat (Ferguson dan McClay, 1997).

Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut. Urutan transgresif ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar, juga di pantai hingga marin dangkal.

Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan  perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Fm. Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga  paralik yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta yang  berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara. Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut secara lokal.

Pada Peta Geologi Lembar Balikpapan (Hidayat dan Umar, 1994), endapan-endapan delta yang mengandung batubara tersebut dikenali sebagai Fm. Tanjung, Fm. Kuaro, Fm. Warukin,

(20)

daerah kajian berada pada stratigrafi bagian atas dari Cekungan Kutai yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Formasi Kampungbaru (Tpkb)

Batulempung pasiran, batupasir kuarsa, batulanau sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Ketebalannya 700-800 m, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini terletak tidak selaras di atas Fm. Balikpapan.

Formasi Balikpapan (Tmbp)

Peselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal,  batugamping dan batubara. Tebal formasi ± 800 m, berumur Miosen Tengah Atas dan diendapkan dalam lingkungan litoral-laut dangkal. Formasi menindih selaras di atas Formasi Pulaubalang.

Formasi Pulaubalang (Tmpb)

Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal formasi ± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam lingkungan sublitoral dangkal.

Pengamatan Lapangan

Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang menempati daerah  pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara – selatan dengan kemiringan topografi dari

 barat ke timur antara 0o-20o  dan memiliki ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan

 perbukitan bergelombang menempati daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-selatan dengan ketinggian antara 20-100 m dan kemiringan antara 10o-50o, pada satuan ini umumnya

singkapan batubara ditemukan. Pola sungai daerah ini umumnya trelis yang mengikuti pola intensitas struktur, yaitu perlipatan.

(21)

Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara, seperti Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru (Hidayat dan Umar, 1994). Dijumpai  pada 22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada umumnya telah mengalami pelapukan sedang-kuat dan di beberapa singkapan ini mengalami pembakaran sendiri (self combustion). Dari  pengamatan pada singkapan batubara dan pengukuran jurus dan kemiringannya umumnya  berarah utara-timur (NE) dan utara-barat (NW) dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai

70° dengan ketebalan antara 0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir,  batulempung, dan batulanau, selengkapnya lihat Tabel 21-1.

ANALISIS LABORATORIUM

Analisis laboratorium yang dilakukan pada 4 lokasi (KT-09, KT-12, KT-15 dan KT-20)  berupa analisis kandungan mikrofosil dan polen pada lapisan sedimen berukuran halus-kasar

yang berada di atas dan di bawah lapisan batubara.

Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples) tetapi hanya dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi. Menurut Pringgoprawiro (1982) ini mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara sekunder menunjukkan adanya larutan kimia seperti gypsum, limonit, laterite ataupun jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan dimungkinkan adanya larutan klorida, sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak adanya kehidupan. Tetapi secara umum proses pemfosilan organisme itu tergantung pada lingkungan hidupnya (Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus organisma akan terawetkan secara baik tetapi pada sedimen berbutir kasar yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit mengandung zat organik ataupun karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.

Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang berada di  bawah lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa batuan didaerah kajian berumur tidak lebih tua dari Miosen Tengah yang ditandai dengan munculnya fosil indeks Soneratia

(22)

Tingginya proporsi polen Rhyzophora, Avicennia dan Soneratia alba (Florschuetzia meridionalis) mengindikasikan lingkungan pengendapannya di daerah lingkungan mangrove yang tumbuh di atas pantai yang relatif stabil. Kehadiran Concentricystes circulus (alga air tawar) mengindikasikan kuatnya pengaruh proses-proses terestrial pada saat pengendapan. Proporsi polen-polen komponen non-mangrove yang cukup besar merupakan indikasi bahwa media transportasi butiran-butiran polen tersebut adalah arus sungai dan kemudian diendapkan di dalam alur sungai atau di pada muaranya.

INTERPRETASI CITRA LANDSAT

Interpretasi data citra landsat diujicobakan untuk membantu dalam menentukan penyebaran formasi pembawa batubara khususnya di daerah kajian. Pada prinsipnya citra landsat ini merupakan rekaman hasil pengukuran beda intensitas cahaya matahari dengan intensitas yang dipantulan oleh batubara. Hasil interpretasi citra landsat daerah kajian memperlihatkan  penyebaran formasi pembawa batubara berarah relatif utara-selatan. Penyebaran formasi  pembawa batubara diperkirakan hingga sayap kiri daerah delta Sungai Mahakam yakni pada

(23)

Tabel 3-1. Daftar Singkapan Batubara  NO. LOKASI DESKRIPSI KT-01

Tersingkap baik di Samarinda pada tebing jalan dengan kedudukan

 N36oE/36o. Terdiri atas lempung lanauan: abu-abu kecoklatan, tebal >1,5 m,

terdapat sisipan batubara tipis; batupasir: abu-abu kecoklatan, berbutir halus-sedang, tebal 2m, terdapat sisipan lempung tipis; pada bagian bawah dijumpai 3 seam dengan tebal 1,7 m, 2,3 m dan 2,0 m yang berselingan dengan

lempung lanauan. Batubara berwarna hitam, mengkilap dan getas.

KT-02

Tersingkap baik di Air Putih, Samarinda pada tebing lahan pemukiman dengan kedudukan N26oE/53o. Terdiri atas batubara: getas, tebal 1,6 m

 berupa sisipan pada batulempung abu-abu gelap; pada bagian bawah terdapat  batubara: hitam, getas, mengkilap dengan tebal 0,95 m; lignit: coklat sisipan  batulempung tipis dan batubara, tebal 2,34m; Selang seling batulempung dan

lignit: tebal 4,38m; batupasir: abu-abu kecoklatan, butir halus-sedang, struktur current marks berarah N175oE dan tebal 0,37m; batulempung sisipan

 batupasir: tebal 1,83 m; batubara sisipan batulempung tipis: hitam, mengkilap dan getas, tebal 5,33m

KT-03

Tersingkap baik di Loa Janan pada tebing jalan dengam kedudukan

 N130oE/12o. Bagian atas berupa batubara: berupa sisipan pada batulempung

 berwarna hitam, mengkilap dan getas, tebal 2,5 m; pada bagian bawah dijumpai batupasir sisipan batulanau yang mengandung lapisan tipis

lignit. Batupasir: abu-abu kecoklatan, berbutir halus-kasar, kadang terdapat sisipan tipis batupasir kerikilan dan lignit yang relatif lepas-lepas, dijumpai struktur mega silang siur dengan arah N179oE dan tebal >15 m

KT-04

Tersingkap tidak baik di Loa Janan (KM10 Smd) dikenali dari sisa bakarnya yang diperkirakan hanya 1 seam dengan tebal >1m

KT-05

Tersingkap tidak baik di Loa Janan (KM12 Smd) pada lereng bukit yang dikenali dari asap bakarnya (aktif) dan runtuhan lereng. Sedikitnya terdapat 3 seam.

KT-06

Tersingkap tidak baik pada lahan rumput ilalang (KM30 Smd) yang dikenali dari sisa bakarnya (aktif) dan diperkirakan berkedudukan utara-selatan dengan kemiringan ke arah timur. Diduga terdapat 2 seam.

KT-07

Tersingkap tidak baik pada areal rumput ilalang (KM34 Smd), masih aktif terbakar

KT-08

Tersingkap tidak baik di Sempaja pada tebing sisi jalan kampung dengan kedudukan N28oE/37o. Batubara berwarna hitam, mengkilap, getas, tebal ±

1m.

KT-09

Tersingkap tidak baik di Lampake pada lereng tebing jalan raya dan masih aktif terbakar dengan kedudukan N345oE/37o. Dijumpai 5 seam yang pada

umumnya berupa sisipan pada batulempung yang terlapukan kuat berwarna abu-abu kecoklatan; dijumpai strukrur current marks berarah N210oE

KT-10

Tersingkap tidak baik di Bukit Soeharto pada sisi jalan raya (KM51 Smd) dan masih aktif terbakar. Kedudukan lapisan N15oE/70o, diduga lebih dari 1

(24)

KT-11

Tersingkap tidak baik di Bukit Soeharto pada sisi jalan raya berupa sisa  bakarnya. Dijumpai 2 seam dengan tebal bagian atas 2m dan bagian bawah

1,8m dimana jarak antar seam 25m. Batubara berwarna hitam, mengkilap dan getas

KT-12

Tersingkap baik di Bukit Soeharto pada lereng bukit sisi jalan raya (KM61 Smd) dengan kedudukan N30oE/85o. Terdiri atas batulempung lanauan:

abu-abu dengan tebal 1,9 m; batubara: hitam, mengkilap dan terkersikan, tebal 1,43m; batulempung: abu-abu kecoklatan sisipan batubara tipis, tebal 2,38m; dijumpai juga 2 seam lainnya dengan ketebalan 2m dan 4,1m

Tabel 3-2. Daftar Singkapan Batubara (Lanjutan)

KT-13

Tersingkap baik di Bukit Soeharto pada lereng bukit sisi jalan dengan kedudukan N20oE/5o. Dijumpai 3 seam berupa sisipan pada batulempung

 berwarna coklat dengan ketebalan total 7,05 m; batubara: berwarna hitam-coklat, lignitan, dijumpai fragmen damar dan kadang sisipan

 batulempung. Tebal masing-masing seam: adalah 10cm, 55cm dan 1,3m

KT-14

Tersingkap tidak baik di Samboja pada lereng bukit dengan kedudukan

lapisan N340oE/5o dan masih terbakar,. Dijumpai fragmen batugamping masif

yang berada di atas seam dengan ketebalan >2m

KT-15

Tersingkap baik di Sepinggan (KM9 Blp) pada tebing sisi jalan dengan kedudukan N285oE/12o. Terdiri atas batubara: lignitan, coklat kehitaman,

tebal >1,5m; batupasir: coklat kekuningan, halus-sedang, pemilahan baik-sangat baik, relatif bersih, dominan kuarsa/feldspar, lepas-lepas dan dijumpai konkresi besi, tebal > 1,5m; batubara: coklat, lignitan, tebal 4m

KT-16

Tersingkap baik di Sepinggan pada bukaan lahan pemukiman dengan

kedudukan N350oE/13o. Terdiri atas batubara: coklat dan kusam, tebal >1,5m;

 batulempung: coklat sisipan tipis lignit, tebal 5m; lignit: abu-abu kehitaman, kebawah makin besar kadar batubaranya, tebal 3,1m; batupasir: coklat,

 berukuran halus-sedang, tebal 1,5m; batubara: hitam kecoklatan, lignitan dan sedikit menyerpih, tebal 1,4 m; batulempung: coklat, tebal 2m; batubara: coklat, lignitan, tebal 60cm; batulempung: coklat , tebal >3m

KT-17

Tersingkap tidak baik di Lawe-lawe Panajam pada areal instalasi pipa minyak (VICO.W01L) dan masih aktif terbakar. Kedudukan lapisan N65oE/10o

diduga lebih dari 2 seam; tebal 1,2m. Batubara: berwarna coklat, sedikit kusam kadang dijumpai struktur kayu

KT-18

Berada di Desa Labangka-Waru pada kaki bukit berupa sumur uji. Kedudukan lapisan N288oE/28o. Batubara: hitam, tebal >1m

KT-19

Tersingkap baik di Bebulu pada areal bekas galian batubara penduduk dengan kedudukan N240oE/33o. Terdiri atas batulempung lanauan sedikit pasiran,

warna coklat, tebal >2m; batubara: coklat kehitaman dan kusam, tebal 1,2m;  batulempung lanauan: sedikit lanauan, warna coklat, terdapat sisipan lensa

lignit, dijumpai konkresi besi, tebal 3 m; batubara: coklat kehitaman dan kusam, tebal > 3.5 m

KT-20

Tersingkap baik di simpangan Rinting-Waru pada tebing pemukiman  penduduk dengan kedudukan N20oE/68o. Terdiri atas batupasir: abu-abu,

(25)

 butir halus-sedang, kemas tertutup, terpilah sedang-baik, 70-90%

kuarsa/feldspar, lepas-lepas, struktur graded bedding dan cross bedding dengan arah umum N10oE, sisipan tipis karbon (parallel lamination), tebal >

8,4m; batupasir: abu-abu kecoklatan, halus-sedang, terdapat fragmen (lensa) lempung, tebal 1,1m; batupasir lempungan: abu-abu kecoklatan, halus-sedang, terdapat struktur paralel laminasi tidak teratur dengan gejala sesar-sesar minor, tebal 2,8 m; batupasir: abu-abu kecoklatan, kasar-sangat kasar, pemilahan  buruk dengan fragmen (lensa) lempung, dijumpai struktur silang siur yang

tidak jelas arahnya, tebal 1,2m; batupasir: kecoklatan, halus-sedang, graded  bedding, tebal 1,4m; batulempung: abu-abu kecoklatan, terdapat lensa lignit,

tebal 1,4m; batulempung: abu-abu kehitaman, ke bawah makin hitam

(karbonan), tebal 3,8m; batubara: hitam kecoklatan, sedikit kusam, tebal >3,5 m

KT-21

A) Tersingkap di Desa Lombok – Long Ikis (KM88 Pnj) di tepi sungai

 berupa batugamping berwarna abu-abu, masih terlihat struktur tumbuhnya (koral)

B) Tersingkap pada lahan untuk penimbunan kayu (300 m dari lokasi B) dengan kedudukan N55oE/24o. Terdirii atas batugamping: putih, masif;

 batulempung selang seling batulanau: abu-abu, sedikit karbonan, terdapat konkresi besi dan skolitos, tebal >3m; batubara: coklat kehitaman, lignitan, tebal 1,5m; batulanau pasiran: coklat, terdapat lensa karbon coklat

kehitaman dan konkresi oksida besi, dijumpai struktur ripple marks dengan arah N05oE, tebal >3,3m

KT-22

Tersingkap tidak baik di Desa Goa Sari – Pasir Belengkong pada tepi sungai

dengan kedudukan N160oE/12o. Dijumpai hanya 1 seam (brown coal) dengan

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.P dan Chambers, J.LC., 1998, Deltaic Sediment in The Modern and Miocene Mahakam Delta, IPA, Jakarta

Biantoro, E., Muritno, B.P., Mamuaya, J.M.B., 1992, Inversion Faults As The Major

Structural Control In The Northern Part Of The Kutai Basin, East Kalimantan, Proceedings of 21st Annual Convention of Indonesian Petroleum Association

Hadipandoyo, S., Setyoko, J., Suliantara, Guntur, A., Riyanto, H., Saputro, H.H., Harahap, M.D., Firdaus, N., 2007, Kualifikasi Sumberdaya Hidrokarbon Indonesia, Pusat Penelitian

dan Pengembangn Energi dan Sumberdaya Mineral “LEMIGAS”, Jakarta

Hall, R., 2005, Cenozoic Tectonics of Indonesia, Problems and Models, Indonesian Petroleum Association and Royal Halloway University of London

Hutchison, C.S., 1996, The 'Rajang Accretionary Prism' and 'Lupar Line' Problem of Borneo, in R. Hall and D.J. Blundell, (eds.), Tectonic Evolution of SE Asia, Geological Society of London Special Publication, p. 247-261.

Mora, S., Gardini, M., Kusumanegara, Y., dan Wiweko, A.A., 2000, Modern, ancient deltaic deposits & petroleum system of Mahakam Area. AAPG-IPA Fieldtrip Guidebook

Moss, S.J. dan Chambers, J.L.C., 1999, Depositional Modelling And Facies Architecture Of Rift And Inversion In The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia, Indonesian Petroleum

Association, Proceedings 27th Annual Convention, Jakarta, 459-486

Satyana, A.H., Nugroho, D., Surantoko, I, 1999, Tectonic Controls on The Hydrocarbon Habitats of The Barito, Kutai and Tarakan Basin, Eastern Kalimantan, Indonesia; Major Dissimilarities, Journal of Asian Earth Sciences Special Issue Vol. 17, No. 1-2, Elsevier Science, Oxford 99-120

Van de weerd, A. A., and R.A. Armin, 1992, Origin and evolution of the Tertiary

hydrocarbon bearing basins in Kalimantan (Borneo), Indonesia: AAPG Bulletin, v.76,p.1778-1803

Rizka Farizal http://genrambai.blogspot.com.au/2013/01/geologi-regional-cekungan-kutai_11.html

Gambar

Gambar Model air tanah secara umum
Tabel 3-1. Daftar Singkapan Batubara LOKASI NO.

Referensi

Dokumen terkait