• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis Model Metode Asuhan Keperawatan (MAKP)

Dalam dokumen Makalah Manajemen Keperawatan Aplikasi M (Halaman 180-189)

Tabel 9.1 Jenis Model Asuhan Keperawatan Menurut Grant dan Massey (1997) dan Marquis dan Huston (1998)

Model Deskripsi Penanggung Jawab

Fungsional (bukan model MAKP )

• Berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan. • Perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu

berdasarkan jadwal kegiatan yang ada.

• Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan 1–2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal.

Perawat yang bertugas pada tindakan tertentu.

Kasus • Berdasarkan pendekatan holistis dari filosofi keperawatan.

• Perawat bertanggung jawan terhadap asuhan dan observasi pada pasien tertentu.

• Rasio: 1 : 1 (pasien : perawat). Setiap pasien dilimpahkan kepada semua perawat yang melayani seluruh kebutuhannya pada saat mereka dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu perawat, umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk khusus seperti isolasi, perawatan insentif.

Manajer keperawatan

Tim • Berdasarkan pada kelompok filosofi keperawatan.

• Enam sampai tujuh perawat profesional dan perawat pelaksana bekerja sebagai satu tim, disupervisi oleh ketua tim.

• Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

Ketua tim

Primer • Berdasarkan pada tindakan yang komperehensif dari filosofi keperawatan.

• Perawat bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan.

• Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus- menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Berikut ini merupakan penjabaran secara rinci tentang metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada lima metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren pelayanan keperawatan.

1. Fungsional (bukan model MAKP).

Metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu, karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan saja (misalnya, merawat luka) kepada semua pasien di bangsal.

Perawat:

pengobatan merawat lukaPerawat: instrumenPenyiapan Kebutuhandasar

Kepala Ruang

Pasien/klien

Figur 9.2 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan Fungsional (Marquis dan Huston, 1998: 138)

Kelebihan:

a. manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik;

b. sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga;

c. perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman. Kelemahan:

a. tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat;

b. pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan;

c. persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan saja.

2. MAKP Tim.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2–3 tim/grup yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling membantu.

Metode ini biasa digunakan pada pelayanan keperawatan di unit rawat inap, unit rawat jalan, dan unit gawat darurat.

Konsep metode Tim:

a. ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan;

b. pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin;

c. anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;

d. peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang.

Kelebihannya:

a. memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh; b. mendukung pelaksanaan proses keperawatan;

c. memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di atasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.

Kelemahan: komunikasi antaranggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

Konsep metode Tim:

a. ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai teknik kepemimpinan;

b. pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin;

c. anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim;

d. peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan berhasil bila didukung oleh kepala ruang.

Tanggung jawab anggota tim:

a. memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya;

b. kerja sama dengan anggota tim dan antartim; c. memberikan laporan.

Tanggung jawab ketua tim: a. membuat perencanaan;

b. membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi;

c. mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien;

d. mengembangkan kemampuan anggota; e. menyelenggarakan konferensi.

Tanggung jawab kepala ruang: a. perencanaan:

• menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-masing; • mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnya;

• mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat, transisi, dan persiapan pulang, bersama ketua tim;

• mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur penugasan/penjadwalan;

• merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan;

• mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan, dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien;

• mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah, serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk;

• membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri;

• membantu membimbing peserta didik keperawatan;

• menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit. b. pengorganisasian:

• merumuskan metode penugasan yang digunakan;

• merumuskan tujuan metode penugasan;

• membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas;

• membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua tim, dan ketua tim membawahi 2–3 perawat;

• mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan: membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari, dan lain-lain;

• mengatur dan mengendalikan logistik ruangan,

• mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik;

• mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada di tempat kepada ketua tim;

• memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien;

• mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya;

• identifikasi masalah dan cara penanganannya. c. pengarahan:

• memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim;

• memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik;

• memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap;

• menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pada pasien;

• melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan;

• membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya;

• meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain. d. pengawasan:

• melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien;

• melalui supervisi:

1) pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi, mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan, dan memperbaiki/ mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga;

2) pengawasan tidak langsung, yaitu mengecek daftar hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan ketua tim tentang pelaksanaan tugas;

3) evaluasi;

4) mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim;

5) audit keperawatan.

Kepala ruang

Ketua tim Ketua tim Ketua tim

Anggota Anggota Anggota

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Figur 9.3 Sistem Pemberian Asuhan Keperawatan “Team Nursing” (Marquis dan Huston, 1998: 138)

3. MAKP Primer.

Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana. Metode primer ini ditandai

dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

Tim medis Kepala ruang Sarana RS

Pasien Pasien PA1 PA2 PA1 PA2 PP1 PP1

Figur 9.4 Bagan Pengembangan MAKP (Nursalam, 2009)

Dokter Kepala ruang Sarana RS

Perawat primer Pasien/klien

Perawat pelaksana

evening Perawat pelaksana night Perawat pelaksana jika diperlukan days

Figur 9.5 Diagram Sistem Asuhan Keperawatan Primer (Marquis dan Huston, 1998: 138)

Kelebihan:

a. bersifat kontinuitas dan komprehensif;

b. perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri;

c. keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989).

Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi. Dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena senantiasa mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang selalu diperbarui dan komprehensif.

Kelemahannya adalah hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu.

Konsep dasar metode primer:

a. ada tanggung jawab dan tanggung gugat; b. ada otonomi;

c. ketertiban pasien dan keluarga. Tugas perawat primer:

a. mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif; b. membuat tujuan dan rencana keperawatan;

c. melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas;

d. mengomunikasikan dan mengoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain;

e. mengevaluasi keberhasilan yang dicapai; f. menerima dan menyesuaikan rencana; g. menyiapkan penyuluhan untuk pulang;

h. melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak dengan lembaga sosial di masyarakat;

i. membuat jadwal perjanjian klinis; j. mengadakan kunjungan rumah.

Peran kepala ruang/bangsal dalam metode primer:

a. sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer; b. orientasi dan merencanakan karyawan baru;

c. menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten; d. evaluasi kerja;

e. merencanakan/menyelenggarakan pengembangan staf;

f. membuat 1–2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan yang terjadi.

Ketenagaan metode primer:

a. setiap perawat primer adalah perawat bed side atau selalu berada dekat dengan pasien;

b. beban kasus pasien 4–6 orang untuk satu perawat primer; c. penugasan ditentukan oleh kepala bangsal;

d. perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun nonprofesional sebagai perawat asisten;

4. MAKP Kasus.

Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi dalam memberikan asuhan keperawatan khusus seperti kasus isolasi dan perawatan intensif(intensive care).

Kelebihannya:

a. perawat lebih memahami kasus per kasus;

b. sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah. Kekurangannya:

a. belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab;

b. perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.

Kepala ruang

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/klien Pasien/klien Pasien/klien

Figur 9.6 Sistem Asuhan Keperawatan “Case Method Nursing” (Marquis dan Huston, 1998: 136)

5. Modifikasi: MAKP Tim-Primer.

Model MAKP Tim dan Primer digunakan secara kombinasi dari kedua sistem. Menurut Sitorus (2002) penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada beberapa alasan berikut.

a. Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S-1 Keperawatan atau setara. b. Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena tanggung jawab

asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim.

c. Melalui kombinasi kedua model tesebut diharapkan komunitas asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan terdapat pada primer, karena saat ini perawat yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan D-3, bimbingan tentang asuhan keperawatan diberikan oleh perawat primer/ketua tim.

Contoh (dikutip dari Sitorus, 2002):

Model MAKP ini ruangan memerlukan 26 perawat. Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan empat orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di samping seorang kepala ruang rawat yang juga Ners. Perawat pelaksana (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat pelaksana terdiri atas lulusan D-3 Keperawatan (tiga orang) dan SPK (18 orang). Pengelompokan tim pada setiap sif jaga terlihat pada Figur 9.7.

PP1 PP2 PP3 PP4

Kepala ruang

PA PA PA PA

7–8 pasien 7–8 pasien 7–8 pasien 7–8 pasien

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

(Jadwal diatur Pagi, Sore, Malam, dan Libur/Cuti)

Figur 9.7 Metode Tim Primer (Modifikasi)

Tabel 9.2 Tingkatan dan Spesifikasi MAKP

Tingkat

Praktik Keperawatan

Metode Pemberian

Askep Ketenagaan Dokumentasi Aspek Riset

MAKP

Pemula Mampu memberikan asuhan keperawatan profesi tingkat pemula Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien 2. Skp/Ners/DIV (1:25-30 pasien) sebagai CCM 3. DIII keperawatan sbg PP perawat pemula Standar renpra (masalah aktual) - MAKP I Mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat I Modifikasi keperawatan primer

1. Jumlah sesuai tingkat ketergantungan pasien 2. Spesialis keperawatan (1: 9–10 pasien) sebagai CCM 3. S.Kep/Ners sebagai PP 4. DIII keperawatan sebagai PA Standar renpra (masalah aktual dan masalah risiko) 1. Riset deskrptif oleh PP 2. Identifikasi masalah riset 3. Pemanfaatan hasil riset bersambung

Metode Penghitungan Kebutuhan

Dalam dokumen Makalah Manajemen Keperawatan Aplikasi M (Halaman 180-189)

Dokumen terkait