• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Ciri Khas Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh pada Desain Bangunan Kantor Gubernur Provinsi Aceh Ditinjau Berdasarkan Aspek Fungsi

N/A
N/A
kuliah 2021

Academic year: 2023

Membagikan " Penerapan Ciri Khas Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh pada Desain Bangunan Kantor Gubernur Provinsi Aceh Ditinjau Berdasarkan Aspek Fungsi"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

10

Penerapan Ciri Khas Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh pada Desain Bangunan Kantor Gubernur Provinsi Aceh Ditinjau Berdasarkan Aspek Fungsi

M Andrian Kevin1 Mirza Fuady2 Cut Dewi2

1Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala

2Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala Email: [email protected]

Abstract

Along with the developments that take place in the city of Banda Aceh is currently showing a variety of progress, including in the development sector, including the realization of various new office buildings both government-owned and privately owned. Several government-owned office buildings have been built with physical formations that combine traditional and modern architectural elements with the aim of strengthening the distinctive identity of traditional Aceh architecture such as the Aceh Provincial Governor's Office.

Meanwhile, many new buildings were built without the identity of traditional Acehnese architecture, such as the Banda Aceh Mayor's Office and Meuligoe Wali Nanggroe. The problem that arises in combining traditional and modern architectural elements is the possibility that some have succeeded in presenting buildings with traditional architectural identities that are full of meaning, but some have not. The results of this study indicate that based on an architectural review on the aspect of function, the design of the Aceh Governor's Office partially does not seem to fully apply the various characteristics and meanings of local wisdom as contained in the Rumoh Aceh architecture because of the shift and readjustment to the current development of modern times.

Keywords: local wisdom, government’s office, traditional architecture, modern architecture, rumoh aceh

Abstrak

Seiring Perkembangan yang berlangsung di Kota Banda Aceh saat ini menunjukkan berbagai kemajuan, termasuk dalam sektor pembangunan, diantaranya terwujudnya berbagai gedung perkantoran baru baik milik pemerintah maupun milik swasta. Beberapa bangunan kantor milik pemerintah telah dibangun dengan bentukan fisik yang memadukan elemen arsitektur tradisional dan modern dengan tujuan menguatkan identitas khas arsitektur tradisional Aceh seperti Kantor Gubernur Provinsi Aceh. Sementara itu banyak juga bangunan baru yang dibangun tanpa identitas khas arsitektur tradisional Aceh, seperti Kantor Walikota Banda Aceh dan Meuligoe Wali Nanggroe. Permasalahan yang timbul dalam memadukan elemen arsitektur tradisional dan modern adalah kemungkinan ada yang berhasil menghadirkan bangunan dengan identitas arsitektur tradisional yang sarat makna, namun ada pula yang tidak berhasil

.

Hasil penelitian ini menunjukkan berdasarkan tinjauan arsitektur pada aspek fungsi, desain Kantor Gubernur Aceh sebagian terlihat tidak sepenuhnya menerapkan berbagai ciri khas dan makna kearifan lokal sebagaimana yang terdapat pada arsitektur Rumoh Aceh sebab terjadinya pergeseran dan penyesuaian kembali terhadap perkembangan zaman modern saat ini.

Kata Kunci: Kearifan lokal, kantor pemerintah, arsitektur tradisional, arsitektur modern, rumoh Aceh

1. Pendahuluan

Indonesia dikenal sebagai negara kaya budaya yang memiliki beraneka ragam budaya daerah yang berbeda sebagai hasil dari proses adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat dari berbagai daerah [1].

Salah satu wujud dari budaya daerah tersebut adalah arsitektur tradisional. Setiap arsitektur tradisional yang ada di Indonesia memiliki karakter yang khas sesuai dengan budaya setempat. Kekhasan yang dimiliki oleh arsitektur tradisional di setiap daerah merupakan hasil dari proses adaptasi terhadap lingkungan yang berbeda. Masyarakat di setiap daerah telah melakukan penyesuaian terhadap kondisi alam yang ada di sekitarnya agar dapat hidup selaras dengan lingkungan yang mereka tempati.

Proses penyesuaian terhadap lingkungan ini juga

mempengaruhi arsitektur yang dibangun di daerah tersebut [2].

Arsitektur tradisional Rumoh Aceh yang menjadi kebanggaan masyarakat di Provinsi Aceh juga termasuk salah satu arsitektur tradisional yang terdapat di Indonesia. Rumoh Aceh dalam pembangunannya juga menunjukkan telah terjadinya proses penyesuaian terhadap lingkungan sehingga mampu bertahan hingga saat ini. Kehandalan arsitektur Rumoh Aceh berkaitan erat dengan nilai- nilai kearifan lokal yang ada dalam kehidupan masyarakat Aceh [3]. Nilai-nilai kearifan lokal pada Rumoh Aceh inilah yang membuat arsitektur yang dibangun oleh masyarakat Aceh secara tradisional telah menjadi warisan budaya sekaligus identitas budaya daerah Aceh.

Meskipun memiliki sejumlah keunggulan, eksistensi Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh dalam

(2)

11 kenyataannya semakin berkurang. Hal tersebut salah

satunya disebabkan oleh semakin banyaknya bangunan-bangunan baru yang bergaya modern begitu dominan yang dianggap lebih efisien dan sesuai dengan konteks zaman, sehingga semakin hilangnya kesadaran dan kebanggan masyarakat Aceh akan kearifan lokal, dalam berasitektur.

Adapun, selain menurunnya eksistensi, terdapat sebagian upaya mempertahankan eksistensi Rumoh Aceh pada beberapa desain bangunan baru, namun dapat terkesan dipaksakan dikarenakan citra arsitektur tradisional Aceh hanya dihadirkan sebatas dengan menerapkan satu atau beberapa elemen arsitektur Rumoh Aceh pada bangunan baru.

Akibatnya, citra arsitektur tradisional Aceh yang muncul kemudian seolah sudah cukup terwakili oleh satu elemen seperti atap pelananya saja.

Agar dapat bertahan dalam arus perkembangan zaman dan globalisasi maka bangunan modern sebaiknya dapat dikombinasikan dengan menggunakan konsep arsitektur tradisional, seperti halnya menerapkan ciri khas arsitektur tradisional Rumoh Aceh pada desain bangunan modern.

Sehubungan dengan perkembangan pembangunan Kota Banda Aceh sebagai pusat pemerintahan dan ibukota Provinsi Aceh diantaranya adalah berkembangnya berbagai kebutuhan sarana kota dan dibangunnya berbagai gedung perkantoran baik kantor milik pemerintah maupun milik swasta.

Beberapa bangunan kantor milik pemerintah telah dibangun dengan bentukan fisik yang memadukan elemen arsitektur tradisional dan modern dengan tujuan menguatkan identitas khas arsitektur tradisional Aceh seperti Kantor Gubernur Provinsi Aceh. Sementara itu, terdapat banyak bangunan baru yang dibangun tanpa menampilkan identitas khas arsitektur tradisional Aceh, seperti Kantor Walikota Banda Aceh dan Meuligoe Wali Nanggroe.

2. Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh Arsitektur tradisional merupakan salah satu artefak dari kebudayaan masyarakat pada suatu daerah yang muncul sejalan dengan perkembangan suatu suku bangsa, dimana terdapat nilai-nilai sosial, religi, dan budaya sehingga menyebabkan arsitektur tradisional dapat dianggap sebagai identitas sebuah suku bangsa atau daerah. Aceh sebagai sebuah suku bangsa di Indonesia, memiliki artefak kebudayaan tersendiri, salah satunya adalah Rumoh Aceh atau rumah tradisional Aceh

Masyarakat Aceh menyebut rumah tempat tinggal mereka dengan sebutan Rumoh Aceh. Dua kata tersebut berasal dari pilahan kata rumoh yang berarti rumah dan Aceh menunjukkan letak geografis suatu daerah. Dengan demikian, Rumoh Aceh merupakan rumah tradisional daerah Aceh yang merepresentasikan kebudayaan Aceh sehingga menunjukkan identitas, karakter dan filosofi masyarakat daerah Aceh

.

2.1 Aceh Aspek Fungsi pada Arsitektur Rumoh

Orientasi bangunan yang terbentuk pada Rumoh Aceh umumnya diketahui memiliki pengaruh terhadap dua faktor, yaitu

a. Pertimbangan terhadap adaptasi kondisi alam yaitu arah angin (Timur-Barat).

b. Konsep mengikuti arah kiblat dimana hal ini sejalan dengan tata cara beribadah sesuai ajaran agama Islam yaitu ibadah salat dengan menghadap ke arah Ka’bah yang berada di kota Mekkah Arab Saudi sebagai kiblat, sehingga turut mempengaruhi peletakan tangga dan pintu masuk untuk naik ke rumah yang tidak ditempatkan pada bagian barat.

Pada umumnya pengaturan denah Rumoh Aceh secara horizontal terdiri dari tiga bagian ruang yaitu seuramoe keu (serambi depan), tungai (ruang tengah), seuramoe likot (serambi belakang), dan sebagian ada yang menambahkan ruang penunjang berupa rumoh dapue (dapur) [4].

Berawal dari pekarangan atau halaman rumah yang menjadi milik bersama sejalan dengan konsep ukhuwah Islamiah, pada bagian bawah rumah juga terdapat kolong dengan ruang terbuka dimana dapat dimanfaatkan untuk aktivitas menunjang pekerjaan keluarga pemilik rumah serta dapat menjadi tempat bersosialisasi dengan tetangga. Rumoh Aceh dengan kondisi lantai yang tinggi dari permukaan tanah memungkinkan pandangan tidak terhalang sehingga memudahkan sesama anggota masyarakat saling menjaga rumah serta ketertiban dan keamanan lingkungan setempat.

Gambar 1 Denah, Tampak, dan Potongan Rumoh Aceh Hurgronje [5]

Sedangkan secara vertikal, Rumoh Aceh dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kaki atau bawah berupa deretan tiang dan kolong rumah, bagian badan atau tengah berupa ruang aktivitas, dan bagian kepala atau atas berupa atap. Pembagian ruang ini memiliki makna untuk membedakan dan membuat batasan pada masing-masing fungsi ruang mengikuti sifat ruang publik, semi-privat, privat, maupun servis.

(3)

12

Gambar 2 Pengaturan Ruang Secara Vertikal pada Rumoh Aceh [6]

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dimana penelitian kualitatif merupakan cara untuk mendeskripsikan, menganalisis, dan mengamati sebuah fenomena, masalah, peristiwa, persepsi, dan lain-lain [7]. Lokasi dari objek penelitian yang diobservasi secara langsung adalah Kantor Gubernur Provinsi Aceh, beralamat di Jalan Teuku Nyak Arief, Jeulingke, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh. Penentuan variabel dalam penelitian ini didasarkan pada hanya salah satu aspek dari teori Vitruvius dalam hal mengkaji objek arsitektur yaitu aspek fungsi.

Tabel 1 Variabel Penelitian dan Indikator

4. Penerapan Aspek Fungsi dalam Desain Kantor Gubernur Aceh

Pembangunan Kantor Gubernur Provinsi Aceh direncanakan oleh Konsultan Perencana PT Griya Cipta Sarana dan PT Directa Consultant, serta yang bertindak sebagai kontraktor dalam proyek tersebut adalah PT Mita Jatra Lestari. Proyek tersebut dimulai dengan perletakan batu pertama pada tanggal 22 Februari 1989. Selaku Gubernur Aceh pada masa itu, Ibrahim Hasan berkeinginan untuk membangun Kantor Gubernur Aceh sebagai bangunan pemerintahan yang merefleksikan pendekatan dan penerapan ciri arsitektur tradisional dan arsitektur modern, sehingga sebagai bangunan modern Kantor Gubernur Aceh tetap memiliki karakter dan identitas Aceh.

Secara tampilan, Kantor Gubernur Aceh terlihat memiliki fasad yang menerapkan elemen-elemen dari arsitektur tradisional Rumoh Aceh, diantaranya adalah bentuk tiang bulat, kesan panggung, penggunaan ornamentasi khas, penggunaan bentuk atap dan tulak angen. Adapun material yang digunakan pada Kantor Gubernur Aceh merupakan perpaduan antara material modern seperti beton bertulang, kaca, kusen alumunium, dengan material

alami berupa kayu yang digunakan pada ornamentasi detail bangunan [8].

Gambar 3 Tampak Atap Rumoh Aceh dan Site Plan Kantor Gubernur Aceh

4.1 Orientasi bangunan

Berdasarkan tinjauan site plan, tampak atap pada gedung Kantor Gubernur Aceh secara keseluruhan memiliki orientasi bangunan menghadap timur-barat yang sekaligus menjadi akses pintu keluar dan masuk pada bangunan. Hal ini lazim dalam penentuan orientasi bangunan modern yang umumnya mempertimbangkan berbagai kondisi tapak, mulai dari letak lokasi, potensi dan kendala tapak, serta aksesibilitas menuju bangunan.

Desain Kantor Gubernur Aceh secara umum menghadap ke arah timur-barat dimana terlihat penempatan sisi memanjang bangunan sejajar dan menghadap ke jalan utama sehingga memudahkan bangunan untuk dikenali dan diakses. Posisi ini juga sekaligus dapat menunjukkan sosok wujud bangunan secara keseluruhan bila diamati dari posisi gerbang masuk Kantor Gubernur Aceh.

Dalam hal penempatan sisi memanjang bangunan yang sejajar dan menghadap ke jalan utama, serta tampilan sosok wujud bangunan secara keseluruhan terlihat adanya kesesuaian antara Rumoh Aceh dan Kantor Gubernur Aceh. Demikianpula terdapat kesesuaian dalam hal penempatan pintu akses utama untuk sirkulasi masuk maupun keluar yang diletakkan pada posisi tengah bangunan.

Berdasarkan orientasi massa bangunan, terdapat dua pola yaitu bentuk massa bangunan inti yang berada di tengah berorientasi melintang timur-barat, sedangkan massa bangunan sayap kiri dan sayap kanan berorientasi memanjang utara-selatan.

Meskipun terdapat kombinasi dari dua pola, Kantor Gubernur Aceh memiliki sebagian kesesuaian dalam hal bentuk bangunan yang dominan berbentuk persegi panjang seperti halnya Rumoh Aceh, serta terdapat bentukan massa bangunan yang memanjang timur-barat yang juga dinilai sebagai salah satu kesesuaian.

4.2 Pengaturan denah ruang

Dalam upaya penerapan ciri arsitektur tradisional Rumoh Aceh pada desain Kantor Gubernur Aceh terdapat beberapa perubahan dan penyesuaian pada aspek bentuk massa, volume, teknologi, material, konstruksi, orientasi, dan lain- lain. Berdasarkan denah, bentuk massa gedung Kantor Gubernur Aceh terlihat berbentuk persegi panjang yang memanjang sisi utara-selatan.

Meskipun desain bangunan Kantor Gubernur Aceh direncanakan dengan memadukan antara

(4)

13 arsitektur tradisional Rumoh Aceh dan arsitektur

modern, denah pada bangunan kantor diduga tidak dapat sepenuhnya mengikuti tatanan ruang pada Rumoh Aceh yang secara fungsi merupakan bangunan hunian. Desain denah Kantor Gubernur Aceh telah mengalami penyesuaian mengikuti fungsi ruang kantor. Demikianpula dalam hal makna yang juga disesuaikan kembali mengikuti perkembangan zaman berupa budaya dan kebiasaan masyarakat di era modern yang lebih bersifat fleksibel, rasional, efektif, hingga pragmatis.

Gambar 4 Denah lantai satu Gedung Kantor Gubernur Aceh

Gambar 5 Zoning pada denah Kantor Gubernur Aceh

Massa gedung Kantor Gubernur Aceh dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu gedung bagian tengah serta dua bagian gedung sayap kiri dan sayap kanan. Berdasarkan pengaturan denah, Kantor Gubernur Aceh memiliki kecenderungan menyerupai pola pengaturan denah ruang pada Rumoh Aceh yang terbagi atas tiga bagian ruang. Pada desain Kantor Gubernur, terdapat tiga pembagian massa bangunan yang masing-masing bangunan membentuk ruangan berbeda dengan bentuk persegi panjang, seperti ruang hall pada bagian tengah, dan ruangan kerja pada sisi sayap kiri maupun sayap kanan.

Secara zoning, desain Kantor Gubernur Aceh turut menerapkan pengelompokan ruang berdasarkan masing-masing sifat ruang. Ketiga bentuk massa dari gedung Kantor Gubernur Aceh menjadikan ruang- ruang dapat dikelompokkan sesuai fungsi, seperti pada lantai pertama terdapat ruang hall yang bersifat publik, dan ruang kerja berupa ruang kantor pelayanan yang bersifat semi publik dan sebagian kecil bersifat privat.

Selain itu, sehubungan dengan desain Kantor Gubernur Aceh merupakan bangunan bertingkat, maka pada gedung inti bagian tengah memiliki empat tingkat lantai. Sementara gedung sayap kiri dan sayap kanan masing-masing memiliki tiga tingkat lantai.

Konsep bangunan tradisional dipengaruhi oleh konsep budaya dan dikaitkan dengan kerangka tubuh manusia yang terdiri dari kepala, badan, dan kaki [9], maka zoning secara vertikal pada Rumoh Aceh dapat digambarkan dengan pembagian ruang publik dan semi publik pada bagian bawah atau kolong rumah.

Sementara ruang privat ditempatkan pada ruang bagian atas atau ruang utama bangunan. Hal ini merupakan bentuk manifestasi dari bentuk rumah tinggal yang dikiaskan pada tubuh manusia, yaitu atap sebagai kepala, bagian tengah sebagai badan dan bagian bawah sebagai kaki [10].

Gambar 6 Zoning secara vertikal pada Rumoh Aceh

Gambar 7 Zoning secara vertikal pada Kantor Gubernur Aceh

Berdasarkan tinjauan zoning secara vertikal, Rumoh Aceh dan bangunan Kantor Gubernur Aceh sama-sama terlihat memiliki kerangka bangunan yang terdiri dari tiga bagian, yaitu mulai dari kaki, badan dan kepala. Pada bagian lantai pertama dari gedung Kantor Gubernur Aceh merupakan area penerimaan pertama bagi tamu dengan adanya hall sebagai ruang penerima. Hall merupakan ruang dengan sirkulasi cukup luas dan lega. Ruang Hall juga dapat berfungsi sebagai pemisah antar ruang atau penghubung antar ruang dalam gedung kantor, termasuk sebagai pemisah terhadap ruang kerja di lantai satu yang berada di sayap kiri dan sayap kanan bangunan.

Sedangkan berdasarkan analisis zoning secara vertikal, maka dalam hal hubungan antar lantai, ditemui adanya kesesuaian antara Kantor Gubernur Aceh dan Rumoh Aceh. Hal tersebut terlihat pada desain lantai satu Kantor Gubernur Aceh yang bersifat publik dan cenderung bersifat semi publik, sehingga masih memungkinkan akses bagi pendatang tertentu untuk dapat masuk dan beraktivitas sesuai kebutuhan yang berkaitan dengan pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan kondisi Rumoh Aceh yang secara nyata berbentuk panggung sehingga menghadirkan ruang kolong sebagai ruang terbuka yang secara tradisi merupakan ruang terbuka bagi masyarakat tradisional Aceh untuk bersosialiasi,

(5)

14 sehingga sifat pada ruang kolong tersebut dapat

dikelompokkan sebagai ruang yang bersifat publik.

Selanjutnya, untuk tingkat lantai berikutnya yaitu lantai dua, tiga dan empat pada desain Kantor Gubernur Aceh merupakan area yang menempatkan ruang-ruang kerja pejabat mulai dari Gubernur dan Wakil Gubernur, Sektetaris Daerah, hingga pejabat- pejabat lainnya, sehingga hal tersebut menciptakan akses sangat terbatas disebabkan adanya pertimbangan privasi.

Begitu pula pada Rumoh Aceh dengan segala makna nilai kearifan lokalnya, diantaranya diwujudkan dengan mengangkat bagian inti dari rumah lebih tinggi dari permukaan tanah, hingga pembatasan terhadap tamu yang diperbolehkan naik dan masuk ke dalam Rumoh Aceh menandakan tamu tersebut sudah memenuhi kondisi tertentu sesuai budaya dan adat Aceh. Hal ini menunjukkan adanya kesesuaian antara desain Kantor Gubernur Aceh dengan arsitektur Rumoh Aceh dalam hal pengelompokan dan zoning sifat keruangan dan hubungan antar lantai bangunan.

5. Kesimpulan

Berdasarkan tinjauan arsitektur pada aspek fungsi, desain Kantor Gubernur Aceh sebagian terlihat tidak seutuhnya menerapkan berbagai ciri khas dan makna kearifan lokal sebagaimana yang terdapat pada arsitektur Rumoh Aceh, seperti halnya beberapa elemen yang tidak diterapkan ataupun diterapkan, namun tidak memiliki makna sesuai pada arsitektur Rumoh Aceh. Demikian, hal-hal tersebut dipengaruhi dan mengalami penyesuaian kembali dengan mengikuti perkembangan zaman berupa budaya dan kebiasaan masyarakat di zaman modern yang lebih bersifat fleksibel, rasional, efektif, hingga pragmatis, sehingga terdapat hal-hal yang dinilai tidak relevan untuk diterapkan maupun diikuti kembali di konteks zaman saat ini.

Daftar pustaka

[1] Maran, R. R. (2000). Manusia dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta:

Rineka Cipta.

[2] Budiharjo, E. (2009). Arsitektur Indonesia dari Perspektif Budaya. Bandung: Alumni.

[3] Hasbi, R. M. (2017). Kajian Kearifan Lokal Pada Arsitektur Tradisional Rumoh Aceh.

Vitruvian Jurnal Arsitektur, Bangunan &

Lingkungan, Vol. 7 No.1.

[4] Hadjad, A. d. (1984). Arsitektur Tradisional Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh.

Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

[5] Hurgronje, S. (1985). Aceh di Mata Kolonialis.

Jakarta: Yayasan Soko Guru.

[6] Meutia, E. (2017). Pemetaan Sistem Struktur Konstruksi Rumah Tradisional Aceh dalam Merespon Gempa. . Jurnal Arsitektur dan Perkotaan “Koridor” vol. 08 no. 01

[7] Sugiyono. (2017). Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta

[8] Fuady, M. (1990). Laporan Kerja Praktek Pengawasan Pembangunan Kantor Gubernur Aceh. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

[9] Wardiningsih, S. (2015). Arsitektur Nusantara Mempengaruhi Bentuk Bangunan yang berkembang di Indonesia. Jurnal Scale, Vol. 2, No. 2.

[10] Sintiasari, V. A. (2016). Tipologi Wajah Bangunan Rumah Kuno di Desa Sempalwadak Kabupaten Malang. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur UB, Vol. 4, No. 2.

Referensi

Dokumen terkait