• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Sistem Politik dalam Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "1. Sistem Politik dalam Islam"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

Al-sulthah al-tasyri'iyah, adalah kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan pemerintahan dalam Islam yang membuat dan menentukan hukum. Sejarah sistem politik dan ketatanegaraan dalam Islam mempunyai corak dan cara yang berbeda-beda dalam pelaksanaannya.

Sistem Politik dan Ketatanegaraan di Masa Khulafa’ur Rasyidin

Abu Bakar bertekad menegakkan keadilan dan hak asasi manusia dengan melindungi orang-orang lemah dari kekuasaan pihak yang kuat. Selain itu, Utsman juga melakukan pembangunan fisik lainnya seperti kawasan pemukiman, gedung pengadilan, jalan, jembatan dan fasilitas umum lainnya.

Sistem Politik dan Ketatanegaraan di Masa Bani Umayyah

Sistem Politik dan Ketatanegaraan di Masa Bani Abbasiyah

Para hajib (petugas hijab) merupakan pengawal khalifah yang mempunyai tugas dan wewenang mencegah dan membatasi sehingga tidak semua orang leluasa bertemu dengan khalifah Bani Abbas.

Sistem Politik dan Ketatanegaraan di Masa Turki Usmani

Bey merupakan gubernur daerah yang berasal dari kalangan militer dan menjadi wakil Sultan dalam menjalankan kekuasaan eksekutif.

Tujuan Sistem Politik dan Ketatanegaraan dalam Islam

Dasar Melaksanakan Sistem Politik dan Ketatanegaraan dalam Islam

Justeru, sistem pemerintahan yang patut dicontohi ialah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW.

KARAKTERISTIK SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

  • Bersifat Rabbaniyah
  • Berdasarkan Syariah
  • Seimbang Baik dalam Pandangan Hidup ataupun Perilaku
  • Berperilaku Adil
  • Moderat (Wasathiyah)
  • Alamiah dan Manusiawi
  • Egaliter
  • Memerdekakan
    • Bermoral

Segala aktivitas politik mengacu pada hukum dan nilai yang berasal dari Allah SWT atau teladan Nabi Muhammad SAW. Setiap umat Islam wajib menolak suatu pemerintahan yang tidak syar’i dan tidak berlaku serta tidak bertentangan dengan hukum Allah SWT. Segala aktivitas politik berdiri di atas keseimbangan yang sudah menjadi ciri kodrat seluruh makhluk Allah SWT.

Kegiatan politik yang merusak tatanan alam akibat ketidaktaatan terhadap hukum Allah SWT dianggap sebagai kerusakan bumi. Umat ​​Islam meyakini tiga nikmat Allah SWT yang dianggap paling mendasar, yakni nikmat keimanan, nikmat hidup, dan nikmat kebebasan.

PRINSIP-PRINSIP SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

  • Akuntabilitas (Al-Amanah)
  • Musyawarah (Asy-Syura)
  • Keadilan (Al-’Adalah)
  • Kebebasan (Al-Hurriyah)
  • Persamaan (al-Musawah)

Prinsip utama musyawarah adalah dalam kaitannya dengan pemilihan orang-orang yang memegang jabatan pemimpin negara. Permasalahan kontroversial harus diselesaikan dengan menggunakan ajaran dan metode yang terkandung dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah. Ada dua ayat dalam Al-Qur'an yang menguraikan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar dalam Islam.

Asas keadilan mengandung makna bahwa pemerintah berkewajiban mengatur masyarakat dengan membuat peraturan hukum yang adil berdasarkan ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Semua manusia melalui proses penciptaan yang “seragam”, yang merupakan kriteria bahwa pada dasarnya semua manusia adalah setara dan mempunyai kedudukan yang sama.

ASAS-ASAS SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISL AM

Hakimiyyah Ilahiyyah

  • Bahawasanya Allah adalah pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara
  • Bahwasanya hak untuk menghakimi dan mengadili tidak dimiliki oleh sesiapa kecuali Allah, oleh kerana itu manusia
  • Bahawasanya hanya Allah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satunya Pencipta
  • Bahwasanya hanya Allah yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan, sebab Dialah satu-satunya Pemilik
  • Bahwasanya hukum Allah adalah sesuatu yang benar, sebab hanya Dia yang mengetahui hakikat segala sesuatu, dan di

Bahawa Allah adalah Pemelihara Alam Semesta, yang sebenarnya adalah Tuhan Pemelihara, sebenarnya adalah Tuhan Pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia melainkan patuh dan tunduk kepada fitrah ketuhananNya. Bahawa hak menghakimi dan menghakimi bukan milik sesiapa melainkan Allah, oleh itu manusia bukan milik sesiapa melainkan Allah, oleh itu manusia wajib taat kepadaNya dan menyembahNya. Bahawa syariat Allah adalah sesuatu yang benar, kerana hanya Dia yang mengetahui hakikat segala sesuatu, dan hanya Dia yang mengetahui kebenaran segala-galanya, dan di tangan-Nyalah penentuan petunjuk dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.

Hakimiyyah Ilahiyyah bermaksud asas utama sistem politik dan pemerintahan dalam Islam ialah tauhid kepada Tuhan dari segi rububiyyah dan uluhiyyah.

Risalah

Melalui dasar perjanjian ini, para rasul mewakili otoritas tertinggi Tuhan dalam bidang perundangan. Rasul-rasul yang menyampaikan kepada manusia hukum-hukum Allah dan syariat-Nya.

Khilafah

  • Mereka terdiri dari orang-orang yang benar-benar menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggungjawab
  • Mereka tidak terdiri dari orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas
  • Mereka mestilah terdiri dari orang-orang yang ber’ilmu, berakal sehat, memiliki kecerdasan, kearifan serta
  • Mereka mestilah terdiri dari orang-orang yang amanah sehingga dapat dipikulkan tanggungjawab kepada mereka

Seorang khalifah hanya bisa menjadi khalifah yang sah sepanjang ia benar-benar mentaati hukum-hukum Allah. Mereka tidak terdiri dari orang-orang yang zalim, fasiq, miskin dan lalai terhadap Allah serta bertindak bertentangan dengan batasan lalai terhadap Allah dan bertindak bertentangan dengan batasan yang ditetapkan oleh-Nya. Mereka harus terdiri dari orang-orang yang berilmu, berakal sehat, mempunyai kepandaian, hikmah dan akal sehat, mempunyai kepandaian, hikmah dan kemampuan intelektual dan jasmani.

Mereka hendaklah terdiri daripada orang-orang yang boleh dipercayai supaya mereka dapat dipertanggungjawabkan kepada mereka supaya mereka boleh dipertanggungjawabkan kepada mereka dengan selamat dan tanpa sebarang keraguan.

KEDUDUKAN SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

Aliran yang pendapat bahwa Islam bukanlah semata-mata agama yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, tetapi Islam adalah agama

  • Sistem politik dan ketatanegaraan yang harus diteladani adalah sistem politik dan ketatanegaraan yang telah dilaksanakan oleh Nabi

Oleh karena itu, dalam menjadi bangsa Islam hendaknya umat Islam kembali pada sistem politik dan ketatanegaraan Islam dan tidak meniru sistem politik dan ketatanegaraan Barat. Sistem politik dan ketatanegaraan yang patut ditiru adalah sistem politik dan ketatanegaraan yang diterapkan oleh Rasulullah. Tokoh mazhab ini antara lain Syekh Hassan al-Banna, Sayyid Qutb, Syekh Muhammad Rasyid Ridha dan Maulana Abul A'la al-Maududi.

Aliran yang pendapat bahwa Islam adalah agama yang tidak ada hubungannya dengan urusan kenegaraan

Sebuah aliran yang menyatakan bahwa Islam bukanlah agama yang hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, namun Islam tidak.

Aliran yang berpendapat bahwa Islam memang bukan agama yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi Islam juga bukan

Memahami pendapat pertama/semasa di atas bahawa selain sebagai rasul, Nabi Muhammad SAW juga adalah ketua agama dan juga ketua negara. Kepimpinan Nabi Muhammad dalam mentadbir umat Islam pertama di kota Madinah, Nabi Muhammad SAW bertindak sebagai ketua negara di samping menjadi pemimpin agama, walaupun baginda tidak pernah mengisytiharkan dirinya sebagai ketua negara, raja atau pemerintah sesebuah negara. Tindakan yang dianggap sebagai ketua negara (pemerintahan negara), seperti mengisytiharkan perang dan perdamaian dengan musuh (kaum kafir Quraisy) dan orang kafir Arab di sekitar Mekah, surat menyurat (diplomatik) dengan maharaja Rom Heraclius, raja Mesir Mukaukis dan Maharaja Parsi Horsu II. , sebagai tambahan kepada raja-raja Arab sendiri (Bahrain dan lain-lain).

Meski isi surat Nabi Muhammad SAW hanya bernuansa ajakan Islam, namun dalam sejarah juga berarti hubungan antara kepala negara yang satu dengan kepala negara yang lain. Kedudukan Nabi Muhammad SAW dalam memimpin umat Islam di negaranya terlihat dari tindakannya dalam kegiatan penyelenggaraan negara (politik Islam), misalnya dalam menyelesaikan perselisihan antar umat (peradilan), mengatur dan mengirim pejabat ke daerah-daerah demi keamanan. umat Islam (eksekutif), dan selalu berdebat (legislatif) tentang pembuatan peraturan untuk rakyat, pengelolaan pertahanan dan keamanan, dan kesejahteraan rakyat.

KEPALA NEGARA DALAM SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN dalam ISLAM

  • Pengertian Kepala Negara dalam Islam
  • Sistem Pemilihan Kepala Negara
    • Sistem syura, sebagaimana pemilihan Abu bakar menjadi khalifah melalui musyawarah di Tsaqifah Bani Saidah (Balairung
    • Sistem wilayatul ‘ahd (penunjukan oleh Khalifah sebelumnya), seperti Umar bin Khattab yang ditunjuk oleh Abu Bakar
    • Sistem kudeta (kekuatan) atau warisan, seperti yang terjadi pada sebagian Khalifah di zaman Umawiyah dan Abbasiyah
  • Tugas dan Kewajiban Kepala Negara
    • Tamkin dinillah (menegakkan agama Allah) yang telah diridhai- Nya dengan menjadikannya sistem hidup dan perundangan-
    • Menciptakan keamanan bagi umat Islam dalam menjalankan agama Islam dari ancaman orang-orang kafir, baik yang berada
    • Menegakkan sistem ibadah dan menjauhi sistem dan perbuatan syirik
    • Menerapkan undang-undang yang ada dalam Al-Qur’an, termasuk Sunnah Rasul SAW dengan Haq dan adil, kendati
    • Berjihad di jalan Allah
  • Masa Jabatan Kepala Negara

Kepemimpinannya bukan untuk kelompok umat Islam tertentu, melainkan mencakup seluruh umat Islam dan non-Muslim. Tugasnya tidak hanya sebatas menjaga keamanan dalam negeri saja, namun juga mencakup hubungan luar negeri yang dapat melindungi umat Islam dari negara-negara kafir. Kewajibannya tidak hanya sebatas mensejahterakan dan mengembangkan negeri-negeri Islam, namun juga harus mampu memberikan rahmat kepada negara-negara non-Muslim (rahmatan lil ‘alamin).

Masa jabatan kepala negara dalam Islam tidak terbatas, namun dapat diberhentikan sewaktu-waktu jika menyimpang dari peraturan syariah. Pemberhentian kepala negara hanya dapat dilakukan oleh orang yang mempunyai kemampuan menilai apakah seorang kepala negara meninggalkan syariah atau tidak.

AHL Al-HALLI WA AL-‘AQDI DALAM SISTEM POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

Pengertian Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi

Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi adalah sekelompok orang di kalangan umat Islam yang dianggap paling baik dalam agama, akhlak, kecemerlangan gagasan dan kesepakatan, mereka terdiri dari ulama, khalifah dan pembimbing umat. Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi mempunyai kewenangan menentukan arah dan kebijakan pemerintah untuk kepentingan kehidupannya. Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi adalah alat yang digunakan rakyat melalui wakil rakyatnya untuk membicarakan persoalan negara dan kemaslahatan rakyat.

Dasar Hukum Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi

ن َسْحَاذو ٌ ْيْ

  • Urgensi Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi
    • Rakyat secara keseluruhan tidak mungkin dimintai pendapatnya tentang masalah kenegaraan
    • Secara individual rakyat tidak mungkin berkumpul dan bermusyawarah secara keseluruhan dalam satu tempat
    • Musyawarah hanya mungkin dilakukan jika pesertanya terbatas
    • Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar hanya bisa dilakukan apabila ada lembaga yang yang berperan menjaga
    • Ajaran Islam sendiri memerintahkan perlunya pembentukan lembaga musyawarah
  • Sejarah Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi
  • Kedudukan Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi
  • Mekanisme Pemilihan Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi
    • Pemilihan umum anggota Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi dilakukan secara berkala
    • Pemilihan anggota Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi melalui seleksi dalam masyarakat
    • Pemilihan anggota Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi melalui pengangkatan langsung oleh Khalifah
  • Tugas dan Wewenang Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi
    • Memilih dan membaiat Khalifah serta meminta pertanggung jawaban Khalifah
    • Membantu Khalifah dalam mengatur berbagai urusan negara dan memecahkan berbagai persoalan umat secara umum
    • Memberi masukan dan nasehat kepada Khalifah dan menjadi tempat konsultasi dalam menentukan kebijakannya
    • Tugas dan Kewenangan di bidang perundang-undangan yang meliputi

Pada masa Rasulullah SAW, Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi adalah sahabat, yaitu mereka yang diserahi tugas keamanan dan pertahanan serta urusan-urusan lain yang berkaitan dengan kepentingan umum. Pada masa Khulafa’ur Rasidin, pola Ahl al-Halli Wa al-’Aqdi tidak jauh berbeda dengan pola Rasulullah. Kedudukan Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi dalam pemerintahan adalah sebagai wakil rakyat yang mempunyai tugas dan wewenang sendiri-sendiri tanpa campur tangan khalifah.

Khalifah dan Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi bekerja sama menjalankan pemerintahan untuk kemaslahatan umat. Mekanisme pemilihan Ahl al-Halli Wa al-'Aqdi tidak disebutkan secara jelas dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, namun Nabi SAW pernah memberikan contoh pemilu yang demokratis.

BENTUK NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN DALAM ISLAM

Bentuk Negara dalam Islam

  • Negara kesatuan Islam yang berbentuk Republik telah dipraktekkan oleh Negara Republik Islam Iran yang beraliran
  • Negara kesatuan Islam yang berbentuk Monarki dipraktekan oleh Negara Arab Saudi, Jordania, Uni Emirat Arab, dan lain-lain,

Sejak zaman Rasulullah SAW hingga Dinasti Abbasiyah, bentuk negara yang diamalkan ialah Negara Islam yang bersatu, di mana kuasa terletak pada kerajaan pusat, gabenor dan panglima dilantik dan diberhentikan oleh Khalifah. Sementara itu, Negara Islam bersatu telah wujud dalam bentuk republik selama beberapa dekad. Kemudian ia diubah oleh Muawiyyah menjadi Negara Islam yang bersatu dalam bentuk Monarki (kerajaan) di mana ketua negara tidak lagi dipilih oleh rakyat tetapi berdasarkan keturunan.

Negara kesatuan Islam berbentuk republik dilaksanakan oleh negara Republik Islam Iran, yang dilaksanakan oleh Republik Islam Syiah Iran dan Republik Islam Sunni Pakistan. Negara kesatuan Islam berbentuk monarki dilaksanakan oleh negara-negara Arab Saudi, Yordania, Uni Emirat Arab dan lain-lain, dimana pergantian kekuasaan tidak ditentukan oleh suara rakyat melainkan oleh keturunan penguasa.

Sistem Pemerintahan dalam Islam

  • Sistem Pemerintahan Khilafah
  • Imamah

Sistem pemerintahan Islam berdasarkan syura dianut pada masa Rasyidin Khulafa’ur, dimana beliau memerintah di beberapa daerah berdasarkan sistem musyawarah sebagai landasan kekuasaan. Perubahan sistem kekhalifahan berbasis syura dalam sistem monarki ini terjadi ketika Muawiyah mengangkat putranya Yazid sebagai khalifah. Syiah menganggap Imamah, seperti halnya Kenabian, sebagai keyakinan mendasar dan ketaatan pada otoritas Imam adalah kewajiban agama.

Sebab, status politik Imam merupakan bagian penting dalam mazhab Syiah Imami. Meskipun para imam tidak menerima wahyu ilahi, mereka memiliki sifat, tugas dan wewenang seorang nabi.

PEMIKIRAN POLITIK DAN KETATANEGARAAN DALAM ISLAM

Pemikiran Politik Islam Periode Klasik dan Pertengahan

Masa ini melahirkan tokoh-tokoh intelektual seperti Ibnu Arabi, al-Farabi, al-Mawardi, Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun. Sementara itu, para pemikir politik Islam lainnya mencoba menawarkan gagasan berdasarkan realitas sistem monarki yang mereka temukan di tempat mereka tinggal. Para pemikir politik Islam klasik pada dasarnya menerima dan tidak mempersoalkan keabsahan sistem pemerintahan monarki dengan seorang khalifah, sultan atau raja yang memerintah secara turun-temurun dengan kekuasaan absolut, berdasarkan prinsip bahwa ia adalah wakil Tuhan di muka bumi.

Ibnu 'Arabi, Ghazali dan Ibnu Taimiyah (dengan tegas menegaskan bahwa kekuasaan seorang kepala negara atau raja merupakan amanah yang diberikan Allah kepada hamba-hamba terpilih. Mawardi menyatakan bahwa seorang kepala negara dapat dicopot dari jabatannya jika ia tidak mampu lagi memerintah, baik karena alasan fisik, mental, dan moral, meski ia tidak menunjukkan bagaimana dampak kemerosotan tersebut.

Pemikiran Politik Islam Kontemporer

Mereka berpendapat bahwa hanya umat Islam yang berhak menjadi khalifah Allah, oleh karena itu hak politik untuk memilih dan dipilih menjadi kepala negara atau majlis syura (lembaga legislatif) hanya milik umat Islam. Menurut kelompok ini, Islam tidak berbeda dengan agama lain, yakni tidak mengatur secara rinci bagaimana mengatur masyarakat dan negara. Mereka juga berpendapat bahwa Nabi Muhammad hanyalah seorang Nabi/Rasul yang tidak berbeda dengan nabi-nabi sebelumnya dan bukan seorang politikus (dalam hal ini kepala negara).

Referensi

Dokumen terkait

.But another study showed different results, in that there was no significant difference in Apo B between patients with TB and healthy subjects.12 It has been shown that Mycobacterium