• Tidak ada hasil yang ditemukan

11 Makalah Etika Hukum Dalam Forensik Kedokteran Gigi

N/A
N/A
ddk 2 semester 4

Academic year: 2024

Membagikan "11 Makalah Etika Hukum Dalam Forensik Kedokteran Gigi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL MAHASISWA SEMESTER I

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

BLOK HUMANIORA I MODUL 3.

ETIKA HUKUM DALAM FORENSIK KEDOKTERAN GIGI

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 11

1. Faza Alin Ridhwanah (20220710096) 2. Angelika Mien Chai H. (20220710017) 3. Amalia Sufi Budiono (20220710032) 4. Gema Gempa B.T.M. (20220710039) 5. Noer Masyittah (20220710052) 6. Farah Diba A.P.W.P (20220710074) 7. Lian Tegar Lintang P. (20220710101) 8. Nabila Yasmine C. (20220710109) 9. Syahna Najla Nur A. (20220710125) 10. Laurensia Putri P.J.L (20220710140) 11. Raymondo Raja P. (20220710144)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2022

(2)

MODUL 3

ETIKA HUKUM DALAM FORENSIK KEDOKTERAN GIGI

A. TOPIK MODUL

Etika Hukum dalam Forensik Kedokteran Gigi

B. PENDAHULUAN I. PEMICU 1

Pada tanggal 9 Mei 2012, telah terjadi bencana kecelakaan pesawat Sukhoi Superjet 100 dari bandara Halim Perdanakusuma menuju Pelabuhan Ratu yang dalam perjalanannya melewati celah Gunung Salak. Pesawat yang membawa 37 penumpang dan 8 awak pesawat tersebut mengalami kecelakaan di celah Gunung Salak. Salah satu dari korban meninggal pesawat tersebut yang diduga Mr. X menurut keterangan pihak keluarga adalah pasien dari drg. Albert Einstein. Tim Disaster Victim Identification meminta data rekam medis dari korban kepada drg.

Albert Einstein yang akan digunakan sebagai data ante mortem. Drg. Albert Einstein menyerahkan rekam medis dari Mr. X kepada Tim DVI.

II. TERMINOLOGY ISTILAH

1. Bencana Adalah peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam atau non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. Awak Pesawat Adalah orang yang bertugas sebagai pelaku pengendali pesawat terbang yang terdiri dari pilot, co-pilot, teknisi, dan pramugari/a.

3. Pasien Pasien adalah orang yang memiliki kelemahan fisik maupun mentalnya yang menyerahkan pengawasan dan perawatannya, menerima dan mengikuti pengobatan yang ditetapkan oleh tenaga kesehatan.

4. Tim DVI Tim yang melakukan proses mengidentifikasi korban yang meninggal akibat bencana. yang rusak dan tidak mungkin dikenali, sesuai dengan protokol Interpol (Taufik. dkk, 2020)

(3)

5. Rekam Medis Berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

(Permenkes No.269 2008)

6. Data ante mortem Data atau catatan yang dibuat sebelum kematian, yang dimaksud dalam taskap ini adalah data kondisi gigi gelgi seseorang yangdibuat sebelum kematiannya, yang berisi Nama, Usia, Jenis Kelamin, Penampilan Visual, Ciri fisik, dll. (Endang S. 2010)

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Pada tanggal 9 Mei 2020, telah terjadi bencana kecelakaan pesawat Sukhoi SuperJet 100 dari Bandara Halim PerdanaKusuma menuju Pelabuhan Ratu yang dalam perjalanannya melewati celah Gunung Salak dengan membawa 37 penumpang dan 8 awak pesawat tersebut mengalami kecelakaan di celah Gunung Salak.

2. Salah satu dari korban meninggal pesawat tersebut yang diduga Mr.X menurut keterangan pihak keluarga adalah pasien dari drg. Albert Einstein.

3. Tim Disaster Victim Identification meminta data rekam medis dari korban kepada drg Albert yang digunakan sebagai data ante mortem

4. Drg Albert Einstein menyerahkan rekam medis dari Mr.X kepada tim DVI.

IV. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang selanjutnya dilakukan?

2. Apa tujuan pihak keluarga memberikan keterangan bahwa korban merupakan pasien drg. Albert?

3. Mengapa Tim Disaster Victim Identification meminta data rekam medis dari korban kepada drg. Albert Einstein ?

4. Apa tujuan tim DVI meminta data rekam medis dari korban kepada drg albert einstein yang akan digunakan sebagai data ante mortem.

V. HIPOTESIS MASALAH

1. Yang selanjutnya dilakukan adalah melakukan pengelompokkan barang-barang di TKP, dan memberikan label pada korban yang meninggal dunia.

2. Agar Tim DVI bisa meminta data rekam medis kedokteran gigi kepada drg. Albert selaku dokter dari Mr.X, dan data rekam medis tersebut digunakan sebagai data ante mortem

(4)

3. Karena di dalam rekam medis terdapat keterangan pasien mulai dari identitas, anamnesa, penentuan fisik, laboratorium, diagnosa, segala pelayanan dan tindakan medik pasien.

4. Tujuannya agar dapat mengidentifikasi korban korban meliputi data data korban sebelum meninggal,yang biasa nya didapat dari keluarga yang meliputi penampilan visual korban sebelum terjadi kecelakaan

VI. PEMICU 2

Pada rekam medis tertulis pasien laki-laki berusia 45 tahun terdapat perawatan saluran akar dan tumpatan pada gigi geraham pertama dan kedua belakang kiri atas, serta tumpatan pada gigi geraham depan kedua kiri atas. Rekam medis tersebut dilengkapi dengan hasil radiograf periapikal. Rekam medis yang dibuat drg. Albert Einstein sudah sesuai dengan aturan dari Permenkes No. 269 tahun 2008. Pada pemeriksaan post mortem, terdapat pasien salah satu pasien laki-laki mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan data rekam medis Mr. X dari drg. Albert Einstein. Pada proses rekonsiliasi dapat disimpulkan Mr.X dapat teridentifikasi dari gigi.

VII. TERMINOLOGY ISTILAH

1. Perawatan Saluran Akar (PSA) Perawatan yang bertujuan untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya. (Bachtiar A. Z, 2016)

2. Tumpatan Bahan yang dapat mengembalikan fungsi gigi dalam mulut dengan jalan menghentikan proses karies dan menjaga pulpa agar tetap vital dan sehat. (R. Wigati Practissa. dkk, 2016)

3. Radiografi Periapikal Jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendapatkan suatu gambaran maksiofaksial dan pemeriksaan intraoral yang bertujuan melihat keseluruhan mahkota dan akar gigi, alveolar dan jaringan sekitarnya.

4. Permenkes No.269 Th 2008 Berisi tentang rekam medis, penyimpanan, tata cara penggunaan, pemusnahan, kepemilikan, pemanfaatan, Tanggung Jawab, pembinaan, dan pengawasan, ketentuan peralihandan penutup.

(5)

5. Post Mortem Identifikasi dengan sarana gigi dilakukan dengan cara membandingkan data gigi yang diperoleh dari jenazah yang dikenal.

6. Rekonsiliasi Adalah tahap membandingkan form data antemortem dan postmortem yang telah selesai selama fase pertama dan kedua.

VIII. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Pada rekam medis tertulis pasien laki-laki berusia 45 tahun terdapat perawatan saluran akar dan tumpatan pada gigi geraham pertama dan kedua belakang kiri atas, serta tumpatan pada gigi geraham depan kedua kiri atas Rekam Medis tersebut dilengkapi dengan hasil radiograf periapikal.

2. Rekam Medis tersebut dilengkapi dengan hasil radiograf periapikal.

3. Rekam medis yang dibuat drg. Albert Einstein sudah sesuai dengan aturan dari Permenkes No. 269 tahun 2008.

4. Pada pemeriksaan post mortem, terdapat pasien salah satu pasien laki - laki mempunyai ciri - ciri yang serupa dengan data rekam medis Mr. X dari drg. Albert Einstein

5. Pada proses rekonsiliasi dapat disimpulkan Mr.X dapat teridentifikasi dari gigi.

IX. RUMUSAN MASALAH

1. Apa arti pada rekam medik tertulis pasien laki-laki berusia 45 tahun terdapat perawatan saluran akar dan tumpatan pada gigi geraham pertama dan kedua belakang kiri atas, serta tumpatan pada gigi geraham depan kedua kiri atas ?

2. Apa arti rekam medis tersebut dilengkapi dengan hasil radiografi periapikal?

3. Apa arti rekam medis yang dibuat drg. Albert Einstein sudah sesuai dengan aturan dari Permenkes No. 269 tahun 2008 ?

4. Apa arti pemeriksaan post mortem, terdapat pasien salah satu pasien laki - laki mempunyai ciri - ciri yang serupa dengan data rekam medis Mr. X dari drf. Albert Einstein

?

5. Mengapa pada proses rekonsiliasi dapat disimpulkan Mr.X dapat teridentifikasi dari gigi?

X. HIPOTESIS MASALAH

(6)

1. Artinya pasien sedang dalam perawatan yang membentuk aspek khusus dan kemampuan teknis dalam merestorasi gigi akibat trauma/komplikasi dari karies yang menyebabkan fraktur

2. Artinya di dalam rekam medis pasien dilengkapi dengan hasil pemeriksaan penunjang keadaan patologis, suatu gambaran makrofasial, keseluruhan mahkota, akar gigi, tulang alveolar dan jaringan sekitarnya.

3. Artinya rekam medis yang dibuat oleh drg.Albert Einstein telah sesuai dengan aturan sebagaimana yang telah tertera di dalam PERMENKES No.269 tahun 2008 bahwa rekam medis harus dibuat dengan lengkap dan jelas, sekurang-kurangnya memuat identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

4. Pada pemeriksaan Post mortem, pada korban dan pasien laki - laki drg. Albert Einstein punya ciri - ciri yang serupa pada rekam medis yang dibuat.

5. karena pada proses rekonsiliasi data ante mortem dan post mortem korban terjadi kecocokan dan tidak ada perbedaan yang berarti.

C. PETA KONSEP

D. LEARNING ISSUES 1. Bencana

a. Definisi

KECELAKAAN PESAWAT SUKHOI SUPERJET 100 DENGAN 37 PENUMPANG DAN 8 AWAK PESAWAT

TIM DVI

Mendatangi TKP Mengumpulkan

data Antemortem

Post Mortem Rekam Medis

Kode Etik

Permenkes No.269 Tahun 2008 Rekonsiliasi

Mr. X teridentifikasi

(7)

b. Jenis-Jenis bencana c. Penyebab

d. Penanganan Bencana 2. DVI (Disaster Victim Identification)

a. Definisi b. Tujuan 3. Ante Mortem

a. Definisi

b. Data yang termasuk ante mortem c. Proses pengumpulan data ante mortem 4. Post Mortem

a. Definisi

b. Data yang termasuk post mortem c. Proses pengumpulan data post mortem 5. Rekam Medis

a. Definisi b. Dasar Hukum c. Manfaat d. Isi e. Tujuan f. Falsafah g. Sanksi Hukum 6. Etika Profesi Kedokteran Gigi

a. Definisi b. Fungsi c. Tujuan d. Manfaat e. Prinsip 7. Rekonsiliasi

a. Definisi

b. Proses di fase Rekonsiliasi 8. Kesimpulan

E. PEMBAHASAN LEARNING ISSUES 1) Bencana

(8)

a. Definisi

Menurut UU No.24 Tahun 2007, Pasal 1

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebablan, baik oleh faktor alam dan/ atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak patologis.

Menurut WHO (2002)

Bencana (disaster) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

Dalam Keputusan Menteri Nomor 17/Kep/Menka/Kesra/X/95

Bencana adalah peristiwa/ rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.

b. Jenis-jenis bencana

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007

a. Bencana Alam, bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dll.

b. Bencana Non Alam, bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, dan wabah penyakit.

c. Bencana Sosial, bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/ rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok/ antar komunitas masyarakat.

d. Kegagalan Teknologi, adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh Kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, menusia dalam penggunaan teknologi dan atau industri yang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya.

c. Penyebab

Terdaoat 3 faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :

(1) Faktor Alam (Natural Disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada gangguan/ campur tangan manusia.

(2) Faktor Non Alam (NonNatural Disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibta perbuatan manusia.

(9)

(3) Faktor Sosial/Manusia (non-made Disaster) yang murni akibat perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

d. Penanganan Bencana

Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan bencana, penanganan bencana terbagi dalam beberapa tahap, yakni :

1. Tahap Prabencana a) Pencegahan

Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk menghilangkan sama sekali atau mengurangi ancaman.

b) Mitigasi atau pengurangan

Adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

c) Kesiapsiagaan

Adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat serta berdaya guna.

2. Tanggap Darurat

Adalah upaya yang dilakukan segera setelah bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.

3. Tahap Pasca Bencana a). Pemulihan

Adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, sarana dan prasarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.

b). Pembangunan kembali

Adalah program jangka panjang untuk membangun kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula dengan melaksanakan upaya memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar.

(UU No 24 Tahun 2007) 2) DVI ( Disaster Victim Identification) a). Definisi DVI

(10)

DVI adalah suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan prosedur dalam mengidentifikasi identitas korban meninggal akibat suatu bencana massal yang tetap harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan mengacu pada standar baku interpol. (Dyani, A.2013) b). Tujuan DVI

DVI bertujuan dalam rangka mencapai identifikasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, sempurna dan paripurna dengan semaksimal mungkin sebagai wujud dari kebutuhan dasar hak asasi manusia dimana seorang mayat mempunyai hak untuk dikenali serta berhak dikembalikan kepada keluarga dan dimakamkan secara agama. ( Dyani, A.2013)

3) Ante Mortem a. Definisi

adalah data atau catatan yang dibuat sebelum kematian, yang dimaksud dalam taskap ini adalah data kondisi gigi geligi seseorang yang dibuat sebelum kematiannya (Henky, 2012)

b. Data yang masuk ke ante mortem

Data yang diminta mulai dari pakaian yang terakhir di kenakan (ciri- ciri khusus seperti tanda lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi,dll ), data umum seperti nama, usia, jenis kelamin, odontogram dari dokter gigi, nama dari dokter gigi yang pernah memeriksa. (Henky, 2012) c. Proses pengumpulan data

Pada fase ini dilakukan pengumpulan data mengenai jenazah sebelum kematian. data ini diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh dapat berupa foto korban semasa hidup. (Hasna, 2017)

4) Post mortem a. Definisi

Merupakan data-data fisik yang diperoleh melalui Personal Identification setelah korban meninggal. (Kholik & Hartawan, 2019)

b. Data yang masuk ke post mortem

Data yang masuk ke post mortem seperti sidik jari, pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan untuk pemeriksaan DNA. (Henky & Safitri, 2012)

c. Proses pengumpulan data post mortem

Semua jenazah manusia yang ditemukan dari tempat kejadian akan diproses, diperiksa dan disimpan di kamar mayat yang telah dipilih untuk operasi tersebut, sambil menunggu identifikasi

(11)

resmi dan pembebasan oleh Koroner atau otoritas hukum. Kamar mayat ini mungkin merupakan kamar mayat yang didirikan atau yang telah dibangun sementara untuk operasi.

Proses dan metode pemeriksaan yang diterapkan selama fase ini meliputi fotografi, ridgeologi (sidik jari), radiologi, odontologi, pengambilan sampel DNA, pemeriksaan post mortem atau prosedur otopsi. Selain pemeriksaan jenazah manusia, properti harus diperiksa, dibersihkan, dan disimpan dengan cermat. Barang-barang properti ini mungkin termasuk perhiasan, barang pribadi, dan pakaian. Semua informasi post mortem dimasukkan ke dalam pink form.

Setelah proses pemeriksaan selesai dan setelah validasi oleh komisi identifikasi/rekonsiliasi, jenazah manusia dikembalikan ke gudang, sambil menunggu identifikasi formal akhir untuk kepuasan Koroner atau otoritas hukum dan pelepasan jenazah selanjutnya untuk penguburan atau kremasi. (Interpol)

5) Rekam medis a. Definisi

( Menurut UU No.29 tahun 2004 )

Rekam medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan layanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

( Menurut PP Kesehatan Republik Indonesia No.269/Menkes/Per/III/2008 )

Rekam Medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien.

b. Dasar Hukum

Menurut Pasal 46, UU RI No.29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran/Kedokteran Gigi : 1. Setiap dokter/ dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran wajib membuat rekam medis.

2. Rekam Medis sebagaimana yang dimaksud di atas harus dibuat segera dan dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan.

3. Pembuatan rekam medis dilakukan melalui pencatatan dan dokumentasi hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

4. Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan dokter, dokter gigi/tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan langsung.

5. Dalam hal terjadinya kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medik dapat dilakukan pembetulan

6. Pembetulan sebagaimana yang disebutkan diatas hanya dapat dilakukan dengan pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan yang bersangkutan.

(12)

Menurut Peraturan Menteri RI No 1419/MENKES/-Per/X/2005 Pasal 16 :

a. Dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktek kedokteran wajib membuat rekam medis b. Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan

perundang-undangan.

c. Setiap sarana pelayanan kesehatan wajib membuat rekam medis dan dilakukan oleh dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya yang memberikan pelayanan kepada pasien.

c. Manfaat

Kegunaan rekam medis secara umum sesuai dengan Undang-Undang Dirjen Pelayan Medis Depkes RI dalam keputusan No. 78 tahun 1991 adalah sebagai berikut :

1. Sebagai media komunikasi antara dokter/-dokter gigi dan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian di dalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.

2. Menyediakan data yang berguna bagi pengguna penelitian dan pendidikan.

3. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada pasien.

4. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan selama pasien berkunjung atau dirawat di RS.

5. Sebagai dasar yang berguna untuk analisis, penelitian, dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

6. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

7. Sebagai dasar dalam perhitungan pembayaran pelayanan medis pasien.

8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta bahan pertanggungjawaban dan laporan.

d. Isi

Berdasarkan Pedoman Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi, data-data penting yang perlu dicatat, dirangkum dalam blangko rekam medik adalah Identitas pasien, Keadaan umum pasien, Odontogram, Data perawatan kedokteran gigi, Nama dokter gigi yang merawat.

● Data identitas pasien dalam rekam data gigi minimal berisi:

1) Nomor file (administrasi dokter yang bersangkutan) 2) Tanggal pembukaan status

3) Nama 4) Jenis kelamin

5) Tempat dan tanggal lahir/umur

(13)

6) Alamat rumah, nomor telepon rumah dan handphone 7) Pekerjaan

8) Alamat kantor, nomor telepon kantor dan faximile

● Data keadaan umum pasien dalam rekam data gigi minimal berisi : 1) Golongan darah.

2) Tekanan darah normal (adakah kelainan tekanan darah).

3) Adakah kelainan hemophilia.

4) Adakah penyakit jantung.

5) Adakah penyakit diabetes.

6) Adakah alergi terhadap obat tertentu.

7) Adakah alergi terhadap makan tertentu.

8) Adakah penyakit-penyakit tertentu,

● Odontogram

● Data perawatan kedokteran gigi berisi:

1) Tanggal kunjungan.

2) Gigi yang dirawat.

3) Keluhan dan diagnosa.

4) Tindakan yang dilakukan.

5) Paraf dokter gigi (hal ini penting terutama jika yang mengerjakan tidak hanya satu dokter gigi).

e. Tujuan

Menurut standar nasional rekam medik kedokteran gigi, tujuan pembuatan rekam medik gigi diantaranya :

1. Sebagai catatan mengenai keadaan gigi dan keluhan pasien saat datang, diagnosa dan dilakukan pada setiap kunjungan.

2. Sebagai dasar untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan pada kunjungan berikutnya.

3. Catatan sebagai sejarah penyakit, perawatan sebuah gigi, tindakan yang telah atau pernah dilakukan pada sebuah gigi, sehingga dapat membantu diagnosa dan rencana perawatan selanjutnya.

4. Catatan mengenai keadaan umum pasien yang perlu diperhatikan, yang perlu dipertimbangkan dalam keputusan perawatan/pengobatan.

5. Sebagai data resmi/legal untuk pertanggung jawaban dokter gigi atas segala tindakan perawatan dan pengobatan yang telah dilakukan.

6. Gambaran mengenai kondisi kesehatan gigi pasien secara keseluruhan.

(14)

7. Sebagai sumber data untuk keperluan identifikasi jika diperlukan.

f. Falsafah

Falsafah Rekam Medis menurut Departemen Kesehatan RI (1989) mencantumkan nilai-nilai aspek yang dikenal sebagai sebutan ALFREDS (Administrative, Legal, Financial, Research, Education, Documentation and Service) yaitu sebagai berikut:

1. Administrative (Aspek Administrasi) Berkas rekam medis dikatakan mempunyai aspek administrasi, karena isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.

2. Legal (Aspek Hukum) Berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta penyedian bahan tanda bukti untuk menegakkan keadilan.

3. Financial (Aspek Keuangan) Berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya mengandung data atau informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek keuangan.

4. Research (Aspek Penelitian) Berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian, karena isinya menyangkut data atau informasi yang dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang kesehatan.

5. Education (Aspek Pendidikan) Berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena isinya menyangkut data atau informasi tentang perkembangan kronologis (berurut) dan kegiatan pelayan medik yang diberikan kepada pasien, informasi tersebut dipergunakan sebagai bahan referensi pengajaran bidang profesi pemakai.

6. Documentation (Aspek Dokumentasi) Berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.

7. Service (Aspek Medis) Berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.

g. Sanksi Hukum

Sanksi hukum diambil dari Undang-Undang no 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran dalam pasal 79 huruf b menyatakan bahwa jika dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis maka akan dipidana dengan denda sebesar 50 juta rupiah. Selain itu juga ada Sanksi Administratif UU RI No 29 Tahun 2004 Pasal 69:

1) Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.

(15)

2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin.

3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

1. Pemberian peringatan tertulis

2. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek

3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

6. Etika Profesi Kedokteran Gigi a. Definisi

Seperangkat perilaku para dokter dan dokter gigi dalam hubungannya dengan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, dan mitra kerja, rumusan perilaku para anggota profesi disusun oleh organisasi profesi bersama-sama pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan.

b. Fungsi

Menurut Umum ,

Menurut Biggs & Blocher (1986:10)

1. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. Dengan adanya kode etik yang jelas, terlebih khusus dalam rangka mengatur hubungan antara anggota profesi dengan pihak eksternal akan memberikan kejelasan tentang apa yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

2. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi, Dengan adanya kode etik, hal ini akan memberikan tentang cara menjalin hubungan yang baik dengan rekan sejawat, yang tentunya akan sangat mempengaruhi performa dari masing-masing anggota profesi.

3. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi. Hal ini berkaitan dengan hasil kerja oleh para praktisi dalam suatu profesi.

c. Tujuan

Bertujuan untuk mengatur bagaimana tingkah laku dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan, menentukan aturan-aturan yang mengatur bagaimana menangani suatu masalah yang berkaitan dengan etik agar tidak menjadi suatu hal yang masuk ke ranah hukum / menimbulkan efek hukuman bagi diri sendiri maupun pasien/klien.

d. Manfaat

1. Meningkatkan Tanggung Jawab.

dengan memegang teguh etika yang menyangkut profesionalitas secara tidak langsung menjadi tanggung jawab sehingga segala hal yang dilakukan berkaitan dengan pekerjaan akan dinilai baik dan berkualitas.

(16)

2. Menekankan Prinsip Profesionalitas.

Dalam bekerja tentu seorang tenaga kerja memiliki pedoman. Setiap profesi sudah tentu berjalan sesuai dengan pedoman dan aturannya masing-masing. Oleh karena itu etika yang dipegang oleh seorang profesional sudah seharusnya selalu dihargai dan dilakukan serta semakin dikembangkan. Dengan demikian maka prinsip profesionalitas dikatakan sudah dijalankan oleh tenaga kerja yang bersangkutan.

3. Menciptakan Ketertiban.

Adanya kode etik profesi yang ada sudah seharusnya dipegang teguh dan dijalankan oleh para profesionalitas. Dengan menjalankan kode etik profesi ini maka setiap tenaga kerja akan bekerja sesuai dengan tugasnya masing masing. Hal ini akan memperkecil peluang terjadinya penyimpangan dari masing-masing tenaga kerja dapat berjalan dengan baik dan tertib.

4. Melindungi Hak Pekerja.

Adanya kode etik rupanya tidak hanya berfungsi untuk memperjelas kewajiban dari tenaga kerja saja. Tetapi setiap etika yang diberlakukan secara tidak langsung akan membantu kita untuk bisa melindungi berbagai hak kita sebagai pekerja. Perlindungan hak pegawai memang merupakan hal yang penting bagi tenaga kerja terutama menyangkut kesejahteraan hidupnya.

5. Membantu Penyelesaian Masalah.

Setiap permasalahan tentu pernah terjadi. Namun setiap masalah yang ada haruslah diselesaikan secara terbuka. Mungkin bisa mengeluarkan pendapat untuk orang lain yang sedang menghadapi masalah. Tentu saja penyelesaian yang ditawarkan biasanya berkaitan dengan profesionalitas. (Hambali dkk., 2021)

e. Prinsip

Dalam profesi kedokteran dikenal 4 prinsip moral utama, yaitu:

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination),

2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan pasien;

3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau “above all do no harm”,

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam mendistribusikan sumberdaya (distributive justice) (Suryadi, 2009)

(17)

7. Rekonsiliasi

a. Definisi

Merupakan salah satu fase dalam kerja tim DVI. Rekonsiliasi adalah pencocokan antara data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1 macam Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers (Mulyono A dkk., 2006).

b. Proses di fase rekonsiliasi

1. Mengkoordinasikan rapat-rapat penentuan identitas korban mati antara unit TKP, unit postmortem dan unit antemortem.

2. Mengumpulkan data-data korban yang dikenal untuk di kirim ke rapat rekonsiliasi.

3. Mengumpulkan data-data tambahan dan unit TKP, unit postmortem dan unit antemortem untuk korban yang belum dikenal.

4. Membandingkan data antemortem dan postmortem 5. Check dan recheck hasil unit data

6. Mengumpulkan hasil identifikasi korban

7. Membuat sertifikat identifikasi, surat keterangan kematian untuk korban yang dikenal dan surat-surat lainnya yang diperlukan.

8. Publikasi secara benar dan terarah oleh unit rekonsiliasi

9. Setelah korban teridentifikasi secepat mungkin dilakukan perawatan jenazah 10. Jenazah diserahkan kepada keluarganya oleh petugas khusus dari tim unit

rekonsiliasi

11. perawatan jenazah setelah teridentifikasi dapat dilaksanakan oleh unsur pemerintahan daerah dalam hal ini Dinas sosial dan Dinas Pemakanaman dengan seorang dokter spesialis forensik dalam teknis pelaksanaannya. (Ilanda, 2013).

KESIMPULAN

Suatu bencana kecelakaan yang memakan banyak korban jiwa merupakan suatu keadaan yang membutuhkan aksi/tindakan lebih lanjut yakni dengan turun tangannya tim DVI serta jajarannya dan dalam pelaksanaannya peran rekam medis dari seorang dokter gigi sangat membantu pembuatan data Ante Mortem dan data Post Mortem untuk membantu mengidentifikasi para korban bencana.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Hambali, M. R., Da, M., Ilmiyah, N., Kurniawati, N., Cahyaningrum, V. D., Fatoni, M., ... &

Rohmah, R. (2021). Etika Profesi. Agrapana Media.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Prawestiningtyas E, Algozi A. M. 2009.Identifikasi Forensik Berdasarakan Pemeriksaan Primer dan Sekunder sebagai Penentu Identitas Korban pada dua kasus Bencana Massal.

Jurnal Kedokteran Brawijaya. 25(2);88-94.

Henky, Savitri O. 2012. Identifikasi korban bencana massal: Praktik DVI antara teori dan kenyataan. Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences ;2(1):5-7.

Direktorat Jendral Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. 2007. Standar Nasional Rekam Medik Kedokteran Gigi. Departemen Kesehatan RI Cetakan II.Jakarta

Mulyono A, dkk., 2006, Pedoman penatalaksanaan identifikasi korban mati pada bencana massal. 2nd ed. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakart

Kholik. S, Hartawan. J. 2019. Kekuatan Surat Keternagan Hasil DVI dan post mortem sebagai alat bukti.

Disdokkes Polri, Bujuklap Prosedur Pengumpulan, Pengolahan dan Penyimpanan Data/

identifikasi dengan sarana gigi dan mulut.

Murniwati, 2012. Peran Rekam Medik gigi sebagai Sarana Identifikasi. Majalah Kedokteran Andalas No.2. Vol.36. Hal : 163-17

Fauzi. A. 2010. Pentingnya Dental Record. Seminar Nasional PDGI (cabang Padang).

(19)

Purnama SG. 2016. Modul Etika dan Hukum Kesehatan. Informed Consent. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

INTERPOL. 2009. Disaster victim identification guide [homepage on the Internet] [cited 2012 Aug 24]. Available from: www.interpol.int/Media/Files/ INTERPOLExpertise/DVI.

Referensi

Dokumen terkait