Ternak Menurut Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara). Praktek bagi hasil ternak sapi menurut Hukum Ekonomi Syariah (Studi Kasus di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara). Bagaimana praktik bagi hasil ternak sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.
Bagaimana perspektif Hukum Ekonomi Syariah terhadap praktik bagi hasil peternakan di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Untuk mengetahui praktek akad mudharabah pada produksi sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Untuk mengetahui pandangan hukum ekonomi syariah terhadap praktek mudharabah produksi sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.
PENDAHULUAN
- Rumusan Masalah
- Batasan Masalah
- Tujuan Dan Manfaat Penelitian
- Kegunaan Penelitian
- Penelitian Terdahulu
- Metode Penelitian
- Sistematika Penulisan
Bab keempat dalam skripsi ini membahas tentang hasil penelitian yang membahas mengenai praktik akad mudharabah produksi sapi berdasarkan hukum ekonomi syariah di desa Senali kecamatan Arga Makmur kabupaten Bengkulu Utara. Pada data penggembala dan penggembala di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara lebih dominan atau lebih banyak penggembala dibandingkan penggembala. Pada dasarnya sistem kerjasama bagi hasil ini sangat umum digunakan dalam peternakan di Indonesia, dan salah satu desa yang telah melaksanakan kerjasama bagi hasil ini adalah Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.
Modal yang saya berikan hanyalah ternak.” 65 Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan kepada pemilik dan penggembala sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara, modal yang dibawa pemilik sapi hanyalah modal pembelian sapi saja. Sedangkan modal yang dikeluarkan kecuali pembelian ternak ditutupi oleh seluruh ternak. Dua sistem pemeliharaan digunakan dalam proses pemeliharaan sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara.
Dalam kerjasama yang saya dan pemilik sapi tersebut, batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian yang kami buat adalah sampai saya tidak mau lagi mengadakan kerjasama di bidang peternakan sapi tersebut.”76. Pandangan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktek Bagi Hasil Peternakan Di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Untuk meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup warga Desa Senali, banyak diantara mereka yang melakukan kerjasama dalam bentuk bagi hasil beternak sapi.
Penerapan sistem bagi hasil pada peternakan sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara. Terkait dengan tinjauan hukum ekonomi syariah berdasarkan Kumpulan Hukum Ekonomi Syariah (KHES), penggunaan sistem bagi hasil pada peternakan sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara dalam hal bagi hasil sudah sesuai dengan bentuk musyarakah.
LANDASAN TEORI
Mudharabah
Al-qiradh, al-muqaradhah dan al-mudharabah mempunyai pengertian yang sama, yaitu penyerahan harta atau modal kepada seseorang untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungannya dibagi antara pemilik modal dan pihak yang menerima modal. yang artinya al-qath'u (potongan). Qiradh dapat diambil dari kata muqaradah yang berarti al-musawah yang berarti persamaan karena pemilik modal dan pengusaha mempunyai hak yang sama untuk memperoleh keuntungan. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa akad mudharabah merupakan akad kerjasama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh modalnya, sedangkan pihak kedua mengelola modal yang diberikan oleh shahib al-mal. Sasaran.
Pemilik modal wajib menyerahkan dana dan/atau barang berharganya kepada pihak lain untuk bekerjasama dalam usahanya. Hal ini tertuang dalam pasal 235 yang berbunyi: “(1) Modal harus berupa barang, uang, dan/atau barang yang bernilai. Hal ini tertuang dalam pasal 236 yang berbunyi: “Pembagian keuntungan usaha antara shahib al- gila dan mudharib dinyatakan dengan jelas dan pasti.”
Hal tersebut terdapat dalam Pasal 242 yang berbunyi: “(1) Mudharib berhak memperoleh keuntungan sebagai imbalan atas pekerjaannya, sebagaimana disepakati dalam akad.” Hal tersebut terdapat pada Pasal 247 yang berbunyi: “Biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh mudharib dalam rangka melakukan kerjasama bisnis dibebankan pada modal shahib al-mal.” Terdapat pasal 250 yang berbunyi “Akad mudharabah selesai apabila waktu kerja sama yang disepakati dalam akad telah berakhir.”
Hal ini tertuang dalam pasal 252 yang menyatakan: “kerugian usaha dan kerusakan barang dagangan dalam persekutuan mudharabah yang terjadi bukan karena kelalaian mudharib menjadi tanggungan pemilik modal.” Hal tersebut tertuang dalam pasal 254 yang berbunyi: “(1) Pemilik modal berhak menagih pihak lain berdasarkan bukti mudharib yang telah meninggal dunia. 2) Kerugian yang disebabkan oleh meninggalnya mudharib menjadi tanggung jawab pemiliknya. dari modal yang dibawa.”31.
Hukum Ekonomi Syariah
Sedangkan menurut Mardani, ekonomi syariah adalah suatu usaha dalam perekonomian yang dilakukan secara perseorangan, kelompok, atau badan usaha yang berbentuk hukum atau non-hukum, yang mempunyai tujuan komersil dan non-komersial yang pelaksanaannya sesuai dengan syariat Islam. doktrin agama. Pemahaman ini sangat relevan dijadikan pisau untuk menganalisis permasalahan kegiatan ekonomi di masyarakat. 32 Toha Andiko, “Pentingnya Penerapan Konsep Ekonomi Islam dalam Transaksi Bisnis di Era Modern”, Mizani, Vol.
Dalam mengambil hukum ekonomi Islam, sumber-sumber hukum ekonomi Islam sangat penting bagi para ulama ketika melakukan ijtihad, yang berguna dalam menentukan manhaj yang berbeda. Al-Quran merupakan sumber pertama dan terpenting dalam ilmu ekonomi Islam, di dalamnya dapat ditemukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perekonomian dan juga hukum-hukum ekonomi dan hukum-hukum dalam tujuan Islam, termasuk hukum yang melarang riba dan terkandung sahnya jual beli. dalam surat al-Baqarah [2] ayat 275. Al-Sunnah merupakan sumber ekonomi Islam yang kedua. Di dalamnya Anda dapat menemukan khazanah tentang kaidah keuangan Islam.
Ini merupakan dalil pertama setelah Al-Qur'an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam mengkaji hukum syara. 36Toha Andiko, Suansar Khatib, Romi Adetio Setiawan, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2018), hal.69-71. Sedangkan menurut Jumhur, ijma' yang dapat dijadikan dalil dalam menetapkan hukum syara adalah ijma' ulama Jumhur.
Selain sumber-sumber hukum Islam yang disebutkan di atas, terdapat juga asas-asas atau landasan hukum ekonomi Islam yang dapat digunakan para ulama dalam menafsirkan berlakunya hukum. Salah satu tujuan hukum ekonomi syariah adalah untuk menyeimbangkan kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat.
Gharar
Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa gharar adalah sesuatu yang penerimaannya tidak dapat diukur apakah barang tersebut ada atau tidak, seperti menjual kuda liar yang tidak dapat ditangkap. Sekalipun nisbah bagi hasil telah disepakati sejak awal, namun sebenarnya keuntungan bagi hasil ini baru dapat diketahui setelah dana benar-benar diproduksi. Imam Nawawi menjelaskan larangan Nabi SAW terhadap transaksi gharar merupakan suatu hal yang mendasar dan sangat penting dalam transaksi jual beli atau transaksi lainnya.
42 Fudhail Rahman, “Intipati dan Batasan Gharar dalam Transaksi Maliyah,” Salam Sosial dan Budaya Jurnal Syar-I, Jld. Dari Abu Hurairah ra, bahawa Rasulullah s.a.w melarang jual beli hasha (iaitu jual beli dengan melempar batu) dan baginda juga melarang jual beli gharar”.
Dharar
GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
Dalam proses kesepakatan tersebut, masih ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan dan wujudkan dalam rangka menjalin kerjasama di bidang peternakan sapi, yaitu dari segi permodalan, tata cara pengelolaan ternak, batas waktu peternakan, jenis kelamin sapi yang akan diternakkan, dan sistem pembagian keuntungan dari peternakan sapi. Dalam proses kesepakatan, masih ada beberapa hal yang perlu kita persiapkan dan wujudkan dalam rangka menjalin kerjasama di bidang peternakan sapi, yaitu dari segi permodalan, tata cara pengelolaan ternak, batasan waktu peternakan, jenis kelamin dari sapi yang akan kita beternak. , dan sistem bagi hasil dari peternakan sapi. Dalam proses kesepakatan tersebut kita berbicara mengenai permodalan, tata cara pengelolaan ternak, jangka waktu peternakan, jenis kelamin sapi yang ingin dipelihara, serta sistem bagi hasil yang diperoleh dari kerjasama peternakan sapi ini, yang perlu kita sepakati.
Dalam proses kesepakatan yang saya dan pemelihara tentukan dan sepakati adalah modal, tata cara pengelolaan ternak, batas waktu pemeliharaan, jenis kelamin ternak yang dipelihara, dan sistem bagi hasil yang dihasilkan dari hasil kerjasama. sehingga tercapai kerjasama yang baik. Dengan data yang diperoleh penulis diatas maka dapat disimpulkan bahwa proses perjanjian yang dilakukan oleh pemilik dan pemelihara ternak tersebut meliputi beberapa hal yaitu permodalan, tata cara pengelolaan ternak, jangka waktu pemeliharaan dan sistem bagi hasil yang berlaku karena hal tersebut. kerjasama dalam beternak sapi. Dalam kerjasama yang saya dan pemilik ternak lakukan, pemilik modal hanya menyediakan hewan ternak saja, sedangkan modal lainnya semuanya ditanggung oleh saya sendiri.”63.
Dalam kerjasama ini, setelah ada kesepakatan antara saya dengan pemilik sapi, maka saya akan mengambil sapi milik pemilik sapi tersebut. Jadi dalam proses pertumbuhannya saya memberi makan ternak hanya tiga kali sehari. Dalam kerjasama produksi peternakan ini saya tidak ikut campur dalam beternak sapi, membangun kandang dan beternak sapi.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari pemilik dan peternak sapi di Desa Senali Kecamatan Arga Makmur Kabupaten Bengkulu Utara, proses pemeliharaan hanya dilakukan oleh para pemelihara, mulai dari pembuatan kandang, pemberian pakan ternak, beternak sapi. , sapi, dan selama sapi tersebut belum siap dijual kepada peternak yang hanya beternak sapi jantan. Saya hanya memelihara ternak dan tidak membantu pemeliharaan ternak serta tidak ikut serta dalam beternak.” 72. Batas waktu kerjasama di bidang peternakan sapi adalah sampai dengan saat para peternak sudah tidak berkenan lagi untuk melaksanakan kerjasama tersebut. ."77.
Sistem yang pertama adalah jika pemelihara sapi mengusulkan kepada pemilik sapi untuk memelihara sapi betina, maka sistem bagi hasil yang digunakan adalah dengan membagi pedet yang dipelihara oleh peternak dengan pembagian sebesar 50%. Rata-rata kerjasama peternakan sapi dengan sistem bagi hasil sudah umum digunakan oleh masyarakat di Indonesia untuk melakukan kerjasama baik dalam pemeliharaan ternak sapi maupun kerjasama lainnya. Sedangkan untuk masalah kerugian yang dirasakan, hendaknya pemilik memberikan upah atas kerja keras yang dilakukan oleh penggembala yang selama ini memelihara dan merawat ternaknya.