• Tidak ada hasil yang ditemukan

21-053 21-055 TUGAS 2 Patofisologi

N/A
N/A
Titus Kusraynaldi

Academic year: 2023

Membagikan "21-053 21-055 TUGAS 2 Patofisologi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Patofisiologi CAD

Nama Anggota :

1. Titus Marcel Kusraynaldi 218114053 2. Matilda Luna Kameswari 218114055

Soal :

1. Bagaimana patofisiologi penyakit sleep apnea dapat menjadi faktor risiko gagal jantung?

2. Bagaimana hubungan gangguan kadar kalium dan gagal jantung?

3. Ringkasan patofisiologi CAD Jawab :

1.

Pada orang dengan penyakit sleep apnea, terjadi gangguan tidur yang ditandai dengan adanya penghentian pernapasan secara sebagian atau seluruhnya saat sedang tidur malam. Hal ini menyebabkan terbangun berulang-ulang dan menyebabkan desaturasi oksihemoglobin, yaitu penurunan kadar hemoglobin yang mengikat oksigen. OSA (Obstructive Sleep Apnea) merupakan terjadi penghentian aliran udara yang disebabkan oleh penyempitan atau oklusi saluran napas. Oklusi ini disebabkan oleh tonus otot dilator yang hilang atau berhenti dan akan menyebabkan kolaps

(2)

faring. OSA menyebabkan kolaps faring secara berulang. Oklusi atau penyempitan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti penumpukkan lemak pada faring, obesitas, dll.

Patofisiologi sleep apnea obstruktif menyebabkan gagal jantung karena OSA dapat merusak sistem kardiovaskuler melalui 3 mekanisme :

a. Penurunan tekananintrathoracicyang berlebihan

Penurunan tekanan intrathoracic yang berlebihan menyebabkan peningkatan tekanan transmural (tekanan akibat peregangan dalam rongga jantung) ventrikel kiri dan meningkatkanafterload(tahanan pada aliran darah jantung yang disebabkan oleh pompa ventrikel kiri). Penurunan tekanan intrathoracic berlebih menyebabkan pengisian ventrikel kiri yang menurun.

b. Arousal

Peningkatan tekanan darah sistemik dapat disebabkan dapat disebabkan oleh dorongan akibat hipoksia, terbangun saat tidur malam, dan aktivitas saraf simpatis yang meningkat, yang merupakan karakteristik pasien sleep apnea obstruktif . Hal ini juga dapat meningkatkan denyut jantung. Mismatch antara pasokan dengan kebutuhan oksigen pada jantung disebabkan oleh peningkatan afterload dan volume sekuncup yang menurun.

Keadaan ini dapat mengarah pada terjadinya iskemia, aritmia

(3)

jantung, hipertrofi ventrikel kiri, pembesaran ventrikel kiri, dan gagal jantung.

c. Hipoksemia

Kekurang kadar oksigen dalam tubuh dapat menyebabkan hipoksemia. Menurunnya PaO2 dan meningkatnya PaCO2 menunjukkan kurangnya oksigen yang menuju darah dari paru-paru yang juga dapat menyebabkan kurangnya pasokan oksigen ke otot jantung. Hipoksemia dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi sistolik atau diastolik, pembentukan radikal oksigen bebas, dan inflamasi. Adanya inflamasi yang diaktifkan oleh oksigen bebas reaktif menyebabkan rusaknya fungsi endotelial dan memberi dampak timbulnya proses aterosklerosis pada pembuluh darah besar, termasuk pembuluh darah koroner.

Aterosklerosis inilah yang diperkirakan menjadi faktor risiko yang kemudian dapat meningkatkan tekanan darah dan menjadi awal mula timbulnya berbagai bentuk penyakit kardiovaskuler termasuk gagal jantung. Hipoksemia juga dapat menyebabkan vasokontriksi paru yang menyebabkan afterload pada ventrikel kanan dan akan mengakibatkan terjadinya hipertrofi ventrikel kanan.

(Khattak dkk., 2018)

2. Dyskalemia (hipokalemia dan hiperkalemia) merupakan kondisi yang umum terjadi pada pasien dengan gagal jantung. Pada pasien dengan populasi penyakit jantung rentan mengalami gangguan kadar kalium seperti hiperkalemia yang disebabkan oleh Inhibitor RAAS. Pada pasien gagal jantung, peningkatan aldosteron dapat menyebabkan reabsorbsi natrium sehingga terjadi gangguan ekskresi kalium. Terapi farmakologi ACEI dan ARB yang dijalani pasien gagal jantung merupakan salah satu faktor penyebab hiperkalemia. Kedua golongan obat ini menghambat sekresi aldosteron yang diperantarai angiotensin II oleh kelenjar adrenal yang menyebabkan hiperkalemia. Hipokalemia dapat disebabkan oleh terapi diuretik pada pasien gagal jantung. Peningkatan kadar kalium dapat

(4)

menyebabkan aritmia jantung hingga fibrilasi jantung, sedangkan penurunan kadar kalium dapat menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.

Pada pasien gagal jantung, hipokalemia merupakan faktor risiko yang dapat menurunkan kelangsungan hidup pasien. Semakin rendah konsentrasi kalium dalam plasma maka resiko kematian pada pasien gagal jantung juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena penyakit kardiovaskular berhubungan dengan hipokalemia dan penipisan kadar kalium di jantung. Homeostatis atau keseimbangan kadar kalium dalam darah jangka panjang ditentukan oleh ekskresi kalium di ginjal. Beberapa jaringan dalam tubuh, seperti otot rangka berperan dalam menjaga keseimbangan kalium jangka pendek karena otot rangka mengandung banyak kalium. Hilangnya atau berkurangnya kalium pada otot rangka akan mengganggu keseimbangan kalium yang kemudian dapat menurunkan kemungkinan kelangsungan hidup pada pasien dengan gangguan kardiovaskular, seperti gagal jantung. Obat-obatan yang terbukti meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung sebagian besar dapat mempengaruhi konsentrasi kalium dalam plasma.

Oleh karena itu, pasien dengan gangguan kardiovaskular, seperti gagal jantung harus dapat menjaga kadar kalium darah tetap normal, memperhatikan obat-obatan yang digunakan, dan memperhatikan homeostasis kalium karena dapat memburuk kondisi yang sedang dialami.

(Sidhu, et al., 2020).

3. Ringkasan patofisiologi CAD

a. ST-segment Elevation Myocardial Infarction(STEMI)

STEMI disebabkan oleh ruptur/erosi plak aterosklerotik dan selanjutnya pembentukan trombus. Ketika oklusi trombotik terjadi pada arteri koroner yang sebelumnya terkena aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke arteri koroner menurun secara tiba-tiba. Faktor utama penyebab STEMI adalah HTN, DM, merokok, dislipidemia, dan memiliki riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner.

(5)

Tersumbatnya arteri koroner mulai terjadi ketika permukaan plak aterosklerotik menjadi tidak stabil yang menyebabkan inti aterosklerosis mengalir ke darah dan kondisi lokal atau sistemik mendukung trombogenesis. Akibat dari penyumbatan terus-menerus yang menyebabkan oklusi secara menyeluruh, yang mengakibatkan kurangnya suplai darah dan oksigen ke jaringan miokard dan infark yang menyebar ke seluruh miokardium (Loscalzo dkk., 2022).

b. Non-ST-segment Elevation Myocardial Infarction(NSTEMI) NSTEMI terjadi karena terjadi ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard akibat trombosis arteri koroner.

Patofisiologi proses yang menyebabkan NSTEMI:

1. Akumulasi plak (aterosklerosis) di arteri koroner yang disertai inflamasi, retak dan kemudia terjadi erosi.

2. Arteri yang membawa darah ke miokardium tersumbat oleh retakan plak dan erosi plak, yang menyebabkan trombosis non-oklusif atau sebagian trombus. Namun, aliran darah tetap dapat mengalir melalui pembuluh tersebut meskipun tersumbat.

3. Spasme epikardial atau mikrovaskuler atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard dengan adanya obstruksi koroner epikardial yang menetap.

(Loscalzo dkk., 2022)

c. Unstable Angina(UA)

Unstable Angineterjadi ketika aterosklerosis menjadi tidak stabil dan pecah dan menyebabkan meningginya tekanan hemodinamik. Hambatan aliran darah oleh trombus menghambat perfusi ke miokardium adalah penyebab angina tidak stabil.

Penyumbatan trombus menyebabkan vasokonstriksi, yang berarti suplai darah dan oksigen ke area miokard berkurang atau tidak memadai. Angina tidak stabil tidak selalu menyebabkan nekrosis.

(6)

Penyempitan arteri koroner membuat arteri menjadi menyempit, kurang fleksibel dan aliran darah ke jantung berkurang yang menyebabkan timbulnya nyeri dada. (Alldredge dkk., 2013).

(7)

Daftar Pustaka

Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Ernst, M.E., Guglielmo, B.J., Jacobson, P.A., Kradjan, W.A., dan Williams, B.R., 2013.Koda-Kimble & Young’s: Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs,10th Edition. Lippincott Williams

& Wilkins, Philadelphia.

Loscalzo, J., Kasper, D.L., Longo, D.L., Fauci, A.S., Hauser, S.L., dan Jameson, J.L., 2022. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 21st Edition.

Mc-Graw Hill, New York.

Khattak, H.K., Hayat, F., Pamboukian, S.V., Hahn, H.S, Schwartz, B.P., dan Stein, P.K., 2018. Obstructive Sleep Apnea in Heart Failure : Review of Prevalence Treatment with Continuous Positive Airway Pressure, and Prognosis.Texas Heart Institute Journal, 45: 151-161.

Sidhu, K., Sanjanwala, R., dan Zieroth, S., 2021. Hyperkalemia in Heart Failure.

Cardiac Failure Review Journal, 35:150 - 155

Referensi

Dokumen terkait