• Tidak ada hasil yang ditemukan

28-Article Text-115-1-10-20221014

N/A
N/A
Grey Sunflower

Academic year: 2024

Membagikan "28-Article Text-115-1-10-20221014"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

230

PEMANFAATAN AREN (Arenga pinnata) OLEH MASYARAKAT SUKU BANTEN PENGELOLA HUTAN DESA WAY KALAM DI AREAL KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG (KPHL) GUNUNG RAJABASA, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN,

PROVINSI LAMPUNG

The Utilization of Arenga pinnata by The Banten Tribe Community Forest Management in Way Kalam Village in The Work Area of The Protection Forest

Management Unit of Mount Rajabasa, South Lampung Regency, Lampung Province

Fitri Handayani2*, Christine Wulandari1, Indra Gumay Febryano1, Hari Kaskoyo1

1Jurusan Kehutanan, Universitas Lampung

2Mahasiswa Jurusan, Kehutanan, Universitas Lampung

Jl. Soemantri Brodjonegoro, Gd. Meneng, Bandar Lampung, 35145, Lampung, Indonesia

*email: [email protected]

ABSTRACT. Local wisdom is part of the culture of a society that is passed down from generation to generation. Each ethnic group has different local wisdom in managing a plant, the Banten tribal community in Way Kalam Village manages palm trees by utilizing sugar palms that only grow wild. This study aims to determine the form of local wisdom of Bantenese farmers in managing palm trees (Arenga pinnata) in Way Kalam Village and to find out the benefits generated from palm trees (Arenga pinnata) in Way Kalam Village.

This research is a qualitative research with case study method. Data collection is done by observation, documentation and interviews with key informants, namely sugar palm farmers from the Banten tribe. The form of local wisdom of the Banten tribal community in the use of palm trees, namely 1). There are no Banten tribal farmers who cultivate sugar palm because they believe that planting sugar palm is a "pamali" so that the only activity carried out is fertilizing which is done by choosing good days and harvesting activities. 2).

Bantenese farmers consider palm trees to be sensitive plants like women, so they require special treatment and not just any 3). Harvesting activities are carried out using special songs and the belief that farmers from the Banten tribe must smile and have a clean/happy heart during harvesting and wear the same clothes every time they tap 4). Nira from the tapping is not traded 5). The benefits of managing palm trees are managed in a product, namely molded sugar, liquid sugar, palm sugar, and ginger drink.

Keywords: Arenga pinnata, Local Wisdom, Banten Tribe.

ABSTRAK. Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Setiap suku masyarakat memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda dalam mengelola suatu tanaman, masyarakat suku Banten di Desa Way Kalam mengelola pohon aren dengan memanfaatkan aren yang hanya tumbuh secara liar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kearifan lokal petani suku Banten dalam mengelola pohon aren(Arenga pinnata) di Desa Way Kalam serta mengetahui manfaat yang dihasilkan dari pohon aren (Arenga pinnata) diDesa Way Kalam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus, Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi dan wawancara dengan informan kunci yaitu petani aren suku Banten. Bentuk kearifan lokal masyarakat suku Banten dalam pemanfaatan pohon aren

(2)

231

yaitu 1). Petani suku Banten tidak ada yang membudidayakan aren karena memliki kepercayaan bahwa menanam aren merupakan “pamali”sehingga kegiatan yang dilakukan hanya pemupukan yang dilakukan dengan memilih hari-hari baik dan kegiatan pemanenan.

2). Petani suku Banten menganggap pohon aren termasuk tanaman yang sensitif seperti halnya wanita sehingga memerlukan perlakuan khusus dan tidak sembarang 3). Kegiatan pemanenan dilakukan menggunakan nyanyian khusus dan kepercayaan bahwa petani suku Banten wajib senyum dan hati yang bersih/gembira selama pemanenan serta pakaian yang sama setiap kali menyadap 4). Nira hasil sadapan tidak diperjual-belikan 5). Manfaat hasil pengelolaan pohon aren dikelola dalam sebuah produk yaitu gula cetak, gula cair, gula semut, dan wedang jahe.

Kata kunci: Aren, Kearifan Lokal, Suku Banten.

PENDAHULUAN

Kearifan lokal merupakan tatanan kehidupan suatu masyarakat dalam bentuk pengetahuan, norma, pedoman kehidupan dan karakteristik masyarakat dalam suatu wilayah terentu dimana kearifan lokal tersebut diwariskan secara turun-menurun. Kearifan lokal merupakan bagian dari modal sosial masyarakat yang dikembangkan sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan antara kehidupan sosial masyarakat dengan kelestarian sumberdaya alam di lingkungan sekitarnya (Sulasno et al, 2020). Kearifan lokal dinilai berperan terhadap kelestarian suatu lingkungan karena didalam kearifan lokal tersebut mengandung unsur-unsur norma, nilai luhur, etika, adat istiadat, kepercayaan dan hukum adat sehingga dari semua unsur yang terkandung dapat mengatur masyarakat dalam mengelola dan merawat lingkungan sekitarnya.

Petani suku Banten di Desa Way Kalam mengelola aren dengan cara tradisional yang diturunkan secara turun temurun, teknik pengelolaan aren ini menjadi kearifan lokal yang terdapat di Desa Way Kalam. Salah satu bentuk dari kearifan lokal yaitu ”pamali” dalam menanam aren. Pamali merupakan ungkapan-ungkapan yang mengandung semacam larangan atau pantangan untuk dilakukan (Abdullah et al, 2018). Meskipun larangan menanam aren merupakan suatu kearifan lokal yang sudah diajarkan secara turun-menurun, namun kepercayaan apabila tidak dikaji lebih dalam makna dan filosofinya maka akan berdampak bagi eksistensi dan kelestarian pohon aren. Suatu saat jumlah pohon aren akan semakin sedikit apabila hanya mengandalkan aren yang tumbuh secara liar, padahal apabila aren dikembangkan secara tepat akan menjadi nilai jual yang tinggi dan dapat berpotensi mensejahterakan petani karena aren merupakan tanaman yang istimewa dikarenakan hampir seluruh bagian aren dapat dipanen.

Nira dapat diolah menjadi berbagai produk gula seperti gula cetak, gula cair, dan gula semut. Selain fungsi ekonomis nya pohon aren memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai pengawet sumber daya alam terutama tanah. Akar serabut pohon enau sangat kokoh, dalam, dan kuat sehingga memiliki fungsi penting bagi penahan erosi tanah. Selain itu, akar enau juga memiliki kemampuan mengikat air (Yuldiati et al, 2016).

Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk kearifan lokal petani suku Banten dalam mengelola pohon aren serta mengetahui manfaat yang dihasilkan dari pohon (Arenga pinnata) diDesa Way Kalam.

(3)

232 METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2020 di Desa Way Kalam yang berada pada kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa,Kecamatan Penengahan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan informan kunci yang sebelumnya telah ditentukan secara sengaja oleh peneliti sebagai data primer. Selanjutnya data sekunder berupa kajian pustaka yang digunakan untuk mendukung data primer. Teknik analisis yang dipergunakan adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menguraikan dan menjelaskan secara sistematis data hasil penelitian sehingga dapat ditarik kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan pohon aren di Indonesia umumnya hanya mengandalkan bibit aren yang tumbuh secara alami. Biji yang jatuh dan kemudian tumbuh secara liar mengakibatkan pohon aren tumbuh bergerombol dengan kondisi yang kurang optimal. Pada penelitian di Desa Way Kalam ini pohon aren yang tumbuh merupakan pohon aren yang tumbuh secara liar. Petani suku Banten di Desa Way Kalam tidak membudidayakan aren dikarenakan suatu alasan tertentu. Petani tersebut memiliki kepercayaan bahwa apabila melakukan kegiatan penanaman/budidaya aren merupakan hal yang “pamali” bagi petani suku Banten tersebut.

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Duryat dan Qurniati (2017) yaitu petani aren suku Banten di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa menganut kepercayaan yang telah diyakini sejak dahulu yaitu “pamali” dalam menanam aren. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang ditemukan dilapangan. Pamali merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang masih ada di Desa Way Kalam hingga saat ini sebagai ciri khas dari petani suku Banten. Pamali umumnya masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakatnya, dan pada masyarakat lainnya yang menganggap pamali sebagai mitos atau sebatas warisan leluhur (Widiastuti, 2015). Berdasarkan hasil penelitian alasan petani suku Banten hingga saat ini masih meyakini kepercayaan pamali tersebut dikarenakan menghargai peraturan leluhur yang sudah menetapkan pamali sebagai peraturan sejak dahulu secara turun- menurun.

Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki karena keberadaan gulma dapat menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman utama dengan gulma (Prayogo et al, 2017). Pengendalian gulma atau penyiangan dilakukan selama 4 kali dalam kurun waktu setahun. Pengendalian gulma dilakukan secara fisik yaitu dengan cara memangkas gulma memakai alat yang dinamakan sosrok. Kegiatan pengendalian gulma lebih dikenal dengan sebutan ngoret sebagai bahasa sehari-hari petani suku Banten. Apabila kegiatan penyiangan sudah dilakukan maka kegiatan selanjutnya yaitu kegiatan pemupukan.

Pupuk yang dipakai pada penelitian ini merupakan pupuk urea, yaitu pupuk kimia yang mengandung Nitrogen (N) berkadar tinggi. Pemupukan dilakukan dengan memilih hari-hari baik seperti saat musim hujan karena diyakini musim hujan merupakan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa (YME).

Pohon aren dapat dipanen saatberumur 7/8 tahun. Petani suku Banten biasanya menggunakan ritual-ritual tertentu yang harus dilakukan sebelum mengambil nira aren.

Ritual tersebut dilakukan sebagai suatu pernyataan “permisi” atau bagian dari izin petani sebelum menyadap nira. Petani suku Banten menganggap aren merupakan tanaman yang sensitif (dianggap seperti wanita) sehingga dilakukan oleh laki-laki dan biasanya dengan

(4)

233

orang yang sama karena dalam melakukan penyadapan memerlukan keahlian penguasaaan spiritual.

Selama melakukan penyadapan tidak boleh tergesa-gesa dan kasar , harus dalam keadaan sabar dan selalu tersenyum karena kepercayaan dari petani suku Banten yang mengistilahkan pohon aren seabagi wanita yang memiliki perasaan. Maka diyakini apabila petani tersebut sedang tertimpa masalah atau dalam keadaan hati yang tidak baik disarankan untuk tidak menyadap nira karena apabila tetap dilakukan diyakini nira tersebut tidak keluar atau biasa disebut mandul. Dengan kata lain penyadap nira harus dalam keadaan fikiran yang jernih sehingga nira yang dihasilkan diyakini akan berkualitas dan jumlahnya melimpah.

Alat pemukul yang digunakan dipilih tidak sembarangan untuk memukul tandan. Alat pemukul yang berbentuk mirip palu ini terbuat dari kayu dengan bobot yang apabila dipegang tidak terlalu berat dan tidak terlalu ringan.

Hal pertama yang dilakukan dengan membersihkan area bunga dari pelepah kemudian dipukul-pukul dengan waktu yang tentatif biasanya sampai petani tersebut terasa pegal.

Kemudian apabila tandan aren telah dipukul-pukul kegiatan tersebut diakhiri dengan mengayun-ayun tandan aren. Kegiatan tersebut biasa disebut dalam bahasa sehari-hari bagi petani suku Banten sebagai kegiatan meninggur. Selama melakukan kegiatan meninggur keahlian spiritual yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dengan menyanyikan syair khusus yaitu ”sir gusar gasir nira na beser” konon katanya apabila dinyanyikan selama kegiatan meninggur berlangsung diyakini bahwa nira yang akan disadap akan menghasilkan dengan jumlah yang melimpah/deras.

Ritual lainnya yaitu selama kegiatan meninggur petani suku Banten wajib selalu tersenyum karena apabila dalam keadaan hati yang bersih/baik maka hasilnya akan baik pula. Pengambilan nira dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi hari dan sore hari. Kegiatan meninggur ini dilakukan setiap hari hingga bunga mekar atau berubah warna menjadi kecoklatan dan mengeluarkan aroma nira yang khas artinya artinya pohon aren tersebut dikatakan sudah dapat di sadap.

Penyadapan nira dimulai dengan mengiris tandan kurang lebih 5 mm, kemudian nira tersebut ditampung dengan bambu sepanjang 1-2 m, bambu tersebut dinamakan cundang.

Alat penampung nira atau biasa disebut oleh petani suku Banten dengan sebutan cundang ini dipakai turun-menurun dan dilestarikan karena dianggap apabila nira yang ditampung didalam bambu tersebut akan menghasilkan nira yang wangi. Ciri khas nira yang baik yaitu memiliki rasa yang manis , aromanya sedap/harum, serta warna nya bening (Suganda et al , 2018).

Air nira yang telah disadap tidak diperjual-belikan sehingga nira harus diolah terlebih dahulu untuk kemudian dijual. Setelah nira disadap hal selanjutnya adalah memasak nira pada wajan besar dan kayu bakar dengan menggunakan tungku tradisional. Ciri khas dari petani suku Banten ini adalah ketika memasak nira menjadi gula cetak olahan nira tersebut dimasukkan bumbu khusus yang biasanya masing-masing suku memiliki ciri khas bumbu yang berbeda-beda. Biasanya para petani suku Banten memasukkan bahan seperti kemiri seabagi ciri khas dari sukunya, dan hasil tekstur serta rasanya akan berbeda pada tiap-tiap suku yang ada. Berdasarkan hasil penelitian warna gula cetak yang diproduksi masing- masing suku hasil akhir warnanya akan berbeda-beda, gula cetak yang dihasilkan oleh petani suku banten umumnya berwarna coklat gelap kehitaman.

Cara membedakan kualitas gula cetak yang baik menurut petani suku Banten menggunakan ciri khas unik yaitu dengan cara menekan/memukul apabila semakin keras gula nya maka gula cetak tersebut termasuk dalam kategori kualitas yang baik. Tidak pernah

(5)

234

ada pergantian pada bentuk cetakan dan alat-alat yang digunakan selama penyadapan. Petani suku Banten melestarikan dan tidak mengubah tradisi yang ada karena bagaimanapun tradisi turun-temurun dengan alat-alat sedemikian rupa merupakan nilai luhur tinggi yang harus dijaga. Produk olahan lainnya yang berasal dari nira adalah gula cair. Petani suku Banten memanfaatkan gula cair sebagai sumber pangan untuk jenis makanan dan minuman. Cara memasak gula cair hamper sama seperti memasak gula cetak, dengan alat dan bahan yang sama. Perbedaannya adalah ada pada kekentalan. Nira yang dimasak dipilih sesuai kekentalan yang diinginkan. Waktu memasak nira menjadi gula cair kurang lebih selama satu jam. Warna yang dihasilkan adalah warna coklat gelap. Apabila gula cair sudah matang dan kekentalan seperti yang diinginkan maka gula cair tersebut didiamkan dalam suhu ruangan dan kemudian dilanjutkan proses pengemasan dengan menggunakan botol plastik.

Gula semut merupakan gula cetak dalam bentuk serbuk yang terbuat dari nira. Berdasarkan hasil penelitian produksi gula semut masih minim dan jarang. Satu-satunya produksi gula semut yang ada di Kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Gunung Rajabasa terletak di Desa Way Kalam dimana hanya diproduksi oleh petani aren yang berasal dari suku Banten.

Cara memasak nira menjadi gula semut yaitu dengan memasak nira hingga hasil akhir kekentalan yang diinginkan kemdian dilakukan proses kristalisasi menggunakan garpu yang biasa digunakan sebagai alat penggerus gula. Caranya dengan mengaduk melingkar secara perlahan-lahan hingga mengeras dan pecah menjadi serbuk. Selanjutnya serbuk tersebut diayak menggunakan alat penyaringan dan kemudian dijemur untuk mengurangi kadar airnya.

Penjemuran dilakukan selama dua kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Apabila proses penjemuran selesai maka serbuk tersebut dimasukkan kedalam oven untuk memastikan gula semut tersebut dalam keadaan kering. Gula semut tersebut dipisah menjadi dua ada yang langsung dikemas dan ada yang diolah menjadi wedang jahe. Proses pembuatan wedang jahe tidak jauh berbeda dengan pembuatan gula semut, perbedaannya hanya gula semut yang sudah jadi ditambahkan bumbu yang terbuat dari jahe. Hasil akhirnya yaitu disaring kembali untuk memisahkan apabila ada kotoran atau bahan yang tidak diperlukan untuk kemudian dikemas dalam kemasan plastik.

Walaupun seluruh bagian dari pohon aren dapat dipanen yang artinya pohon aren merupakan suatu keberkahan namun filosofi dibaliknya adalah bahwa pohon aren mengajarkan manusia tidak boleh untuk serakah dan tamak. Apabila pohon aren diproduksi hanya untuk kebutuhan sehari-hari maka akan menjadikan keberkahan dalam jangka panjang namun sebaliknya apabila diniatkan untuk serakah dalam mengambil keuntungan maka dikemudian hari diyakini akan menderita/kerugian. Demi menjaga pesan turun-temurun bernilai luhur tinggi inilah maka sebagian petani suku Banten memilih untuk tidak menjadikan pohon aren sebagai komoditas utama bernilai ekonomi kecuali sebatas hanya untuk kebutuhan sehari-hari (Sulasnoo et al, 2020).

Maka dari itu kearifan lokal penting untuk dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya dan sekaligus dapat melestarikan lingkungannya. Berkembangnya kearifan lokal tersebut tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor yang akan mempengaruhi perilaku manusia terhadap lingkungannya. Dalam masyarakat beradab, budaya di bangun atas dasar konsensus nilai-nilai kearifan lokal. Jika kultur dan kearifan lokal dikaitkan dengan aktivitas bisnis, maka menjadi sebuah entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bisnis tidak bisa terlepas dari nilai-nilai budaya dan kehidupan

(6)

235

sosial masyarakat yang dianut. Ia tidak bisa dipertentangkan, tetapi ia harus direalasikan atau bahkan diintegrasikan (Mujahidin, 2016).

KESIMPULAN

Bentuk kearifan lokal yang diterapkan oleh petani suku Banten di Desa Way Kalam dalam mengelola aren yaitu sikap “pamali” dalam menanam aren, pengetahuan lokal dalam memilih hari pemupukan yaitu pada hari-hari baik seperti musim hujan, kegiatan pra-sadap dengan memiliki ritual-ritual khusus dan disadap oleh orang yang sama (laki-laki) karena kepercayaan petani suku Banten yang menganggap pohon aren seperti hal nya wanita yang memiliki perasaan, pengetahuan lokal dalam menyadap aren seperti menyanyikan syair khusus, menggunakan alat tradisional dan bahan khusus suku Banten dalam memasak nira, serta kepercaayaan tidak memperjual-belikan nira. Pemanfaatan hasil pengelolaan pohon aren yang diolah oleh petani suku Banten di Desa Way Kalam yaitu berupa produk gula cetak, gula cair, gula semut, dan wedang jahe.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada SNaIL Pascasarjana UNILA yang telah mendukung keberlangsungan jurnal ini. Terima kasih disampaikan kepada Dosen Jurusan Kehutanan UNILA yang telah mendukung keberlangsungan jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Y., Utami, R. D. & Nurfadillah. (2018). Selisik makna pamali dalam kehidupan masyarakat suku kajang kabupaten bulukumba melalui kajian semiotika sosial halliday. Jurnal Penelitian dan Penalaran (PENA). 5(2) : 951-963.

Duryat dan Qurniati, R. 2017. Budidaya tanaman aren sebagai langkah strategis

mewujudkan hutan lestari masyarakat sejahtera oleh kkn ppm universitas lampung.

Artikel http://repository.lppm.unila.ac.id/7843/1/seminar%20 pengabdian.pdf.

diakses pada tanggal 10 Maret 2021 pukul 04.00.

Mujahidin, A. (2016). Peranan kearifan lokal (local wisdom) dalam pengembangan ekonomi dan perbankan syariah di Indonesia. Jurnal Ilmiah Syari’ah. 15( 2) : 154-168.

Prayogo, D. P., Sebayang, H. T., & Nugroho, A. (2017). Pengaruh pengendalian gulma pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (glycine max (l.) merril) pada berbagai sistem olah tanah. Jurnal Produksi Tanaman. 5(1) : 24-32.

Suganda, J., Afriyansyah, B. dan Fembriyanto, R. K. (2018). Ekstrak kasar kayu cempedak (artocarpus champeden dan akar ube-ube (derris elegans) sebagai pengawet alami nira aren (arenga pinnata). Journal of Biology. 11(2) : 164-170.

Sulasno., Wahyuddin., & Agustin, F. 2020. Kearifan lokal petani gula aren kecamatan cijaku (antara tradisi dan tuntutan ekonomi). Jurnal Literatus. 2(1) : 1-7.

Widiastuti, H. (2015). Pamali dalam kehidupan masyarakat kecamatan cigugur kabupaten kuningan. Jurnal Lokabasa. 6(1) : 71-78.

Yuldiati, M., Saam, Z., & Mubarak. (2016). Kearifan lokal masyarakat dalam

pemanfaatan pohon enau di desa siberakun kecamatan benai kabupaten kuantan singing. Jurnal Dinamika Lingkungan Indonesia. 3(2) : 77-81.

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Penerapan EBN akupresur titik P6 dengan menggunakan gelang akupresur Sea-Band  mudah diterapkan, aman dan efektif dalam menurunkan keluhan mual muntah

Sementara rumahtangga petani binaan, pada awal masa produksi tambang, pendapatannya tetap meningkat karena pada akhir masa pembinaan (awal tahun 2000) telah

Kehadiran perusahaan tambang di Kabupaten Sumbawa Barat telah menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan ekonomi dalam rumahtangga masyarakat lokal, yaitu dari

Hasil analisis menunjukkan bahwa Proyek pengembangan gaharu mengurangi tingkat kemiskinan petani yaitu yang termasuk kriteria sangat miskin dan miskin setelah

Dari hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) budidaya rumput laut masih memiliki keuntungan di tingkat petani dan regional; (2) komoditi

Hasil penelitian menunjukkan: (1) ada 2 metode konservasi yang diterapkan, yaitu metode vegetatif dan mekanik; (2) penerapan konservasi pada usahatani telah

Sasaran 15: Melindungi, memulihkan, dan mempromosikan penggunaan ekosistem terestrial yang berkelanjutan, mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, dan

Akibatnya perempuan harus melakukan beberapa strategi untuk mengelola keuangan rumah tangga, baik itu dengan cara mengendalikan tingkat pengeluaran rumah tangga, memanfaatkan pendapatan