• Tidak ada hasil yang ditemukan

315-Article Text-2684-1-10-20220727

N/A
N/A
Yoar Ali

Academic year: 2023

Membagikan "315-Article Text-2684-1-10-20220727"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TEKANAN DARAH DENGAN KEJADIAN STROKE DI UNIT GAWAT DARURAT

Ristonilassius1, Murtiningsih2, Iin Inayah3

1,2,3) Fakultas Ilmu Teknologi Kesehatan, Universitas Jenderal Ahmad Yani

ristonilassiusdabalok@gmail.com ABTRAK

Stroke merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah otak, yang menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di seluruh dunia. Kondisi tekanan darah yang meningkat dalam waktu yang lama memicu terjadinya kerusakan lapisan pembuluh darah menjadi tidak elastis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tekanan darah systole dan diastole terhadap kejadian stroke pada pasien yang masuk di unit gawat darurat Rumah Sakit A. Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional pada 65 responden yang berusia 17 hinga 65 tahun, dengan analisa data menggunakan uji korelasi spearman rho. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tekanan darah systole dengan kejadian hipertensi dengan p-value 0,020, dan adanya hubungan yang signifikan antara tekanan darah diastolee dengan kejadian stroke dengan p-value 0,015. Simpulan yang dapat ditarik adalah tekanan darah tinggi berkontribusi sebagai penyebab kejadian stroke.

Peneliti menyarankan agar pasien hipertensi melakukan daya dan upaya mengkontrol tekanan agar terhindar dari penyakit stroke.

Kata kunci: pasien hipertensi, stroke, tekanan darah

RELATIONSHIP OF BLOOD PRESSURE WITH STROKE IN THE EMERGENCY Abstract

Stroke is a brain blood vessel disorder, the leading cause of death and disability worldwide.

Elevation of blood pressure for a long time leads to the blood vessel lining damage and inelasticity. This study aimed to determine the relationship between the incidence of stroke in patients admitted to the Rumah Sakit A. Bandung emergency and systolic and diastolic blood pressure levels. The descriptive method was used with a cross-sectional approach.

There were 65 respondents aged 17 to 65 years old. Data analyzed by spearman rho correlation test. The Research obtains a significant relationship between systolic blood pressure and the incidence of hypertension with a p-value of 0.020 and a significant relationship between diastolic blood pressure and the incidence of stroke with a p-value of 0.015. The researcher concludes that hypertension contributes to a higher incidence of stroke. Researchers advise hypertensive patients to use any resources to control their blood pressure, so they are not attacked by stroke.

Keyword: blood pressure, hypertension, stroke

(2)

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan nomor dua di seluruh dunia dengan angka kejadian lebih dari 13 juta kasus baru setiap tahunnya (Lindsay et al., 2019). Berdasarkan penyebab kejadian stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke infark atau non-hemoragik dan stroke hemoragik. Penyebab stroke infark diakibatkan adanya emboli pada pembuluh darah otak, stroke hemoragik terjadi karena adanya pembuluh darah otak yang pecah (Smeltzer, 2014).

Kejadian stroke non-hemoragik sering terjadi pada individu lanjut usia, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada individu usia di bawah 45 tahun, bahkan terdapat kurang dari 5 % kasus stroke dialami oleh usia muda (Mahendrakrisna et al., 2019). Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menuliskan terdapat 0.6 per 1.000 penderita stroke dalam rentang usia 15-24 tahun (Kemenkes RI, 2018).

Di Indonesia kasus stroke menempati urutan kedua penyebab kematian, data yang dihimpun Riskesdas (2018) menunjukan angka kejadian stroke semakin bertambah dari 7%

menjadi 10.9 per 1.000 penduduk Indonesia.

Dengan provinsi paling banyak penderita stroke adalah Kalimantan Timur dengan 14.7 per 1.000 penduduk, disusul provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sulawesi Utara, sedangkan provinsi Jawa Barat menempati urutan ke dua belas kejadian stroke. Usia diatas 75 tahun menempati urutan pertama prevelensi penderita stroke dengan 50.2 per 1.000 penderita. Angka- angka ini menunjukan peningkatan dari laporan tahun 2013 ke 2018 (Kemenkes RI, 2018).

Penyebab kejadian stroke terbagi menjadi dua, yang pertama adalah faktor-faktor yang tidak dapat diubah misalnya usia, genetik, jenis kelamin. 90 % faktor resiko kejadian stroke dapat diubah, contohnya hipertensi, merokok, diabetes

mellitus, hiperlipidemia (kolesterol) dan gaya hidup yang kurang beraktivitas (Manefo S.R., Budiati ,E., & Maritasari ,D.Y., 2021).

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah mengalami peningkatan (Black & Hawks, 2014). Di Indonesia kejadian hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, masyarakat diperkotaan memiliki risiko lebih tinggi mengalami hipertensi dibandingkan masyarakat di pedesaaan. Provinsi Jawa Barat menempati urutan kedua setelah Kalimantan Selatan dengan penduduk dengan hipertensi (Kemenkes RI, 2018).

Hipertensi merupakan salah satu faktor yang dapat dimodifikasi, apabila tidak mendapatkan perhatian yang serius akan memicu kejadian stroke 6 kali lebih tinggi daripada pasien dengan riwayat penyakit yang lain (Miftahul, 2019). Tekanan darah yang tinggi juga dapat memberikan dampak negatif pada pasien, salah satunya adalah meningkatkan risiko penyakit pada sistem kardiovaskular. Peningkatan tekanan darah systole lebih dari 20 mmHg dan tekanan darah diastole lebih dari 10 mmHg mampu memicu kejadian penyakit jantung iskemik dan stroke (Miftahul, 2019).

Unit Gawat Darurat (UGD) merupakan pintu pertama yang menjadi rujukan pasien- pasien yang mengalami gangguan neurologi seperti stroke. Secara umum pasien yang mengalami serangan stroke akan segera di bawa ke layanan kesehatan masuk melalui UGD.

Pengkajian dan evaluasi yang akurat di UGD akan membantu pemilahan kejadian stroke infark ataupun hemoragik serta pemberian obat- obatan emergency bagi pasien dengan diagnosis stroke juga akan segera di berikan di UGD, setelah kondisi pasien stabil, pasien akan dirawat di ruangan rawat inap ataupun intensive care (Muliawati et al., 2018).

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetauhi karakteristik pasien stroke

(3)

yang masuk ke UGD, dan menganalisa hubungan antara tekanan darah baik systole maupun diastole dengan kejadian stroke.

METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kuantitatif dengan pendekatan cross- sectional. Dimana data diambil dalam suatu waktu bersamaan. Sampel dalam penelitian ini adalah 65 pasien dengan diagnosis medis stroke yang masuk ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Advent Bandung, sampel diambil secara total sampling pada periode Oktober – Desember 2021.

Pengumpulan data menggunakan data sekunder, yaitu dengan melihat hasil rekam medis pasien stroke yang masuk di Unit Gawat Darurat pada periode Oktober – Desember 2021, yang menjadi kriteria inklusi pemilihan sampel pada penelitian ini adalah pasien dewasa dan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi.

Data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan dan analisis data secara deskriptif yaitu melihat distribusi frekuensi pada masing- masing karakteristik meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jenis stroke, kejadian stroke, serta penyakit komorbid yang dimiliki oleh responden. Nilai rata-rata akan menunjukan tekanan darah systole dan diastole. Analisis bivariat, dengan menggunakan uji korelasi spearman rho dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara tekanan darah systole dan diastole dengan kejadian stroke.

HASIL

Data yang telah terkumpul akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan nilai rata- rata. Tabel 1 akan menyajikan data mengenai karakteristik pasien yang didiagnosa stroke pada periode Oktober – Desember 2021 di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Advent Bandung.

Tabel 1. Distribusi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin f %

Laki-laki 36 55,4

Perempuan 29 44,6

Tabel 1 menunjukan distribusi frekuensi dari jenis kelamin dari 65 responden yang didominasi oleh laki-laki yaitu 55,4% dan perempuan 44,6%.

Tabel 2. Distribusi Usia

Usia f %

Remaja Akhir

(17-25 tahun) 1 1,5

Dewasa Awal

(26-35 tahun) 1 1,5

Dewasa Akhir

(36-45 tahun) 3 4,6

Lansia Awal

(46-55 tahun) 8 12,3

Lansia Akhir

(56-65 tahun) 26 40,0

Manula

(> 65 Tahun) 26 40,0

Total 65 100

Usia responden didominasi oleh lansia akhir 56 – 65 tahun dan manula > 65 tahun masing-masing 40,0%. Lansia awal 12,3%, dewasa akhir 4,6%, dewasa awal dan remaja akhir masing-masing 1,5%.

Tabel 3. Distribusi Jenis Stroke

Jenis Stroke f %

Non-hemoragik 56 86,2

Hemoragik 9 13,8

Total 65 100

Tabel 3 menjelaskan distribusi jenis stroke yang dialami 65 responden terdapat 86,2% (56 responden) didiagnosa stroke infark dan 13,8 % (9 responden) terdiagnosa stroke hemoragik.

(4)

Tabel 4. Kasus Stroke

Kejadian Stroke f %

Kasus Baru 53 81,5

Berulang 12 18,5

Total 65 100

Distribusi frekuensi kejadian kasus stroke dapat kita lihat pada tabel 4, dengan 81.5

% kasus baru dan 18.5% kasus stroke berulang.

Pengontrolan tekanan darah dan pola hidup yang kurang mampu memicu terjadinya stroke berulang (Sozener et al., 2020).

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Komorbid Penyakit Komorbid f %

Hipertensi 36 55,4

CHF 4 6,2

CKD 2 3,2

Diabetes Mellitus 12 18,5

Dislipidemia 11 16,9

Total 65 100

Penyakit penyerta atau komorbid yang dimiliki oleh 55,4% adalah hipertensi, riwayat diabetes mellitus adalah 18,5%, mempunyai komorbid dislipidemia 16,9%, menderita Congestive Heart Failure (CHF) terdapat 6,2%

dan menederita Chronic kidney disease (CKD) terdapat 3,1%.

Tabel 6. Rata-rata Tekanan Darah Variabel Rata-

rata Standart

Deviasi Interpretasi Tekanan

darah Systole

165,08 3,56 Hipertensi tingkat 2 Tekanan

Darah Diastole

92,72 2,29 Hipertensi tingkat 1

Tabel 6 menunjukan nilai rata-rata dari tekanan darah systole dan diastole. Nilai rata-rata tekanan darah systol dari reponden masuk dalam

kategori hipertensi tingkat 2 yaitu 165 mmHg dengan standar deviasi 3,56. Sedangkan rata- rata nilai tekanan darah diastolee masuk dalam kategori hipertensi tingkat 1 yaitu 92 mmHg dengan standart deviasi 2,29.

Tabel 7 menunjukan hubungan antara tekanan darah dengan kejadian stroke. Terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah systole dengan kejadian stroke dengan p-value 0.020 < nilai α dengan keeratan hubungan lemah (0.287). hal yang sama pada tekanan darah diastole, terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah diastole dengan kejadia stroke dengan p-value 0.015 < α dengan keeratan hubungan lemah (0.299).

Tabel 7. Hubungan Antara Variabel Variabel p-value Keeratan

Hubungan Tekanan Darah

Systole

0.020 0.287 Kejadian stroke

Tekanan Darah Diastole

0.015 0.299 Kejadian Stroke

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ditemukan 55,4% dari 65 responden yang masuk dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, lebih banyak dari responden yang berjenis kelamin perempuan.

Hasil penelitian ini sejlaan dengan penelitian yang dilakukan oleh kristanti pada tahun 2020, dimana terdapat 62,0% responden yang menderita stroke adalah laki-laki (Kristanti et al., 2020).

Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian stroke yang tidak dapat diubah (Miftahul, 2019). Penelitian yang dilakukan (Handayani, 2018) juga menunjukan bahwa prevalensi kejadi stroke lebih tinggi

(5)

pada laki-laki daripada perempuan, penelitian yang dilakukan pada 90 orang didapati 62 orang adalah laki-laki.

Fenomena ini dapat dihubungkan dengan adanya hormon estrogen pada Wanita. Estrogen mempunyai peran untuk mencegah pembentukan plak aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah.

Pada usia produktif dimana kadar hormone estrogen masih tinggi, pembuluh darah Wanita akan lebih terlindungi daripada pembuluh darah laki-laki. Sejalan beriringnya waktu, saat Wanita memasuki masa menopause akan kejadian stroke juga meningkat pada Wanita (Lewis et al., 2017).

Hasil penelitian ini juga menunjukan usia dari 65 responden didominasi oleh lansia akhir 40,0% dan manula 40,0%. Hasil laporan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2018 juga menunjukan angka kejadian stroke pada usia lanjut lebih tinggi dibandingkan usia dewasa muda,

Usia merupakan salah satu faktor risiko yang tidak dapat diubah, semakin bertambahnya usia, elastisitas pembuluh darah juga mengalami penurunan fungsi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suwaryo, seluruh responden dalam penelitianya berada pada rentang usia 50 tahun ke atas. Walau tidak menutup kemungkin kejadian stroke juga dapat terjadi pada usia muda. Pada penelitian ini terdapat 1 responden (1,5%) dalam rentang usia 17-25 tahun (Suwaryo et al., 2019).

Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahendrakrisna bahwa dari 420 penderita stroke terdapat 28 penderita stroke berusia muda (Mahendrakrisna et al., 2019).

Bahkan data yang dihimpun oleh Kemenkes RI menunjukan meningkatnya kasus stroke pada usia muda, mulai pada usia remaja sampai pre lansia.

Klasifikasi stroke yang dialami oleh responden dlaam penelitian ini didominasi dengan

stroke infark (non-hemoragik). Terdapat 86,2%

penderita stroke infark dan 13,8% menderita stroke hemoragik (Perdarahan Intra Serebral).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Mahendrakrisna yang mendapatkan hasil 78,6%

responden dalam penelitianya adalah stroke non- hemoragik (Mahendrakrisna et al., 2019).

Stroke non-hemoragik terjadi akibat adanya emboli atau penyumbatan pada pembuluh darah otak. Aterosklerosis terbentuk dalam waktu yang lama, penumpukan lemak akan timbul pada dinding pembuluh darah arteri sampai terbentuk plak yang dapat menyumbat pembuluh darah yang mengakibatkan terhambatnya suplai oksigen ke jaringan otak (Kristanti et al., 2020).

Terdapat 81,5% dari 65 responden mengalami kejadian stroke untuk pertama kalinya, dan 18,5% mengalami kejadian stroke berulang. Kejadian stroke berulang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan bagi penderita stroke, hal ini dapat mengakibatkan kondisi pasien lebih buruk dan menambah biaya rawat bagi pasien stroke (Andriani et al., 2021).

Untuk mencegah terjadinya stroke berulang diperlukan suatu pendekatan pada pasien dan keluarga pasien untuk mengubah faktor risiko yang dapat dimodifikasi, contohnya dengan mengontrol tekanan darah, mengatur pola makan, melakukan aktivitas dan lain sebagaianya (Rahayu et al., 2019).

Penelitian ini mendapatkan hasil 55,4%

dari keseluruhan responden memiliki penyakit komorbid hipertensi, diurutan kedua responden memilkki komorbit diabetes mellitus dan urutan ketia dengan kondisi dislipidemia. Kondisi tekanan darah yang tinggi akan mempengaruhi sirkulasi keseluruh tubuh termasuk ke jaringan otak. Hasil penelitian dari Handayani menunjukan bahwa hipertensi yang merupakan faktor risiko terjadinya stroke mampu mempengaruhi luaran klinis yang ditunjukan oleh pasien-pasien stroke (Handayani et al., 2018).

(6)

Penelitian yang dilakukan Laily juga menunjukan 97,7% dari responden dalam penelitianya mengalami hipertensi (Laily, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh Handayani et al.

(2018) mendapatkan hasil bahwa pasien stroke yang memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan dislipidemia cenderung menunjukan gejala klinis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien stroke yang tidak memiliki penyakit komorbit.

Hasil penelitian ini juga menunjukan nilai rata-rata tekanan darah systole dan diastole.

Tekanan darah systole responden masuk dalam kategori Hipertensi tingkat 2 dan tekanan darah distol masuk dalam kategori tingkat 1. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi angka kejadian stroke yang sering disebut dengan silent killer. Hipertensi mampu mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah yang memicu terjadinya penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh darah (Laily, 2017).

Plak di dalam pembuluh darah dapat mengakibatkan menurunya aliran darah, dan juga risiko terlepasnya plak sehingga mengakibatkan tersumbatnya pembuluh darah yang lebih kecil, hal ini dapat terjadi pada pembuluh darah jantung dan otak (Razdiq & Imran, 2020).

Kondisi tekanan darah systole dan diastole yang cenderung tinggi dalam waktu yang lama mampu menyebabkan pembentukan hialin pada lapisan intima pembuluh darah serebral.

Hal ini menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi statis, tidak memiliki kemampuan untuk berdilatasi ataupun berkontriksi sesuai dengan tekanan darah sistemik. Dalam kondisi meningkatnya tekanan darah akan mempengaruhi tekanan pada dinding kapiler akan menjadi lebih tinggi. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan terjadinya hiperemia, edema serebral dan perdarahan pada otak (Puspitasari, 2020).

Menurut European Stroke Initiative Guidelines, program pencegahan yang utama

akan kejadian stroke pada penderita hipertensi adalah dengan mengontrol tekanan darah systole dibawah 140 mmHg dan tekanan darah diastole maksimal 90 mmHg, serta menerapkan pola hidup sehat untuk mencegah faktor risiko lainya seperti peningkatan gula darah dan kadar kolesterol darah (Ringelstein et al., 2013)

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data-data yang telah disampaikan pada bagian hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan bahwa responden paling banyak berjenis kelamin laki-laki, dengan usia didominasi lansia akhir dan manula. Kejadian stroke yang paling banyak adalah stroke infark atau non-hemoragik, dengan kasus baru. Tiga tertinggi riwayat penyakit yang dimiliki oleh pasien mayoritas adalah hipertensi, diabetes mellitus dan dislipidemia. Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah systole dan tekanan darah diastole terhadap kejadian stroke.

Saran yang dapat diberikan antara lain: 1) Pasien hipertensi: hendaknya berusaha memaksimalkan tindakan yang dapat bermanfaat untuk mengontrol tekanan darah agar tidak meningkat dan mencegah terjadinya kejadian stroke berulang.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, S. N., Hamzah, A., Erlina, L., Rumahorbo, H., Keperawatan, J., Poltekkes, B., & Bandung, K. (2021).

GAMBARAN KEPATUHAN KONTROL PASIEN PASKA STROKE. 2(1), 324–336.

Black, J., & Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah - Manajemen Klinis untuk Haisl yang Diharapkan (A. Suslia, F. Ganiajri, P. Lestari, & R. Sari (eds.)).

Handayani, F., Bintang, A., & Kaelan, C.

(2018). Hubungan Hipertensi, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia dengan

(7)

Luaran Klinis Pasien Iskemik Stroke dengan Hipersomnia. Jurnal Kesehatan Tadulako, 4(1), 1–6.

Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan RI, 53(9), 1689–1699.

Kristanti, E., Umasangadji, H., & Syahti, F.

(2020). Karakteritik pasien stroke iskemik di rumah sakit umum daerah dr.h chasan boesoirie ternate. Ejournal Unkhoir, 1–8.

Laily, S. (2017). Hubungan Karakteristik Penderita Dan Hipertensi Dengan Kejadian Stroke Iskemik. Jurnal Berkala Epidemiologi, 5(1), 48–59. https://doi.

org/10.20473/jbe.v5i1.

Lewis, S. L., Bucher, L., Heitkemper, M. M., &

Harding, M. M. (2017). Medical-Surgical Nursing - Assessment and Management of Clinical Problems. 264–265.

Lindsay, M. P., Norrving, B., Sacco, R. L., Brainin, M., Hacke, W., Martins, S., Pandian, J., & Feigin, V. (2019). World Stroke Organization (WSO): Global Stroke Fact Sheet 2019. International Journal of Stroke, 14(8), 806–817. https://

doi.org/10.1177/1747493019881353 Mahendrakrisna, D., Windriya, D. P., & Gts, A.

C. (2019). Karakteristik Pasien Stroke Usia Muda di RSUD Kota Surakarta.

Cdk-274, 46(3), 167–170.

Manefo S.R., Budiati ,E., & Maritasari ,D.Y.

(2021). Karakteristik Pasien Berdasarkan Indikasi Pembedahan Penderita Stroke Hemoragik. Jurnal Ilmiah Permas:

Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 11(April), 5–6.

Miftahul, F. (2019). Hubungan Jenis Kelamin dengan Angka Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Di Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya. Jurnal Keperawatan

& Kebidanan STIKes Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(1), 85–94.

Muliawati, R., Pemayun, T. G. D., & Hadisaputro, S. (2018). Hubungan Tekanan Darah Dengan Kejadian Stroke Iskemik Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2.

Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 8(1), 49–55.

Puspitasari, P. N. (2020). Hubungan Hipertensi Terhadap Kejadian Stroke. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 922–926. https://doi.org/10.35816/jiskh.

v12i2.435

Rahayu, L. P., Sudrajat, D. A., Nurdina, G., Agustina, E. N., & Kusuma Putri, T. A.

R. (2019). The Risk Factor of Recurrence Stroke among Stroke and Transient Ischemic Attack Patients in Indonesia.

KnE Life Sciences, 2019, 87–97. https://

doi.org/10.18502/kls.v4i13.5229

Razdiq, Z. M., & Imran, Y. (2020). Hubungan antara tekanan darah dengan keparahan stroke menggunakan National Institute Health Stroke Scale. Jurnal Biomedika Dan Kesehatan, 3(1), 15–20. https://doi.

org/10.18051/jbiomedkes.2020.v3.15-20 Ringelstein, E. B., Chamorro, A., Kaste, M.,

Langhorne, P., Leys, D., Lyrer, P., Thijs, V., Thomassen, L., & Toni, D.

(2013). European stroke organisation recommendations to establish a stroke unit and stroke center. Stroke, 44(3), 828–840. https://doi.org/10.1161/

STROKEAHA.112.670430

Smeltzer, et al. (2014). Brunner & Sudrath’s Textbook of Medical- Surgical Nursing, 11th ed. In Lippincott Williams & Wilkins.

Sozener, C. B., Lisabeth, L. D., Khorassani, F., Kim, S., Zahuranec, D., Brown, D., Skolarus, L., Burke, J., Kerber, K., Meurer, W., Case, E., & Morgentern, L.

(2020). Trends in Stroke Recurrence in Mexican Americans and Non Hispanis Whites. Physiology & Behavior, 176(3),

(8)

139–148. https://doi.org/10.1161/

STROKEAHA.120.029376.Trends Suwaryo, P. A., Widodo, W. T., & Setianingsih,

E. (2019). Faktor Risiko yang

Mempengaruhi Kejadian Stroke. Jurnal Keperawatan, 11(4), 251–260. https://

doi.org/10.32583/keperawatan.v11i4.530

Referensi

Dokumen terkait