Jurnal Kultur Vol. 2 No. 2 (Juli 2023) Hal. 157-165
JURNAL KULTUR
http://jurnalilmiah.org/journal/index.php/kultur
Received Mei 30, 2023; Revised Juni 2, 2023; Accepted Juli 22, 2023
Akulturasi Budaya Mahasiswa Pendidikan IPS dalam Interaksi Sosial di Kampus
Muhammad Haidar Ali Atsani1, Nurul Padilah2, Fitria Salsabila3, Assyfa Putri Amalia4, Rizkiya Agil Chaerani5
12345Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Negri Semarang
1[email protected] 2[email protected],
3[email protected] , 4[email protected] ,
Abstract
Cultural diversity is a privilege that not all countries have. Even so, this diversity does not become a barrier for Indonesian society to become a unified whole and interact with each other, because it is in accordance with the Indonesian nation's motto, namely "Unity in Diversity". From this cultural diversity, it causes mixing in certain areas, there is a mixing of cultures. Both in terms of tradition, culture, to customs. Cultural mixing occurs both from within and outside the country. Acculturation occurs due to the existence of diversity to acculturate; each culture must be balanced. The acculturation of the culture of the archipelago in Indonesia affects various fields such as the field of language, language is the most important thing in interaction. With the existence of various ethnic groups, it is possible for a mixture of languages to result in interactions between individuals. The method used in this study is a quantitative method, namely by means of interviews and the results obtained are that most students who come from outside the island of Java experience difficulties in interacting but can still be overcome. The purpose of this study is to explain to the reader that the differences in Social Sciences Education Study Program are not an obstacle to interaction.
Keywords: culture, interaction, akulturasi, adaptation , diversity Abstrak
Keanekaragaman budaya merupakan salah satu bentuk keistimewaan yang tidak semua negara memiliki keistimewaan tersebut. Walaupun begitu keberagaman tersebut tidak menjadi penghalang masyarakat Indonesia untuk menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling berinteraksi, karena sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Dari keanekaragaman budaya tersebut menyebabkan terjadinya pencampuran pada daerah tertentu, terdapat sebuah percampuran kebudayaan. Baik itu dari sisi tradisi, kebudayaan, sampai adat istiadat. Percampuran budaya terjadi baik dari dalam atau pun luar negeri.
Akulturasi terjadi akibat adanya keanekaragaman untuk dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Akulturasi kebudayaan nusantara di Indonesia mempengaruhi berbagai macam bidang seperti bidang bahasa, bahasa merupakan hal terpenting dalam berinteraksi. Dengan adanya berbagai macam suku, memungkin adanya percampuran bahasa yang menghasilakan interaksi antar individu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitafi yaitu dengan cara wawancara dan hasil yang didapat adalah sebagian besar mahasiswa yang berasal dari luar pulau jawa mengalami kesulitan dalam berinteraksi namun masih bisa diatasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan kepada pembaca bahwa dengan perbedaan yang ada di Prodi Pendidikan IPS tidak menjadi suatu kendala untuk berinteraksi Kata Kunci: budaya, interaksi, percampuran, adaptasi, keberagaman
1. PENDAHULUAN
Dalam komunikasi antarbudaya, proses akulturasi tidak dapat dihindari karena ketika kelompok masyarakat yang berbeda bertemu dan berinteraksi satu sama lain secara intens dalam waktu yang lama, maka akan menyebabkan terjadinya penyerapan unsur budaya satu sama lain.
(Thaumaet & Soebijantoro, 2019, p. 114). Unsur-unsur budaya yang dari masing- masing kelompok yang saling mempengaruhi tersebut dalam segi bahasa, adat istiadat, makanan dan masih banyak yang lainnya. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan terjadinya proses adaptasi budaya.
Adaptasi budaya adalah proses individu menggabungkan kebiasaan dan kebiasaan pribadi agar sesuai dengan budaya tertentu. Proses terjadinya akulturasi budaya di lingkup mahasiswa terjadi
apabila mahasiswa menjumpai keadaaan di mana dia mengalami interaksi dengan orang-orang dari budaya yang beragam atau berbeda dan mengadopsi beberapa aspek budaya dari komunitas tersebut.(Fitriana, 2018, p. 48)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses akulturasi budaya mahasiswa yaitu adanya lingkungan pendidikan, perbedaan daerah atau tempat tinggal, dan banyaknya peristiwa budaya. di daerah tempat tinggal masing-masing mahasiswa. Salah satu landasan teori yang berkaitan dengan akulturasi budaya mahasiswa adalah teori kontak antarkelompok (Intergroup Contact Theory) dimana teori tersebut menyatakan bahwa hubungan positif antara kelompok budaya yang berbeda dapat mengurangi prasangka dan diskriminasi. Teori ini dapat diterapkan pada mahasiswa dengan menciptakan lingkungan kampus yang inklusif dimana mahasiswa dari latar belakang budaya yang berbeda dapat berinteraksi dan belajar satu sama lain. Dalam penelitian yang kami lakukan pada 13 Maret 2023 untuk mensurvei beberapa mahasiswa PIPS yang tinggal di luar Semarang, dapat disebutkan bahwa penyebab akulturasi budaya dan culture shock adalah fenomena bertemunya mahasiswa dengan budaya yang berbeda. Latar belakang.
(Ambarwati & Indriastuti, 2022, p. 13)
Mahasiswa memilih cara yang berbeda untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial yang berbeda di kampus dan di asrama mereka. Saat berhadapan dengan orang-orang di sekitar mereka, mereka menggunakan strategi pragmatis. Ketika mereka membutuhkan sesuatu yang sangat mendesak, seperti membeli bahan makanan atau mungkin paket data, mereka mengambil langkah untuk berinteraksi dengan orang-orang di sekitar mereka. Alasan memilih strategi ini karena waktu di asrama terbatas dan perkuliahan di kampus sangat padat. (Astuti, 2017, p. 63)
Untuk mengatasi masalah akulturasi dapat ditawarkan beberapa solusi seperti penyadaran akan perbedaan budaya, pembuatan program mentoring, forum diskusi, event budaya, penguatan kerjasama antar organisasi kemahasiswaan, kelompok penelitian, peningkatan kerjasama antar fakultas dan penyelenggaraan program pertukaran. Solusi ini akan membantu mahasiswa dari berbagai budaya beradaptasi dan membangun pemahaman lintas budaya.
Gegar budaya merupakan hal yang selalu dan hampir pasti terjadi seperti gegar budaya atau culture shock dalam proses akulturasi. Gegar budaya sendiri merupakan fenomena sosial yang dialami oleh seorang mahasiswa saat menempuh studinya di lingkungan dan budaya baru.
(Namira Basri & Ahmad Ridha, 2020, p. 5) Kampus merupakan salah satu tempat terjadinya culture shock dan mahasiswa di kampus berasal dari berbagai daerah di Indonesia membuat kampus rentan terhadap culture shock. Kampus yang cukup beragam dan tempat mengenyam pendidikan bagi mahasiswa dari seluruh Indonesia serta keragaman budaya mahasiswa adalah Universitas Negeri Semarang. Mahasiswa Universitas Negeri Semarang banyak diminati tidak hanya mahasiswa dari kota Semarang tetapi juga mahasiswa dari luar Semarang seperti Nusa Tenggara Timur, Papua, Kalimantan, Bali dan daerah lainnya. (Aldino & Fitriani, 2020, p. 89)
Gegar budaya merupakan perasaan terkejut, gelisah, dan bingung yang timbul apabila seseorang mengalami kontak dengan budaya yang berbeda dengan budayanya sendiri.
Mahasiswa perantau sering mengalami perubahan pada dirinya karena harus beradaptasi dengan lingkungan dan budaya baru di sekitarnya. Mereka mengalami gegar budaya karena kesulitan dalam beradaptasi dengan budaya baru, seperti halnya dalam aspek kehidupan sehari-hari seperti makanan, cara berpakaian, harga barang, kebiasaan, dan lain sebagainya. Semakin berbeda budaya, semakin besar pula pengaruh gegar budaya yang dialami. (Aldino & Fitriani, 2020, p. 90)
Pentingnya adaptasi dalam mengatasi gegar budaya. Siswa yang dapat menyesuaikan diri dengan budaya yang didiaminya akan menciptakan komunikasi yang efektif, merasa lebih nyaman, dan terhindar dari masalah yang menimbulkan stres akibat perbedaan budaya. Selain itu, adaptasi juga penting untuk kesehatan mental siswa, karena siswa yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungannya berisiko mengalami stres atau depresi. Siswa yang mampu beradaptasi dengan baik dapat menyeimbangkan perbedaan budaya di lingkungan sekolah. Dalam dunia perkuliahan, mahasiswa harus mampu beradaptasi dengan lingkungannya, dan mahasiswa yang berhasil beradaptasi akan merasa puas dengan kehidupannya.
Beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gegar budaya di lingkungan kampus adalah dengan meningkatkan kesadaran akan perbedaan budaya melalui pendidikan budaya dalam kurikulum, membuat program pendampingan untuk membantu mahasiswa dari
budaya yang berbeda, mengadakan forum diskusi, mengadakan acara budaya, mempererat kerjasama antar mahasiswa, membuat ruang belajar kelompok, memperkuat kerjasama antar fakultas dan menyelenggarakan program pertukaran. Dengan mengimplementasikan solusi tersebut, perguruan tinggi dapat menumbuhkan pemahaman dan kerjasama lintas budaya untuk mengatasi gegar budaya di lingkungan kampus.
Secara khusus, mahasiswa program studi pendidikan IPS di Universitas Negeri Semarang berasal juga ada yang berasal dari berbagai daerah. Mereka berasal dari Madiun, Papua, Kalimantan, Ambon, Nusa Tenggara Timur dan daerah lainnya. Dengan serta masuknya budaya mahasiswa yang berada di luar pulau Jawa ke UNNES, maka proses terjadinya perbedaan budaya akan dialami oleh mahasiswa. Proses bertemunya beberapa budaya mulai terasa ketika perbedaan budaya membangun melalui hubungan baik melalui masyarakat maupun sosial. Selain itu, mahasiswa luar Jawa dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan agar cepat beradaptasi, mahasiswa luar Jawa tidak hanya dapat melindungi diri mereka sendiri di area kampus, tetapi juga menyadari manfaat terkait perkuliahan. Dengan perkembangan yang semakin maju seperti saat ini, maka perlu diperhatikan perkembangan budaya yang berkembang setiap zaman.
Akulturasi budaya di program sarjana PIPS Universitas Negeri Semarang sangat kompleks. Istilah akulturasi memiliki beberapa arti dari berbagai para sarjana antropologi yang mengatakan bahwa proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat-laun diterima dan diolah menjadi kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kebudayaannya sendiri (Koentjaraningrat, 2009: 202). Pada penelitian yang yang telah kami laksanakan pada tanggal 13 Maret 2023 dengan tujuan untuk mewawancarai beberapa mahasiswa PIPS yang bertempat tinggal di luar Semarang dapat ditemukan bahwa penyebab terjadinya akulturasi budaya dan gegar budaya adalah karena adanya fenomena pertemuan mahasiswa yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda.
Beberapa solusi yang dapat kami kemukakan berdasarkan hasil wawancara pribadi adalah terkait bagaimana menyikapi terjadinya akulturasi budaya dan culture shock di lingkungan mahasiswa PIPS UNNES, yaitu dengan meningkatkan kesadaran dan keterbukaan terhadap budaya. Keanekaragaman, memperluas pengalaman dan perspektif budaya, dan menyediakan forum atau ruang untuk diskusi masalah budaya.
Tujuan wawancara yang kami lakukan adalah untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya akulturasi budaya dan gegar budaya pada mahasiswa, antara lain faktor lingkungan, sosial dan individu. Hasil penelitian kami tentang akulturasi budaya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yaitu peluang untuk menambah pengetahuan tentang keragaman budaya dan meningkatkan toleransi terhadap keragaman budaya di masyarakat.
(Amanah, 2022, p. 59)
2. METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut (Moleong, 2007) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek secara keseluruhan melalui uraian kata-kata dan bahasa, dalam konteks kehidupan tertentu dan menggunakan berbagai ilmu metode ilmiah Tujuan dari penelitian kualitatif adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan secara detail dan mendalam mengenai pembahasan yang diteliti (Rijal Fadli, 2021, p. 35).Penelitian kualitatif adalah rumusan masalah yang mengarahkan penelitian untuk mengeksplorasi atau memotret situasi yang akan diteliti secara detail dan mendalam(Murdiyanto, 2020, p. 19).Penelitian kualitatif harus mampu melihat menggambarkan, menjelaskan dan memberikan jawaban secara rinci dan jelas tentang permasalahan yang sedang diteliti (Priyadi, 2005, pp. 855–860). Pada pendekatan ini, penelitian kualitatif mencakup metodologi yang digunakan untuk prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Data deskriptif merupakan data yang ditulis menggunakan kata-kata secara rinci(Habsy, 2017, p. 91). Pada penelitian kualitatif, peneliti menuliskan laporan yang sesuai dengan keadaan yang ada di lapangan dan hasil penulisannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Penelitian dilakukan di Universitas Negeri Semarang pada tanggal 13
Maret tahun 2023. Lokasi berada di Fakultas Ilmu Sosial gedung C1 lantai 1 Sekaran, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi sendiri ialah teknik pengumpulan data yang memiliki karakteristik tertentu dibandingkan dengan teknik yang lainnya. Observasi tidak hanya pada manusia tetapi juga pada objek alam dan lainnya tidak terbatas. Kegiatan observasi dilakukan untuk mengolah objek dengan tujuan untuk memahami pengetahuan dari fenomena dan ide-ide yang telah diketahui sebelumnya, agar mendapatkan informasi yang diperlukan dan untuk melanjutkan proses investigasi(Atika & Tarigan, 2014, p. 21) . Wawancara menurut (Koentjaraningrat, 1985) wawancara adalah teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Melakukan teknik wawancara artinya melakukan interaksi percakapan dengan pewawancara (Galang Surya Gumilang, 2016, p. 154). Wawancara dilakukan dengan tujuan mendapatkan data atau informasi secara detail dan mendalam. Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab kepada beberapa narasumber mahasiswa program studi PIPS angkatan 2022 terkait akulturasi budaya mahasiswa di kampus. Dokumentasi diperlukan sebagai pelengkap data atau informasi yang telah didapat dan untuk memperkuat penelitian.
Dokumentasi dilakukan selama proses wawancara berlangsung serta dokumentasi dilakukan berupa dokumentasi gambar. Dokumentasi pada penelitian ini dikumpulkan melalui hasil wawancara dari beberapa narasumber. Analisis data dalam penelitian bersamaan dengan prose pengumpulan data. Analisis data kualitatif adalah proses menganalisis, mengorganisir dan mengintepretasikan sebuah data menjadi sebuah informasi untukdigunakan sebagai referensi sesuatu. Analisis adalah kegiatan mengamati objek dan menganalisisnya dengan cara mendeskripsikan suatu objek tersebut dan menyusunnya secara detail (Rijali, 2019, pp. 84–86).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses akultutasi dapat terjadi dalam interaksi antara mahasiswa di kampus tidak dapat di hindari. Akulturasi budaya memiliki manfaat di berbagai aspek kehidupan, terutama dalam kehidupan kampus. Manfaat tersebut antara lain: meningkatkan rasa toleransi antarbudaya dari para mahasiswa, memperkaya ragam budaya yang ada. Tidak hanya dampak positif, akultuasi budaya yang terjadi di lingkungan kampus juga membawa dampak negatif seperti terjadinya konflik identitas, hilangnya keunikan budaya asal dari mahasiswa (Ananda & Sarwoprasodjo, 2017, p. 154). Dari hasil wawancara yang kami lakukan di lingkungan kampus Akulturasi budaya yang terjadi di Program Studi Pendidikan IPS sangat kompleks. Istilah akulturasi memiliki beberapa arti dari berbagai para serjana antropologi yang mengatakan bahwa proses sosial yang timbul dalam suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing itu lambat luan diterima dan diolah menjadi kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kebudayaannya sendiri(Tantri Kusuma Wardhani, 2015, pp. 34–35). Sedangkan menurut sebuah komite dari social science research council, akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil, jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbed-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus- menerus yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari suatu kelompok atau kedua-duanya (Harsojo, dalam Warsito, 2012: 152:153).
a. Proses Akulturasi Budaya yang terjadi pada Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS
Budaya yang baru saja datang umumnya dapat menyebabkan tekanan dikarenakan pemahaman dan penerimaan akan nilai-nilai budaya lain adalah sesuatu yang sangat sulit untuk dapat diterima dengan mudah, terlebih jika nilai-nilai budaya tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai budaya yang sudah ada dan telah ada secara turun temurun. Kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan baru berbeda-beda antar satu sama lain, itu sebab nya diperlukan adaptasi dalam budaya (Gusmanto, 2016, p. 20).Namun tak sedikit juga masyarakat yang tidak mengalami kesulitan meskipun dalam situasi dan kondisi yang sama dan ada pula masyarakat yang mengalami kesulitan dalam menghadapi hal tersebut, semua itu tergantung pada tingkatan masing-masing setiap
individu.Contohnya saja pada mahasiswa perantau mengalami kecemasan dan ketidakpastian ketika berada di lingkungan baru. Kecemasan tersebut disebabkan oleh faktor perbedaan gaya hidup, bahasa dan kebiasaan, sedangkan ketidak pastian disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan situasi lingkungan baru dan perbedaan budaya(Primasari, 2014, p. 27). Mahasiswa yang tidak mampu beradaptasi dengan budaya baru maka akan mengalami gegar budaya atau culture shock.
Oberg (1960) berpendapat bahwa gegar budaya ialah kondisi yang menggambarkan keadaan psikologis seseorang yang negatif, reaksi pasif dari dalam individu menghadapi lingkungan yang berbeda (Maizan et al., 2020, p. 148). Sedangkan menurut Indrianie (2012) gegar budaya terjadi dikarenakan nilai-nilai budaya yang dimiliki mahasiswa perantau berbeda dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat dilingkungan mahasiswa perantau tersebut. Fenomena geger budaya yang terjadi pada mahasiswa perantau sekaligus sebagai mahasiwa baru di sebuah perguruan tinggi sering kali terjadi dikarenakan adanya transisi budaya yang berbeda dan seseorang dituntut untuk dapat beradaptasi secara cepat dengan lingkungan yang benar-benar baru (Ester et al., 2022, p. 90)
Proses akulturasi yang terjadi di lingkungan kampus, khususnya di Prodi Pendidikan IPS sangat beragam, asal daerah yang berbeda-beda tidak menjadi halangan bagi mahasiswa perantau untuk berinteraksi dan bergaul dengan sesama tanpa membedakan perbedaan yang beragam. Justru para mahasiswa sangat kompak dalam menjalankan aktivitas perkuliahan tanpa terjadi konflik, hal ini dapat dilihat dari cara mereka berinteraksi dan melakukan kegiatan kemahasiswaan diluar dari aktivitas perkuliahan. Mereka sangat aktif dan kompak dalam kegiatan organisasi, mahasiswa perantau dapat berbaur dengan mahasiswa lain yang berasal dari daerah Jawa tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asal mereka. Namun, kendala dalam berkomunikasi pasti selalu ada namun hal tersebut masih bisa di atasi dan tidak menjadi masalah yang besar.
b. Bentuk Akulturasi Budaya Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS
Budaya tidak terbentuk dengan sendirinya, namun para mahasiswa bertahan untuk berinteraksi tanpa terjadi konflik dalam kehidupan sehari-hari serta mencari solusi untuk dapat mencegah konflik dan permasalahan yang berkepanjangan.Banyak cara yang dapat dilakukan dimulai dari pendekatan melalui pemahaman dalam arah sudut pandang dimana hal tersebut akan membantu mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi (Chairul Basrun Umanailo, 2016, p. 2).Mereka menyadari bahwa perbedaan adalah sesuatu hal yang biasa dan harus dihargai, bukan untuk dipermasalahkan atau dijadikan sebagai alasan untuk bermusuhan satu sama lain. Keberagaman kehidupan di dalam kampus dengan berbagai budaya yang berbeda pula tidak jarang terjadi berbagai konflik dan kesalahpahaman dalam berinteraksi (Ali, 2018, p. 3). Untuk mengantisipasi perselisihan dan konflik yang ada saat berkomunikasi antarbudaya, pentingnya sikap saling menghargai dan mau untuk mempelajari kebudayaan lokal yang ada khususnya bahasa yang digunakan di daerah tersebut.Mahasiswa diharapkan untuk cepat beradaptasi pada budaya khususnya pada bahasa local atau daerah(Chandra et al., 2019, p. 45). Fungsi penting dari bahasa ialah dapat berinteraksi antar sesama mahasiswa, khususnya di Prodi Pendidikan IPS. Bentuk akulturasi budaya Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS terdapat dalam hal bahasa, dimana Mahasiswa yang berasal dari luar pulau Jawa atau yang biasa disebut mahasiswa perantau harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru yang ada dikampus dengan keberagaman budaya dan bahasa. Cara yang dilakukan mahasiswa perantau untuk beradaptasi yaitu berusaha merubah pola perilaku dan bahasa mereka dilingkungan baru yang notabene sangat berbeda dengan daerah asal mereka (Selamat et al., 2023, p. 73)
Dalam wawancara yang telah kelompok kami lakukan pada Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS, ada beberapa mahasiswa yang berasal dari luar daerah Jawa Tengah dan mahasiswa yang berasal dari luar Jawa diantaranyanya ialah:Ahmad Khoirurrozi (Kalimantan Tengah), Andreas Wicaksono(Jawa barat), Nita Pandu Mentari (Lampung), Bintang Prabowo(Tangerang),Rizkiya Agil Chaerani (Batam). Dari hasil wawancara yang telah kelompok kami lakukan menyimpulkan bahwa dalam hal komunikasi dan berinteraksi
setiap hari dengan mahasiswa lain yang berasal dari luar Jawa Tengah dan luar pulau Jawa, mereka perlu waktu untuk beradaptasi memahami budaya dan bahasa dari mahasiswa yang berasal Jawa khususnya Jawa Tengah atau Semarang yang kental akan bahasa daerah nya yakni bahasa jawa.Tak jarang mereka mempelajari bahasa Jawa dengan cara menanyakan kata-kata yang menggunakan bahasa Jawa yang menurut mereka asing dan mereka tidak mengetahui arti dari kata tersebut kepada teman yang berasal dari pulau Jawa Adapun mahasiswa yang ada dipulau Jawa tetapi bukan berasal dari Jawa Tengah pun kurang butuh waktu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan budaya. Contohnya saja saat kami mewawancarai Andreas Wicaksono yang berasal dari Jawa Barat yang sangat kental dengan bahasa Sunda.Kata “dhahar” bila diartikan sebagai bahasa jawa yakni kromo alus artinya makan. Sementara saudara Andreas Wicaksono mengatakan jika di daerah nya kata dhahar tersebut artinya sama namun bahasa yang digunakan terbilang kasar. Selain itu kata Amis dalam daerah Jawa Barat memiliki arti manis. Saudara Andreas Wicaksono masih banyak belajar mengenai bahasa jawa dan saat ini hanya dapat berkomunikasi menggunkan bahasa Indonesia.Adapun saudara Bintang Prabowo yang berasal dari Tangerang juga mengalami hal yang sama seperti yang dialami oleh saudara Andreas Wicaksono dalam berkomunikasi.
Sejak kecil di daerah nya sudah dilatih dengan menggunakan bahasa Sunda, saat merantau ke Semarang, Jawa Tengah mengalami gegar budaya dalam hal bahasa yang hingga saat ini saudara Bintang Prabowo masih berusaha belajar dan beradaptasi dengan lingkungan yang ada di Semarang dan hingga kini masih menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman-teman. Sementara saudara Ahmad Khoirurozi mengatakan jika saat datang ke Semarang beliau sudah mempersiapkan diri sejak lama dikarenakn memiliki saudara orang Jawa yang mengajarinya untuk belajar bahasa jawa, adat istiadat serta budaya yang ada. Meski begitu terkadang saudara ahmad Khoirurrozi juga seringkali lupa dan membuat sedikit pencampuran bahasa dari bahasa Jawa dengan bahasa di Kalimantan tengah namun saudara Admad Khoirurrozi tidak begitu mengalami gegar budaya akan bahasa namun jika dibandingkan dengan budaya yang lainnya seperti dalam hal makakan khas saat ini masih berusaha untuk beradaptasi. Untuk saudara Nita Pandu Mentari mengatakan jika berkumpul dengan keluarga dan masyarakat Lampung menggunakan bahasa Pepadun dengan dialek nyow. Namun saat berkomunikasi dengan teman-teman di Semarang selalu menggunakan bahasa Indonesia. Saudara Nita Pandu Mentari juga mengatakan jika dirinya paham sedikit tentang bahasa jawa dikarenakan saat ini banyak juga masyarakat dari Jawa yang pergi merautau ke daerah Lampung. Saat datang ke Semarang untuk berkuliah dirinya tidak terlalu mengalami gegar budaya akan bahasa namun untuk budaya lainnya sama hal nya dengan teman-teman yang lain perlu melakukan adatasi budaya yang lebih mendalam. Untuk saudara Rizkiya Agil Chaerani yang berasal dari Batam mengatakan jika di daerahnya tempat ia tinggal sering kali menggunakan bahasa melayu. Namun saat ini di Batam sendiri sudah banyak pendatang dari luar daerah yang mendiami wilayah Batam hingga menyebabkan bahasa yang digunakan mengalami pencampuran antara bahasa melayu dengan bahasa Indonesia.
Walaupun begitu, Mahasiswa yang berasal dari luar Jawa tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing, walaupun setiap hari terjadi kontak budaya dengan budaya jawa. Namun budaya sangat mempengaruhi kekuatan karakter dari masing-masing Mahasiswa, setiap mahasiswa tetap memiliki jati diri yang bagus dan kuat. Dalam menyikapi akulturasi budaya khususnya dalam segi bahasa di lingkungan kampus, ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh mahasiswa, antaralain yaitu:
1. Menghargai dan mengakui bahasa yang digunakan oleh mahasiswa yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda terutama mahasiswa perantau yang berasal dari luar pulau Jawa yang sebagian besar tidak mengerti bahasa Jawa
2. Meningkatkan kemampuan dalam berbahasa dengan cara belajar dengan temen yang berasal dari Semarang atau pulau Jawa lainnya hal ini sangat efektif dalam membantu mahasiswa perantau untuk lebih memahami bahasa Jawa dan memudahkan dalam ber komunikasi
3. Menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dipahami agar pesan yang akan
disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga lawan bicara tidak merasa kesulitan dalam memahami pesan yang disampaikan
4. Membentuk program bahasa dan budaya di lingkungan kampus, hal ini bertujuan untuk memperkenalkan bahasa dan budaya yang beragam dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Program ini dapat berupa workshop budaya atau kegiatan-kegiatan lain yang dapat membantu mahasiswa dalam memahami dan menghargai ragam budaya yang ada di lingkungan kampus
5. Cara yang terakhir yaitu menjaga dan melestarikan bahasa asal daerah agar keaslian bahasa daerah tetap terjaga dan tidak mendapat terpengaruh oleh bahasa asing.
Dengan demikian akulturasi budaya dalam segi bahasa dilingkungan kampus dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan yaitu kondusif dan saling toleran selain itu juga menciptakan kenyamanan antara mahasiswa tanpa terjadi konflik karena latar belakang yang berbeda(Cahya Ayu Lestari, 2014, p. 44). Berdasarkan pemaparan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan proses Akulturasi budaya mahasiswa dalam pergaulan sosial di kampus Universitas Negeri Semarang, serta menjelaskan bentuk akulturasi pergaulan sosial yang terjadi di mahasiswa Universitas Negeri Semarang. Dari beberapa mahasiswa luar jawa yang kami wawancara, kelompok kami menarik kesimpulan bahwa budaya yang ada di semarang dengan budaya dari daerah asal mereka sangat berbeda. Maka tak jarang dari mahasiswa luar jawa mengalami culture shock dalam penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru. Namun, kendala tersebut dapat diatasi dengan bergaul bersama teman-teman yang berasal dari semarang dan mereka membantu untuk memberi pengertian atau menjelaskan mengenai bahasa-bahasa yang ada.
4. SIMPULAN DAN SARAN
Akulturasi budaya merupakan proses yang menyatukan berbagai budaya di kampus dan membangun hubungan pertemanan yang baik. Setiap masalah yang muncul dapat diselesaikan dengan cara yang bijaksana. Ini karena kedua belah pihak sangat menyadari perbedaan mereka.
Pada dasarnya mereka berlatar belakang yang sama. Bentuk akulturasi yang terjadi di Program Studi pendidikan IPS Universitas Negeri Semarang yaitu dalam hal berinteraksi dan perbedaan bahasa. Namun, mereka bisa mempertahankan budaya dari daerah asal tanpa menghilangkan atau mengganti budaya baru. Mereka masih bangga dengan budaya yang mereka bawa dari tempat asal atau daerah asal mereka. Dari hasil wawancara yang telah kelompok kami lakukan, ada beberapa mahasiswa yang merasa kesulitan untuk menyesuaikan diri apalagi dalam hal bahasa sehari-hari tapi tidak sedikit juga yang sudah bisa menyesuaikan diri karna ada beberapa mahasiswa yang dari luar pulau Jawa tetapi orang tua mereka berasal dari suku jawa. Jadi walaupun mereka tidak berdomisili di pulau Jawa, namun dalam kehidupan sehari-hari merekamenggunakan bahasa jawa karna memang orang tua mereka berasal dari jawa. Melihat akulturasi budaya yang ada di Prodi Pendidikan IPS yang berjalan dengan harmonis tanpa adanya pembeda baik dari suku, budaya dan lain sebagainya, saran yang dapat diberikan yaitu semoga dengan akulturasi ini bisa mempererat tali persaudraan dan bukan menjadi suatu hal yang bisa memicu adanya konflik atau perselisihan di masyarakat. Setiap daerah mempunyai ciri khas nya masing- masing. Berdasar pengalaman yang ada dilapangan, pada bagian ini penulis membutuhkan beberapa kritik dan saran yang berguna untuk penilitian selanjutnya.
5. DAFTAR PUSTAKA
Aldino, K. M. R., & Fitriani, D. R. (2020). Gegar Budaya dan Kecemasan: Studi Empiris pada Mahasiswa Bengkulu dan Maluku di Universitas Gunadarma dalam Beradaptasi di Lingkungan Baru. Kanal: Jurnal Ilmu Komunikasi, 8(2), 88–96.
https://doi.org/10.21070/kanal.v8i2.267
Ali, M. (2018). Komunikasi Antarbudaya dan Fenomena Culture Shock Mahasiswa Etnis Non-Jawa di IAIN Salatiga. Jurnal Askopis, 2(1), 1–32. https://doi.org/10.32494/ja.v2i1.36
Amanah, S. (2022). Pola Komunikasi Dan Proses Akulturasi Mahasiswa Asing Di STAIN Kediri.
Realita : Jurnal Penelitian Dan Kebudayaan Islam, 13(1), 54–64.
https://doi.org/10.30762/realita.v13i1.52
Ambarwati, M., & Indriastuti, Y. (2022). Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Rantau Dalam Menghadapi Culture Shock Di Madura. Jurnal Ilmu Komunikasi Dan Bisnis, 8(1), 9–24.
https://doi.org/10.36914/jikb.v8i1.777
Ananda, L. D., & Sarwoprasodjo, S. (2017). Pengaruh Hambatan Komunikasi Antarbudaya Suku Sunda dengan Non-Sunda terhadap Efektivitas Komunikasi. Jurnal Komunikasi Pembangunan, 15(2). https://doi.org/10.46937/15201723614
Astuti, T. (2017). AKULTURASI BUDAYA MAHASISWA DALAM PERGAULAN SOSIAL DI KAMPUS (Studi Kasus Pada Mahasiswa PGSD UPP TEGAL FIP UNNES). Refleksi Edukatika : Jurnal Ilmiah Kependidikan, 8(1). https://doi.org/10.24176/re.v8i1.1788 Atika, T. A., & Tarigan, U. (2014). Prosedur Penerbitan Surat Keputusan Pensiun Pegawai Negeri
Sipil pada Badan Kepegawaian Daerah Deli Serdang. Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik, 2(1), 18–29. http://ojs.uma.ac.id/index.php/jppuma
Cahya Ayu Lestari. (2014). Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Culture Shock Pada Mahasiswa Baru Fkuii Angkatan 2011. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 7(2), 107–115.
Chairul Basrun Umanailo, M. (2016). Ilmu sosial budaya dasar Penulis.
Chandra, D., Stid, H., & Ibrahim, M. (2019). POLA KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM MEMBANGUN HARMONISASI MASYARAKAT HETEROGEN DI KOTA MATARAM.
In PENSA : Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial (Vol. 1, Issue 2).
https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/pensa
Ester, J., Sihite, A., Dyah Kusumastuti, R., & Laura, R. (2022). Adaptasi Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Perantau Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Asal Medan Article History. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(2).
Fitriana, A. D. (2018). PENGARUH AKULTURASI DALAM PROSES INTERAKSI ANTARBUDAYA TERHADAP KESADARAN BUDAYA BERBAHASA DAERAH SETEMPAT BAGI MAHASISWA RANTAU. KOMUNIDA : MEDIA KOMUNIKASI DAN DAKWAH, 8(1), 40–50. https://doi.org/10.35905/komunida.v8i1.599
Galang Surya Gumilang. (2016). METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM BIDANG BIMBINGAN DAN KONSELING. Jurnal Fokus Konseling , 2(2), 16.
Gusmanto, R. (2016). Akulturasi Minangkabau, Jawa, dan Mandailing dalam Kesenian Ronggiang Pasaman di Kabupaten Pasaman Barat Provinsi Sumatera Barat. Garak Jo Garik: Jurnal Pengkajian Dan Penciptaan Seni, 12(2), 22.
Habsy, B. A. (2017). Seni Memehami Penelitian Kuliatatif Dalam Bimbingan Dan Konseling : Studi Literatur. JURKAM: Jurnal Konseling Andi Matappa, 1(2), 90.
https://doi.org/10.31100/jurkam.v1i2.56
Indrianie, E. (2012). Culture adjustment training untuk mengatasi culture shock pada mahasiswa baru yang berasal dari luar jawa barat. Insan, 14(65), 149–158.
Maizan, S. H., Bashori, K., & Hayati, E. N. (2020). ANALYTICAL THEORY : GEGAR BUDAYA (CULTURE SHOCK) ANALYTICAL THEORY: CULTURAL EXTENSION (CULTURE SHOCK). Agustus, 2020(2), 1693–1076.
Murdiyanto, E. (2020). Metode Penelitian Kualitatif (Sistematika Penelitian Kualitatif). In Bandung:
Rosda Karya.
http://www.academia.edu/download/35360663/METODE_PENELITIAN_KUALITAIF .docx
Namira Basri, C., & Ahmad Ridha, A. (2020). Gegar Budaya dan Motivasi Belajar pada Mahasiswa yang Merantau di Kota Makassar. Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 25(1), 1–14. https://doi.org/10.20885/psikologika.vol25.iss1.art1
Primasari, W. (2014). Pengelolaan Kecemasan dan Ketidakpastian Diri Dalam Berkomunikasi Studi Kasus Mahasiswa Perantau UNISMA Bekasi. In Jurnal Ilmu Komunikasi (Vol. 12, Issue 1).
halaman.
Priyadi, B. P. (2005). Pendekatan Kualitatif Oleh : Budi Puspo Priyadi. “Dialogue” JIAKP, 2(2), 854–
867.
Rijal Fadli, M. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. 21(1), 33–54.
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1
Rijali, A. (2019). ANALISIS DATA KUALITATIF. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 17(33), 81.
https://doi.org/10.18592/alhadharah.v17i33.2374
Selamat, U., Kendal, S., & Kunci, K. (2023). Culture Shock dan Anxiety di Lingkungan Baru (Studi Ethnography Mengenai Proses Penyesuaian Diri Ke Budaya Akademik Universitas Selamat Sri Kendal). Journal of Social And Political Science, 3(1), 67–86.
https://jfisip.uniss.ac.id/
Tantri Kusuma Wardhani. (2015). Akulturasi Mahasiswa Pribumi Di Kampus Mayoritas Tionghoa.
Ijtimaiyya, 8(1).
Thaumaet, Y. A., & Soebijantoro, S. (2019). Akulturasi Budaya Mahasiswa Dalam Pergaulan Sosial Di Kampus (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas PGRI Madiun). AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA, 9(1), 113.
https://doi.org/10.25273/ajsp.v9i1.3641