Analisis Dan Mitigasi Risiko Rantai Pasok Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Di PG.
Wringin Anom Situbondo
Muhammad Ilham Sugeng Hamdani✉, Dira Ernawati Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Jl. Rungkut Madya Surabaya 60294
e-mail: [email protected]✉, [email protected]
ABSTRAK
Pabrik Gula Wringin Anom (PG. Wringin Anom) merupakan perusahaan manufaktur yang ber- gerak dalam bidang produksi gula kristal atau SHA-1A. Kegagalan dalam proses produksi membuat produk jadi yang tidak memenuhi standar seperti warna gula yang tidak putih sempurna, cacatnya bentuk atau ukuran kristal putih, dan tesktur gula yang basah. Penelitian ini bertujuan mengidentif- ikasi risiko dan memberikan usulan perbaikan untuk meminimalisir terjadinya kegagalan pada suatu aktivitas rantai pasok di PG. Wringin Anom Situbondo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Penentuan nilai risiko menggunakan FMEA dilihat berdasarkan nilai severity, occurrence, dan detection. Hasil penelitian ini menunjukkan didapatkan 27 kejadian risiko (risk event) yang disebabkan oleh 36 penyebab risiko (risk agent) dari proses plan, source dan make, serta 4 prioritas risiko yang harus dilakukan sebuah mitigasi agar tidak menganggu kegiatan rantai pasok di PG. Wringin Anom Situbondo. Keempat prioritas risiko yang termasuk risiko kritis dan akan diberikan usulan perbaikan atau alternatif strategi yang tepat ber-dasarkan nilai pembobotan. Penelitian ini diharapkan dapat membantu aksi mitigasi risiko yang telah di analisa guna meminimalisir kerugian produksi, kerugian waktu serta penurunan kualitas suatu produk dalam mencapai tujuan perusahaan.
Kata Kunci: FMEA, Mitigasi Risiko, Rantai Pasok
Supply Chain Risk Analysis and Mitigation Using Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Method at PG.Wringin Anom Situbondo
ABSTRACT
Wringin Anom Sugar Factory (PG. Wringin Anom) is a manufacturing company engaged in the production of crystalline sugar or SHA-1A. Failures in the production process result in finished products that do not meet standards such as the color of sugar that is not perfectly white, defects in the shape or size of white crystals, and a wet sugar texture. This study aims to identify risks and provide recommendations for improvements to minimize the occurrence of failures in a supply chain activity in PG. Wringin Anom Situbondo. The method used in this research is Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Determination of the value of risk using FMEA is seen based on the value of severity, occurrence, and detection. The results of this study indicate that there are 27 risk events caused by 36 risk agents from the plan, source and make processes, as well as 4 risk priorities that must be mitigated so as not to disrupt supply chain activities in PG. Wringin Anom Situbondo. The four priority risks include critical risks and will be given recommendations for improvements or appropriate alternative strategies based on weighting values. This research is expected to assist risk mitigation actions that have been analyzed in order to minimize production losses, loss of time and decrease in the quality of a product in achieving company goals.
Keywords: FMEA, Risk Mitigation, Supply Chain
I. PENDAHULUAN
Persaingan bisnis global dari tahun ketahun semakin ketat dengan berbagai macam jenis persaingan usaha. Berbagai usaha yang dilakukan oleh pelaku bisnis adalah menciptakan sebuah produk yang berkualitas untuk memenuhi kepuasan konsumen. Namun, banyak pe- rusahaan yang masih mengalami risiko kegagalan dalam melaksanakan proses produksi.
Dalam manajemen rantai pasok, risiko mengacu pada gangguan pada bagian fungsional operasinya yang mengakibatkan proses rantai pasok tidak dikelola dengan baik. Jika gangguan ini diabaikan, maka akan mengakibatkan gangguan pada operasi supply chain, yang dapat mempengaruhi produktivitas, efisiensi dan efektivitas operasi supply chain management (Sumantika dkk, 2022). Menurut Penelitian Sherina (2021), sebuah perus- ahaan dituntut dalam memiliki suatu strategi yang tepat agar menciptakan suatu aktivitas rantai pasok yang kompetitif bagi perusahaan (Sherina, 2021).
Pabrik Gula Wringin Anom (PG. Wringin Anom) merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam bidang produksi gula kristal atau SHA-1A. Bahan baku dalam proses pembuatan gula yakni tebu dengan standar bersih, segar, dan manis, lalu digiling dan diolah hingga menjadi produk gula kristal putih yang siap untuk dipasarkan dalam bentuk kema- san 50 kg. Dalam menjalani proses aktivitas bisnis, PG. Wringin Anom memiliki aliran rantai pasok yang kompleks. Kompleksnya tiap stasiun kerja dapat memungkinkan ter- jadinya kegagalan. Permasalahan yang dihadapi oleh PG. Wringin Anom dan membuat proses produksi terhambat adalah kapasitas giling tidak tercapai dan terbatas. Hal ini disebabkan oleh bahan baku tebu yang tidak terpenuhi, kualitas tebu yang terkadang menurun, keterlambatan dalam penerimaan bahan baku. Kegagalan dalam proses produksi membuat produk jadi yang tidak memenuhi standar seperti warna gula yang tidak putih sempurna, cacatnya bentuk atau ukuran kristal putih, dan tesktur gula yang basah. Keadaan gudang dengan suhu ruang yang terlalu lembap dan karung gula yang bertumpuk dapat memberikan kerusakan pada gula. Risiko-risiko tersebut dapat menyebabkan beberapa ke- rugian seperti terganggunya proses produksi gula hingga kualitas gula.
Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka diperlukan sebuah identifikasi risiko yang dapat menimbulkan potensi kegagalan dalam proses rantai pasok. Salah satu model yang dapat digunakan dan membantu dalam identifikasi risiko rantai pasok dengan menggunakan Supply Chain Operation Reference (SCOR). Setelah dilakukan pemetaan aktivitas risiko rantai pasok, dilakukan sebuah analisis dan penilaian risiko menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Hasil dari penilaian atau perhitungan risiko dapat menentukan Langkah selanjutnya yakni menentukan strategi yang tepat dalam meminimalkan risiko dengan menggunakan Analytical Hierarcy Process (AHP). Dengan penelitian yang dilakukan melalui metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) di- harapkan perusahaan untuk mempertimbangkan menjadi aspek penting dari identifikasi risiko untuk menentukan prioritas faktor risiko yang mungkin muncul dalam proses rantai pasokan dan menentukan urutan risiko, serta pentingnya strategi manajemen risiko yang tepat untuk pencegahan faktor risiko. Sehingga perusahaan dapat mengurangi risiko dalam rantai pasok dan menetapkan manajemen risiko yang terstruktur.
II.TINJAUANPUSTAKA A. Supply Chain
Rantai pasok atau supply chain merupakan hubungan antara perusahaan dengan pihak distribusi barang atau jasa dari tempat produksi hingga ke tangan konsumen. Jika dilihat pembagian atau klasifikasi rantai pasok secara horizontal terdapat lima komponen yaitu pemasok, produsen, distributor, pengecer, dan pelanggan. Sedangkan secara vertikal ter- dapat lima komponen juga yakni pembeli, pengangkut, gudang, penjual dan lain-lain (Leppe & Karuntu, 2019). Terdapat pula tiga komponen utama jaringan rantai pasokan adalah hulu, internal, dan hilir (Apriyani, 2018).
1. Supply Chain Management
Supply chain management atau yang biasa disebut juga manajemen rantai pasok adalah suatu pengelolaan bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan bahan baku dengan mengubah bahan mentah tersebut menjadi suatu produk jadi, serta mengirimkan hasil produk jadi ter- sebut ke tangan konsumen. Menurut Heizer dan Render dalam penelitian (Leppe &
Karuntu, 2019) berpendapat bahwa manajemen rantai pasokan (supply chain management) adalah suatu integrasi dimana suatu bahan berupa barang ataupun jasa, diubah menjadi produk setengah jadi dan selanjutnya mengubahnya kembali menjadi produk jadi serta melakukan pengiriman dari tangan ke tangan. Semua kegiatan yang mencakup pembelian dan outsourcing, serta hal -hal lain yang penting antara hubungan pemasok dan distributor.
Manajemen rantai pasok termasuk aktivitas dalam mengidentifikasi suatu penyedia jasa, transfer kredit dan tunai, transportasi, hutang piutang, pergudangan pemenuhan pesanan, distributor, informasi, prediksi dan produksi. Dengan tujuan membangun rantai pasokan yang berfokus dalam nilai pelanggan. Oleh karena itu, manajemen rantai pasok sangat pent- ing di setiap fungsi aliran dan bergantung satu sama lain.
2. Supply Chain Operation Reference (SCOR)
Supply Chain Operation Reference (SCOR) merupakan salah satu model rantai pasokan yang dapat digunakan untuk merancang, mendeskripsikan dan mengonfigurasi operasi bisnis suatu perusahaan. SCOR memiliki 3 tingkatan atau tiga level yang menggambarkan aliran dari umum ke spesifik. Langkah pertama adalah Langkah tertinggi yang mendefin- isikan proses dasar pembelian , produksi, pengiriman dan pengembalian. Level 2 atau ting- katan yang kedua yakni level konfigurasi merupakan tempat rantai pasok mengintegrasikan 30 proses inti yang dimana akan berfungsi sebagaimana mestinya dimasa yang sekarang ataupun mendatang. Terakhir, level 3 juga dikenal sebagai level item proses yang merupa- kan setiap anggota rantai pasok dapat menentukan setiap item mulai dari input, proses dan output (Pujawan dan Mahendrawanthi, 2017). Proses ini meliputi perencanaan, proses in- put source (sumber, misalnya pengiriman material dari supplier), proses konversi input- output (produksi, transportasi, distribusi, dan lain-lain). Gudang pengiriman, informasi produk atau jasa dan sistem pembayaran, hingga sebuah produk tersebut digunakan oleh konsumen, serta layanan pengembalian produk atau jasa (Martono, 2015). Model SCOR mencakup indikator, praktik sebagai referensi dan teknologi yang berdampak pada efisiensi pengelolaan dan efisiensi rantai pasok yang optimal (Paul, 2014).
B. Manajemen Risiko
Risiko adalah potensi kerugian atau kemungkinan hasil dari interaksi yang sedang ber- langsung atau peluang di masa yang akan datang (Failenggo & Sumantika, 2021). Risiko dapat bersifat tidak pasti dan berdampak negative terhadap tujuan yang ingin dicapai. Ma- najemen risiko sendiri dilakukan dengan tujuan untuk meminimalkan potensi bahaya yang terjadi. Dalam manajemen risiko hal utama yang harus dilakukan adalah identifikasi risiko berupa fisik (Studi dkk, 2018). Menurut Hanggraeni dalam penelitian (Sherina dkk, 2021), risiko adalah kemungkinan kejadian atau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian pada bisnis. Dalam alur rantai pasokan, pasti ada risiko yang perlu ditangani. Risiko tersebut dapat menghambat proses bisnis yang sedang berlangsung. Identifikasi risiko adalah upaya yang ditentukan perusahaan untuk mendeteksi potensi risiko yang terjadi, penilaian risiko adalah penilaian potensi risiko, dan pengurangan risiko adalah upaya untuk mengendalikan risiko (Pertiwi dkk, 2019). Oleh karena itu, suatu perusahaan perlu mengetahui faktor- faktor dan risiko yang mungkin timbul dan langkah apa saja dalam mitigasi risiko untuk mengatasi risiko tersebut. Gangguan didalam rantai pasok memiliki dampak negatif yang berjangka Panjang pada bisnis dan perusahaan yang tidak dapat menangani dengan cepat (Jiroyah dkk, 2022).
C. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah suatu metode manajemen risiko yang sistematis dan digunakan untuk mengevaluasi serta mendokumentasikan penyebab atau
sebab akibat dari suatu proses kegagalan. FMEA dapat memberikan suatu identifikasi dan evaluasi potensi kegagalan risiko produk atau proses dan segala bentuk kemungkinannya serta Tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi kecacatan suatu produk (Ridwan dkk, 2019). Peran metode FMEA sendiri digunakan untuk mengidentifikasi risiko kecel- akaan sistem, produksi dan lain-lain (Teknologi dkk, 2021). FMEA digunakan untuk menentukan penyebab kerusakan dan memitigasi risiko berdasarkan penilaian kerusakan (Islam dkk, 2020).
Konsep FMEA adalah mendefinisikan indeks keparahan, indeks kejadian dan indeks de- teksi. Perhitungan RPN, yang merupakan produk dari tiga peringkat, menunjukkan tingkat risiko kejadian tersebut. Tujuan FMEA adalah menentukan tingkat risiko dari setiap kega- galan yang ada sehingga keputusan dapat dibuat. Penentuan risiko menggunakan metode FMEA meliputi nilai tingkat keparahan (dampak), kemungkinan (probabilitas kegagalan) dan deteksi (seberapa jauh dapat dideteksi). Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan dibagikan kepada responden. Risk Priority Number (RPN) diperoleh dengan cara men- galikan nilai severity, occurrence dan detection (Suryaningrat, dkk 2019). RPN merupakan perkalian antara severity, occurrence dan pengontrolan deteksi (Ardiansyah & Wahyuni, 2019). Semakin tinggi nilai RPN, semakin tinggi pula prioritas risiko (Rinoza dkk, 2021).
D. Analytical Hierarchy Process (AHP)
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah teori komputasi. Dalam sistem pendukung keputusan ini, Salah satu alat keputusan yang dapat digunakan adalah AHP. Metode ini dapat memecahkan masalah yang sangat kompleks yang dapat disederhanakan dengan mu- dah dan dapat memfasilitasi setiap keputusan berdasarkan kriteria mendefinisikan, me- nyusun hirarki, memberikan perbandingan nilai dengan kriteria sampai proses klasifikasi (Yanto, 2021). AHP sendiri digunakan untuk melakukan perhitungan perbandingan skala diskrit dan kontinyu dalam suatu struktur (Ilhamizar, 2018). Perbandingan tersebut dapat mencerminkan preferensi terhadap audience tertentu, sehingga hasil AHP adalah pemikiran berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan objek imajinasi, yang berarti bahwa AHP harus memiliki tingkat konsistensi tertentu agar dapat menjadi dinyatakan sah (Novar, 2018).
III. METODEPENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Pendeka- tan deskriptif merupakan suatu pendekatan dimana dapat menggali informasi terkait objek atau perusahaan berdasarkan hasil observasi. Kuantitatif merupakan suatu proses ukur yang akan memberikan sutau hubungan dengan hasil pengamatan dan dilakukan dengan cara empiris atau matematis. Penelitian deskriptif kuantitatif merupakan jenis penelitian kuanti- tatif dengan menggunakan deskriptif observasional. Pada penelitian ini, pengumpulan data didapatkan berdasarkan observasi, wawancara dan kuesioner. serta dilakukan dengan studi literatur yang membahas mengenai metode yang digunakan dalam penyelesaian masalah.
Pengolahan data dalam penelitian ini didasarkan pada pengisian kuesioner dengan tujuan mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif. Data kuesioner dikumpulkan berdasar- kan wawancara berdasarkan pengetahuan ahli PG. Wringin Anom Situbondo.
Sebelum dilakukannya sebar kuisioner dan olah data, perlu dilakukannya pemetaan aktivitas bisnis menggunakan model SCOR. Model SCOR ini dapat membantu dalam mengidentifikasi risiko yang terjadi di sebuah perusahaan. Setelah dilakukan pemetaan aktivitas proses supply chain dan mengetahui identifikasi risiko perusahaan, maka dilakukan pengolahan data menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Konsep FMEA adalah mendefinisikan indeks keparahan, indeks kejadian dan indeks deteksi. Penentuan tingkat risiko menggunakan FMEA dilakukan dengan mengevaluasi tingkat keparahan (dampak), kejadian (probabilitas kegagalan) dan deteksi (seberapa lama dapat dideteksi). Setelah diperoleh S, O, dan D dilakukan perhitungan nilai Risk Prioritas Number (RPN). RPN merupakan skala prioritas risiko yang akan menentukan prioritas risiko terbesar hingga terkecil. Risk Prioritas Number (RPN) didapatkan berdasarkan hasil perhitungan dari perkalian nilai severity, occurance dan
detection. Hasil prioritas risiko yang telah teridentifikasi, dapat menentukan alternatif strategi yang tepat dalam meminimalkan kejadian risiko yang ada menggunakan proses AHP. AHP adalah salah satu alat pengambilan keputusan yang menggunakan banyak variabel dalam proses analisis multi langkah atau bertingkat.
IV. HASILDANPEMBAHASAN A. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan brainstorming pada pihak perusahaan yang meliputi kegiatan utama dalam rantai pasok, yang kemudian dilakukan penyebaran kuisioner. Wawancara dan pengisian kuisioner dilakukan oleh bidang terkait dengan aktivitas rantai pasok perusahaan yang memiliki kompetensi tinggi dalam hal tersebut General Manajer, Kepala Bidang Tanaman, Kepala Bidang Teknik, Kepala Bidang Pengolahan, Kepala Gudang dan Kepala Bidang QA.
1) Proses Bisnis Pada Rantai Pasok Perusahaan
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, proses bisnis pada aktivitas rantai pasok PG. Wringin Anom memiliki 3 proses dengan SCOR Model, meliputi :
a. Plan
Proses perencanaan (plan) ini meliputi seluruh rangkaian proses perencanaan. Mulai dari perencanaan dan pengendalian persediaan, perencanaan dalam memproduksi gula, perencanaan bahan baku, perencanaan kuantitas dan penyelarasan rantai pasok dengan keu- angan perusahaan.
b. Source
Proses Pengadaan (source) pada penelitian ini adalah proses pengadaan bahan baku utama yaitu tebu yang dipasok dari para petani, serta pengadaan bahan baku yang menun- jang kegiatan produksi
c. Make
Proses Pembuatan (make) dalam penelitian ini termasuk seluruh rangkaian proses di produksi pembuatan gula, mulai dari proses penggilingan hingga pengemasan.
2) Sistem Produksi a. Stasiun Gilingan
Tujuan dari stasiun penggilingan adalah untuk memisahkan nira yang masih mentah sebanyak mungkin dari tebu dan mengurangi kadar gula ke tingkat serendah mungkin.
b. Stasiun Ketel
Stasiun ketel berfungsi sebagai penghasil uap yang digunakan sebagai bahan bakar stasiun proses produksi. Bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan air pada boiler adalah ampas kering hasil stasiun gilingan yang dibawa menggunakan bagasse.
c. Stasiun Pemurnian
Pada proses pembersihan nira melali tahap sulfitasi dengan menambahkan gas SO₂ dan Ca(OH)2 yang disebut milk of lime (susu kapur), dengan tujuan untuk mengendapkan pengotor agar mudah dipisahkan pada proses pemurnian.
d. Stasiun Penguapan
Stasiun penguapan memiliki tujuan utama dalam menguapkan air pada nira, sehingga setelah air tersebut keluar dari badan akhir evaporator diharapkan dapat menjadi nira yang kental. Nira akan diuapkan hingga 4 kali, badan penguapan 1 memanaskan nira encer dari stasiun pemurnian dan selanjutnya dipanaskan dengan badan penguapan 2, setelah itu dipanaskan dengan badan penguapan 3 dan terakhir badan penguapan 4. Dari stasiun ini dihasilkan nira kental.
e. Stasiun Masakan dan Puteran
Selama proses pemasakan, terjadi penguapan sehingga nira yang kental telah menjadi jenuh dan gula yang dihasilkan mengkristal. Dalam menghindari kerusakan pada gula, proses yang terjadi didalam tekanan vakum dengan 60-65 mmHg dan pengaturan suhu sekitar 60-67°C. Dari proses kristalisasi, pada stasiun masakan tersebut diperoleh larutan kristal gula yang disebut massecuite, dimana selanjutnya akan diproses lagi pada stasiun
puteran. Stasiun puteran berfungsi untuk memisahkan kristal gula dan larutan sirup dalam massecuite dengan cara disaring. Kristal gula dengan diameter lebih besar dari pada diam- eter lubang pada saringan akan ditahan saat larutan sirup melewati saringan, sehingga kris- tal gula dapat menempel pada saringan tersebut. Larutan sirup keluar yang telah di saring melalui pemfilteran dan akan jatuh ke dalam tangki.
f. Stasiun Pengemasan
Proses pengemasan pada karung akan diisi gula dan ditimbang dengan berat 50 kg. kema- san akan dijahit agar isi produk gula terjaga dengan baik dengan dibantu alat konveyor.
3) Pemetaan Aktivitas Bisnis Berdasarkan SCOR
Pemetaan 3 aktivitas bisnis (plan, source, make) disesuaikan berdasarkan kegiatan rantai pasok perusahaan dan didapatkan melalui brainstorming dengan departemen terkait (General Manajer, Kepala Bidang Tanaman, Kepala Bidang Teknik, Kepala Bidang Pen- golahan, Kepala Gudang dan Kepala Bidang QA). Tujuan dilakukan pemetaan aktivitas rantai pasok ini untuk memudahkan suatu identifikasi risiko rantai pasok sehingga dapat mengetahui dimana suatu risiko dapat berpotensi muncul (Permana dkk, 2019). Berikut merupakan pemetaan aktivitas rantai pasok perusahaan berdasarkan SCOR.
Tabel 1
Pemetaan Aktivitas Rantai Pasok Perusahaan Berdasarkan SCOR
Level 1 Level 2 Level 3
Major Succes Sub Process Detail Activity
Plan Perencanaan kapasitas Merencanakan kapasitas giling yang akan dilakukan
Perencanaan produksi Merencanakan proses produksi
Source Proses Pengadaan bahan baku
Penjadwalan dan pengiriman bahan baku
Pengecekan kualitas bahan baku yang dikirim pemasok sebelum masuk
pabrik
Penerimaan dan penimbangan bahan baku
Menyimpan pada Gudang bahan baku/emplacement
Pemasok Evaluasi Pemasok
Make
Proses produksi tebu menjadi gula
Proses penggilingan tebu Proses pemurnian Proses penguapan Proses masakan dan puteran Produk jadi
Pengecekan kualitas produk dari hasil proses produksi
Pengemasan produk Penyimpanan produk di Gudang
produk jadi (Sumber: Data Perusahaan, 2023)
4) Identifikasi Risiko
Tahapan identifikasi risiko dalam penelitian ini didasarkan ruang lingkup SCOR pada aktivitas plan, resource dan make.
Tabel 2
Kejadian Risiko (Risk Event) Major
success Sub Process Detail Activity Ai Kejadian Risiko
Plan
Perencanaan ka- pasitas
Merencanakan kapasitas giling yang akan dil-
akukan
A1 Kapasitas giling tidak tercapai/rendah Perencanaan
produksi
Merencanakan proses produksi
A2 Perubahan mendadak dalam rencana produksi
A3 Keterlambatan jadwal produksi
Source Proses Penga- daan bahan baku
Penjadwalan dan pengi- riman bahan baku
A4 Keterlambatan dalam penerimaan ba- han baku
A5 Keterlambatan jadwal panen Pengecekan kualitas ba-
han baku yang dikirim pemasok sebelum masuk
pabrik
A6 Bahan baku yang tidak sesuai dengan standard
A7 Kuantitas bahan baku yang dipesan tidak sesuai
A8 Terjadinya antrian panjang saat pen- imbangan tebu
Major
success Sub Process Detail Activity Ai Kejadian Risiko
A9 Tebu yang dikirim tidak diinspeksi oleh bagian penerima barang Menyimpan pada
Gudang bahan baku/em- placement
A10 Kerusakan bahan baku saat penyim- pangan di Gudang A11 Kurangnya komunikasi dan informasi
antara pabrik dengan pemasok Pemasok Evaluasi Pemasok A12 Tidak melakukan evaluasi kinerja
pemasok
Make
Proses produksi tebu
Proses penggilingan A13 Kesalahan penggilingan tebu (setelah gilingan terlalu tinggi) A14 Terjadinya kecelakaan kerja
Proses pemurnian
A15 Gangguan bahan bakar pada stasiun ketel
A16 Kerusakan pada heater A17 Korosi pada pipa produksi A18 Turbidity (kekeruhan) nira encer di-
atas ketentuan A19 Kinerja evaporator kurang optimal Proses penguapan A20 Bentuk kristal tidak merata Proses Masakan dan put-
eran A21 Warna gula masih berwarna
coklat/kekuningan
Produk jadi
Pengecekan kualitas produk dari hasil proses
produksi
A22 Penurunan kualitas produk selama produksi berlangsung Pengemasan produk
A23 Karung plastik mudah sobek A24 Terjadi kesalahan saat proses penge-
masan Penyimpanan produk di
Gudang produk jadi
A25 Produksi gula di Gudang rusak A26 Terjadi kerusakan produk saat pemin-
dahan ke Gudang A27 Produk gula menumpuk di gudang Sumber: Data Perusahaan, 2023`
Setelah dilakukan identifikasi risiko perusahaan maka didapatkan 27 kejadian risiko (risk event) yang pernah terjadi ataupun sering terjadi dan menimbulkan gangguan dalam kegiatan rantai pasok.
5) Identifikasi Penyebab Risiko
Setelah dilakukan identifikasi risiko dan diketahui risiko-risiko yang muncul pada ak- tivitas rantai pasok perusahaan, selanjutnya penentuan daftar penyebab risiko yang menjadi dasar munculnya suatu risiko. Berikut daftar penyebab risiko:
Tabel 3 Identifikasi penyebab risiko
Ai Kejadian risiko (risk event) Pi Penyebab risiko (risk agent) A1 Perencanaan kapasitas giling tidak tercapai/ren-
dah
P1 Perolehan bahan baku tidak terkuasai P2 Peningkatan permintaan konsumen yang signif-
ikan
A2 Perubahan mendadak dalam rencana produksi P3 Terjadinya breakdown atau kerusakan mesin secara mendadak
A3 Keterlambatan jadwal produksi P4 Terjadinya kerusakan pada bahan baku A4 Keterlambatan dalam penerimaan bahan baku P5 Gangguan dalam proses pengiriman
P6 Terbatasnya SDM dalam tebang angkut A5 Keterlambatan jadwal panen P7 Lokasi lahan tebu yang tidak subur
P8 Perubahan cuaca yang tidak menentu A6 Bahan baku yang tidak sesuai dengan standard P9 Kurangnya pengawasan tebangan
P10 Inspeksi penerimaan bahan baku kurang teliti A7 Kuantitas bahan baku yang dipesan tidak sesuai P11 Ketersediaan bahan baku pada supplier sedikit
P12 Terjadi misskomunikasi dengan supplier A8 Terjadinya antrian panjang saat penimbangan
tebu P13 Terjadi kerusakan alat
A9 Tebu cacat yang dikirim lolos inspeksi oleh ba-
gian penerima barang P14 Kurangnya ketelitian oleh bagian penerima ba- rang
A10 Kerusakan bahan baku saat penyimpangan di Gudang
P15 Tidak adanya pengecekan rutin yang dilakukan perusahaan
P16 Fasilitas Gudang penyimpanan tidak memadai P17 Penyimpanan terlalu lama A11 Kurangnya komunikasi dan informasi antara
pabrik dengan pemasok P18 Tidak melakukan koordinasi secara berkala A12 Tidak melakukan evaluasi kinerja pemasok P19 Belum adanya ketentuan yang jelas dalam krite-
ria pemasok
A13 P20 Tidak dilakukan pengecekan secara berkala
Ai Kejadian risiko (risk event) Pi Penyebab risiko (risk agent) Kesalahan pengaturan gilingan tebu (setelan
gilingan terlalu tinggi) P21 Tenaga kerja salah dalam pengoperasian mesin A14 Terjadinya kecelakaan kerja P22 Tidak menggunakan APD dalam bekerja
P23 Kurang memperhatikan SOP K3 dalam bekerja A15 Gangguan bahan bakar pada stasiun ketel P24 Kurangnya arahan dari manajemen perusahaan
A16 Kerusakan pada heater P25 Penggunaan yang melebihi kapasitas
A17 Korosi pada pipa produksi P26 Presentive maintenance kurang maksimal A18 Turbidity (kekeruhan) nira encer diatas ketentuan P27 Tidak tersaringnya ampas tebu secara bersih A19 Kinerja evaporator kurang optimal P28 Kebersihan evaporator tidak terjaga A20 Bentuk kristal tidak merata P29 Bahan baku (bibit) kurang rata A21 Warna gula masih berwarna coklat/kekuningan P30 Kerusakan pada alat puteran A22 Penurunan kualitas produk selama produksi ber-
langsung P31 Bahan baku yang rusak karena proses produksi A23 Karung plastik mudah sobek P32 Proses penjahitan karung tidak dilakukan dengan
benar
A24 Terjadi kesalahan saat proses pengemasan P33 Kurang teliti atau fokus dalam bekerja A25 Produksi gula di gudang rusak P34 Penataan gula digudang kurang baik A26 Terjadi kerusakan produk saat pemindahan ke
Gudang P35 Terjadi kecelakaan kerja saat pemindahan ber- langsung
A27 Produk gula menumpuk di Gudang P36 Ruang gudang yang kurang luas Sumber: Data Perusahaan, 2023
Setelah dilakukan identifikasi penyebab risiko yang ada di perusahaan maka didapatkan 36 penyebab risiko (risk agent) yang menyebabkan perusahaan mengalami kegagalan atau masalah dalam kegiatan rantai pasok.
B. Penyusunan dan Penyebaran Kuesioner
Kuesioner dibuat berdasarkan hasil identifikasi risiko dalam pemetaan proses bisnis rantai pasok perusahaan dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat keparahan dampak ke- jadian risiko, tingkat peluang kemunculan penyebab risiko dan deteksi kegagalan risiko perusahaan. Kuesioner AHP adalah perbandingan berpasangan dari beberapa risiko yang memberikan skala dengan tingkat akurasi tinggi untuk menentukan bobot paling tinggi.
C. Pengolahan Data
Pada tahap pengolahan data ini, dilakukan pengolahan yang diperoleh dari para re- sponden untuk melakukan penilaian terhadap severity, occurrence, dan detection. Setelah didapatkan nilai dari kuesioner tersebut hasilnya kemudian akan menjadi dasar dalam proses analisis risiko dan penanganan risiko pada metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) serta Analytical Hierarchy Process (AHP).
1) Hasil Perhitungan Metode FMEA
Berdasarkan hasil kuesioner nilai severity (S), occurrence (O) dan detection (D) maka akan beralih dengan perhitungan nilai RPN dari data risiko yang ada. Hasil dari perhitungan RPN dapat dilihat pada dibawah ini:
Tabel 4
Pengolahan data FMEA hasil kuesioner
Ai Kejadian risiko S O D RPN Peringkat
A1 Kapasitas giling tidak tercapai/rendah 8 7 6 336 1
A2 Perubahan mendadak dalam rencana produksi 1 4 3 12 24
A3 Keterlambatan jadwal produksi 2 4 2 16 20
A4 Keterlambatan dalam penerimaan bahan baku 6 7 4 168 4
A5 Keterlambatan jadwal panen 3 3 3 27 11
A6 Bahan baku yang tidak sesuai dengan standard 2 5 3 30 10
A7 Kuantitas bahan baku yang dipesan tidak sesuai 4 4 2 32 9
A8 Terjadinya antrian panjang saat penimbangan
tebu 3 2 3 18 16
A9 Tebu yang dikirim tidak diinspeksi oleh bagian
penerima barang 3 3 5 45 5
A10 Kerusakan bahan baku saat penyimpangan di
Gudang 3 2 2 12 25
A11 Kurangnya komunikasi dan informasi antara
pabrik dengan pemasok 3 3 3 27 12
A12 Tidak melakukan evaluasi kinerja pemasok 4 3 3 36 7
A13 Kesalahan penggilingan tebu (setelah gilingan
terlalu tinggi) 3 2 3 18 17
A14 Terjadinya kecelakaan kerja 2 3 3 18 18
A15 Gangguan bahan bakar pada stasiun ketel 2 2 2 8 27
Ai Kejadian risiko S O D RPN Peringkat
A16 Kerusakan pada heater 2 4 3 24 13
A17 Korosi pada pipa produksi 2 4 5 40 6
A18 Turbidity (kekeruhan) nira encer diatas ke-
tentuan 2 2 4 16 21
A19 Kinerja evaporator kurang optimal 2 3 2 12 26
A20 Bentuk kristal tidak merata 2 2 4 16 22
A21 Warna gula masih berwarna coklat/kekuningan 3 2 3 18 19
A22 Penurunan kualitas produk selama produksi
berlangsung 3 4 2 24 14
A23 Karung plastik mudah sobek 3 4 2 24 15
A24 Terjadi kesalahan saat proses pengemasan 5 7 6 210 2
A25 Produksi gula di gudang rusak 5 7 5 175 3
A26 Terjadi kerusakan produk saat pemindahan ke
Gudang 2 4 2 16 23
A27 Produk gula menumpuk di Gudang 4 3 3 36 8
Total 1414
Rata-rata 52,37
Sumber: Data Primer diolah, 2023
Berdasarkan tabel diatas dengan memiliki 27 kejadian risiko, terdapat nilai rata-rata nilai RPN sebesar 52,37 yang merupakan nilai kritis RPN. Langkah selanjutnya adalah memberikan peringkat pada setiap nilai RPN yang dimulai dari RPN tertinggi ke terendah.
Hasil peringkat menunjukkan terdapat 4 risiko tertinggi yang memiliki nilai RPN tertinggi berdasarkan risiko kritis. 4 risiko tersebut menjadi risiko kritis dan prioritas yang harus ditangani agar kegagalan tidak terjadi secara terus menerus. Risiko dengan nilai tertinggi pertama adalah kapasitas giling tidak tercapai/rendah dengan nilai RPN sebesar 336, risiko kedua yakni adalah terjadi kesalahan saat proses pengemasan dengan nilai RPN sebesar 210, risiko ketiga adalah produksi gula di gudang rusak dengan nilai RPN sebesar 175, dan risiko keempat adalah keterlambatan dalam penerimaan bahan baku dengan nilai RPN sebesar 168. Daftar 4 prioritas risiko tersebut yang akan digunakan dalam Analytical Hier- archy Process (AHP).
2) Analytical Hierarchy Process (AHP)
a. Penyusunan Strategi Manajemen Risiko PG. Wringin Anom
Tabel 5
Alternatif Strategi Risiko PG. Wringin Anom Strategi Manejemen Risiko
Kejadian Faktor Risiko Kapasitas giling tidak
tercapai/rendah
Keterlambatan dalam pen- erimaan bahan baku
Produksi gula di gudang ru- sak
Terjadi kesalahan saat proses pengemasan Alternatif Strategi
1. Mengadakan ekspansi lahan tanam (A1) 2. Penyesuaian peralatan
dan proses (A2) 3. Penambahan supplier
cadangan bahan baku (A3)
1. Bekerja sama dengan pihak penyedia jasa pengiriman (B1) 2. Melakukan evaluasi
kerja pada pemasok (B2)
1. Pengecekan produk gula secara berkala dan menyeluruh (C1) 2. Pengaturan tata letak di gudang perlu diper- hatikan (C2)
1. Evaluasi kinerja kar- yawan (D1) 2. Penyempurnaan dan
penegasan terhadap SOP kerja (D1)
Sumber: Data Perusahaan, 2023
Dalam penelitian dapat diamati bahwa level atas memiliki tujuan utama berupa strategi manajemen risiko, level kedua memiliki kriteria berupa faktor risiko dan level ketiga mem- iliki subkriteria berupa alternatif strategi.
b. Perhitungan AHP
Dari data hasil kuisioner perbandingan berpasangan dibuatlah tabel perbandingan matriks berpasangan. Dengan memasukkan nilai masing-masing KPI maka diperoleh per- bandingan berpasangan setiap faktor resiko. Hasil setiap faktor risiko secara lengkap dit- ampilkan pada tabel dibawah ini, yaitu :
Tabel 6
Perbandingan Matriks Berpasangan Masing-Masing Faktor Risiko
A1 A2 A3 B1 B2
A1 1 2 3 B1 1 3
A2 0,5 1 2 B2 0,33 1
A3 0,33 0,5 1 Jumlah 1,33 4
Jumlah 1,833 3,5 6
C1 C2 D1 D2
C1 1 2 D1 1 4
C2 0,5 1 D2 0,25 1
Jumlah 1,5 3 Jumlah 1,25 5
Sumber: Data primer diolah,2023
Setelah mendapatkan matriks perbandingan berpasangan masing-masing faktor risiko akan dilakukan pembobotan yang dilanjutkan dengan pencarian vaktor eigen, alpha max, consistency index (CI) dan terakhir consistency ratio (CR) untuk mengetahui apakah bobot yang telah didapatkan dikatakan konsisten atau tidak. Matriks dikatakan konsisten apabila nilai CR ≤ 0,1. Untuk perhitungan proses AHP secara lengkap dapat dibaca pada lampiran.
Berikut adalah tabel hasil perhitungan bobot AHP berserta keterangannya.
Tabel 7
Hasil Pembobotan menggunakan AHP
Faktor Risiko Xi Alternatif Strategi Penanganan Risiko Bobot
Kapasitas giling tidak tercapai/rendah
A1 Mengadakan ekspansi lahan tanam 0,54 A2 Penyesuaikan peralatan dan proses 0,3 A3 Penambahan supplier bahan baku 0,16
Keterlambatan dalam pen- erimaan bahan baku
B1 Bekerja sama dengan pihak penyedia jasa
pengiriman 0,75
B2 Melakukan evaluasi kerja pada pemasok 0,25
Produksi gula di gudang rusak
C1 Pengecekan produk gula secara berkala dan
menyeluruh 0,67
C2 Pengaturan tata letak gudang perlu diper-
hatikan 0,33
Terjadi kesalahan saat proses pengemasan
D1 Evaluasi kinerja karyawan 0,8
D2 Penyempurnaan dan penegasan terhadap SOP
kerja 0,2
Sumber: Data Primer diolah, 2023
D) Hasil Pembahasan
Pada kegiatan rantai pasok di PG. Wringin Anom ini memiliki aliran rantai pasok yang kompleks. Dengan tahap awal melakukan pemetaan aktivitas rantai pasok menggunakan SCOR yakni Plan, Source dan Make untuk membantu dalam mengidentifikasi kejadian risiko yang terjadi. Setelah melakukan pemetaan menggunakan SCOR, didapatkan sebuah identifikasi risiko yakni sebanyak 27 risiko. Metode FMEA merupakan metode yang bisa digunakan untuk mitigasi risiko di suatu perusahaan. Melakukan penyebaran kuesioner pada pihak yang ahli dalam bidangnya dengan tujuan mendapatkan nilai Risk Priority Num- ber (RPN) dengan melihat nilai severity, occurrence dan detection. Pada tahap awal pen- gecekan hasil kuesioner risiko, hasil kuesioner akan dimasukan pada tabel perhitungan RPN dimana dalam tabel tersebut RPN dihitung dengan cara mengkalikan hasil S, O, dan D. RPN yang telah didapatkan akan dijumlah dan dihitung rata-rata nya lalu dibuatlah sis- tem perangkingan dimana risiko yang memiliki RPN paling besar menjadi peringkat tertinggi dan risiko yang memiliki RPN terkecil akan menjadi peringkat terendah.
Berdasarkan peringkat perhitungan RPN terdapat risiko yang memiliki nilai RPN tertinggi adalah kapasitas giling tidak tercapai dengan nilai RPN sebesar 336 dan nilai RPN terendah adalah gangguan bahan bakar pada stasiun ketel dengan nilai RPN sebesar 8.
Dengan total nilai 1414 dan rata-rata 52,37 maka dipilihlah daftar 4 besar risiko kritis atau prioritas risiko. Hasil 4 besar risiko kritis yang telah didapatkan, maka dilakukan
penyusunan strategi majemen risiko dengan tujuan memberikan beberapa alternatif strategi yang nantinya tepat untuk dipilih. Faktor risiko yang pertama yaitu kapasitas giling tidak tercapai memiliki 3 alternatif strategi penanganan risiko yaitu mengadakan ekspansi lahan tanam (A1), Penyesuaian peralatan dan proses (A2) dan penambahan supplier bahan baku (A3). Pada faktor risiko keterlambatan dalam penerimaan bahan baku memiliki 2 alternatif strategi penanganan risiko yaitu bekerja sama dengan pihak penyedia jasa pengiriman (B1) dan melakukan evaluasi kerja pada pemasok (B2). Pada faktor risiko produksi gula di gudang rusak memiliki 2 alternatif strategi penanganan risiko yaitu pengecekan produk gula secara berkala dan menyeluruh (C1) dan pengaturan tata letak di gudang perlu diper- hatikan (C2). Pada faktor risiko terjadi kesalahan saat proses pengemasan memiliki 2 alter- natif strategi penanganan risiko yaitu evaluasi kinerja karyawan (D1) dan penyempurnaan dan penegasan terhadap SOP kerja (D2).
Hasil perhitungan pembobotan tersebut, dipilih 1 alternatif yang tepat dalam menangani risiko yang terjadi. Pada faktor risiko kapasitas giling tidak tercapai/rendah dipilih alter- natif strategi yaitu mengadakan ekspansi lahan tanam karena memiliki nilai bobot lebih tinggi sebesar 0,54. Pada faktor risiko keterlambatan penerimaan bahan baku dipilih alter- natif strategi yaitu bekerja sama dengan pihak penyedia jasa pengiriman karena memiliki nilai bobot lebih tinggi sebesar 0,75. Pada faktor risiko produk gula rusak di gudang dipilih alternatif strategi yaitu pengecekan produk gula secara berkala dan menyeluruh karena memiliki nilai bobot lebih tinggi sebesar 0,67. Pada faktor risiko terjadinya kesalahan saat pengemasan dipilih alternatif strategi yaitu evaluasi kinerja karyawan karena memiliki nilai bobot lebih tinggi sebesar 0,8.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan pada penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemetaan aktivitas bisnis menggunakan SCOR didapatkan 27 kejadian risiko (risk event) yang disebabkan oleh 36 penyebab risiko (risk agent) dari proses plan, source dan make. Hasil identifikasi risiko tersebut selanjutnya digunakan un- tuk menentukan nilai RPN. Menurut Penelitian Suryaningrat, 2019 mengatakan nilai Risk Priority Number (RPN) diperoleh dengan cara mengalikan nilai severity, occurrence dan detection. Nilai RPN yang telah di hitung selanjutnya diperingkatkan berdasarkan nilai tertinggi ke terendah, sehingga didapatkan 4 prioritas risiko yang harus dilakukan sebuah mitigasi agar tidak menganggu kegiatan rantai pasok di PG. Wringin Anom Situbondo.
Keempat prioritas risiko yang termasuk risiko kritis dan akan diberikan usulan perbaikan atau alternatif strategi yang tepat berdasarkan nilai pembobotan. Pada faktor risiko kapasi- tas giling tidak tercapai/rendah dipilih alternatif strategi yaitu mengadakan ekspansi lahan tanam. Faktor risiko keterlambatan penerimaan bahan baku dipilih alternatif strategi yaitu bekerja sama dengan pihak penyedia jasa pengiriman. Faktor risiko produk gula rusak di gudang dipilih alternatif strategi yaitu pengecekan produk gula secara berkala dan menye- luruh. Faktor risiko terjadinya kesalahan saat pengemasan dipilih alternatif strategi yaitu evaluasi kinerja karyawan.
PUSTAKA
Apriyani, D., Nurmalina, R dan Burhanuddin. (2018). Evaluasi Kinerja Rantai Pasok Sayuran Organik Dengan Pendekatan Supply Chain Operation Reference (SCOR). Jurnal Ilmiah Manajemen, 8(2), 312 – 335.
dx.doi.org/10.22441/mix.2018.v8i2.008
Ardiansyah, N., & Wahyuni, H. C. (2019). Analisis Kualitas Produk Dengan Menggunakan Metode FMEA dan Fault Tree Analisys (FTA) Di Exotic UKM Intako. PROZIMA (Productivity, Optimization and Manufacturing System En- gineering), 2(2), 58. https://doi.org/10.21070/prozima.v2i2.22 00
Failenggo, E. & Sumantika A. (2021). Analisis Risiko Pada Proses Produksi Pabrik Tahu Kharisma. Jurnal Comasie, 5(4), 30-39. http://ejournal.upbatam.ac.id/index.php/comasiejournal
Grover, A. K., & Dresner, M. (2022). A Theoretical Model on How Firms Can Leverage Political Resources to Align with Supply Chain Strategy for Competitive Advantage. In Journal of Supply Chain Management.
https://doi.org/10.1111/jscm.12284
Islam, S.S., Lestari, T., Fitriani, A., Wardani, D.A. (2020). Analisis Preventive Maintenance Pada Mesin Produksi dengan Metode Fuzzy FMEA. Jurnal Teknologi Terpadu, 8(1), 1-8. http://dx.doi.org/10.30996/heuristic.v17i2.4648 Jiroyah, Fakhma Nur Muflihah. (2022). Integrasi Model SCOR Dan House Of Risk Untuk Menentukan Mitigasi Risiko
Supply Chain Management Pada Proses Produksi (Studi Kasus Di Cv. Ar Rouf). Jurnal Industri&Teknologi Sa- mawa, 3(2), 101–109
Leppe, E.P. dan Karuntu, M. (2019). Analisis Manajemen Rantai Pasokan Industri Rumahan Tahu Di Kelurahan Bahu Ma- nado. Jurnal Emba, 7(1), 201 – 210. https://doi.org/10.35794/emba.v7i1.22347
Martono, R. (2015). Manajemen Logistik Terintegrasi. PPM Manajemen, Jakarta.
M. A. Ilhamizar, A. Y. Ridwan and M. D. Akbar. (2018). Perancangan Sistem Monitoring Kinerja Distribusi Produk Beras Menggunakan Metode SCOR Dan AHP Pada Bulog Subdivre Bandung. 5(3), 6904.
M. F. Novar, A. Y. Ridwan dan B. Santosa. (2018). SCOR and AHP Based Monitoring Dashboard to Measure Rice Sourcing Performance at Indonesian Bureau of Logistics. 1-6. https://doi.org/10.1109/TSSA.2018.8708814
Paul J. (2014). Panduan penerapan tranformasi rantai suplai dengan metode SCOR. Jakarta (ID): Penerbit PPM.
Permana, R.A., Ridwan, A.Y., Yulianti, F. (2019). Perancangan Sistem Monitoring Ketahanan Pangan Dan Mitigasi Risiko Distribusi Beras Menggunakan Metode FMEA Dan AHP Pada Bulog Subdivre Bandung. Proceedings of Engi- neering, 6(2), 1-9.
Pertiwi, P., Nurhantari, Y., & Budihardjo, S. (2019). Hazard identification, risk assesment and risk control serta penerapan risk mapping pada rumah sakit hewan Prof. Soeparwi Universitas Gadjah Mada. Berita Kedokteran Masyarakat, 35(2), 55. https://doi.org/10.22146/bkm.42376
Pujawan IN, Mahendrawathi. (2017). Supply chain management. Edisi ke 3. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Putri, I. N. (2020). Analisis Risiko Kegagalan Produk Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Menggunakan House Of Risk Dan Supply Chain Operations Reference. Jurnal Optimasi Teknik Industri (JOTI), 2(1), 19.
https://doi.org/10.30998/joti.v2i1.4049
Ridwan, A., Ferdinant, P.F., Laelasari, N. (2019). Simulasi Sistem Dinamis Dalam Perancangan Mitigasi Risiko Pengadaan Material Alat Excavator Dengan Metode FMEA Dan Fuzzy AHP. Jurnal Teknik Mesin Untirta, 5(1), 51-56.
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl
Sherina, A. E. (2021). Usulan Perancangan Mitigasi Risiko Rantai Pasok Menggunakan Metode House of Risk (Studi Kasus pada UKM Maketees). Teknik Industri, Universitas Islam Indonesia.
Studi, P., Industri, T., Teknik, F., Kudus, U. M., Lingkar, J., Gondangmanis, U., Kudus, B., & Tengah, J. (2018). ANALISIS RESIKO MUSCULOSCELETAL DISORDER. Jurnal Rekayasa Sistem Industri. Teknik Industri, 3(2), 97–10.
Suryaningrat, I.B., Febriyanti, W. & Amilia, W. (2019). Identifikasi Risiko Pada Okra Menggunakan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Di PT. Mitratani Dua Tujuh Di Kabupaten Jember. Jurnal Agroteknologi, 13(1), 26-27.
Sumantika, A., Susanti E. & Tarigan. (2022). Analisis Rantai Pasok Berbasis Supply Chain Operation Reference (SCOR) Pada Usaha Tahu Kota Batam. Jurnal Inovasi Penelitian, Vol. 03, No. 01, hal 4265-4272.
https://doi.org/10.47492/jip.v3i1.1631
Rinoza, M., Junaidi, Ahmad, F., & Kurniawan. (2021). Analisa RPN (Risk Priority Number) Terhadap Keandalan Komponen Mesin Kompresordouble Screw Menggunakan Metode FMEA di Pabrik Semen PT. XYZ. Buletin Utama Teknik, 17(1), 34–40. https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/but/article/view/4311/3087
Teknologi, D., Pertanian, I., Pertanian, F. T., Mada, U. G., & No, J. F. (2021). Mitigasi Risiko pada Industri Pengalengan Gudeg Risk Mitigation at Industrial Canning Gudeg. 41(2), 107–123. https://doi.org/10.22146/agritech.35704 Yanto, M. (2021). Sistem Penunjang Keputusan Dengan Menggunakan Metode AHP Dalam Seleksi Produk. Jurnal
Teknologi dan Informasi Bisnis, 3(1), 1-8. https://doi.org/10.47233/jteksis.v3i1.161
.