• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.BAB II Pemilihan dan Deskripsi Proses fix

N/A
N/A
Brielle Amora

Academic year: 2023

Membagikan "7.BAB II Pemilihan dan Deskripsi Proses fix"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

2.1.1. Bahan Baku

Minyak nabati ataupun lemak hewan yang mengandung trigliserida merupakan bahan baku utama pembuatan gliserol. Gliserol dapat dihasilkan dari minyak kelapa, minyak biji kapas, miyak jarak, minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit dan lain-lain. Selain itu sintesis propilen dan reaksi dari hidrokarbon petrokimia juga dapat menghasilkan gliserol. Gliserol dihasilkan dari mereaksikan trigliserida dengan alkohol melalui proses transesterifikasi, mereaksikan trigliserida dengan air melalui proses hidrolisa, dan penambahan basa berupa NaOH (natrium hidroksida) atau KOH (kalium hidroksida) melalui proses saponifikasi.

2.1.2. Proses Pembuatan Gliserol

Pada pembuatan gliserol terdiri dari beberapa proses seperti, proses transesterifikasi, proses saponifikasi lemak dengan basa, dan proses hidrolisis (Santoso dkk., 2016).

2.1.2.1. Proses Transesterifikasi

Transesterifikasi merupakan reaksi setimbang dan transformasinya terjadi karena adanya pencampuran reaktan. Pada proses transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alhkohol menggunakan basa kuat atau asam kuat sebagai katalis untuk menghasilkan campuran asam lemak dan gliserol. Katalis berfungsi untuk mempercepat pengaturan kesetimbangan (Manurung, 2006). Dalam reaksi transesterifikasi, katalis yang sering digunakan yaitu katalis basa NaOH dan KOH.

Kelebihan dari katalis basa yaitu murah dan memiliki konversi trigliserida yang tinggi (> 98%) serta waktu reaksi yang lebih cepat (30 menit). Selain itu katalis basa juga memiliki kekurangan dimana prosesnya sangat sensitif terhadap air dan asam lemak bebas (ALB). Tingginya kandungan asam lemak bebas akan mengakibatkan saponifikasi yang dapat menguragi yield dari reaksi. Oleh karena itu asam lemak

II-1

(2)

bebas perlu di-pretreatment terlebih dahulu sehingga menambah biaya proses (Tan dkk., 2013). Gambar 2.1 menunjukkan reaksi transesterifikasi trigliserida (TAG) menjadi metil ester atau biodiesel dan gliserol (Andrade dkk., 2017).

Gambar 2.1 Reaksi transesterifikasi

2.1.2.2. Proses Saponifikasi

Saponifikasi merupakan proses penyabunan yang mereaksikan suatu lemak atau gliserida dengan basa (Widyasanti dkk., 2017). Pada proses saponifikasi terjadi hidrolisis dari trigliserida dengan basa yang menghasilkan dua produk berupa garam dari asam lemak (sabun) dan gliserol. Kelemahan proses ini yaitu memerlukan biaya tambahan untuk pengadaan reaktan NaOH sehingga diperlukan peralatan tambahan yang meningkatkan biaya produksi. Gambar 2.2 menunjukkan reaksi saponifikasi trigliserida menjadi sabun dan gliserol (Tan dkk., 2013).

Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi

2.1.2.3. Proses Hidrolisis

Hidrolisis dapat dilakukan tanpa katalis yaitu dengan Metode Colgate- Emery, yaitu pemisahan secara kontinyu tanpa katalis dengan kondisi operasi standarnya (250 oC dan 5 MPa) . Produk yang dihasilkan yaitu asam lemak dan

(3)

gliserol dan memberikan konversi hingga 99,7% (Natelson dkk., 2015). Reaksi hidrolisis sama halnya seperti reaksi saponifikasi, akan tetapi pada hidrolisis trigliserida bereaksi dengan air untuk menghasilkan asam lemak dan gliserol. Selama hidrolisis diperoleh fasa ringan berupa asam lemak dan fasa berat berupa campuran gliserol dengan beberapa zat pengotor yang disebut sweetwater. Pada reaksi hidrolisis, setiap molekul dari trigliserida akan menghasilkan 1 mol gliserol dan 3 mol asam lemak (Tan dkk., 2013). Reaksi hidrolisis trigliserida (TAG) menjadi asam

lemak dan gliserol dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut (Andrade dkk., 2017).

Gambar 2.3 Reaksi hidrolisis

2.1.3. Perbandingan Proses

Proses Hidrolisis memiliki kelebihan yaitu proses pemisahan gliserol dan asam lemak terjadi lebih cepat dan menghasilkan gliserol dengan kemurnian tinggi. Prosesnya terjadi pada temperatur dan tekanan tinggi, kontinu dan berlawanan arah. Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan proses transesterifikasi, saponifikasi, dan hidrolisis.

Tabel 2.1 Perbandingan proses pembuatan gliserol

Transesterifikasi Saponifikasi Hidrolisis

Kandungan gliserol awal 75%

Kandungan gliserol awal 83-84%

Kandungan gliserol awal 88-90%

Kemurnian gliserol ±99% Kemurnian gliserol ±90% Kemurnian gliserol ±99%

Bahan baku malah Bahan baku murah Bahan baku murah Tahap pemurnian banyak Tahap pemurnian panjang

dan bahan pembantu banyak

Tahap pemurnian lebih singkat

Kondisi operasi pada

tekanan 1 atm dan Kondisi operasi pada

tekanan 1 atm dan Kondisi operasi pada tekanan 50-55 atm dan

(4)

Transesterifikasi Saponifikasi Hidrolisis temperatur 60-70oC temperatur 55-65oC temperatur 80-260oC Memerlukan katalis Memerlukan katalis Bisa atau tanpa

menggunakan katalis 2.2. Deskripsi Proses

Prararancangan pabrik gliserol menggunakan proses hidrolisis (Continuous Splitting). Proses hidrolisis terjadi pada temperatur 80–260oC dan tekanan 50–55 atm. Proses pengolahan sampai menghasilkan produk berupa gliserol, melewati beberapa tahapan utama yaitu:

a. Persiapan bahan baku

b. Proses hidrolisis (continuous fat splitting) c. Pemurnian gliserol

2.2.1. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku Crude Palm Oil (CPO) diperoleh dari PKS Tanjung Seumantoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.

CPO dialirkan melalui pipa ke tangki penampung CPO (T-101) berbentuk silinder vertikal yang dilengkapi dengan pemanas. Kemudian di dalam tangki penampung CPO (T-101) CPO dipanaskan hingga temperatur 55oC. Selanjutnya CPO dialirkan ke dalam heater CPO (E-101) untuk dipanaskan menjadi 210 oC. Kemudian CPO dipompa hingga tekanan 55 atm menuju bagian bawah reaktor Continuous Fat Splitting (R-201).

Bahan baku air diperoleh dari Sungai Tamiang, Kabupaten Aceh Tamiang yang dialirkan melalui pipa. Air sebagai bahan baku diproses terlebih dahulu di Unit Utilitas untuk menghilangkan impurities maupun logam di dalamnya. Sebelum air dimasukkan ke dalam reaktor Continuous Fat Splitting, air dipanaskan dengan heater air proses (E-102) hingga suhu 210 oC. Kemudian air dipompa hingga 55 atm menuju bagian atas reaktor Continuous Fat Splitting (R-201).

Reaksi antara CPO dan air berlangsung di dalam reaktor Continuous Fat Splitting (R-201). Kemudian saturated steam pada 312 oC dan tekanan 55 atm dialirkan ke bagian tengah reaktor untuk membuat keadaan reaktor bersuhu 260oC dan tekanan 55 atm sehingga proses hidrolisis terjadi.

(5)

2.2.2. Proses Hidrolisis (Continuous Fat Splitting)

Reaksi antara CPO dan air berlangsung dalam reaktor Continuous Fat Splitting yang beroperasi pada suhu 260oC dan tekanan 55 atm. Reaksi yang terjadi di dalam reaktor Continuous Fat Splitting (R-201) menghasilkan 2 produk yaitu asam lemak dan gliserol. Reaktor Continuous Fat Splitting merupakan reaktor menara lawan arah, dimana asam lemak menuju bagian atas kolom yang berfasa gas sedangkan gliserol yang bercampur dengan impurities (sweetwater) menuju bagian bawah kolom yang berfasa cair. Selanjutnya sweetwater dialirkan ke tangki flash sweetwater (FT-201) dan asam lemak dialirkan ke tangki flash asam lemak (FT-202).

Asam lemak dari tangki flash asam lemak (FT-202) didinginkan suhunya menjadi 120oC di cooler asam lemak I (E-202) dan didinginkan lagi hingga suhu 35 oC di cooler asam lemak II (E-203) , kemudian dialirkan menuju tangki penampung asam lemak (T-201). Sedangkan sweetwater masuk ke unit pemurnian produk agar gliserol yang dihasilkan menjadi murni.

2.2.3. Pemurnian Gliserol

Sweetwater yang keluar dari tangki flash sweetwater (FT-201) didinginkan di cooler sweetwater (E-201) hingga suhu 60oC. Kemudian sweetwater dialirkan menuju decanter (DC-201) untuk memisahkan gliserol dengan CPO yang terdapat dalam sweetwater. Gliserol yang masih mengandung air dimasukkan ke dalam evaporator (EV-201) untuk memisahkan gliserol dan air sehingga dapat meningkatkan konsentrasi gliserol hingga 99,5%. Kemudian gliserol didinginkan terlebih dahulu hingga suhunya menjadi 35oC di cooler gliserol (E-301). Kemudian gliserol dialirkan dialrikan ke Tangki Bleaching (BT-301) untuk dihilangkan warna dan baunya dengan menggunakan Poly Alumunium Chlorid (PAC). Selanjutnya gliserol dialirkan melewati filter press (FP-301) untuk memisahkan PAC yang terikut gliserol. Kemudian gliserol dengan kemurnian 99,5% dialirkan menuju Tangki Penampungan Gliserol (T-301) dan siap untuk dipasarkan.

Adapun blockflow diagram (BFD) untuk proses hidrolisis trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(6)
(7)

Referensi

Dokumen terkait

By the analysis explained later, the writer hopes the reader understand the form and treatment of racial segregation from the portrayal of The Secret Life of

In addition, teachers playan important role in shaping the character of learners in the school environment by offering examples of ethical behavior Widiastuti, n.d.. Based on the