IKTISYAF: Jurnal Ilmu Dakwah dan Tasawuf https://jurnal.stidsirnarasa.ac.id/index.php/iktisyaf E-ISSN: 2774-5511, P-ISSN: 2809-0527
Volume 4, Nomor 1, 2022, Hal 21-35
Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Sirrnarasa
Regulasi Diri dalam Membangun Motivasi
Yandi Cahya Yundani 1
1STID Sirnarasa panjalu, Ciamis, Indonesia [email protected]
ABSTRAK
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan manusia. Salah satu kegiatan Pendidikan yang nampak adalah bersekolah, individu yang bersekolah akan melewati beberapa tingkatan dimana dalam melewati tingkatan- tingkatan tersebut akan banyak menghadapi hambatan-hambatan baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Namun kondisi pandemi mengharuskan pendidikan dan sekolah dilakukan secara daring yang mengakibatkan siswa belajar di rumah secara daring dan tidak bertatap muka. Belajar daring mempengaruhi motivasi belajar siswa. Hal tersebutlah yang melatar belakangi dalam penulisan artikel ini.
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui konsep regulasi diri dalam membangun motivasi. Regulasi diri merupakan hal penting dalam membangun motivasi individu, dimana regulasi diri lebih menekankan pada kognisi agar dapat menangkal dan mengubah pengaruh negatif dari lingkungan sosial.
Kata Kunci : Regulasi Diri; Motivasi; pendidikan;
ABSTRACT
Education is very important and plays a role in human life. One of the visible educational activities is going to school, individuals who go to school will pass through several levels where in passing these levels will face many obstacles both from within themselves and from outside themselves. However, the pandemic conditions require education and schools to be conducted online, which causes students to study at home online and not face to face. Learning online affects students' learning motivation. This is the background in writing this article. The purpose of writing this article is to determine the concept of self-regulation in building motivation. Self-regulation is important in building individual motivation, where self-regulation places more emphasis on cognition in order to counteract and change negative influences from the social environment.
Keywords : Self Regulation; Motivation; Education;
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan berperan dalam kehidupan manusia. “Mencerdaskan kehidupan Bangsa” merupakan amanat UUD 1945 yang harus dijalankan oleh semua orang di negara ini.
Salah satu kegiatan Pendidikan dalam upaya melaksanakan amanat UUD 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang nampak adalah bersekolah. Individu yang bersekolah akan melewati beberapa tingkatan dimana dalam melewati tingkatan-tingkatan tersebut akan banyak menghadapi hambatan-hambatan baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya. Pada era 4.0 yang serba digital ini, sekolah sudah banyak menggunakan teknologi digitalisasi apalagi pada masa pandemi sekarang yang mengharuskan seluruh warga untuk melakukan social distancing atau menjaga jarak. Dengan adanya aturan social distancing tersebut maka sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan Pendidikan di sekolah, dimana proses Pendidikan harus menggunakan metode dalam jaringan (daring). Dalam proses sekolah secara daring banyak mengalami hambatan, dalam hal ini yang sangat nampak dan menonjol adalah menurunnya motivasi belajar peserta didik yang diakibatkan sulitnya mengontrol langsung proses pembelajaran.
Hamzah (2011: 31) berpendapat bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam diri dan luar diri siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya. Dimana dorongan eksternal sangatlah berperan bagi individu yang akan berpengaruh kepada keinginan untuk mendorong individu tersebut mengalami perubahan melalui proses pembelajaran. Dorongan eksternal tersebut tercipta oleh suasana akademik yang tercipta di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung.
Kemudian menurut Sardiman (2011: 40), motivasi belajar meliputi dua hal: (1) mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Mengetahui apa yang akan dipelajari dan memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari maka akan tumbuh
keinginan untuk belajar. Dengan demikian motivasi belajar sangat penting karena berpengaruh dalam keberhasilan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Emda (2018:181) bahwa proses pembelajaran akan mencapai keberhasilan apabila siswa memiliki motivasi belajar yang baik. Dalam proses pembelajaran itu sendiri peran pengajar, guru dan atau dosen sangatlah berperan penting dalam menciptakan iklim belajar dan pembelajaran yang dapat memotivasi dan memberikan semangat bagi peserta didik.
Menurut Sari & Rusmin (2018: 80-88) iklim belajar yang diciptakan pembelajaran daring turut mempengaruhi motivasi belajar siswa, jika dalam pembelajaran luring guru mampu menciptakan suasana kelas kondusif untuk menjaga motivasi belajar siswa agar pembelajaran dapat tercapai karena iklim kelas memiliki pengaruh yang signifikan dengan motivasi belajar. Kondisi pembelajaran daring menyulitkan guru dalam mengontrol dan mengkondisikan serta menjaga iklim pembelajaran karena dibatasi oleh ruang virtual.
Melihat kondisi seperti ini, membuat guru dan siswa merasa tidak nyaman dalam melaksanakan pembelajaran dengan berbagai faktor penghambat baik itu faktor penghambat yang sifatnya dari luar diri individu atau bahkan yang timbul dari diri individu itu sendiri. Menurut Jeniffer Joi Tanaputra (dalam Abbas, E. W., & Erlyani, N., 2020) kondisi belajar dengan menggunakan metode daring membuat mahasiswa tidak nyaman karena tidak saling bertemu untuk bertatap muka langsung dalam menciptakan suasana kelas. Hal yang dibutuhkan saat ini bagi pelajar adalah bagaimana mempertahankan motivasi dalam belajar meskipun belajar hanya bertatap muka melalui media virtual.
Dari hasil penelitian Cahyani dkk (2020) menjelaskan bahwa motivasi belajar pada siswa yang mengikuti pembelajaran daring atau online di tengah situasi pandemik virus Covid-19 ini mengalami penurunan.
Kemudian menurut Febrianti (2021) pandemi Covid-19 sangat mempengaruhi motivasi belajar dimana akibatnya menurunkan motivasi belajar. Yang mempengaruhi motivasi belajar itu sendiri bersumber dari tidak bisa bertemunya langsung antara satu sama lain dan iklim pembelajaran tidak terbentuk dalam memotivasi setiap peserta didik
karena yang terjadi dalam proses pembelajaran hanya berhadapan dengan layar monitor atau bahkan hanyalah layar hand phone.
Dalam hal ini guru harus bisa menerapkan konsep kemandirian belajar kepada siswa meskipun proses pembelajaran dilakukan secara daring dari rumah masing-masing. Siswa atau mahasiswa yang mandiri dalam belajar akan memilliki kemampuan memecahkan masalah khususnya meningkatkan kemandirian belajar berkaitan dengan cara belajar siswa atau mahasiswa, cara mengatur aktivitasnya siswa atau mahasiswa seperti itu dikenal dengan istilah Self Regulation atau Regulasi Diri. Istilah self regulation memiliki kemiripan dengan istilah self control, dimana self regulation menekankan kepada tiga aspek yang harus dikendalikan yaitu pemikiran, perasaan, dan perilaku yang digunakan untuk merujuk kepada konsep-konsep umum dalam berperilaku yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Sedangkan self control merujuk kepada pengendalian dorongan-dorongan yang sifatnya muncul dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar.
Konsep regulasi diri pertama kali dipublikasikan oleh Bandura. Menurut Bandura (dalam Ghufron & Risnawita: 2010) konsep regulasi diri bahwa individu tidak dapat secara efektif beradaptasi dengan lingkungannya selama mampu membuat kontrol pada proses psikologinya maupun perilakunya. Diperjelas oleh Bauer & Baumeister (2011) Regulasi diri adalah proses dalam kepribadian yang penting bagi individu untuk berusaha mengendalikan fikiran, perasaan, dorongan dan hasrat dari ransangan luar diri agar sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan cita - cita. Menurut Bandy & Moore (2010 : 23) Regulasi diri juga penting bagi anak karena anak pada proses pertumbuhan akan belajar bagaiman cara mengendalikan emosi yang baik misalnya ketika dalam kelas dapat tenang dan mengangkat tangan ketika izin atau bicara, ataupun mengendalikan kemarahan mereka seperti menangis yang berlebihan Erat kaitannya antara regulasi diri dengan motivasi belajar, seperti hasil penelitian dari Apranadyanti (2010) bahwa keberhasilan seseorang dalam menjalani sesuatu termasuk pencapaian prestasi dalam Pendidikan bukan hanya dipengaruhi oleh IQ semata, namun regulasi diri juga memiliki peranan penting di dalamnya karena dengan memiliki regulasi
diri yang dikatakan tinggi maka individu akan mampu mengendalikan fikiran, perasaan, dorongan dan hasrat dari ransangan luar diri agar sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan cita - cita.
Berdasarkan hasil penelitian Erlina (2019) dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara regulasi diri dengan motivasi belajar pada siswa.
Semakin tinggi regulasi diri maka semakin tinggi motivasi belajar pada siswa, dan sebaliknya semakin rendahnya regulasi diri seseorang maka akan semakin rendah juga motivasinya untuk belajar dan mengejar cita- citanya. Seseorang yang memiliki IQ tinggi belum tentu memiliki motivasi yang tinggi juga terutama yang berkaitannya dengan motivasi belajar, peran regulasi diri sangatlah penting untuk menopang IQ yang tinggi. IQ seseorang yang dikatakan rata-rata saja ketika memiliki regulasi diri yang baik maka akan memiliki motivasi belajar yang tinggi dan menghasilkan prestasi yang diinginkan sesuai tujuan.
Dalam membangun motivasi diri terutama motivasi belajar siswa, maka harus memperhatikan regulasi diri terlebih dahulu karena regulasi diri sangat mempengaruhi dan memegang peranan penting. Zimmerman dan Schunk (dalam Ablard & Lipschultz, 1998) menegaskan bahwa self- regulated learning upaya mengatur diri dalam belajar, dengan mengikutsertakan kemampuan metakognisi, motivasi dan perilaku aktif.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengkaji dan membahas Konsep Regulasi Diri dalam Membangun Motivasi. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur, dimana penulis menelusuri hasil-hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan regulasi diri dan motivasi
LANDASAN TEORITIS
Istilah self regulation memiliki kemiripan dengan istilah self control, dimana self regulation menekankan kepada tiga aspek yang harus dikendalikan yaitu pemikiran, perasaan, dan perilaku yang digunakan untuk merujuk kepada konsep-konsep umum dalam berperilaku yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Sedangkan self control merujuk kepada pengendalian dorongan-dorongan yang sifatnya muncul dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitar. Asal usul atau akar dari teori regulasi diri adalah teori sosial kognitif yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Menurut Bandura (Ghufron & Risnawita, 2010) konsep regulasi diri bahwa
individu tidak dapat secara efektif beradaptasi dengan lingkungannya selama mampu membuat kontrol pada proses psikologinya maupun perilakunya. Diperjelas oleh Bauer & Baumeister (2011) Regulasi diri adalah proses dalam kepribadian untuk berusaha mengendalikan fikiran, perasaan, dorongan dan hasrat dari ransangan luar diri agar sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan cita - cita.
Menurut (Tri Wibowo, 2011 : 445) Regulasi diri merupakan pemikiran, perasaan, dan tindakan yang dimunculkan dari dalam diri sendiri yang direncanakan dan disesuaikan untuk mencapai tujuan pribadi. Menurut Bandy & Moore (2010 : 23) Regulasi diri juga penting bagi anak karena anak pada proses pertumbuhan akan belajar bagaiman cara mengendalikan emosi yang baik misalnya ketika dalam kelas dapat tenang dan mengangkat tangan ketika izin atau bicara, ataupun mengendalikan kemarahan mereka seperti menangis yang berlebihan.
Menurut beberapa ahli diatas dapat dijelaskan bahwa regulasi diri merupakan bagian penting dalam diri karena dalam proses pembelajaran dapat mengontrol emosi di dalam dirinya dan hambatan-hambatan dari luar dirinya sendiri.
Menurut (Alwisol, 2018 : 301) Manusia memiliki kemampuan untuk bepikir, kemudian kemampuan tersebut yang nantinya akan dapat memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia dengan cara mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu pada fungsi-fungsi persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku.
Menurut (Agus Abdul Rahman, 2013 : 69) ada istilah triadic model of self regulation
yang membagi menjadi tiga aspek pengaturan diri yang harus dilakukan yaitu: a). Covert regulation merujuk pada pengaturan kognitif dan afektif sehingga mendukung atau tidak mengganggu proses pencapaian tujuan.
b). Behavioral regulation menunjuk pada pengaturan perilaku yang sekiranya menjadi persyarat bagi tercapainya tujuan tersebut. C).
Environmental regulation menunjuk pada pengamatan dan pengelolaan lingkungan sehingga support terhadap proses pencapaian tujuan.
Salah satu kunci pencapaian prestasi seseorang adalah peran dari regulasi diri. Proses regulasi diri melibatkan kearifan seseorang untuk menghasilkan pikiran, perasaan dan tindakan, merencanakan serta mengadaptasikannya guna mencapai tujuan-tujuannya.
Regulasi diri dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Bandura (dalam Alwisol, 2004) mengatakan bahwa tingkah laku manusia dalam regulasi diri adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dan faktor internal akan dijelaskan sebagai berikut:
Pertama Faktor Eksternal. Dua cara faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri: a). Standar yaitu Tingkah laku seseorang distandarisasi oleh faktor eksternal, standar itu sendiri bukan semata-mata didasari oleh internal saja namun juga berasal dari faktor-faktor lingkungan, yang berinteraksi dengan faktor pribadi juga turut membentuk standar pengevaluasian individu tersebut. Anak belajar baik-buruk, benar-salah melalui orang tua dan gurunya, tingkah laku yang dikehendaki dan yang tidak dikehendaki. Anak kemudian mengembangkan standar yang dapat ia gunakan dalam menilai prestasi diri, hal tersebut sebagai bukti pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas.
b). Penguatan (reinforcement) yaitu Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberikan kepuasan, manusia membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku biasanya bekerja sama, ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.
Kedua Faktor Internal. Faktor eksternal berinteraksi dengan faktor internal dalam regulasi diri sendiri. Bandura (dalam Alwisol, 2004) mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal: a). Observasi diri (self observation): Dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan, kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri, dan seterusnya. Observasi diri terhadap performa yang sudah dilakukan. Manusia sanggup memonitor penampilannya meskipun tidak lengkap atau akurat. Kita memilih
dengan selektif sejumlah aspek perilaku dan mengabaikan aspek lainnya yang dipertahankan biasanya sesuai dengan konsep diri.
b). Proses penilaian (judgmental process): Proses penilaian bergantung pada empat hal: standar pribadi, performa-performa acuan, nilai aktivitas, dan penyempurnaan performa. Standar pribadi bersumber dari pengamatan model yaitu orang tua atau guru, dan menginterpretasi balikan/penguatan dari performasi diri. Setiap performasi yang mendapatkan penguatan akan mengalami proses kognitif, menyusun ukuran- ukuran/norma yang sifatnya sangat pribadi, karena ukuran itu tidak selaku sinkron dengan kenyataan. Standar pribadi adalah proses evaluasi yang terbatas. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkan dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain, atau perbandingan kolektif. Dari kebanyakkan aktivitas, kita mengevaluasi performa dengan membandingkannya kepada standar acuan. Di samping standar pribadi dan standar acuan, proses penilaian juga bergantung pada keseluruhan nilai yang kita dapatkan dalam sebuah aktivitas.
Akhirnya, regulasi diri juga bergantung pada carakita mencari penyebab- penyebab tingkah laku demi menyempurnakan performa.
c). Reaksi diri (self response): Manusia merespon positif atau negatif perilaku mereka tergantung kepada bagaimana perilaku ini diukur dan apa standar pribadinya. Bandura meyakini bahwa manusia menggunakan strategi reaktif dan proaktif untuk mengatur dirinya.
Maksudnya, manusia berupaya secara reaktif untuk mereduksi pertentangan antara pencapaian dan tujuan, dan setelah berhasil menghilangkannya, mereka secara proaktif menetapkan tujuan baru yang lebih tinggi. Kemampuan mengaturdiri ini merupakan bagian atau salah satu faktor dari kecerdasan emosi. Artinya individu yang memiliki kecerdasan emosi adalah indvidu yang mampu mengatur dirinya atas berbagai situasi dan kondisi sehingga dapat menjalani hidup dengan baik meskipun banyak tantangan yang harus dihadapi.
Motivasi Menurut Robbins dalam (Irviani dan Fauzi, 2018) motivasi sebagai proses yang menyebabkan (intensity), arahan (direction), dan usaha terus menerus (persistence) individu menuju pencapaian tujuan.
Menurut Stefan Invanko dalam (Hamli Arif Yusuf, 2018) motivasi sebagai keinginan dan energi seseorang yang diarahkan untuk mencapaian suatu tujuan. Motivasi adalah sebab dari tindakan dimana ketika seseorang bersungguh- sungguh maka akan menghasilkan tujuan yang maksimal sesuai dengan yang diharapkan.
Motivasi belajar menurut Hamzah (2011: 31) adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku pada umumnya. Menurut Sardiman (2011:40), motivasi belajar meliputi dua hal: (1) mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari.
Dengan berpijak pada ke dua unsur inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi tidak mengerti apa yang akan dipelajari dan tidak memahami mengapa hal itu perlu dipelajari, sehingga kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
Menurut Syamsu Yusuf (2014:17), motivasi belajar dapat timbul karena beberapa faktor, yaitu:
Pertama Faktor internal. Berupa a). Faktor fisik. Faktor fisik merupakan faktor yang mempengaruhi dari tubuh dan penampilan individu. Faktor fisik meliputi nutrisi (gizi), kesehatan dan fungsi-fungsi fisik terutama panca indera.
b). Faktor psikologis. Faktor psikologis merupakan faktor intrinsik yang berhubungan dengan aspek- aspek yang mendorong atau menghambat aktifitas belajar pada siswa. Faktor ini menyangkut kondisi rohani siswa.
Faktor internal ini sangat berperan besar bagi motivasi belajar karena kesehatan fisik dan psikologis sangat mempengaruhi terhadap motivasi belajar. Individu yang memiliki fisik sehat dan fungsi organ tubuhnya berfungsi sebagai mana mestinya, maka tidak akan terjadi hambatan yang terlalu berat dalam beraktivitas mengikuti pembelajaran. Begitu pula ketika psikologis individu sehat dan tidak terganggu maka dalam
Kedua Faktor eksternal, berupa a). Faktor social Merupakan faktor yang berasal dari manusia disekitar lingkungan siswa. Meliputi guru, teman sebaya, orang tua, tetangga dan lain sebagainya.
b). Faktor non sosial merupakan faktor yang berasal dari kondisi fisik disekitar siswa. Meliputi keadaan udara (cuaca panas atau dingin), waktu (pagi, siang atau malam), tempat (sepi, bising atau kualitas sekolah tempat siswa belajar), dan fasilitas belajar.
Faktor eksternal tidak kalah penting dari faktor internal, dimana faktor internal ini yang mempengaruhi terhadap kondisi individu baik pengaruh baik maupun pengaruh buruk. Jadi pengkondisian lingkungan sekitar sangatlah penting karena akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Maka ketika lingkungannya mendukung akan terciptalah suasana yang kondusif untuk belajar bagi siswa.
Motivasi diri seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal cukup penting perannya dalam menumbuhkan motivasi seseorang, baik itu motivasi bekerja bagi karyawan atau motivasi belajar bagi siswa atau pelajar. Kondisi lingkungan yang menunjang maka akan membuat seseorang atau individu untuk tumbuh motivasinya karena yang paling penting dalam motivasi adalah faktor internal pada diri individu itu sendiri.
Dari dua faktor yang mempengaruhi motivasi tersebut diatas, maka Sardiman (2018:89), membagi lagi menjadi 2 motivasi pada individu sebagai berikut: 1). Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu rangsangan dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. 2).
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.
Motivasi itu sangat berperan penting bagi siapa saja, apalagi kaitannya dengan siswa yang akan mempengaruhi keberhasilan dan semangat belajarnya untuk bekal di masa depannya nanti. Menurut Dimyati (2013:85), motivasi belajar sangatlah penting bagi siswa sebagai berikut : 1). Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir.
2). Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya.
3). Mengarahkan kegiatan belajar.
4). Membesarkan semangat belajar.
5). Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
Melihat sangat pentingnya motivasi belajar seperti yang sudah dijelaskan diatas, maka pengajar baik guru maupun dosen dalam hal ini memerlukan trik atau cara khusus untuk memotivasi dan atau meningkatkan motivasi belajar peserta didiknya yang bersipat eksternal dan akan melekat pada internal setiap individu masing-masing.
Dalam menumbuhkan dan/atau meningkatkan motivasi belajar seseorang khususnya siswa bisa dengan beberapa cara, menurut Sardiman (2011:92- 93) dengan Reward
a). Kompetisi; b). Ego-involvement; c). Memberi Ulangan; d) Mengetahui Hasil; e) Punishment.
Beberapa cara tersebut diatas bersipat dan berpedoman kepada reward and punishment, dimana reward and punishment yang dimaksud adalah segala hal yang bersipat mendidik dan tidak keluar dari kaidah-kaidah pendidikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tidak bertemu secara langsung satu sama lain merupakan kendala yang saat ini dirasakan oleh semua orang dari sektor manapun, baik dari sektor pendidikan, pekerjaan, dan sebagainya. Dengan tidak bertemu atau bertatap muka, individu merasa sendiri dan tidak bisa berkomunikasi langsung satu sama lain.
Dalam hal pembelajaran, regulasi diri akan membantu individu atau siswa dalam mengendalikan fikiran, perasaan, dorongan dan hasrat yang sifatnya eksternal dalam menempuh cita-citanya. Lebih jauhnya regulasi diri dapat mengendalikan motivasi individu dalam belajar meskipun kondisi sosial memberikan pengaruh negative. Menurut Pintrich & Groot (1990: 33) ada macam-macam definisi regulasi diri, namun paling tidak harus mencakup tiga komponen yang dapat diukur dan diamati ciri- cirinya sebagai berikut: pertama Kemampuan metakognitif untuk membuat perencanaan, monitoring, dan memodifikasi cara berpikir.
Kedua Manajemen diri dan minat dalam pengerjaan tugas-tugas akademik, seperti kemampuan bertahan dalam menyelesaikan tugas yang sulit. Ke-tiga Strategi kognitif yang digunakan peserta didik untuk belajar, mengingat, dan mengerti materi-materi yang dipelajari.
Ketika seseorang sudah bisa mencapai ketiga komponen diatas, maka seseorang tersebut bisa dikatakan sudah memiliki regulasi diri untuk bekal dalam menjalani hidupnya baik untuk belajar maupun untuk bekerja dan lain sebagainya. Dengan demikian kognitif menjadi perhatian penting pada konsep regulasi diri dalam membangun motivasi itu sendiri. Kognitif menjadi perhatian penting dalam konsep regulasi diri karena fungsi dari kognitif itu sendiri adalah sebagai pengatur pikiran dan tindakan, manusia pada umumnya selalu berencana dan memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya. Tindakan yang dilakukannya diatur oleh kognitif, baik itu tindakan yang positif maupun negatif dan lebih jauhnya yang menimbulkan motivasi dalam kehidupannya langsung. Menurut Schunk & Zimmerman (2007: 7-25) ada tiga aspek regulasi diri yang harus dimiliki, yaitu: a). Meta kognisi:
kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasi atau mengatur, mengintruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi terhadap aktivitasnya. B). Motivasi: merupakan suatu pendorong yang ada dalam diri individu yang meliputi efikasi diri, kompetensi dan otonomi yang dimiliki dalam melaksanakan aktivitas. C). Perilaku:
merupakan upaya individu untuk mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitasnya.
Dari hal tersebut, maka dalam melakukan perubahan tingkah laku didasari dengan dorongan internal dan eksternal. Kognisi berperan paling penting dalam mengatur dan mengintruksikan pada diri individu bahkan sampai mengevaluasi tindakan yang dilakukannya. Faktor dari luar diri individu tersebut diatur oleh kognisi dan tumbuhlah motivasi bagi individu itu sendiri hingga perperilaku sesuai dengan motivasinya.
Kognisi mendorong individu untuk memiliki motivasi dan menghasilkan perilaku. Dorongan ini dapat dikontrol dan dikondisikan oleh ketiga aspek regulasi diri diatas dengan memperhatikan beberapa sasaran.
Adapun yang menjadi sasaran dalam motivasi menurut Uno, B Hamzah (2011: 9):
Pertama Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan. Dalam hal ini, motivasi merupakan motor penggerak dari setiap kebutuhan yang akan dipenuhi.
Kedua Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai. Ketiga Menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Dengan demikian, aspek regulasi diri menjadi konsep dalam mendorong motivasi pada diri individu. Regulasi diri lebih menekankan aspek pada diri individu itu sendiri agar dapat menangkal dan mengubah pengaruh negatif dari lingkungan sosial. Kondisi lingkungan yang menunjang maka akan membuat seseorang atau individu untuk tumbuh motivasinya karena yang paling penting dalam motivasi adalah faktor internal pada diri individu itu sendiri. Dalam hal ini diri individu itu sendiri yang dapat mengatur dan mengendalikan motivasi khususnya motivasi belajar dalam menentukan dan mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh masing-masing individu tersebut
PENUTUP
Regulasi diri merupakan hal penting dalam membangun motivasi individu, dimana regulasi diri lebih menekankan pada kognisi agar dapat menangkal dan mengubah pengaruh negatif dari lingkungan sosial dalam meningkatkan motivasi individu itu sendiri dengan memegang dan memperhatikan tiga aspek regulasi diri sebagai berikut : a). Meta kognisi: kemampuan individu dalam membuat perencanaan, mengorganisasi atau mengatur, mengintruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi terhadap aktivitasnya.
b). Motivasi: merupakan suatu dorongan dari dalam diri individu yang meliputi efikasi diri, kompetensi dan kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan aktivitas.
c). Perilaku: merupakan upaya individu untuk mengatur dirinya, menyeleksi dan memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman. (2018). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali Press. Abbas, E. W., & Erlyani, N. (2020). Menulis di Kala Badai Covid-19. Banjarmasin:
Universitas Lambung Mangkurat.
Adhetya Cahyani, dkk. (2020). Motivasi Belajar Siswa SMA pada Pembelajaran Daring di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Pendidikan Islam. Volume 3 No. 01 2020, p. 123-140
ISSN: 2338-4131 (Print) 2715-4793 (Online). DOI:
https://doi.org/10.37542/iq.v3i01.57
Agus Abdul Rahman. (2013). Psikologi Sosial:Integrasi Pengetahuan. Wahyu dan Pengetahuan Empirik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Alwisol. (2004). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Alwisol. (2018). Psikologi Kepribadian.
Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.
Amna Emda. (2018). Kedudukan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran. Lantanida Journal 5, no. 2 (2018): 181.
Apranadyanti, Nitya. (2010). Hubungan antara Regulasi diri dengan Motivasi Berprestasi pada siswa kelas X SMK Ibu Kartini Semarang. Semarang : Universitas Diponegoro.
Bandy, T., & Moore, K., A. (2010). Assessing self - regulation: A guide for out-of-school time program practitioners. Journal Research to result trends child.
Bauer, I., & Baumeister, R. (2011). Handbook of self regulation, research, theory, and application. Second edition. London & New York: The Guilford Press
Dewi Permata Sari dan A. R. Rusmin. (2018). Pengaruh Iklim Kelas Terhadap Motivasi Belajar Peserta Didik Di Sman3 Tanjung Raja. Jurnal PROFIT Kajian Pendidikan Ekonomi dan Ilmu Ekonomi 5, no. 1 (2018): 80–88
Dimyati, Mudjiono, 2013. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
Erlina, Rina. (2019). Hubungan antara Regulasi Diri dengan Motivasi Belajar pada Siswa SMA. Semarang: Universitas Semarang.
Fauzi & Irviani. (2018). Pengantar Manjemen-Edisi Revisi. Yogyakarta:
ANDI (Anggota IKAPI)
Febrianti, Ella Puspita. (2021). Motivasi Belajar Menurun Imbas Dari Covid-19.
Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat.
Hamli Arif Yusuf. (2018). Pemahaman Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT Buku Seru.
M.Nur Ghufron dan Rini Risnawita. (2010). Teori-Teori Psikologi.
Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pintrich, P. R., & De Groot, E. V. (1990). Motivational and Self-Regulated Learning Components of Classroom Academics Performance. Journal of Educational Psychology, Vol. 82, no. 1, 33-40,1990.
Sardiman, A.M, 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali Pers. Sardiman, A.M. (2011). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Schunk, D. H., & Zimmerman, B. J.
(2007). Influencing children’s self-efficacy and self-
regulation of reading and writing through modeling. Reading and Writing Quarterly, 23, 7-25.
Tri Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Uno, B Hamzah. (2011). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, Syamsu. (2014). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
Rosdakarya. Ablard, K.E. & Lipschultz, R.E. 1998. Self regulated learning in high achieving students:
Relation to advanced reasoning, achievement goals, and gender. Journal of Educational Psychology, 90, 94-101