PANDANGAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) KECAMATAN TANJUNG PADA TRADISI JUJURAN DALAM
PRAKTIK PEMINANGAN MASYARAKAT BANJAR (Studi di KUA Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong)
PROPOSAL SKRIPSI DISUSUN OLEH:
SYAHRIAL FALDYANNOR 19210079
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2023
A. Latar Belakang Masalah
Adat perkawinan Islam dan warisan agama sudah mempunyai akar yang kuat sejak zaman Nabi Muhammad SAW, pernikahan telah memainkan peran penting dalam kehidupan umat Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri memberikan contoh yang baik tentang pernikahan yang harmonis dan penuh kasih sayang. Pernikahan dalam Islam mempunyai makna yang dalam dan luas. Pernikahan dianggap sebagai bentuk ibadah yang mendekatkan seseorang kepada Tuhan dan merupakan bentuk pengabdian kepada-Nya. Selain itu, perkawinan juga dianggap sebagai sarana meneruskan garis keturunan dan membentuk keluarga Sakinah, Mawaddah, Dan Warahmah. Sementara itu, Sayyid Sabiq menjelaskan perkawinan sebagai sarana prokreasi, reproduksi dan pelestarian kehidupan yang dipilih oleh Allah setelah kedua belah pihak siap berperan aktif dalam mencapai tujuan perkawinan.1
Menurut Dr. Yusuf Al-Qardhawi, pada saat masuknya Islam, masyarakat sudah mempunyai adat istiadat dan tradisi yang berbeda-beda. Namun, Islam mengakui apa yang dianggap baik dan sejalan dengan prinsip dan tujuan Syari’ah.
Sebaliknya syara’ menolak adat istiadat dan tradisi yang tidak sejalan dengan syariat Islam. Selain itu, beberapa praktik telah diperbaiki dan disesuaikan kembali agar sejalan dengan arah dan tujuan Syari’ah. Meskipun ada juga banyak praktik yang tidak sepenuhnya diubah oleh Syari’ah, namun praktik-praktik tersebut dibiarkan sebagai area tindakan Al-'Urf Al-Sahih (kebiasaan baik). Maka peran 'Urf yang meletakan penetapan hukum, batas-batasnya, dan seluk-beluknya. Istilah ini digunakan karena salah satu kemampuan bawaan manusia adalah memahami apa yang mereka anggap benar dan lazim, dan pemahaman ini telah bertahan secara turun-temurun.2
Islam mempunyai etika dalam hubungan sosial dan mengatur tentang perkenalan antara pria dan wanita, tahapan umumnya adalah pertama ta'aruf atau proses perkenalan. Kedua, proses khitbah yaitu melamar atau meminang. Menurut
1 Sayyid Sabiq, Fikh al Sunnah, terjemahan Nor Hasabuddin, Fikih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 477.
2 Gusti Muzainah, “Baantar Jujuran Dalam Perkawinan Adat Masyarakat Banjar“ Jurnal Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5, No. 2 (2019):11Microsoft Word - 3514-Article Text-9724-1-4-20190904.docx (uin- antasari.ac.id)
etimologinya, istilah "khitbah" berasal dari bahasa Indonesia "pinangan," yang berarti
"melamar." Meminta seorang wanita untuk dijadikan istri yang dikenal sebagai Thalabah Al Mar'ah Li Al-Zawaj, atau membuat lamaran.3
Dalam masyarakat suku Banjar, terdapat banyak ritual yang dirancang untuk menandai peralihan dari siklus hidup ke tahap selanjutnya. Ritual-ritual ini biasa disebut sebagai ritual siklus hidup oleh masyarakat Banjar. Masyarakat Banjar mempunyai warisan budaya yang kaya dan beragam yang dilestarikan dan dihormati secara turun-temurun. Meskipun ada modernisasi dan perubahan dalam masyarakat Banjar, banyak elemen tradisional tetap menjadi bagian penting dari identitas dan kehidupan sehari-hari mereka. Masyarakat percaya apabila upacara tersebut tidak dilaksanakan makan nantinya akan mendapat bala atau bencana, oleh karena itu upacara tersebut harus dilaksanakan satu kali dalam seumur hidup agar terhindar dari kesialan.
Masyarakat Banjar di Kelurahan Jangkung sebagian besar masih menganut adat peminangan dan keyakinan agamanya didominasi agama Islam. Calon mempelai pria membawa keluarganya dalam prosesi khitbah (perkawinan) yang digelar. Dalam melaksanakan prosesi pernikahan menurut syariat Islam, ada persyaratan tambahan untuk membayar uang jujuran ( digunakan untuk biaya resepsi, kamar pengantin, dll).
Dalam pelaksanaanya, kedua pihak melakukan negosiasi mengenai besaran uang yang harus dibayar oleh mempelai pria atas biaya jujuran tersebut. Jika penyelesaian yang disepakati bersama telah dicapai antara kedua belah pihak, maka peminangan tersebut disetujui. Seandainya calon mempelai pria tidak mampu membayar dan kedua pihak belum mencapai kesepakatan, maka lamaran akan ditolak dan perkawinan tidak bisa dilanjutkan. Hal ini kontradiktif dengan prinsip hukum Islam tentang syarat khitbah, yang seharusnya tidak memuat persyaratan tambahan yang membebani salah satu pihak.
Dari pemaparan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa praktik jujuran adalah hukum yang mengharuskan mempelai laki-laki untuk membayar sejumlah uang tertentu. Tradisi ini, terlaksana atau tidaknya perkawinan yang dituju didasarkan
3 Dr. Muhammad Dahlan R, MA, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: Deepublish, 2015), 10.
pada kesanggupan atau tidaknya calon mempelai laki-laki untuk membayar uang jujuran.
Allah SWT telah berfirman tentang mahar dalam Al-Qur’an dalam surah An- Nisa ayat 4 yang berbunyi :
ُهْنّم ٍءْى َش نَع ْمُكَل َنْبِط نِإَف ًةَلْحِن ّنِهِتَٰقُدَص َءاَسّنل وُتاَءَو ۚ ٱ ۟ا
ًأًـٓيِرّم ًأًـٓيِنَه ُهوُلُكَف ًاًسْفَن
Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.4
Ayat ini ditujukan kepada seorang laki-laki yang ingin menikah agar ia dapat memberikan sejumlah mahar kepada wanita yang dinikahinya. Hadiah yang diberikan dengan tulus, tanpa berpikir untuk diganti. Mahar merupakan tanda pertama dan iktikad baik calon suami kepada calon istrinya, diberikan sebelum akad pernikahan.
Alasan pertama dari hal ini berkisar pada kewajiban materiil yang harus dipenuhi oleh suami yang harus dipenuhi seorang suami setelah menikah. Dengan memberikan mahar, suami mempersiapkan dan bertanggung jawab dengan kewajiban lain yang mengikutinya, sebagaimana dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 33 yang berbunyi:5
a. Mahar dibayarkan secara tunai
b. Apabila calon mempelai laki-laki menyetujuinya, maka penyerahan mahar dapat ditunda seluruhnya atau sebagian. Mahar yang belum dibayar menjadi hutang kepada calon mempelai pria.
Masyarakat suku Banjar merupakan salah satu suku yang membedakan maskawin dengan mahar karena mereka meyakini bahwa mahar adalah sesuatu yang diberikan dalam sebuah ijab qabul, sedangkan maskawin adalah suatu pemberian yang wajib diberikan oleh pihak mempelai pria kepada pihak mempelai wanita,
4 Tim Penerjemah, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung: CV. Diponegoro, 2015 5 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Nuansa Aulia, 2009), 4.
seperti pemberian sejumlah tertentu. Uang, kosmetik dan perlengkapan kamar tidur dan perlengkapan rumah tangga lainnya.6
Dahulu kala, jumlah sebenarnya untuk syarat pernikahan adalah dua sasuku riyal, atau dua seperempat riyal. Saat ini, jumlah tersebut berarti sekitar Rp. 450 atau Rp. 4.500. Jumlah jujuran tersebut dianggap dan perlu untuk memenuhi kewajiban perkawinan.7 Namun, seiring berjalannya waktu, sejumlah faktor sekarang menentukan tingginya biaya jujuran seorang gadis, seperti:
a. Orang tua gadis itu berstatus sebagai orang yang terpandang atau terhormat.
b. Berparas cantik.
c. Tingkat pendidikan.
d. Pekerjaan.
e. Keinginan orangtua mempelai wanita sebagai biaya pernikahan dan kebutuhan sehari-hari bagi calon pengantin.
Etnografi adalah metode penelitian yang digunakan dalam antropologi dan ilmu-ilmu sosial untuk memahami budaya manusia dan masyarakat. Istilah Etnografi berasal dari kata Ethnos yang bermakna kelompok etnis dan graphein/grafis yang artinya gambar atau lukisan. Oleh karena itu, etnografi adalah gambaran suatu bangsa atau masyarakat. Metode ini melibatkan pengumpulan data empiris tentang masyarakat melalui observasi partisipan, wawancara, kuesioner, dan metode lainnya.
Etnografi juga melibatkan analisis dan observasi kelompok sosial atau komponen budaya tertentu, dengan fokus pada perilaku budaya dan kehidupan sehari-hari kelompok tersebut.8
Istilah "etnografi Banjar" mengacu pada deskripsi banyak aspek budaya Banjar, termasuk bahasa, gaya hidup, teknologi, struktur sosial, seni, sistem pengetahuan, ritual tradisional, unsur keagamaan ,dan pengobatan. Selain itu,
6 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 79.
7 Alfani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi an Analisa Kebudayaan Banjar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), 96.
8 Dr. H. Zuchri Abdussamad, S.I.K., M.Si, Metode Penelitian Kualitatif, (Makasar: CV. Syakir Media Press, 2021), 49.
etnografi Banjar memberikan berbagai perspektif tentang cara hidup masyarakat Banjar, termasuk pola bicara dan pola perilaku mereka, yang berasal dari analisis budaya masyarakat Banjar.
Masyarakat suku Banjar menjadi tak terpisahkan dari penerapan hukum Islam dalam transisi yang terjadi. Hukum Islam dapat dilihat sebagai hukum yang secara intrinsik Islam atau sebagai undang-undang yang menurut para ilmuwan hukum Indonesia berasal dari tuntunan Islam.9
Hukum Islam tidak memiliki batas minimum atau maksimum pemberian mahar karena manusia berbeda dalam tingkat kekayaan dan kemiskinan mereka.
Akibatnya, mahar bisa berupa cincin besi, mangkuk yang diisi dengan kurma, atau jasa mengajarkan Al-Qur’an, dan lain-lain.10
Menurut adat istiadat Banjar, berhasil tidaknya suatu perkawinan ditentukan oleh jujuran-nya. Ada laporan mengenai perkawinan yang berakhir karena laki-laki tidak mampu memenuhi tuntutan besarnya jujuran atau karena harga jujuran yang disalahpahami. Jumlah jujuran biasanya dihitung berdasarkan seberapa besarnya jujuran pada mayoritas penduduk di daerah tersebut. Oleh karena itu, makna jujuran di kalangan suku Banjar seringkali disalahartikan oleh masyarakat yang tinggal di luar wilayah tersebut. Banyak yang menyebutnya sebagai perdagangan anak. Uang tersebut terutama digunakan untuk prosesi adat yang menambah kemeriahan pernikahan dan perlengkapan rumah tangga untuk kehidupan calon mempelai wanita di kemudian hari.
Berangkat dari problematika ini, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang akan disajikan dalam bentuk karya ilmiah, oleh karena itu permasalahan ini akan dituangkan sebagai penelitian skripsi yang berjudul TRADISI JUJURAN PADA PRAKTIK PEMINANGAN MASYARAKAT BANJAR DALAM PERSPEKTIF URF’ ( Studi Etnografis di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong ).
9 Faisar Ananda Arfa dan Wathi Marpaung, Metode Penelitian Hukum Islam (Jakarta: Prenadamedia Group. 2016), 47.
10 Sayyid Sabiq, fikh al sunnah, terjemahan Nor Hasabuddin, Fikih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), 410.
B. Rumusan masalah
Jujuran adalah salah satu persyaratan yang harus dipenuhi calon pengantin pria. Negosiasi terkadang perlu diulang berkali-kali karena jujuran ini biasanya dinyatakan dalam bentuk uang tunai. Bahkan pernikahan pun bisa dibatalkan jika calon mempelai pria tidak mampu menanggung biaya pernikahan.
Penulis merumuskan masalah berikut dalam penelitian ini berdasarkan masalah-masalah yang disebutkan di atas :
a. Bagaimana masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung
Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong menerapkan tradisi jujuran ? b. Konsep-konsep filosofis apa yang terkandung masyarakat Banjar di
Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong dalam memahami jujuran ?
c. Bagaimana masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung
Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong mengintegrasikan hukum syari’ah ke dalam tradisi jujuran ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui penerapan tradisi jujuran pada masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.
b. Untuk mengetahui nilai-nilai filosofis yang mendasari pemahaman mereka tentang jujuran pada masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.
c. Untuk menganalisis perspektif hukum Islam terhadap tradisi jujuran pada masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.
D. Manfaat Penelitian
Selanjutnya dengan tercapainya tujuan tersebut, diharapkan dari hasil penelitian ini, penulis membaginya menjadi dua aspek yaitu teoritis dan secara praktis.
1. Secara teoritis
a. Menjadi bahan untuk menambah sumbangan intelektual yang memperdalam dan memperluas khazanah keilmuan khususnya tentang tradisi jujuran suku Banjar.
b. Berperan dalam memberikan materi pengembangan ilmu hukum Islam di bidang ‘urf.
2. Secara praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang tradisi jujuran kepada masyarakat, dan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan tradisi jujuran.
b. Sebagai sarana bagi penulis maupun masyarakat luas untuk memahami tradisi jujuran suku Banjar dan penerapannya.
c. Sebagai bahan acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya oleh para peneliti, lembagaatau pihak-pihak yang berkepentingan khususnya terkait dengan tradisi jujuran.
d. Diharapkan dapat memberikan pemahaman mendalam mengenai tradisi jujuran kepada civitas akademika khususnya Fakultas Syariah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
E. Definisi Operasional
Penting untuk memperjelas arti dari judul tersebut diatas untuk mencegah kesan yang salah dari penyimpangan dalam memahami proposal skripsi ini:
Tradisi :
Peminangan : Peminangan berasal dari kata kerja meminang yang artinya meminta seorang wanita untuk dijadikan istri.
Secara etimologis adalah tindakan atau upaya mempertemukan laki-laki dan perempuan. Atau seorang pria dapat mendekati seorang wanita untuk dijadikan istrinya dengan cara yang lazim di lingkungannya.. Dalam bahasa Arab "khitbah" untuk peminangan digunakan dalam istilah ilmu fikih.12 Dalam konteks hukum Islam dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia, Permintaan seorang pria untuk meminang seorang wanita dikenal sebagai lamaran. Peraturan agama memperbolehkan permintaan ini dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut: baik secara langsung oleh laki-laki itu sendiri atau melalui perantara yang terpercaya.
Jujuran : Tindakan pemberian jujuran kepada perempuan oleh laki-laki dianggap sebagai syarat penting. Jujuran dalam konteks ini sering diwujudkan dalam bentuk pemberian uang atau materi yang digunakan untuk mendanai berbagai aspek pernikahan, seperti tata rias pengantin, sewa peralatan pesta, dan pengeluaran terkait pernikahan lainnya. Penerapan tradisi ini bergantung pada kemampuan mempelai pria untuk menyediakan sejumlah uang yang cukup.
Urf’ :
11 Atik Catur Budianti (2009). Sosiologi Kontekstual Untuk SMA & MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.35.
12 M. A. Tihami, Fikih Munakahat, 24.
F. Penelitian Terdahulu
Bagian ini berisi uraian sistematis hasil penelitian terdahulu terhadap permasalahan penelitian. Dengan tegas penulis menyatakan bahwa permasalahan yang dibahas belum pernah diteliti pada penelitian sebelumnya. Literatur yang relevan mencakup ringkasan temuan penelitian sebelumnya tentang topik penelitian saat ini. Analisis literatur ini menegaskan bahwa topik yang dibahas belum pernah diteliti sebelumnya.
1. Penelitian skripsi, “Tradisi Jujuran Dalam Perkawinan Adat Suku Banjar Perspektif Maqasid Syari’ah ( Studi Kasus Di Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan)” penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Ichsan pada tahun 2020. Skripsi ini membahas tentang tradisi jujuran sebagai pelengkap pernikahan adat suku Banjar, berdasarkan urgensinya yang menurut maqasid syari'ah termasuk dalam aspek hajiyat bukan aspek daruriyat. Memang benar bahwa sebagian masyarakat Banjar menganut keyakinan bahwa kejujuran adalah syarat dalam sebuah pernikahan, namun perlu diingat bahwa penafsiran terhadap keutamaan ini bisa berbeda-beda. Meski begitu, sebagian masih menganggap jujuran dan mahar sama artinya, padahal jujuran adalah hadiah pranikah. Hal ini dilakukan agar akad nikah dapat berjalan lancar tanpa kendala apapun. Namun penting untuk diingat bahwa adalah kewajiban suami untuk memberikan mahar kepada istrinya sebagai prasyarat perkawinan mereka.14
2. Penelitian skripsi, “ Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam Prosesi Perkawinan Adat Banjar di Kelurahan
13 Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Dina Utama Semarang Cetakan Pertama Edisi Kedua 2014), 148.
14 Muhammad Ichsan, ”Tradisi Jujuran Dalam Perkawinan Adat Suku Banjar Perspektif Maqasid Syari’ah (Studi Kasus di Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan)”, (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020), 2.
Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara ” penelitian yang dilakukan oleh Dwi Condro Wulan pada tahun 2018. Sebagaimana dijelaskan dalam skripsi. Menurut hukum Islam, adat jujuran dalam masyarakat Banjar hal ini diperbolehkan karena jujuran merupakan adat masyarakat dan tradisi jujuran merupakan bentuk muamalah. Di sisi lain, bisa dikatakan sebagai sesuatu tindakan yang tidak pantas jika digunakan untuk menghalang-halangi pernikahan dengan menaikkan harga jujuran karena kesombongan atau untuk meninggikan status sosial.15
3. Penelitian skripsi, “Pemaknaan Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Mahar Pada Tradisi Maantar Jujuran di Amuntai Kalimantan Selatan” penelitian yang dilakukan oleh Rina Helmina pada tahun 2022. Skripsi tersebut menerangkan bahwa ulama Amuntai Kalimantan Selatan memandang jujuran (mas kawin) sebagai status yang sangat penting bagi perempuan. Hal ini menjadikan nilai tinggi untuk uang jujuran yang dikehendaki tinggi. Selain itu, berbagai penyebab lainnya pun ikut berperan, seperti penghasilan masyarakat setempat, status sosial, dan tingkat keseriusan yang ingin dilihat oleh orang tua calon pengantin pada diri calon pengantin pria.16
G. Kerangka Teori
Menurut hukum Islam, orang yang memenuhi syarat harus melakukan pernikahan. Berdasarkan hukum Islam tentang pernikahan pada hakikatnya bersifat dinamis, berdasarkan keadaan pasangan yang telah memenuhi syarat- syaratnya.
15 Dwi Condro Wulan,” Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam Prosesi Perkawinan Adat Banjar di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara “,
(Undergraduate Thesis, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018), 6.
16 Rina Helmina, “ Pemaknaan Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Mahar Pada Tradisi Maantar Jujuran di Amuntai Kalimantan Selatan ”, (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2022), 15.
Islam mengatur bahwa salah satu syarat perkawinan adalah suami memberikan mahar kepada istrinya dalam pelaksanaan akad nikah. Kemudian dalam pernikahan adat Banjal ada beberapa syarat atau kriteria yang harus dipenuhi jika ingin menikah.. Besarnya mahar kemudian ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan bergantung pada penerimaan mahar oleh istri.
Namun pada dasarnya, Syariat tidak menentukan jumlah mahar yang ditetapkan;
sebaliknya, hal ini tergantung pada kondisi sosial. Artinya tradisi daerah bisa berdampak pada jumlah dan besaran mahar yang diberikan kepada istri asalkan tidak memberatkan atau menyulitkan.
Kemudian, dalam pernikahan adat Banjar, ada sejumlah syarat atau kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa melangsungkan pernikahan. Selain mahar, salah satu adat istiadat suku Banjar adalah jujuran, yaitu pemberian dari calon suami kepada calon istrinya untuk digunakan dalam pernikahannya yang disebut mahar. Langkah ini demi menjaga kehormatan kedua keluarga dan menciptakan suasana saling menghormati. Pemberian yang diberikan calon suami kepada calon istrinya untuk memenuhi tujuan pernikahan, besarnya pemberian juga tergantung pada status sosial calon mempelai.
H. Metode penelitian
Metode penelitian adalah teknik ilmiah yang digunakan untuk mengumpulkan data untuk tujuan dan penerapan tertentu. Prosedur-prosedur tersebut menjadi pedoman dalam melakukan penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, sehingga membuahkan hasil yang optimal. Dalam kasus khusus ini, penulis menggunakan metodologi penelitian berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian empiris (field research), yaitu penelitian tentang pendapat dan perilaku anggota masyarakat dalam berinteraksi sosial.17 Informasinya bersifat deskriptif (deskriptif research). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan memperjelas suatu fenomena atau fakta sosial,
17 Fakultas Syari’ah, Pedoman Penelitian karya Ilmiah, (Malang: Fakultas Syariah, 2012), 25.
dengan menuliskan beberapa variabel yang terkait dengan permasalahan dan unit yang diteliti.18
Dengan kata lain, penelitian empiris menunjukkan efektivitas hukum yang diterapkan dalam masyarakat melalui tindakan atau perilaku masyarakat dalam hubungan sosial. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mencoba mengungkap hakikat sebenarnya dari penerapan hukum tersebut dalam kehidupan masyarakat suku Banjar di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Jangkung Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong. Kelurahan Jangkung merupakan bagian dari kelurahan di Kecamatan Tanjung Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kelurahan Jangkung berjarak 230 kilometer sebelah utara kota Banjarmasin, ibu kota provinsi Kalimantan Selatan, yang merupakan tempat tinggal bagi masyarakat yang masih mengikuti adat istiadat suku Banjar. Salah satu yang menjadi perhatian adalah praktik jujuran. 19
3. Pendekatan penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan etnografi. Mempelajari fenomena budaya merupakan tujuan utama penelitian etnografi, dan mempunyai karakteristik beberapa bentuk tergantung pada paradigma, metodologi, dan model tertentu yang digunakan.20
4. Sumber Data Penelitian
Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
18 Sanapiah Faisal, Format – Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, 2005), 20.
19 https://id.wikipedia.org/wiki/Jangkung,_Tanjung,_Tabalong . Diakses pada 31 Oktober 2023 pukul 20.21 WIB.
20 Rosramadhana Nasution, Ketertidasan Perempuan Dalam Tradisi Kawin Anom: Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar Dalam Perspektif Poskolonial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016), 60.
a. Data primer, diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pasangan suami istri yang menjunjung tinggi praktik tradisi jujuran, dan orang-orang yang dianggap mampu dan mahir pada pokok bahasan yang dibahas dalam penelitian ini..
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau disimpulkan dari sumber perpustakaan. Yang dianggap sekunder dalam penelitian ini diantaranya dokumen, termasuk dokumentasi penelitian dan upaya lain yang berkaitan dengan topik tersebut.
5. Metode Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Observasi
Pengumpulan data adalah proses sistematis dalam mengamati dan mencatat peristiwa-peristiwa yang diteliti, baik secara langsung maupun tidak langsung.21 Biasanya, ada dua jenis observasi: metode yang melibatkan partisipan dan metode yang tidak melibatkan partisipan. Observasi partisipatif melibatkan peneliti yang mengambil bagian dalam aktivitas kelompok, sedangkan observasi non-partisipan melibatkan peneliti hanya mengamati aktivitas tanpa ikut serta di dalamnya. Para peneliti ini menggunakan metode observasi yang non- partisipatif. 22
b. Wawancara
Wawancara adalah jenis pengumpulan data yang memungkinkan peneliti mendapatkan komentar verbal dari orang- orang yang dapat memberi mereka informasi melalui pembicaraan dan
21 Sutrisno Hadi, Metodologi Research ll (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), 136.
22 Nasution, Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 107-108.
interaksi langsung. Informasi yang diperoleh melalui observasi digunakan untuk mendukung temuan wawancara ini. Berbagai jenis informasi dapat diperoleh dari wawancara itu sendiri, dan terkadang informasi tersebut tidak sesuai dengan tujuan peneliti.23 Peneliti menggunakan buku dan pena untuk mendokumentasikan pengetahuan apa pun yang diperoleh selama proses wawancara. Setelah itu, gunakan alat perekam suara mirip ponsel untuk menyelesaikan prosesnya dan pastikan tidak ada informasi yang terlewat atau hilang.
c. Dokumentasi
Catatan peristiwa sejarah disebut dokumen. Format tertulis, grafik, dan lainnya dapat ditemukan dalam dokumen. Analisis dokumen merupakan teknik yang digunakan dalam penelitian kualitatif selain metode konvensional yaitu observasi, wawancara, dan kuesioner. Untuk tujuan penelaahan, pemahaman, observasi, dan analisis, penulis kemudian menemukan dan mengumpulkan informasi tentang upaya ini.
6. Sistematika Penulisan
Metode pengolahan data melibatkan teknik pengumpulan data yang tersistem, yang dikumpulkan melalui kombinasi observasi, wawancara, dan dokumentasi tertulis. Setelah pengumpulan data ini, data tersebut kemudian disusun secara cermat menjadi beberapa bagian berbeda, dengan fokus pada pemilihan dan penyortiran informasi penting dan sesuai dengan topik penelitian yang kemudian diambil kesimpulan agar mudah untuk difahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan melalui pengolahan data sebagai berikut :
23 Mardalis, Metodologi penelitian. (Jakarta: Bumi Aksara,1996) 63-65.
a) Editing, yaitu prosedur verifikasi data didasarkan pada kejelasan makna, keterbacaan tulisan, kelengkapan tanggapan, kejelasan makna, kesesuaian dan relevansi tulisan dengan data lain.
b) Klasifikasi, adalah mengumpulkan data yang ditemukan dalam masalah tertentu untuk memudahkan pembacaan dan pembahasan berdasarkan kebutuhan penelitian. Langkah ini dilakukan dengan memeriksa data penelitian kemudian mengklasifikasikannya sesuai dengan kebutuhan.
c) Verifikasi, prosedur verifikasi data dan informasi yang dikumpulkan selama dilapangan untuk menentukan keabsahan informasi tersebut.24 Selama tahapan ini, peneliti menegaskan keakuratan informasi yang dikumpulkan dari berbagai individu yang terlibat dalam tradisi jujuran.
Metode analisis data yang akurat diperlukan setelah data yang diperlukan diperoleh. Analisis data merupakan suatu metode mereduksi data yang kompleks menjadi bentuk sederhana yang dapat dijelaskan melalui penggunaan kata atau kalimat yang menggambarkan situasi atau fenomena.25 Dalam konteks ini, peneliti membahas informasi yang berhasil dikumpulkan guna memperoleh pemahaman menyeluruh dan detail mengenai tradisi pernikahan adat masyarakat Banjar.
I. Daftar Pustaka
Buku
A. Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014)
24 Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 104.
25 Burhanuddin Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), Hal. 6.
Atik Catur Budianti. Sosiologi Kontekstual Untuk SMA & MA. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional (2009)
Daud, Alfani. Islam dan Masyarakat Banjar: Diskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997)
Dr. Muhammad Dahlan R, MA, Fikih Munakahat, (Yogyakarta: Deepublish, 2015)
Fakultas Syari’ah, Pedoman Penelitian Karya Ilmiah, (Malang: Fakultas Syariah, 2012)
Faisar Ananda Arfa dan Wathi Marpaung, Metode Peneltian Hukum Islam (Jakarta: Prenadamedia Group. 2016)
Hadi Sutrisno, Metodologi Research ll (Yogyakarta: Andi Offset, 1999) Kompilasi Hukum Islam, (Bandung : Nuansa Aulia, 2009)
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002) Burhanuddin Ash-Shofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004)
Nasution, Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996) Mardalis, Metodologi Penelitian. (Jakarta: Bumi Aksara,1996)
Prof. Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, (Semarang: Dina Utama Semarang Cetakan Pertama Edisi Kedua 2014)
Rosramadhana Nasution, Ketertidasan Perempuan Dalam Tradisi Kawin Anom:
Subaltern Perempuan Pada Suku Banjar Dalam Perspektif Poskolonial, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2016)
Sanapiah Faisal, Format – Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Rajagrafindo persada, 2005)
Sayyid Sabiq, Fikh Al Sunnah, terjemahan Nor Hasabuddin, Fikih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006)
Tim Penerjemah, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: CV. Diponegoro, 2015)
Jurnal
Gusti Muzainah, “Baantar Jujuran Dalam Perkawinan Adat Masyarakat Banjar“
Jurnal Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman Vol. 5, No. 2 (2019): 10-33 Microsoft Word - 3514-Article Text-9724-1-4-20190904.docx (uin- antasari.ac.id)
Skripsi
Dwi Condro Wulan,” Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam Prosesi Perkawinan Adat Banjar di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara “, (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018) Muhammad Ichsan, ” Tradisi Jujuran Dalam Perkawinan Adat Suku Banjar
Perspektif Maqasid Syari’ah (Studi Kasus di Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan) ”, (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2020)
Rina Helmina, “ Pemaknaan Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Mahar Pada Tradisi Maantar Jujuran di Amuntai Kalimantan Selatan ”, (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2022)
Web
Profil kelurahan Jangkung, diakses pada 31 Oktober 2023, Jangkung, Tanjung, Tabalong - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Surah An-Nisa Al-Qur’an dan Terjemahan, diakses pada 01 Oktober 2023, https://tafsirweb.com/1536-surat-an-nisa-ayat-4.html