• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak - e-Jurnal Universitas Bakti Tunas Husada

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Abstrak - e-Jurnal Universitas Bakti Tunas Husada"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

47 PENGALAMAN ORANG YANG HIDUP DENGAN HIV/AIDS (ODHA) YANG

MASIH AKTIF MENGGUNAKAN NAPZA DI RSKO JAKARTA

Farial Nurhayati*

*Dosen Program Studi Keperawatan Bogor Poltekkes Kemenkes Bandung

Abstrak

ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA membutuhkan perawatan khusus oleh tenaga kesehatan profesional yang berkompeten dalam bidang HIV/AIDS dan NAPZA. Perawat sebagai bagian pelayanan kesehatan berperan penting dalam upaya promotif dan preventif. Penelitian ini bertujuan mengungkap pengalaman ODHA yang aktif menggunakan NAPZA. Desain penelitian menggunakan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Partisipan penelitian berjumlah 6 orang pasien yang sedang dirawat di RSKO Jakarta. Teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam.

Tema yang dihasilkan penelitian ini adalah : (1) Ketidakefektian pola penyelesaian masalah, (2) Kenyamanan psikologis dan biologis menggunakan NAPZA (3) Depresi sampai percobaan bunuh diri, (4) Ketidakefektifan peran sosial, (5) Perilaku asosial untuk memenuhi kebutuhan NAPZA, (6) Ketidakpuasan terhadap akomodasi perawatan , (7) Harapan pelayanan bebas biaya, (8) Perbaikan prosedur birokrasi dalam pemberian ARV, (9) Dukungan bersyarat dari keluarga, (10) Gangguan interaksi dalam keluarga dan (11) Upaya menjaga kepatuhan terhadap terapi ARV. Manfaat penelitian ini untuk meningkatkan peran perawat sebagai edukator dan advokator bagi pasien HIV/AIDS yang menggunakan NAPZA dan keluarga.

Kata kunci : ODHA, HIV/AIDS, NAPZA

The experiences of People Living with HIV/AIDS (PLWHA) who still actively use drugs At Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta

Abstract

PLWHA who still actively use drugs, require special care by competent health professionals in the field of. Nurses as part of health care plays an important role in the promotion and prevention .This study of qualitative research using a phenomenological approach aims to reveal the the experience of people living with HIV who are actively using drugs. Data were collected from 6 patients at RSKO Jakarta using in-depth interview. The resulting themes are (1) Ineffectiveness of problem solving pattern, (2) Comfort psychological and biological drug use (3) Depression to suicide attempts, (4) Ineffectiveness of social roles, (5) asocial behavior to meet the needs of drug,(6) dissatisfaction of care accommodation,(7) hope for free-of-charge services, (8) Improvements in the provision of ARV bureaucratic procedures, (9) the conditional support of the family, (10) Disturbance in family interaction and (11) efforts to maintain adherence to therapy ARV. Hopefully nurses learn from this study to enhance their roles as educators and advocators for HIV/AIDS patients and their families.

Keywords: PLWH, HIV / AIDS, Drug dependence use

PENDAHULUAN

Prevalensi penyalahgunaan narkoba dalam penelitian BNN dan Puslitkes UI serta berbagai universitas negeri terkemuka, pada 2005 terdapat 1,75 persen pengguna narkoba dari jumlah penduduk di

Indonesia. Prevalensi itu naik menjadi 1,99 persen dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian, angka sudah mencapai 2,2 persen. Pada 2012, diproyeksikan angka sudah mencapai 2,8

(2)

48 persen atau setara dengan 5,8 juta

penduduk (BNN RI, 2012).

Dampak yang sering terjadi di tengah

masyarakat dari

penyalahgunaan/ketergantungan narkoba antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis, sulit membedakan mana perbuatan baik maupun perbuatan buruk, perubahan perilaku menjadi perilaku anti sosial (perilaku maladaptif), gangguan kesehatan (fisik dan mental), mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, tindak kekerasan dan kriminalitas lainnya (Hawari, 2011).

Pecandu tak akan ragu-ragu pinjam jarum suntik temannya karena melihat tubuh temannya masih nampak sangat sehat.

Hampir semua pecandu heroin suntik tak mau mengaku bahwa pernah pinjam jarum temannya dan mereka tak akan mau diperiksa darahnya untuk HIV test di laboratorium. Mereka teridentifikasi dengan HIV positif bila telah dalam kondisi kritis dari AIDS sudah muncul gejala fisik seperti tuberculosis paru, kandidiasis oral, pneumonia dan infeksi lainnya (Kompas, 2010).

Acquired Immune Deficiency Syndrome atau lebih dikenal dengan AIDS telah ditemukan tiga dekade yang lalu merupakan penyakit kronis yang memerlukan penanganan lebih lanjut (Durham & Lashley, 2010). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dianggap penyakit mematikaan yang tidak dapat diobati secara tuntas. Salah satu

target Millennium Development Goals (MDGs) yang mutlak dicapai pada tahun 2015 adalah memerangi HIV/AIDS.

Seluruh lapisan masyarakat diharapkan dapat memerangi HIV/AIDS. Upaya promotif dan preventif sangat penting bagi pencegahan penularan HIV/AIDS.

Pencegahan penularan HIV/AIDS dapat dengan perilaku hidup sehat dan menjauhi faktor risiko penularaan HIV/AIDS salah satunya seperti penggunaan NAPZA.

Secara global, 34 juta orang hidup dengan HIV pada akhir tahun 2011. Orang dewasa usia 15 – 49 tahun hidup dengan HIV ada sebanyak 0,8%. Pada tahun 2011 ada sebanyak 1,7 juta orang meninggal karena kasus terkait AIDS. Indonesia termasuk negara yang tidak ada perubahan atau penurunan kurang dari 25% penderita HIV (UNAIDS Global Report 2012).

Jumlah kasus HIV di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 15372 kasus. Kasus HIV pada tahun 2011 ada sebanyak 21031 kasus. Kelompok umur yang tertinggi yaitu pada usia 25 sampai dengan 49 tahun ada sebanyak 11351 kasus (Laporan Menteri Kesehatan, 2012).

Sektor kesehatan memegang peranan penting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, melalui upaya promotif, preventif, terapi dan rehabilitasi (Depkes RI, 2001). Berdasarkan penelitian Palepu et al (2001) tentang kebutuhan akan hospitalisasi lebih tinggi pada Injection Drug User (IDU) dengan infeksi HIV dari pada yang yang HIV negatif.

Hospitalisasi ini berhubungan dengan

(3)

49 komplikasi penggunaan NAPZA suntik

dan dapat diturunkan dengan program strategi harm reduction dengan primary care dan addiction treatment.

Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan fenomena di atas dan belum banyaknya penelitian terkait tentang pengalaman ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA maka peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam lagi pengalaman pasien HIV/AIDS di RSKO Jakarta yang masih aktif mengunakan NAPZA dengan pertanyaan penelitian bagaimanakah pengalaman Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) yang masih aktif menggunakan NAPZA.

Tujuan Penelitian

Tujuana umum penelitian yaitu mendapatkan gambaran pengalaman hidup ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA. Tujuan khusus penelitian ini adalah: menggali persepsi partisipan tentang koping yang digunakan untuk menyelesaikan masalah, menggali pengalaman menggunakan NAPZA, menggali pengalaman terkait kondisi psikologis dan sosial terkait HIV dan NAPZA, menggali pengalaman pasien tentang kebutuhan pelayanan perawatan HIV dan NAPZA, menggali pengalaman partisipan tentang dukungan keluarga, menggali pengalaman partisipan tentang penggunaan terapi ARV.

Tinjauan Pustaka

HIV adalah retrovirus yang termasuk golongan virus RNA, yaitu virus yang menggunakan RNA sebagai Molekul

pembawa informasi genetik (Depkes, 2003). HIV merupakan retrovirus yang merusak system imun. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Price & Wilson, 2006). AIDS mencerminkan kasus HIV yang telah berlangsung lama. AIDS saat ini banyak dijumpai pada hampir seluruh negara di dunia. Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga penderita mudah terinfeksi penyakit lain. Diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar dan memiliki antibodi positif terhadap HIV (Smeltzer & Bare, 2002).

Agen etiologi dari AIDS adalah human immunodeficiency virus (HIV). HIV adalah retrovirus termasuk dalam genus Lentivirus dan family Retroviridae. Ada dua tipe yaitu tipe 1 dan tipe 2 yang biasa ditulis HIV-1 dan HIV-2 (Durham &

Lashley, 2010). HIV akan melekat ke sel CD4 kemudian akan melakukan replikasi di dalam sel CD4. Virion-virion baru akan terbentuk dan keluar dari sel CD4 yang lama dengan cara merusaknya. Virus-virus

(4)

50 baru tersebut akan mencari sel CD4 yang

masih sehat untuk melakukan replikasi.

Peristiwa ini akan terjadi terus menerus sehingga akan terjadi penurunan jumlah sel CD4 di dalam tubuh pasien.

Virus HIV dengan antigen mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) memasuki tubuh dan jaringan limfoid melalui fungsi sel dendritik kemudiann menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4, Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik (kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase). Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus.

Provirus membentuk MRNA yang menghasilkan protein virus baru yang meninggalkan inti sel dan masuk kedalam sitoplasma serta mengalami replikasi berulang di kelenjar getah bening dan limfa (Fase Laten). Destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun (jumlah sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jumlah sel T diseluruh tubuh). Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi oppurtunistik (Price

& Wilson, 2006).

Penularan HIV dapat terjadi melalui berbagai cara, yaitu : Transmisi seksual, transmisi parenteral, transmisi perinatal (Ignatavicius & Workman, 2010; Durham

& Lashley, 2010). Transmisi parenteral dapat terjadi pada pengguna NAPZA suntik (IDU). Jarum suntik bekas yang telah digunakan oleh pengguna NAPZA secara intravena jika digunakan lagi oleh pengguna yang lain maka akan terjadi transmisi atau penularan HIV.

Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari beberapa langkah dari mulai pengendalian infeksi, terapi anti retrovirus, hingga pemberian pendidikan kesehatan.

Dawson-Rose, Shade, Lum, Knight, Parsons, & Purcell pada tahun 2005 melakukan studi kualitatif terhadap 161 pasien HIV positif tentang kebutuhan layanan kesehatan bagi pasien yang menggunakan NAPZA suntik di Amerika Serikat. Hasil penelitian tersebut menemukan hambatan-hambatan dalam perawatan yaitu asumsi mengenai HIV dan pengunaan obat, memikirkan HIV, pengalaman negatif sekitar diagnosis HIV, interaksi negatif dengan pemberi pelayanan dan kesulitan mencapai sistem layanan kesehatan.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam

(5)

51 golongan-golongan sebagaimana terlampir

dalam undang-undang (Undang-Undang Republik Indonesia No 22 tahun 1997).

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Undang- Undang Republik Indonesia No 5 tahun 1997). Penggunaan zat psikoaktif dapat menyebabkan sindrom ketergantungan - sekelompok perilaku, kognitif, dan fenomena fisiologis yang berkembang setelah penggunaan narkoba dan berulang yang biasanya mencakup keinginan yang kuat untuk menggunakan obat, kesulitan dalam mengendalikan penggunaannya, bertahan dalam penggunaannya meskipun konsekuensi berbahaya , prioritas yang lebih tinggi diberikan kepada penggunaan narkoba daripada kegiatan lain dan kewajiban, meningkatkan toleransi, dan kadang-kadang keadaan gejala putus zat (WHO 2010).

Gangguan perilaku pada pengguna opiat (Heroin / Putaw) adalah ketakutan, kecurigaan (paranoid), gangguan menilai realitas, gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Gejala fisiologis yaitu pupil mata mengecil atau melebar, lemah / lesu (retardasi psikomotor), mengantuk / tidur, bicara cadel. Gejala psikologik diantaranya euphoria, disforia (rasa sedih tanpa sebab), apatis, gangguan konsentrasi, daya ingat menurun. Gejala putus opiate yaitu air mata berlebihan

(lakrimasi), cairan hidung berlebihan (rhinorea), pupil mata melebar, keringat berlebihan, mual, muntah, diare, mulut menguap, tekanan darah naik, jantung berdebar-debar, demam, sukar tidur, nyeri otot dan tulang, nyeri kepala, nyeri sendi- sendi, dan emosional (Hawari, 2011).

Pengguna NAPZA akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan zat agar mereka tidak mengalami gejala putus obat.

Kekerasan dalam rumah tangga juga dapat terjadi pada pengguna NAPZA. Mereka dapat melakukan kekerasan pada pasangan, pada anak dan pada orang tua.

Biaya pengobatan dan perawatan yang tinggi juga menjadi masalah bagi penguna NAPZA (Sullivan, Bragg, Dyehouse, Felbringer, Flandermeyer, Fleming et al., 1995). Dampak fisik yang paling berbahaya dari penggunaan NAPZA adalah HIV/AIDS. Pengguna NAPZA dengan jarum suntik berisiko tinggi tertular HIV/AIDS. Millson, Myers, Calzavara, Wallace, Major & Dagani pada tahun 1998 melakukan penelitian pada pengguna NAPZA suntik yang mengikuti program tukar jarum suntik di Ontario untuk mengukur prevalensi, perilaku berisiko dan kebutuhan layanan dalam program tukar jarum suntik. Hasil yang didapatkan prevalensi wilayah Ontario 1,4% - 14,7%. HIV positif berhubungan dengan pengalaman menggunakan NAPZA suntik selama 5 tahun, menggunakan bubuk kokain dan menggunakan jarum suntik. Penggunaan peralatan suntik bersama menjadi masalah

(6)

52 yang penting. Program pelayanan terapi

methadone harus dapat dijangkau oleh pasien.

Pengurangan gejala merupakan harapan bagi pasien dan pemberi perawatan (Durham & Lashley, 2010). Salah satu model yang digunakan untuk manajemen symptom adalah University California San Francisco (UCSF) Symptom Management Model. Symptom management model terdiri dari tiga domain : (1) manusia yang merasakan gejala atau gejala itu sendiri (2) Lingkungan dimana manusia tinggal atau berada (3) issu dasar tentang kesehatan dan penyakit. Ketiga dimensi ini saling terkait satu dengan yang lain. Dimensi – dimensi ini (pengalaman pasien terhadap gejala dan bagaimana mereka menerima dan berespon terhadap gejala tersebut) berinteraksi dengan komponen symptom management, dan interaksi ini menghasilkan symptom status.

Perawat berperan sebagai advokator untuk meyakinkan pasien menerima informasi yang mereka butuhkan terutama pada saat menerima hasil tes HIV. Perawat juga melakukan konseling tentang pencegahan HIV, mengajarkan pasien tentang nutrisi dan latihan untuk mempertahankan sistem imun (Durham & Lashley, 2010).

HIV/AIDS merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan sehingga perawatan ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini mengunakan metodologi kualitatif dengan pendekatan

fenomenologi yang bertujuan untuk mengungkap secara mendalam pengalaman pasien tentang HIV/AIDS serta pengalaman pasien tersebut dalam penggunaan NAPZA dan respon pasien terhadap pengobatan dan perawatan di rumah sakit. Partisipan pada penelitian ini adalah orang dengan HIV/AIDS yang memiliki riwayat penggunaaan NAPZA dan masih menggunakan NAPZA dan sedang menjalani perawatan di RSKO Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling atau judgmental sampling, yaitu penentuan partisipan yang sesuai untuk data penelitian (Burns & Grove, 2009). Jumlah partisipan dalam penelitian ini yaitu 6 orang partisipan. pengambilan data dilakukan dari tanggal 4 Juni sampai dengan 30 Juni 2013.

Peneliti dengan memberi penjelasan kepada partisipan bahwa informasi yang diberikan oleh partisipan akan berguna untuk perkembangan ilmu keperawatan sehingga dapat meningkatkan kualitas perawatan bagi ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA. Peneliti merahasiakan identitas partisipan dengan penggunaan kode-kode seperti P1, P2 dan seterusnya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada partisipan untuk menolak mengikuti penelitan atau mundur dari penelitian. Semua partisipan mendapat perlakuan yang sama dari peneliti. Seluruh partisipan berhak menentukan lokasi atau tempat dan waktu wawancara yang nyaman untuk partisipan.

(7)

53 Pengumpulan data menggunakan alat

pengumpul data yaitu format pedoman wawancara, catatan lapangan (field note) dan recorder digital. Perekaman data melaui recorder digital dilakukan dengan mendapatkan persetujuan dari partisipan.

Jika partisipan tidak memberikan persetujuan untuk direkam suaranya selama wawancara, maka partisipan tersebut dianggap drop out. Penelitian ini mengambil data melalui wawancara semiterstruktur dua kali, wawancara pertama untuk mendapatkan data, wawancara kedua untuk memvalidasi data yang sudah dibuat dalam bentuk verbatim atau catatan apakah sudah sesuai dengan yang dimaksudkan oleh partisipan serta klarifikasi jika ada data yang kurang jelas.

Masing-masing wawancara dilaksanakan maksimal 45 menit. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara mendalam (in depth interview).

Manajemen data pada penelitian ini dilakukan secara manual dengan pembuatan transkrip verbatim. Data file dipisahkan berdasarkan tema-tema dengan menggunakan tabel analisis tema. Analisis data penelitian ini menggunakan langkah- langkah Colaizzi.

Hasil Penelitian

Sebanyak enam orang partisipan berpartisipasi dalam penelitian ini. Usia mereka bervariasi antara dua puluh delapan tahun sampai dengan tiga puluh enam tahun. Semua partisipan berjenis kelamin laki-laki. Tingkat pendidikan

mereka bervariasi dari SLTA dan Perguruan Tinggi. Tiga orang partisipan berdomisili di Jakarta dan dua orang partisipan berdomisili di Tangerang dan satu orang berdomisili di Cilengsi. Ada empat orang partisipan beragama Islam, ada satu orang beragama Katolik dan satu orang beragama Kristen. Pekerjaan partisipan rata-rata wiraswasta. Status partisipan tiga orang menikah dan satu orang duda dan dua orang belum menikah.

Lamanya terdiagnosa HIV positif antara satu sampai sembilan tahun. Semua pasien sudah mendapat terapi ARV. Satu orang dari partisipan pernah drop out dalam terapi ARV dan saat ini baru memulai lagi terapi ARV. Lama pengalaman menggunakan NAPZA antara delapan sampai lima belas tahun jenis NAPZA yang pernah dipakai opiate, amphetamine, metamphetamine dan mariyuana. Cara penggunaan opiate dengan cara injeksi.

Tema 1 Ketidakefektifan pola penyelesaian masalah

Ketidakefektifan pola penyelesaian masalah adalah sikap partisipan terhadap masalah hidup yang dihadapinya. Tema ini didapat dari adanya kategori ketidakterbukaan partisipan dan penggunaan NAPZA sebagai distraksi.

Tiga orang partisipan mengungkapkan bahwa tidak menggunakan support system dalam menjawab pertanyaan bagaimana orang terdekat membantu menyelesaikan masalah. Empat dari enam partisipan mengungkapkan mereka menggunakan NAPZA jika ada masalah. Salah satu

(8)

54

partisipan mengungkapkan

pengalamannya sebagai berikut:

“…klo ada masalah saya lebih memilih keluar sama temen-temen. Keluar ketemu temen, ngobrol-ngobrol, nongkrong- nongkrong, paling bercanda-bercanda sama temen lama trus pake lagi..” (P4, line 4).

Tema 2 Kenyamanan psikologis dan biologis menggunakan NAPZA

Kenyaman psikologis dan biologis menggunakan NAPZA adalah kenyamanan yang dirasakan oleh partisipan baik psikologis maupun biologis saat menggunakan NAPZA sehingga akan timbul keinginan untuk terus menggunakan NAPZA. Tema ini didapat dari pertanyaan perasaan-perasaan apa saja yang Anda rasakan selama memakai NAPZA. Jawaban dua dari enam partisipan memunculkan kategori efek psikologis dan efek biologis penggunaan NAPZA. Pernyataan salah satu partisipan adalah sebagai berikut:

“…Tenang, ketenangan batin, ya tenang aja..”(P1, line 27)

Tema 3 Depresi sampai percobaan bunuh diri

Depresi sampai percobaan bunuh diri adalah perasaan ingin menyendiri pada partisipan saat tidak menggunakan NAPZA dan tindakan partisipan atas usaha ingin menciderai diri sendiri karena perasaan bersalah karena menggunakan NAPZA. Tema ini berasal dari kategori depresi dan percobaan bunuh diri. Dua dari enam partisipan mengungkapkan merasa depresi setelah mereka memakai

NAPZA. Satu orang partisipan mengungkapkan pengalamannya akan percobaan bunuh diri (suicide). Hal tersebut dilakukan oleh partisipan karena perasaan bersalah pada diri sendiri.

Perasaan bersalah itu timbul akibat penggunaan NAPZA. Salah seorang

partisipan mengungkapkan

pengalamannya sebagai berikut:

“Setiap habis pake gue ngerasa bersalah, marah-marah sendiri sama diri gue..kenapa gue kaya gini…saya jujur ya mba..saya pernah melakukan suicide sampe 4 kali..ini anonymous ya mba..”(P6, line 65).

Tema 4 Ketidakefektifan peran sosial Ketidakefektifan peran sosial adalah peran individu paartisipan dalam menjalankan pendidikan dan pekerjaan yang terbengkalai akibat penggunaan NAPZA. Tema ini muncul dari kategori ganagguan pendidikan dan pekerjaan.

Empat dari enam partisipan menjawab pertanyaan bagaimana pendidikan dan pekerjaan Anda bahwa pekerjaan terganggu akibat penggunaan NAPZA.

salah seorang partisipan emngungkapkan mengenai masalah pendidikan dan pekerjaannya sebagai berikut:

“Hancur, udah pasti berantakan.

Pake sejak SMP, nilai-nilai trus turun. Begitu masuk SMA saya kenal jarum suntik dan saya memutuskan untuk berhenti sekolah. Masuk kuliah pun berantakan gak selesai.

Pekerjaan juga hancur....”(P4, line 53).

Tema 5. Perilaku asosial untuk memenuhi kebutuhan NAPZA

Perilaku asosial untuk memenuhi kebutuhan NAPZA adalah perilaku

(9)

55 partisipan yanag melaanggar norma sosial

dan hukum akibat penggunaan NAPZA.

Tema ini berasal dari dua kategori yaitu tindakan kriminal dan terlibat masalah hukum karena NAPZA. Kategori muncul dari pertanyaan apakah Anda pernah berbuat kriminal dan masalah hukum.

Empat dari enam partisipan mengungkapkana pernah melakukan tindakan kriminal berupa mencuri dan menodong. Tiga dari enam partisipan mengungkapkan pernah menjalani hukuman karena penggunaan NAPZA.

Salah seorang partisipan mengungkapkan pengalamannya tentang perbuatan kriminalitas adalah sebagai berikut:

“Pernah, jambret. tapi itu gak sering cuma dua kali. itu juga karena kepepet, karena butuh duit, trus diajak temen ya udah jambret. Gak ketangkep sih, tapi sebenernya takut banget melakukan hal itu, takut dihajar massa..”(P4, line 59).

Tema 6. Ketidakpuasan terhadap akomodasi perawatan

Ketidakpuasan terhadap akomodasi perawataan adalah persaan tidak puas yang dialami partisipan terkait pelayanan selama dirawat di Rumah Sakit. Tema ini berasal darai kategori masalah makanan selama partisipan menjalani perawatan.

Tiga orang partisipan mengungkapkan kebutuhan akan pelayanan gizi di rumah sakit. Mereka mengatakan membutuhkan menu makanan yang meningkatkan nafsu makan. menu makanan yang mereka harapkan adalah menu makanan yang bervariasi dan memenuhi kebutuhan gizi

mereka. Pernyataan salah seorang partisipan sebagai berikut:

“…seharusnya makanannya lebih berasa, bikin nasi goreng seperti nasi putih gak ada rasanya…” (P1, line 74).

Tema 7. Harapan pelayanan bebas biaya

Harapan pelayanan bebas biaya adalah harapan partisipan terhadap biaya pemeriksaan diaagnostik yang gratis.

Pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang mengatasi masalah partisipan baik masalah NAPZA maupun masalah yang terkait HIV/AIDS. Pelayanan kesehatan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh partisipan. Satu orang partisipan menginginkan pelayanan kesehatan yang gratis. Tema ini muncul dari pertanyaan pelayanan kesehatan seperti apa yang Anda harapkan. partisipan mengungkapkan harapannya agar mendapat pelayanan gratis adalah sebagai berikut:

“….yang diharapkan semuanya serba gratis...cek CD4...klo bisa viral load gratis....”(P3. line 60).

Tema 8. Perbaikan prosedur birokrasi dalam pemberian ARV

Perbaikan prosedur birokrasi dalam pemberian ARV adalah harapan partisipan terhadap birokrasi dalam pindah tempat pelayanan ARV yang dipermudah.

Rujukan pelayanan ARV yang mudah diharapkan oleh salah seorang partisipan.

Pernyataan partisipan tentang harapannya

(10)

56 untuk mendapat kemudahan dalam

rujukan ARV adalah sebagai berikut:

“…rumah saya di Jakarta Pusat, mau pindah ambil ARV ke Jakarta Pusat sulit, harus melengkapi syarat. surat keterangan saya HIV itu bukan di Cibubur, tapi sewaktu saya di BNN, jadi saya sulit buat pindah ARV nya dari Cibubur ke Jakarta Pusat...”(P6, line 93-96)

Tema 9. Dukungan bersyarat dari keluarga

Dukungan bersyarat dari keluarga adalah bentuk dukungan keluarga terhadap pengobatan dan perawatan partisipan agar partisipan menjauhi NAPZA. Tiga dari enam partisipan mengungkapkan mendapat dukungan dari keluarga untuk pengobatan HIV dan NAPZA. Gangguan interaksi dalam keluarga adalah masalah- masalah hubungan partisipan dengan keluarga inti ataupun orang tua. Dua orang partisipan mengatakan keluarga mereka tidak menggunakan NAPZA kembali.

salah seorang partiispan mengungkapkan sebagai berikut:

“…mereka sering sewot sendiri, mereka takut saya make lagi. hampir saya tiap hari diomongin untuk berubah, tapi hal itu justru memancing sugesti saya….” (P1, line 83-85).

Tema 10. Gangguan interaksi dalam keluarga

Gangguan interaksi dalam keluarga adalah masalah-masalah hubungan partisipan dengan keluarga inti ataupun orang tua.

Dua orang partisipan mengatakan keluarga terlalu memaksakan kehendaknya sehingga timbul konflik antara partisipan dengan keluarga. Adanya masalah dengan

keluarga tersebut menyebabkan partisipan menggunakan NAPZA kembali. Salah satu pernyataan partisipan adalah sebagai berikut:

“Saya mau mereka percaya lagi sama saya, mereka mengerti perasaan saya. Tidak memperlakukan saya seperti anak kecil karena saya masih tinggal sama orang tua. Hak- hak saya sebagai kepala keluarga seperti tidak ada,…”(P4, line 89).

Tema 11. Upaya menjaga kepatuhan terhadap terapi ARV

Upaya menjaga kepatuhan terhadap terapi ARV adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh partisipan untuk minum ARV tepat waktu. Tema ini berasal dari kategori- kategori orang terdekat mengingatkan minum ARV, dukungan keluarga pengobatan NAPZA dan terapi substitusi pengganti NAPZA. Seluruh partisipan mengatakan keluarga membantu mengingatkan minum ARV di rumah.

Salah seorang partisipan genggam sebagai pengingat minum ARV. Empat orang partisipan mendapat terapi substitusi Suboxon untuk terapi NAPZA. Mereka mengatakan akan berusaha berhenti menggunakan NAPZA. Satu orang partisipan menggunakan terapi Metadon.

Salah seorang partisipan mengungkapkan pengalamannya tentang terapi substitusi adalah sebagai berikut:

“ Pake ARV ga pernah telat sampe berapa hari ga minum, paling telat kalo di jalan ga ada air buat minum, paling telat satu jam..ada pengingat dari HP dan orang tua..”(P6, line 108-110).

PEMBAHASAN

(11)

57 Pasien dengan pengalamannya terhadap

gejala-gejala penyakit, lingkungan dimana pasien berada dan isu tentang kesehatan dan penyakit merupakan tiga domain yang saling berhubungan. ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA dengan berbagai gejala fisik terkait HIV/AIDS dan NAPZA, dampak negatif terhadap kondisi psikologis, serta dampak sosial berupa tindakan kriminal memiliki masalah kesehatan yang sangat kompleks.

Lingkungan terdekat pasien yaitu keluarga dapat menjadi support system bagi pasien untuk mengatasi masalahnya. Keluarga juga dapat menjadi faktor risiko kekambuhan NAPZA apabila keluarga bersikap negatif kepada pasien.

Kekambuhan penggunaan NAPZA dapat berakibat ketidakpatuhan terhadap terapi ARV pada pasien. Perawat sebagai sentral dari pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam perawatan paien HIV/AIDS yanag masih aktif menggunakan NAPZA.

Ditemukan satu tema untuk terkait koping yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Salah satu dari partisipan ini mengatakan jika ada masalah ia bertemu dan main dengan teman-temannya.

Setelah bertemu temannya maka atas ajakan teman maka keinginan untuk memakai NAPZA timbul kembali. Salah seorang partisipan mengatakan lupa terhadap masalah jika menggunakan NAPZA. Definisi dari ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang

stresor, ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumberdaya yang tersedia (NANDA, 2012-2014). Pengguna NAPZA melakukan penyalahgunaan zat- zat kimia, pemecahan masalah yang tidak adekuat, perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain. Penelitian yang terkait dengan hal ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Brewer, Catalano, Haggerty, Gainey and Fleming (1994) bahwa faktor kekambuhan penggunaan NAPZA yaitu penggunaan NAPZA dengan dosis tinggi, depresi, stress yang tinggi, masalah pekerjaan, teman sesama pengguna NAPZA, terapi NAPZA yang dilakukan dengan jangka waktu yang singkat serta tidak menyelesaikan terapi.

Dalam penelitian ini ditemukan satu tema untuk pengalaman menggunakan NAPZA yaitu kenyamanan psikologis dan biologis menggunakan NAPZA. Hasil temuan dalam penelitian ini diungkap bahwa faktor efek ketenangan dan efek NAPZA yang menutupi rasa sakit menjadi salah satu faktor penyebab kekambuhan NAPZA. Perasaan depresi jika tidak menggunakan NAPZA menjadi penyebab alasan menggunakan NAPZA kembali.

Efek ketenangan yang dirasakan oleh pengguna NAPZA hanya sesaat setelah mereka menggunakan NAPZA.

Penggunaan NAPZA secara terus menerus akan menimbulkan adiksi. Kriteria adiksi antara lain adanya toleransi, peningkatan dosis zat, adanya gejala putus zat, keinginan menggunakan terus menerus,

(12)

58 adanya dampak negatif yang bermakna

dalam bidang sosial, pekerjaan dan tetap menggunakan zat walaupun sudah mengetahui dampak buruknya (Sukmawati, Nurhidayat, Kesuma, Lusikooy, Noveria, Indriyani et al, 2012).

Dalam kondisi yang sudah lama tidak menggunakan zat pun seseorang dapat memiliki keinginan yang kuat untuk menggunakan zat kembali.

Ditemukan tiga tema dari kondisi psikologis dan sosial terkait HIV dan NAPZA yaitu depresi sampai percobaan bunuh diri, ketidakefektifan peran sosial dan perilaku asosial untuk memenuhi kebutuhan NAPZA. Depresi dialami oleh dua dari enam partisipan. Mereka mengungkapkan akan merasa depresi jika tidak menggunakan NAPZA. Hal ini sesuai dengan penelitian Lipsitz, Williams, Rabkin, Remien, Bradbury, Wafa el Sadr, Goetz et al pada tahun 1994 bahwa pria ketergantungan NAPZA dengan HIV positif memiliki prevalensi yang tinggi gangguan depresi dibandingkan pria ketergantungan NAPZA dengan HIV negatif. Pria ketergantungan NAPZA dengan HIV positif lebih rentan menderita depresi karena status HIV. Satu orang partisipan (P6) mengungkapkan pengalamannya akan percobaan bunuh diri (suicide).

Percobaan bunuh diri sebanyak empat kali berusaha dia lakukan pada saat di penjara.

Hal tersebut dilakukan oleh partisipan karena perasaan bersalah pada diri sendiri.

Perasaan bersalah itu timbul akibat

penggunaan NAPZA. Hal di atas senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Llyod, Ricketts, Havens, Cornelius, Bishai, Huettner, et al tahun 2007 menjelaskan bahwa sebagian kecil keinginan untuk bunuh diri dalam 6 bulan terakhir. Bunuh diri ini berkaitan dengan emosional, fisik dan sexual abuse.

Emosional dan sexual abuse merupakan faktor risiko bunuh diri bagi IDU. Risiko bunuh diri pada ODHA yang masih aktif menggunakan NAPZA dapat terjadi karena status HIV yang dideritanya. Status HIV positif merupakan stresor yang besar bagi pengguna NAPZA. Mereka sering merasa bersalah dan menyalahkan diri sendiri. Risiko bunuh diri adalah perilaku menyakiti diri sendiri dan cedera yang mengancam jiwa (NANDA, 2012-2014).

Orang-orang dengan risiko tinggi bunuh diri memerlukan perhatian khusus dari orang-orang terdekat, yaitu keluarga serta pemberi layanan kesehatan terutama perawat.

Tindak kriminal banyak dilakukan oleh pengguna NAPZA. Kriminalitas dilakukan untuk mendapat uang guna membeli

NAPZA. Penggunaan NAPZA

menyebabkan pelanggaran sosial yaitu masalah kriminalitas (Sullivan et al, 1999). Tuntutan penggunaan NAPZA yang terus menerus pada orang yang telah adiksi membutuhkan dana yang cukup besar. Tuntutan akan dana yang besar tersebut membuat pengguna NAPZA melakukan tindak kriminalitas.

Penggunaan NAPZA sendiri merupakan

(13)

59 tindakan melanggar hukum, sehingga

pengguna NAPZA rentan mengalami masalah hukum akibat penyalahgunaan NAPZA dan tindakan kriminalitas yang dilakukannya. Hukuman penjara akan penyalahgunaan NAPZA tidak membuat pengguna NAPZA berhenti menggunakan NAPZA. Pengguna NAPZA harus mendapatkan terapi rehabilitasi untuk dapat menghentikan penggunaan NAPZA.

Ada tiga tema yang ditemukan untuk tujuan menggali pengalaman partisipan tentang kebutuhan pelayanan perawatan HIV dan NAPZA yaitu ketidakpuasan terhadap akomodasi perawatan , harapan pelayanan bebas biaya dan perbaikan prosedur birokrasi dalam pemberian ARV.

Ketidakpuasan terhadap akomodasi perawatan terjadi akibat adanya keluhaan- keluhan partisipan mengenai menu dan rasa makanan yang diberikan oleh rumah sakit. Penggunaan NAPZA dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan anoreksia, nausea dan vomiting (Sullivan, et al 1995). Pelayanan gizi yang baik di rumah sakit dapat meningkatkan nafsu makan pada pasien. ODHA yang aktif menggunakan NAPZA memerlukan asupan gizi yang adekuat agar dapat meningkatkan system imun. Pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang mengatasi masalah partisipan baik masalah NAPZA maupun masalah yang terkait HIV/AIDS. Pelayanan kesehatan yang diharapkan adalah pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh

partisipan. Satu orang partisipan menginginkan pelayanan kesehatan yang gratis. Seluruh partisipan mengatakan tenaga kesehatan sudah memadai dan berkomunikasi baik dengan partisipan.

Biaya pengobatan yang tinggi pada pasien HIV/AIDS dikarenakan kebutuhan yang sangat kompleks dan pengobatan yang lebih memuaskan (Durham & Lashley, 2010). Kebutuhan akan biaya perawatan dan pengobatan bagi ODHA yang cukup tinggi karena meraka harus menanggung biaya pemeriksaan, biaya perawatan yang berulang kali (jika menderita infeksi oportunistik) serta biaya transportasi untuk mengambil ARV. Biaya terapi ARV di Indonesia sudah digratiskan oleh Pemerintah (untuk ARV lini I), namun untuk biaya pemeriksaan seperti antibody HIV, CD4 dan viral load masih harus ditanggung oleh pasien dan keluarga.

Salah seorang partisipan mengungkapkan mengalami kesulitan dalam rujukan pemberian ARV. Partisipan (P6) mengatakan dirinya kesulitan mendapatkan surat hasil pemeriksaan antibody HIV pada suatu instansi. Hal ini menghambat partisipan tersebut dalam mengajukan pindah tempat pemberi layanan ARV yang dekat dengan domisilinya. Jauhnya jarak tempat pengaambilan ARV dapat menyebabkan pasien kesulitan dalam mengakses ARV, hal ini mengakibatkan risiko ketidakpatuhan dalam terapi ARV. Dalam kasus ini dibutuhkan peninjauan kembali

(14)

60 kebijakan Pemerintah (Kementerian

Kesehatan RI) dalam hal rujukan ARV.

Peran keluarga sangat penting sebagai dukungan bagi ODHA dalam terapi ARV.

Penelitian yang dilakukan oleh Weaver, Llabre, Duran, Antony, Ironson, Penedo et al (2005) menghasilkan bahwa mood negatif dan rendahnya dukungan sosial berhubungan dengan strategi koping menghindar yang menyebabkan rendahnya kepatuhan berobat pada pasien- pasien dengan terapi ARV. Dukungan keluarga terhadap ODHA yang mendapatkan terapi ARV dapat meningkatkan kepatuhan akan terapi.

Keluarga dapat mengingatkan waktu minum obat pada pasien dan membantu perawatan pasien di rumah. Terapi substitusi NAPZA sebagai pengganti efek penggunaan NAPZA digunakan untuk menghentikan penggunaan NAPZA.

Terapi substitusi ini akan mengurangi dosis secara bertahap sehingga pada akhirnya pasien dapat terbebas dari penggunaan NAPZA. Selain terapi substitusi program rehabilitasi dibutuhkan oleh pasien NAPZA untuk merubah perilaku penggunaan NAPZA.

Simpulan

Dalam penelitian ini tergali persespsi partisipan terhadap koping yang digunakan diwakili Ditemukan satu tema untuk terkait koping yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Koping yang digunakan oleh partisipan yaitu kembali menggunakan NAPZA jika ada masalah. Dalam penelitian ini ditemukan

satu tema untuk pengalaman menggunakan NAPZA yaitu kenyamanan psikologis dan biologis menggunakan NAPZA. Hasil temuan dalam penelitian ini diungkap bahwa faktor efek ketenangan dan efek NAPZA yang menutupi rasa sakit menjadi salah satu faktor penyebab kekambuhan NAPZA.

Ditemukan tiga tema dari kondisi psikologis dan sosial terkait HIV dan NAPZA yaitu depresi sampai percobaan bunuh diri, ketidakefektifan peran sosial dan perilaku asosial untuk memenuhi kebutuhan NAPZA. Ada tiga tema yang ditemukan mengenai pengalaman pasien tentang kebutuhan pelayanan perawatan HIV dan NAPZA, yaitu ketidakpuasan terhadap akomodasi perawatan , harapan pelayanan bebas biaya dan perbaikan prosedur birokrasi dalam pemberian ARV.

penggunaan NAPZA. Terdapat dua tema untuk tujuan menggali pengalaman pasien tentang dukungan keluarga yaitu dukungan bersyarat dari keluarga dan gangguan interaksi dalam keluarga.

ditemukan tiga buah upaya penggunaan terapi ARV, dalam hal ini tema yaitu upaya menjaga kepatuhan terhadap terapi ARV, dukungan keluarga dalam terapi NAPZA dan terapi substitusi pengganti NAPZA.

Saran

Institusi Pelayanan Keperawatan

Perawat yang merawat pasien HIV/AIDS yang masih menggunakan NAPZA diharapkan lebih memahami bahwa pasien tersebut masih memiliki keinginan

(15)

61 menggunakan NAPZA atau memiliki

risiko kekambuhan menggunakan NAPZA. Risiko kekambuhan tersebut dapat terjadi jika pasien memiliki masalah yang tidak dapaat mereka atasi. Perawat memberikan perhatian khusus kepada pasien dan keluarganya untuk dapat memberikan dukungan selama pengobatan.

Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam merawat pasien HIV/AIDS yang masih aktif menggunakan NAPZA.

Penelitian Selanjutnya

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pengalaman keluarga dalam merawat ODHA dirumah. Penelitian lain yang dapat dilakukan adalah menggali pengalaman ODHA akan kebutuhan spiritual. Penelitian ini juga dapat dilanjutkan dengan menggunakan metode triaangulasi.

Referensi

Black, J.M., Hawks, J.H., & Keene, A.M.

(2001). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes (6th ed). Philadelphia:

W.B Saunders Company.

BNN RI. (2009). Advokasi pencegahan penyalahgunaan narkoba Diambil dari

http://kampungbenar.wordpress.com /pemicu-terjadinya-penyalahgunaan- narkoba/.

BNN RI. (2008). Press release akhir tahun badan narkotika nasional.

Diambil dari

www.bnn.go.id/.../HASIL%20PEN ELITIAN%20BNN. Diakses tanggal 13 Februari 2013

Burns, N., & Grove, S.K. (2009). The practice of nursing research appraisal, synthesis ang generation of evidence (6th ed). St Louis:

Saunders Elsevier

Creswell, J.W. (2010). Research design pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Creswell, J.W. (2013). Qualitative inquiry

& research design choosing among five approaches. Los Angeles:

SAGE Publication Inc.

Dawson_Rose , C., Shade, S.B., Lum, P.J., Knight, K.R., Parsons, J.T., &

Purcell, D.W. (2005). Health care experience of hiv positive injection drug user. The Journal of Multicultural Nursing & Health, 11, 23-29.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Murr, A C. (2010). Nursing care plans guidelines for individualizing client care across the life span. 8th edition. Philadeelphia: F.A Davis Company.

Depkes RI. (2003). Pedoman nasional perawatan, dukungan dan pengobatan bagi odha. Jakarta:

Kesehatan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan.

(16)

62 Depkes RI. (2004). Pedoman nasional

terapi antiretroviral. Jakarta:

Departemen Kesehatan Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan.

Depkes RI. (2010). Pedoman layanan terapi dan rehabilitasi komprehensif pada gangguan penggunaan napza berbasis rumah sakit. Diambil dari http://www.depkes.go.id/downloa ds/Napza.pdf .

Djoerban, Z. (2011). Cegah sejak dini.

Jakarta: Mahaka Publishing.

Doenges ,M.E., Moorhouse, M.F., Murr, A.C. (2010). Nursing care plans guidelines for individualizing client care across the life span.

Philadelphia: F. A. Davis Company.

Durham, J.D., & Lashley, F.R. (2010).

The person with hiv/aids nursing perspectives. New York: Springer Publishing Company.

Ford, K., Wirawan, D.N., Sumantera, G.M., Sawitri, A.A.S., Stahre, M.

(2004). Voluntary hiv testing, disclosure, and stigma among injection drug users in bali, Indonesia. AIDS Education and Prevention, December 2004, 487- 498.

http//www.search.proquest.com.

Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Hawari, D. (2011). Petunjuk praktis terapi detoksifikasi miras dan narkoba (naza) tanpa anestesi dan substitusi

(methadone, subutex & sejenisnya) dan hiv/aids. Jakarta: Penerbit FK UI

Herdman, T.H. (2012). NANDA International diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Terjemahan. Jakarta:

EGC.

Horrison. (2003).Prinsip-prinsip ilmu penyakut dalam. Volume 4 edisi 13.

Jakarta: EGC.

Ignatavicius, M., & Workman, L. (2010).

Medical surgical nursing critical thinking for collaborative care ( 6th ed). St. Louis: Saunders Elsevier.

KPA. (2010). Laporan kementerian kesehatan triwulan ketiga 2012.

Diambil dari

http://www.aidsindonesia.or.id/list/7 /Laporan-Menkes. Diakses tanggal 13 Februari 2013.

Levy, M.S. (2008). Listening to our clients: the prevention of relapse.

Journal of Psikoactive Drug, 40, 167 – 172.

Lipsitz, J.D., Williams, J.B.W., Rabkin, J.G., Remien, R.H., Bradbury, M., Wafa el Sadr.,Goetz. R. et al (1994).

Psychopathology in male and female intravenous drug users with and without hiv infection. The Amarican Journal of Psychiatry, November 1994, 1662-1668.

http//www.search.proquest.com.

Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Llyod, J.J., Ricketts, E.P., Havens, J.R., Cornelius, R.J., Bishai, D., Huettner,

(17)

63 S et al (2007). The relationship

between lifetime abuse and suicidal ideation in a sample of injection dryg users. Journal of Psychoactive Drugs, June 2007, 159-166.

http//www.search.proquest.com.

Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Mardani. (2008). Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum pidana nasional.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Millson, P., Myers, T., Calzavara, L., Wallace, E., Major, C., & Dagani, N. (2003). Regional variation in hiv prevalence and risk behaviours in ontario injection drug users.

Canadian Journal of Publick Health, 94, 431 – 435.

Palepu, A., Tyndall, M.W., Leon, H., Muller, J., O’Shaughnessy, M.V., Schechter, M.T. et al. (2001).

Hospital utilization and costs in a cohort of injection drug users.

Canadian Medical Association Journal, 165, 415 – 420.

Polit, D.F., & Hungler, B.P. (1999).

Nursing research principles and methods (6th ed.). Philadelphia:

Lippincott William & Wilkins.

Polit, D.F., & Beck, C.T. (2004). Nursing research principles and methods (7th ed). Philadelphia: Lippincott William & Wilkins.

Price, S.A., & Wilson, L.M. (2006).

Patofisiologi, konsep klinis , proses- proses penyakit (edisi 6). Jakarta:

EGC.

Salter, M.L., Go, V.F., Nguyen Le Minh., Gregowsky, A., Ha, TV., Rudolf, A et al. (2010). Influence of preceived secondary stigma and family on the response to hiv infection among injection drug users in Vietnam.

AIDS Education Prevention, 22(6), 558-570.

http//www.search.proquest.com.

Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2002).

Keperawatan medikal bedah Vol 3 (Edisi 8). Jakarta: EGC.

Strauss.A., & Corbin.J. (2009). Dasar- dasar Penelitian Kualitatif.

Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Streubert, H.J., & Carpenter, D.J. (1999).

Qualitative research in nursing advascing the humanistic

imperative ( 2nd ed. ). Philadelphia : Lippincott.

Sukmawati, Y., Nurhidayat, A.W., Kesuma, R., Lusikooy, C., Noveria, P.S., Indriyani, I. et al.

(2012). Modul Adiksi. Jakarta:

RSKO.

Sullivan, E.J., Bragg, B., Dyehouse, J., Felbringer, D., Flandermeyer, A., Fleming, M., et al. (1995). Nursing care of clients with substance abuse, St. Louis: Mosby-Year Book. Inc.

Taylor, B.J., Roberts, K., & Kermode, S.

(2007). Research in nursing and health care: Evidence for practice.

South Melbourne: Nelson Australia Pty Limited.

(18)

64 Trevino, K.M., Pargament, K.I., Cotton,

S., Leonard, A.C., Hahn, J., Caprini- Faigin, C.A., et al. (2003).

Physiological, psychological, social and spiritual outcomes in patients with HIVAIDS: Cross sectional &

longitudinal findings. AIDS behav.

14: 379-389

UNAIDS. (2012). Unaids global repport.

Diambil dari

http://www.unaids.org/en/media/una ids/contentassets/dataimport/pub/rep ort/2012_en.pdf. Diakses tanggal 13 Februari 2013

RSKO (2013). Ruang perawatan. Diambil dari http://www.rsko-jakarta.com/.

Diakses tanggal 13 Februari 2013 Undang-undang narkotika dan

psikotropika. (1999). Jakarta: Bumi Aksara.

Weaver, K. E., Llabre, M. M., Duran, R.

E., Antoni, M. H., Ironson, G., Penedo, F. J., et al. (2005). A stress and coping model of medication adherence and viral load in hiv- positive men and women on highlyactive antiretroviral therapy (HAART). Health Psychology, vol

24. no 4, 385-392.

http//www.search.proquest.com.

Diakses tanggal 3 Juli 2013.

Wicaksana, I. (2010). Pertukaran jarum suntik heroin dan hiv/aids. Diambil dari

http://kesehatan.kompasiana.com/m edis/2010/03/07/pertukaran-jarum- suntik-heroin-dan-hivaids-

88222.html. Diakses tanggal 13 Februari 2013.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Relations Between The Ability of Mathematical Creative Thinking and Interest In Learning Mathematics High School Students Using The Method of Discovery Learning Through