Cover
Acara 1 Species site matching
Tujuan
Mahasiswa memahami penting kesesuaian tempat tumbuh dengan spesies tanaman
Mahasiswa menjelaskan produktivitas optimal melalui tempat tumbuh yang sesuai
Mahasiswa menjelaskan upaya penyesuaian spesies dengan tempat tumbuh denga salah satu upaya manipulasi lingkungan
Tinjauan Pustaka
Lahan merupakan lingkungan fisik yang mencakup iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi yang berpotensial mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes 2007). Setiap lahan memiliki karakteristik dan keterbatasan yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-beda untuk setiap jenis lahan dalam pengembangannya. Ishak (2008) menjelaskan bahwa kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu ditinjau dari sifat lingkungan fisiknya, seperti iklim, topografi, hidrologi dan atau drainase yang sesuai dengan komoditas tertentu agar produktif.
Lahan yang produktif adalah lahan yang dapat menghasilkan produksi tanaman sesuai potensinya dan tetap mempertahankan kualitas lahan. Jika hasil tidak sesuai dengan apa yang diinginkann berarti lahan tersebut tidak produktif dan perlu pengolahan yang lebih optimum lagi (Nurmala et al, 2012).
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan spesifik yang dilakukan dengan cara-cara tertentu, yang nantinya akan menjadi dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan penggunaan lahan. Evaluasi kesesuaian lahan merupakan kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
Metode
Alat dan bahan
Peta KHDTK Gunung Bromo
Klinometer
Soil sampling kit
Termohigrometer
Penggaris/pita meter
Data curah hujan
Cara kerja
Mengunjungi tegakan pinus di KHDTK Gunung Bromo UNS
Membuat 4 plot pada 4 petak yang berbeda
Melakukan pengukuran pada parameter kesesuaian lahan
Menggunakan metode matching untuk menilai kesesuaian lahan dengan mencocokkan kondisi di lapangan dengan tabel kesesuaian lahan tanaman pinus (Tabel kesesuaian lahan)
Menganalisis dan mengkategorikan kelas kesesuaian lahan yang digunakan untuk pertanaman pinus (S1, S2, S3, N)
Pembahasan
Praktikum dilakukan di KHDTK Alas Bromo pada hari Minggu, 27 Mei 2023.
Praktikan memlakukan Pengukuran parameter kesesuaian lahan pada plot 2 dari 4 plot.
Pengukuran diawali dengan pengukuran temperatur menggunakan termohigrometer, dengan cara meletakkan alat dalam plot selama kurang lebih 3-5 menit dan amati skalanya. Selain untuk mengukur suhu udara, alat ini juga dapat mengukur kelembaban. Kelerengan dapat diukur menggunakan klinometer, dengan terlebih dahulu membuat panjang 20 meter dengan pengukuran pertama mengarahkan klinometer pada 10 meter pertama, kemudian 10 meter selanjutnya dengan cara yang sama. Hasil presentase yang didapat dijumlahkan dan dibagi 2.
pH tanah ditentukan menggunakan kertas lakmus, dengan cara mengambil sampel 0-20 cm dari permukaan tanah, masukkan dalam botol, diberi aquades, kemudian dikocok hingga air berubah warna, masukkan kertas lakmus kedalam botol tanpa menyentuh tanah, lalu cocokkan kertas lakmus dengan indikator. Penilaian kesesuaian lahan untuk potensi pohon Pinus ditunjukkan untuk mengetahui keadaan topografi, altitude dan karakteristik lahan lainnya di lokasi
PRAKTIKUM ACARA 1 SPECIES SITE MATCHING PRAKTIKUM SILVIKULTUR INTENSIF
NOMOR PLOT : 2
Pohon : Pinus
NO Karakteristik lahan Nilai Kelas Kesuaian
1 Temperatur (˚C) 31˚C N
2 Kelerengan (%) 1 = 10% ; 2 = 5% S1
3 Ketinggian (m) 250 m
4 pH Tanah 7 S1
5 Tekstur tanah lempung pasiran S2
6 Batuan
a. di permukaan (%) 2 S2
b. Singkapan (%) 0 S1
7 Curah Hujan (mm) 2981 mm (BPS Karanganyar) S1
Kelas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3), dan tidak sesuai (N). Berdasarkan pada tabel hasil pengamatan suhu pada plot 2,3, dan 4 berkisar 31˚C dengan ketinggian berkisar antara 200-250 mdpl dan dinilai tidak sesuai (N). Hal ini membuktikan bahwa suhu dan ketinggian belum pada keaadaan optimal untuk pertumbuhan tanaman pinus. Terdapat perbedaan suhu pada plot 1 yaitu 27˚C dan tidak sesuai (N).
Kelerengan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi (Arsyad 2000). Hasil pengamatan kelerengan pada plot 1 dan 2 dinilai sangat sesuai (S1), pada plot 3 dan 4 kelerengan terbilang cukup tinggi yakni 30% dan masuk dalam penilaian sesuai marginal (S3). Sumaryono (2000) menyatakan bahwa pada wilayah yang berlereng, sifat mekanis pohon kurang menunjang untuk dapat berdiri tegak. Keadaan ini dapat meningkatkan resiko kepada ukuran pohon yang besar, dikarenakan kelerengan memiliki hubungan yang erat dengan sistem perakaran suatu tanaman.
Hasil pH tanah pada seluruh plot termasuk dalam indikator pH netral atau 7 yang artinya sangat sesuai (S1) dengan kesesuaian tanaman pinus. Nilai pH ini membuat tanaman pinus lebih mudah menyerap unsur hara. Menurut Rusdiana (2012) nilai pH tanah yang rendah menyebabkan tanaman menjadi sukar untuk dapat menyerap unsur hara, sebab pada umumnya tanaman mudah menyerap unsur hara pada pH yang netral (pH 6 sampai 7). Spurway Ford (1984) dalam Hanafiah (2005) menyatakan tanaman pinus tumbuh optimal pada kisaran pH 4.5 sampai 5.0 akan tetapi lebih ideal pinus tumbuh pada pH 6.5.
Tekstur tanah yang dimiliki pada plot 2 lempung berbapasir yang bersifat halus dan masuk kedalam kelas kesesuian sesuai (S2). Tekstur tanah mempunyai hubungan yang dekat dengan kemampuan tanah mengikat lengas, udara tanah, dan hara tanah. Tekstur tanah juga mempengaruhi ruang perakaran tanaman, konsistensi dan keterolahan tanah dan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah.
Parameter batuan yang ditemukan pada plot 1 dan 2 dibawah 3% yang artinya sangat sesuai (S1), pada plot 3 didapati bebatuan sebesar 40% yang artinya sesuai marginal (S3), dan pada plot 4 bebatuan lebih dari 40% yang berarti lahan tidak sesuai (N). Batuan permukaan dan singkapan dapat mempengaruhi kegiatan penyiapan lahan. Semakin banyak batuan permukaan dan singkapan batuan ditemukan maka permukaan tanah akan tertutup sehingga menyulitkan dalam pengolahan tanah dan penanaman.
Data curah hujan yang didiaptkan dari data BPS Karanganyar pada wilayah Kecdamatan Mojogedang memiliki jumlah curah hujan 2981mm/tahun yang termasuk dalam kelas sangat sesuai (S1) dimana pohon pinus dapat tumbuh optimal pada daerah yang memiliki curah hujan antara 2500mm – 3000mm/tahun.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
Ahmad, F., Goparaju, L., & Qayum, A. (2017). Agroforestry suitability analysis based upon nutrient availability mapping: A GIS based suitability mapping. AIMS Agriculture
and Food, 2(2), 201–220. https://doi.org/10.3934/agrfood.2017.2 .20 Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB
Press.
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta:
PT Grafindo Persada.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ishak. 2008. Evaluasi Sumber Daya Lahan Prosedur dan Teknik Evaluasi Lahan : Aplikasi teknik skoring dan matching. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Rayes, L . M 2007. Metode Inventarisas. Edisi Kedua. USU Press, Medan.
Rusdiana, Omo, & Rizky F.A. 2012. Kesesuaian Lahan Pinus merkusii Jungh et de Vriese Pada Areal Bekas Tegakan Tectona grandis Linn F. Jurnal Silvikultur Tropika. 3(3): 174-181.
Sumaryono. 2000. Sebaran diameter pohon ditinjau dari oksilasi residu persamaan regresinya di HPH PT.
Limbang Ganeca. Jurnal Ilmiah Kehutanan RIMBA Kalimantan 4(1):1-4.
Acara 2
PUP dan Manipulasi Lingkungan Tujuan
• Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pembangunan plot permanen pada pertanaman uji dan bibit unggul
• Mahasiswa menjelaskan perlakuan untuk manipulasi lingkungan tumbuh Tinjauan Pustaka
Inventarisasi hutan merupakan salah satu yang penting dalam pengelolaan hutan. Hasil dari inventarisasi hutan dapat digunakan sebagai bahan dasar perencanaan pengelolaan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas pohon-pohon di areal hutan. Potensi tegakan sangat diperlukan untuk menyediakan informasi ketersediaan bahan baku yang diinginkan konsumen. Pendugaan suatu komunitas pohon dilakukan dengan melakukan pengukuran pada tinggi pohon dan diameternya. Dengan adanya kegiatan inventarisasi ini diharapkan dapat memperoleh data dalam pendugaan potensi tegakan pohon dan mengetahui pembuatan plot ukur.
Petak Ukur Permanen (PUP) menurut Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.: 237/Kpts- II/95 adalah suatu areal dengan luasan tertentu yang diberi tanda batas yang jelas, berbentuk segi empat yang digunakan untuk pemantauan pertumbuhan dan riap tegakan hutan.
Data riap tegakan dapat dikumpulkan dengan melakukan inventarisasi tegakan. Ada 2 macam kegiatan inventarisasi, yaitu inventarisasi statis (static inventory) dan inventarisasi dinamis (dynamic inventory) (Vanclay, 1994). Yang praktikan gunakan adalah inventarisasi dinamis yang ditujukan untuk mengumpulkan informasi pertumbuhan tegakan dilakukan dengan pembuatan dan pengukuran petak ukur permanen - PUP (permanent sample plot - PSP).
Untuk mengetahui riap diameter dan volume serta dinamika struktur tegakadiperlukan PUP sebagai sarana dalam pengumpulan data lapangan (Priyadi et al., 2006). Data pertumbuhan yang dikumpulkan melalui pengukuran berulang (time series) PUP merupakan deret pertumbuhan nyata (Alder, 1980). PUP adalah "miniatur" dari tegakan yang diwakilinya, sehingga dalam hal ini ukuran PUP sangat berperan terhadap representatif tidaknya PUP tersebut mencerminkan kondisi tegakan.
Cara kerja
• Pilih lokasi yang sesuai untuk dijadikan PUP (sebaran pohon merata, kondisi topografi ringan, aksesibilitas mudah)
• Bersihkan batas areal untuk PUP 50 x 50 m
• Sisi batas PUP mengikuti/sejajar larikan
• Pasang patok pada masing-masing sisi plot
• Buat subplot berukuran 10x10 m (total 25 plot dalam 1 PUP)
• Nomori pohon dan lakukan pengukuran
•
Hasil dan pembahasan
Menurut informasi dari UPT DIKLATHUT UNS (2019) Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Gunung Bromo secara geografis terletak antara 7o34’21,93” - 7o35’38,90” LS dan
110o59’40,39” - 111o0’49,36” BT. Dengan Luas wilayah hutan 126,291 ha. KHDTK Alas Bromo memiliki kondisi hidrologi dekat dengan waduk dan dinilai cukup baik, iklim agak basah, dengan curah hujan 2981mm/tahun.
Hasil pengamatan pada taltsheet masing-masing kelompok dip[eroleh data pohon pada plot 1 sebanyak 176 pohon, plot 2 sebanyak 156 pohon, plot 3 sebanyak 78 pohon, dan plot 4 sebanyak 162. Masing-masing plot diisi oleh tegakan pinus dan mahoni. Hasil sexi-fs pada plot 1 menunjukkan bahwa larikan pohon tidak terlihat begitu jelas dan untuk jarak tanam 3 x 5 m dengan rata-rata dbh sebesar 26,2 cm. Pada plot 2 menunjukkan larikan pertama hingga larikan keempat tegakan rapat utnuk larikan selanjutnya terlihat tegakan pinus tidak sesuai dengan larikan sebelumnya yang berjarak tanam 6,5 x 2 m. Hasil plot 3 menunjukkan tegkan tajuk yang lebar-lebar, tetapi untuk larikan kedua tajuk kecil-kecil dan jarak tanam 2 x 6 m terlihat cukup jelas. Hasil plot 4 memiliki jarak tanam 6 x 2 m yang terlihat cukup jelas serta tegakan memiliki lebar tajuk yang besar-besar. Tidak sesuainya hasil sexi-fs dengan jarak tanam kemungkinan adanya perlakuan penjarangan atau mati alami.
Hasil pengamatan setiap plot memiliki DBH, tinggi, tbbc, dan tinggi tajuk terlebar untuk membandingkan plot yang memiliki hasil paling optimal. Rata-rata dbh plot satu adalah 26,2 cm, plot 2 sebesar 29,9 cm, plot 3 memiliki rata-rata sebesar 33,7 cm, dan plot 4 dengan rata-rata DBH sebesar 31,4 cm. Dari hasil perhitungan tersebut plot yang memiliki prokdutivitas tinggi untuk dbh adalah plot 3 yang memiliki jarak tanam 2 x 6 m.
MANIPULASI lingkungan yang dapat dilakukan untuk petak ukur permanen diatas adalah menjada stabilitas tingkat kesuburan tanah dengan tidak mengeluarkan ranting, daun, dan cabang dari areal tegakan untuk menjamin ketersediaan seresah sebagai penyedia unsur hara. Melakukan prunning agar batang cabang tidak menyerap nutrisi terlalu banyak sehingga batang utama memiliki nutrisi yang optimal juga membuka tajuk agar ketersediaan cahaya dapat terpenuhi.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alder, D. 1980. Forest Volume Estimation and Yield Prediction. FAO, Rome.
Priyadi, H., Gunarso, P., Kanninen, M. 2006. Permanent Sample Plots: More than Just Forest Data. Center for International Forest Research. Bogor. Indonesia.
Vanclay, J. K. 1994. Modelling Forest Growth and Yield (Application to Mixed Tropical Forest).
CAB International, Wallingford, UK
Departemen Kehutanan. 1995. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 237/Kpts-11/95 tentang Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen untuk Pemantauan Riap Tegakan.
UPT DIKLATHUT UNS. 2019. Kondisi Umum. Diakses pada 11 Juni 2023, dari https://diklathut.uns.ac.id/khdtk-gunung-bromo/kondisi-umum/
ACARA 3 Analisis Produktivitas Tujuan
• Mahasiswa memahami silin sebagai teknik silvikultur
• Mahasiswa dapat membandingkan produktivitas tegakan yang menerapkan teknik silin
Tinjauan Pustaka
Lahan merupakan lingkungan fisik yang mencakup iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi yang berpotensial mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Rayes 2007).
Setiap lahan memiliki karakteristik dan keterbatasan yang akan menentukan kapabilitas atau kemampuannya, sehingga diperlukan suatu tindakan khusus yang berbeda-beda untuk setiap jenis lahan dalam pengembangannya.
Pertumbuhan tegakan hutan merupakan pertumbuhan yang dinamis karena selain peningkatan dimensi pohon, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh berkembangnya pohon- pohon baru dan penggantian pohon-pohon penyusun tegakan. Muhdin (2012) menytakan jumlah pohon dan struktur tegakan dapat menggambarkan tingkat ketersediaan tegakan pada setiap tingkat
pertumbuhan tegakan, sehingga keduanya berpengaruh terhadap kemampuan regenerasi atau pertumbuhan tegakan, termasuk kecepatan pemulihan diri tegakan setelah mengalami gangguan.
Silvikultur intensif adalah teknik silvikultur yang memadukan elemen utama
silvikultur, yaitu: (1) penggunaan bibit unggul; (2) manipulasi lingkungan; (3) pengendalian hama terpadu. Menurut Na’iem (2005) teknik silvikultur intensif adalah penggunaan benih yang bergenetik unggul dan ditanam pada kondisi lingkungan yang optimal. Tujuan penerapan teknik silvikultur intensif adalah untuk memperoleh hutan tanaman yang produktif, kompetitif, efisien dan lestari. penerapan silvikultur intensif antara lain yaitu penggunaan bibit unggul, penentuan jarak tanam yang tepat, penggunaan jenis dan dosis pupuk yang cocok, penjarangan yang tepat, pruning yang baik, pengendalian gulma secara efektif, perlindungan dari gangguan hama dan penyakit, kebakaran, penggembalaan, dan satwa liar (Na’iem, 2005).
Cara kerja
• Kunjungi lokasi tegakan hutan
• Buatlah plot berukuran 20 x 20 m
• Ukurlah tinggi dan diameter tegakan, kemudian hitung volume tegakan
• Lakukan wawancara dengan pemilik/pengelola hutan mengenai
• Asal usul benih yang digunakan
• Perlakuan saat penanaman
• Pemeliharaan yang dilakukan
• Upaya pengendalian kerusakan yang diterapkan
Bandingkan dengan lokasi tegakan yang lain yang tidak menerapkan teknik silin
Hasil
Pembahasan
Praktikum dilakukan di KHDTK Alas Bromo pada hari Minggu, 27 Mei 2023. Penentuan plot petak ukur berdasarkan plot dengan adanya perlakuan silvikultur intensif (Plot A) dan plot tanpa adanya perlakuan silvikultur intensif (Plot B). Pada pengamatan plot A ditemukan
f = 0,44 f = 0,44
No T Dbh (cm) dbh (ml) Volume No pohon Tinggi DBH DBH (m) Volume
1 5,5 6 0,06 0,00683892 1 10 11,6 0,116 0,046477024
2 7 9 0,09 0,01958418 2 5 6 0,06 0,0062172
3 6 8 0,08 0,01326336 3 8 5,6 0,056 0,008665395
4 6 7,5 0,08 0,01326336 4 10 8 0,08 0,0221056
5 9 14,5 0,15 0,0699435 5 8 8,2 0,082 0,018579757
6 7 12 0,12 0,03481632 6 5 5 0,05 0,0043175
7 7 9 0,09 0,01958418 7 6 6,2 0,062 0,007966306
8 9 10 0,1 0,031086 8 7 4,7 0,047 0,00534092
9 8 10 0,1 0,027632 9 4 3 0,03 0,00124344
10 7 11 0,11 0,02925538 10 3 2,2 0,022 0,000501521
11 11 10 0,1 0,037994 11 3 2,8 0,028 0,000812381
12 10 10 0,1 0,03454 12 4 3,1 0,031 0,001327718
13 7 11,5 0,12 0,03481632 13 5 5 0,05 0,0043175
14 6 7 0,07 0,01015476 14 5 10,3 0,103 0,018321743
15 6,5 8,5 0,09 0,01818531 15 2,5 5,5 0,055 0,002612088
16 20 74 0,74 3,7828208
Plot dengan perlakuan silin Plot tanpa perlakuan silin
pohon Sonokeling sebanyak 15 tegakan, plot B ditemukan pohon Sonokeling sebanyak 15 Tegakan dengan 15 tegakan DBH dibawah 20 cm. Volume pohon dipengaruhi besar diameter dan tinggi pohon. Perhitungan volume menggunakan rumus:
V = f.g.h
f = angka bentuk sonokeling (0.44) g = 0.25 π d² h = tinggi pohon
pada plot A diameter sonokeling terkecil adalah 6 cm dan diameter terbesar adalah 14,5 cm
diperoleh diameter rata-rata sebesar 9,6 cm. Pengukuran untuk tinggi pohon diperoleh, yang paling rendah dari adalah 5,5 m dan yang tertinggi adalah 11 m dengan rata-rata seluruh tinggi pohon yaitu 7,5 m. Pada perhitungsn volume pohon diperoleh data total volume yang berada pada plot A dengan 15 tegakan muda adalah 0,4 m3.
pada plot B diameter sonokeling terkecil adalah 3 cm dan diameter terbesar adalah 11,6 cm, untuk rata-rata yang digunakan hanya pada tegakan muda dengan DBH dibawah 20 cm karena digunakan untuk membandingkan dengan plot A. Rata-rata diameter sebesar 5,8 cm. Pengukuran untuk tinggi pohon diperoleh, yang paling rendah dari adalah 2,5 m dan yang tertinggi adalah 10 m dengan rata- rata seluruh tinggi pohon yaitu 5,7 m. Pada perhitungsn volume pohon diperoleh data total volume yang berada pada plot B dengan 15 tegakan muda adalah 0,14 m3.
Dari hasil rata-rata diameter dan tinggi serta total volume antara plot A dengan Plot B terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Perbedaan besar diameter dan tinggi pohon pada plot A dengan plot B karena plot A adanya penerapan silvikultur intensif antara lain yaitu penggunaan bibit unggul, penentuan jarak tanam yang tepat, penggunaan jenis dan dosis pupuk yang cocok, penjarangan yang tepat, pruning yang baik, pengendalian gulma secara efektif, perlindungan dari gangguan hama dan penyakit.
Kesimpulan
Dafpus
Muhdin. 2012. Dinamika struktur tegakan hutan tidak seumur untuk pengaturan hasil hutan kayu berdasarkan jumlah pohon (Kasus pada areal bekas tebangan hutan alam hujan tropika dataran rendah tanah kering di Kalimantan) [thesis]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Naiem, M. (2005). Upaya Peningkatan Kualitas Hutan Jati Rakyat. Dalam Mahfudz, Mirsatmanto A, dan Fauzi MA (eds). Prosiding Pertemuan Forum Komunitas Jati IV:
Pengembangan Benih Jati Unggul
untuk Peningkatan Produktivitas Hutan Rakyat..
PURNOMO, A. K. (2020). ANGKA BENTUK POHON SONOKELING (Dalbergia latifolia) DI HUTAN RAKYAT KABUPATEN BANTUL (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada)
Rayes, L . M 2007. Metode Inventarisas. Edisi Kedua. USU Press, Medan.
Soekotjo. (2009). Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.