• Tidak ada hasil yang ditemukan

ACHIEVING INCLUSIVE GROWTH IN THE ASIA PACIFIC

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ACHIEVING INCLUSIVE GROWTH IN THE ASIA PACIFIC"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Brawijaya

BOOK REVIEW:

“ACHIEVING INCLUSIVE GROWTH IN THE ASIA PACIFIC”

Book Title: Triggs, A. (2020). Achieving Inclusive Growth in the Asia Pacific (A. Triggs & S. Urata (eds.)). ANU Press. ISBN13:

9781760463823

Hardi Alunaza SD Anggi Putri Universitas Tanjungpura

Dengan judul yang dimiliki oleh buku ini yaitu mencapai pertumbuhan yang inklusif di Asia Pasifik, penulis mencoba untuk menguraikan jalan ataupun jalur yang ditempuh oleh Asia Pasifik untuk mencapai pertumbuhan yang lebih inklusif diikuti mobilitas yang lebih besar dengan latar belakang meningkatnya ketimpangan, tantangan dari globalisasi dan juga perubahan demografis.

Pembahasan yang terdapat di setiap bab merupakan kumpulan dari esai penting yang pada intinya membahas apakah Asia memiliki kemampuan untuk memimpin ekonomi global dengan adanya ketimpangan dan ketidakpuasan sosial yang dapat mengancam keberhasilan ekonomi tersebut. pada umumnya pembahasan yang terdapat di dalam bab-bab pada buku ini memuat paparan, analisa ataupun perhitungan mengenai ketimpangan pendapatan, usia, kekayaan, jenis kelamin dan lokasi dengan alasan dari peningkatan ketimpangan ini seperti globalisasi, keterbukaan, perdagangan, kemajuan teknologi dan juga investasi asing.

Mishkin di dalam (Zafar, 2019) menjelaskan bahwa globalisasi merupakan fenomena global yang tidak hanya memberikan dampak yang signifikan terhadap ekonomi saja namun juga memberi pengaruh yang cukup besar terhadap aspek sosial dan politik, hal-hal ini diyakini mengurangi dan bahkan menghilangkan batasan lintas batas, dapat meningkatkan transfer teknologi yang lebih maju serta meningkatkan masuknya arus modal dan peningkatan akan investasi yang akan membuka jalan terhadap pembangunan finansial dan keterbukaan

perdagangan sehingga berpengaruh cukup besar terhadap pembangunan ekonomi. Akan tetapi di sisi lain globalisasi lebih banyak diyakini sebagai hal buruk yang dapat menjadi suatu ancaman.

Pasalnya banyak didapati negara-negara dengan ekonomi maju di dunia mulai mengalami serangan yang cukup tajam dari globalisasi ini sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan akan ketimpangan pada negara-negara tersebut. Begitu juga dengan Asia Pasifik, hal ini tentunya juga akan memberikan pengaruh dan kesulitan terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasannya dengan dua sisi yang diberikan oleh globalisasi dalam tatanan ekonomi, sosial maupun politik di kawasan tersebut.

Seperti yang kita ketahui, saat ini Amerika dan Eropa bukanlah satu-satunya pusat akan kemajuan ekonomi di dunia, banyak negara ataupun kawasan yang mulai mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat.

Kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu Kawasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi cukup spektakuler dengan peningkatan akan penampilan ekonomi di kawasannya yang mulai membangun hubungan-hubungan baru dengan kawasan lain melalui dinamika internalnya sehingga didapati peningkatan pembangunan yang semakin besar diikuti dengan perluasan akumulasi modal di kawasannya (Minardi, 2019).

Hal-hal ini tentunya akan membuka peluang investasi yang lebih besar lagi di kawasan Asia Pasifik dikarenakan kawasan ini diyakini memiliki potensi yang cukup besar untuk menjadi pusat ekonomi dunia selain Amerika dan Eropa.

[corresponding author: hardi.asd@fisip.untan.ac.id ]

(2)

[167]

Perwujudan pertumbuhan ekonomi yang inklusif di Kawasan Asia Pasifik dapat mendukung kondisi stabilitas sosial dan politik di suatu negara sehingga terdorongnya siklus pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Pencapaian ini juga akan memberikan keuntungan yang cukup besar sehingga memungkinkan setiap warga dapat meningkatkan standar hidup mereka masing-masing.

Di bagian awal buku ini terdapat penjelasan mengenai teori ekonomi dan pelajaran praktis yang digunakan oleh penulis untuk mengukur kesetaraan peluang yang ada di wilayah Asia Pasifik. Salah satu indikator yang diyakini dalam melihat peluang atau kesamaan kesempatan adalah elastisitas pendapatan antargenerasi, dimana ketimpangan pendapatan akan diwariskan dari suatu generasi ke generasi berikutnya jika terdapat elastisitas yang tinggi dalam skenario tersebut, begitu juga sebaliknya elastisitas yang rendah juga dapat juga dapat meminimalisir kemungkinan pendapatan yang sama antargenerasi. Di Kawasan Asia Pasifik, India menjadi negara dengan peringkat teratas terhadap elastisitas antar generasinya yaitu dengan angka 0,596. Dalam pengukurannya sebagian besar negara yang berada di Kawasan Asia Pasifik dengan penghasilan yang tinggi memiliki mobilitas yang lebih tinggi tidak hanya terhadap negara-negara lain di kawasan ini namun juga secara global.

Indikator elastisitas antargenerasi ini diyakini menjadi alat yang efektif untuk mengetahui kesamaan kesempatan dan bahkan dapat membantu dalam pembuatan kebijakan, menyesuaikan kebijakan dan mengidentifikasi tantangan yang cukup serius.

Dalam implikasi pembangunan berkelanjutan, mengukur kekayaan menjadi suatu persaingan yang terjadi antar negara. Banyak didapati pemerintah dalam suatu negara melakukan upaya dalam menerapkan reformasi untuk meningkatkan peringkat mereka dari negara-negara lainnya. Hal ini tidak hanya memiliki sisi positif dengan capaian peringkat yang didapat oleh setiap negara, namun juga memiliki sisi negatif sebab reformasi yang di lakukan bukanlah memperbaiki lingkungan bisnis negaranya secara umum, melainkan lebih memprioritaskan reformasi terhadap area spesifik

Book Review: “Achieving Inclusive Growth In The Asia Pacific” yang diukur oleh Bank Dunia. Diketahui bahwa pertumbuhan PDB tidak selalu menunjukkan pertumbuhan kekayaan, ambil saja contohnya antara Indonesia dan Malaysia, kedua negara ini mengalami peningkatan PDB namun bersamaan dengan penurunan kekayaan inklusif, sehingga bisa dikatakan bahwa bisa saja bagi sebagian besar negara memiliki pertumbuhan PDB cenderung lebih besar dari pada pertumbuhan kekayaan inklusifnya. Dalam menghitung pertumbuhan yang inklusif hal yang dibutuhkan adalah data harga dan kuantitas yang memiliki kualitas tinggi terhadap segala bentuk aset, bukan asumsi mengenai optimalitas maupun prakiraan kuantitas masa depan. Pengukuran yang dilakukan ini menurut penulis merupakan cara yang tepat untuk mengevaluasi apakah pembangunan ekonomi berkelanjutan dan juga dapat menentukan fokus suatu negara dalam memilih kebijakan serta memberikan pengaruh dalam memandang pemimpin politik dan cara memilih ataupun memberikan suara.

Buku ini juga membahas mengenai ketimpangan yang meningkat di tengah pesatnya pertumbuhan di Asia dan implikasi yang terjadi terhadap kebijakan-kebijakan yang ada.

Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa di sepanjang sejarah dalam tiga dekade terakhir, negara-negara berkembang di Asia maupun negara-negara di Asia Pasifik mengalami pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, namun juga terdapat angka peningkatan ketimpangan pendapatan di negara-negara berkembang lainnya di Asia, dimana ketimpangan ini diyakini akan melemahkan basis pertumbuhan melalui sejumlah mekanisme ekonomi, sosial ataupun politik.

Penulis meyakini bahwa perubahan ekonomi, globalisasi dan deregulasi berorientasi pasar dapat menjadi pendorong kuat dalam pertumbuhan ekonomi. maka dari itu diperlukan langkah- langkah kebijakan yang mampu dalam menghadapi peningkatan ketimpangan tersebut dan juga dapat fokus kepada pemerataan peluang. Kebijakan ini dapat mencakup hal-hal seperti penciptaan lapangan kerja berkualitas tinggi yang lebih luas,

(3)

intervensi yang mempersempit disparitas spasial, kebijakan yang dapat mengurangi ketimpangan dalam modal manusia dan dapat membuat sistem perpajakan yang lebih efektif dan adil serta mampu memperkuat jaringan pengaman sosial dan menghapus pengucilan sosial.

Pembahasan dilanjutkan dengan upaya yang harus di lakukan Asia dalam mencapai keterbukaan dan pertumbuhan inklusif khususnya di Asia Tenggara. Sebagaimana yang telah dikatakan di atas, Asia di tengah keterbukaannya seperti investasi juga mengalami peningkatan ketimpangan dalam beberapa waktu terakhir.

Dalam konteks ekonomi Asia Tenggara keterbukaan dan ketidaksetaraan tidak terlihat jelas sebab ditemukan salah satu fakta bahwa komponen ekspor dan impor dari keterbukaan memiliki dampak yang bertentangan dengan ketidaksetaraan sehingga interaksi yang terjadi di negara-negara Asia terhadap ekspor dan impor melalui perkembangan rantai pasokan lintas batas membuat perbedaan antara kedua hal ini terlihat tidak jelas, namun keterbukaan tersebut juga tidak bisa disalahkan atas meningkatnya ketimpangan yang terjadi. Pada dasarnya perkembangan ekonomi di kawasan ini memang tidak merata.

Keterbukaan perdagangan pada penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan menganalisanya melalui beberapa indikator pengukuran terhadap sebagian besar negara di Asia Tenggara menunjukkan konsistensi bahwa adanya hubungan yang tidak signifikan secara statistik dari keterbukaan perdagangan tersebut yang merupakan bagian dari ekspor dan impor dalam PDB yang menjadi ketimpangan pendapatan dalam setiap negara, dimana ekspor dapat membantu mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan sedangkan impor berkontribusi ke arah yang berlawanan.

Ketimpangan pendapatan dan pekerjaan menjadi pertanyaan besar dalam masa depan Asia Pasifik. Kemajuan teknologi menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi distribusi pendapatan dan pekerjaan baik ke arah positif maupun negatif. Maka dari itu dibutuhkan suatu strategi yang mampu memelihara lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi dengan

memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut.

Seperti yang kita ketahui bahwa penggunaan robot industri di Asia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Asia telah menjadi kawasan yang telah melampaui tingkat adopsi robot industri melebihi Amerika dan Eropa dengan perkiraan jumlahnya pada tahun 2020 mencapai angka 1,9 juta robot yang akan beroperasi di selurus Asia, dimana jumlah ini hampir sama dengan jumlah stok robot pada tahun 2016. Dalam sisi positifnya kemajuan teknologi ini akan memberikan suatu prospek terhadap daya saing dan pertumbuhan ekonomi, namun pada sisi negatifnya penggunaan robot bisa saja menyebabkan peningkatan angka pengangguran dan bahkan memperburuk ketimpangan pendapatan. Penulis dalam buku meyakini bahwa otomasi teknologi di negara- negara maju seperti AS, Jerman, Jepang, China dan Korea Utara akan memberikan dampak yang cukup besar pada lintasan perkembangan pertumbuhan ekonomi di Asia. Seperti dalam mempertahankan daya saing di pasar internasional, perusahaan di negara maju akan meningkatkan investasi dalam otomasi dan AI untuk mempertahankan keunggulan dalam produktivitas tenaga kerja dan daya saing mereka, sehingga mekanisme ini akan berpotensi untuk menjadi kunci yang mendorong lonjakan investasi di negara maju dan berkembang.

Buku ini juga membahas perihal mobilitas pendidikan antargenerasi pada tahun 1930-2010 di China. Dalam hal ketimpangan yang terjadi di Asia, pendidikan harus mendapatkan perhatian khusus di negara ini sebab mobilitas pendidikan antargenerasi ini merupakan salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur kesetaraan pendidikan. Dalam mengukur mobilitas antargenerasi ini, peningkatan kesetaraan pendidikan yang melambat ataupun mobilitas yang stagnan dapat dilihat dari koefisien yang lebih tinggi, dimana menurut data yang disediakan oleh China Family Panel Studies (CFPS), China memiliki koefisien transmisi yang terus mengalami peningkatan terhadap kelompok pertengahan 1970-an sehingga bisa dikatakan

(4)

[169]

bahwa saat itu ketidaksetaraan telah menyebar luas di negaranya. Kesenjangan pendidikan yang membesar terjadi di antara perkotaan dan pedesaan diduga karena transmisi antargenerasi ini. China berhasil melakukan perubahan yang drastis dalam tatanan masyarakatnya pada abad kedua puluh.

Revolusi komunis yang ada di negaranya mempercepat jalan transformasi sosial yang dilakukan oleh China dengan tujuan mengakhiri sejarah stagnasi untuk mencapai kesetaraan di negaranya, namun untuk menghindari terjadinya kembali stagnasi tersebut China masih membutuhkan usaha lain seperti melakukan program-program yang progresif dalam tatanan pendidikan ataupun turun tangan pemerintah untuk membuat kebijakan dengan memprioritaskan kemajuan sosial di negaranya.

Beralih dari keadaan China penulis kemudian membahas ketimpangan dan mobilitas antargenerasi di India. Dengan tingkat perkembangan ekonomi yang sama didapati suatu analisis pendapatan bahwa ketimpangan yang terjadi di India jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lainnya termasuk dalam aspek pembangunan manusia seperti kesehatan, gizi dan bahkan pendidikan, namun diperkirakan dalam lima tahun ke depan India akan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dari China dan rata-rata ASEAN+6 sehingga hal ini membuat perhatian global mulai tertarik dengan perekonomian India. Pemerintahan India memiliki inisiatif untuk pro terhadap kaum miskin, dimana hal ini menghasilkan kontribusi kepada pengurangan kemiskinan yang lebih cepat namun juga terjadi moderasi peningkatan ketimpangan secara bersamaan dengan hal tersebut. India menjadi negara yang mengalami ketimpangan horizontal dimana hal ini tidak hanya berkaitan dengan distribusi dan pertumbuhan ekonomi, namun juga berdampak terhadap stabilitas sosial dan politik di negaranya.

Dalam bab ini penulis melakukan analisa dan perhitungan terhadap beberapa ketimpangan yang terjadi di India di antaranya adalah ketimpangan konsumsi, pendapatan, aset dan ketimpangan pendapatan tingkat mikro.

Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan di pasar tenaga kerja menjadi

Book Review: “Achieving Inclusive Growth In The Asia Pacific”

pendorong kuat akan terjadinya ketimpangan.

Walaupun India mengalami pertumbuhan yang cukup cepat dalam kinerja ekonominya, namun proses pertumbuhan tersebut dapat berkelanjutan belum bisa dipastikan sebab hal tersebut tidak hanya bergantung kepada kebijakan ekonomi saja melainkan juga berhubungan dengan kebijakan atas inklusif dan pembangunan manusia.

Selanjutnya penulis membahas mengenai ekuitas antargenerasi dengan umur panjang yang mengalami peningkatan secara kontinu dari waktu ke waktu. Jepang menjadi salah satu negara dengan harapan hidup tertinggi di dunia karena telah diperkirakan bahwa kehidupan di Jepang akan lebih lama dibandingkan negara-negara lainnya.

Beban pajak bersih, kesejahteraan sosial dan konsumsi tambahan adalah hal-hal yang dibahas dalam bab ini. Status kesehatan lansia menjadi hak yang diperhitungkan di Jepang. Suatu simulasi dilakukan untuk menganalisis ekuitas antargenerasi dengan memperhitungkan dampaknya terhadap konsumsi, akuntansi generasi, PDB dan keuangan pemerintahan. Dalam analisis simulasi tersebut, penulis meyakini bahwa Jepang perlu untuk meningkatkan sistem asuransi sosial di negaranya dan melakukan suatu perubahan dalam mempersempit kesenjangan antargenerasi terkait dengan beban dan manfaat dalam hal-hal tersebut.

Bagian akhir dari buku ini di tutup dengan pembahasan berupa paparan yang memuat alasan terhentinya partisipasi angkatan kerja perempuan di Indonesia. Dalam perwujudan pertumbuhan yang inklusif di Asia diyakini bahwa jika komitmen yang dilakukan dalam forum G20 untuk mengurangi kesenjangan partisipan angkatan kerja antara perempuan dan laki-laki dapat tercapai, hal ini akan berkontribusi terhadap peningkatan PBD G20 1 % lebih besar yaitu sekitar US $ 1triliun yang mana nantinya akan memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam mendorong pertumbuhan inklusif di Asia.

Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak mengalami perubahan partisipan pekerja perempuan di negaranya

(5)

[170]

walaupun terdapat kemajuan ekonomi yang cukup drastis sejak akhir tahun 1990-an.

Partisipasi pekerja wanita di Indonesia tidak mengalami peningkatan dalam dua dekade lamanya, dimana partisipasi ini masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan sedangkan Indonesia memiliki tahap pertumbuhan yang sama dengan negara lainnya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi angka partisipasi kerja wanita ini adalah status perkawinan dan kondisi sosial dari perkawinan tersebut. Banyak wanita dengan rumah tangga miskin berpartisipasi dalam angka partisipasi angkatan kerja perempuan tersebut dibandingkan dengan wanita menikah dalam rumah tangga yang tidak miskin.

Kesetaraan pada umumnya adalah hal yang cukup menantang bagi sebagian besar negara di dunia. Hal ini menjadi tingkatan dasar bagi setiap warga negara dalam kesempatan kesetaraan terlepas dari asal usul dan persuasi politik mereka masing-masing. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa elastisitas pendapatan antargenerasi menjadi salah satu indikator dalam persamaan kesempatan tersebut, maka hal ini dapat dijadikan titik awal yang sangat berguna bagi suatu negara untuk memikirkan asal mula dan solusi untuk mengatasi ketimpangan yang menjadi permasalahan di negaranya. Aiyar dan Christian meyakini bahwa ketimpangan peluang dapat menjadi salah satu faktor yang merugikan pertumbuhan ekonomi di masa depan karena akan menjadi penghalang akumulasi modal manusia oleh individu dengan pendapatan yang rendah (Aiyar dan Christian, 2019). Maka dari itu, penting bagi Kawasan Asia Pasifik dalam melihat kesetaraan kesempatan tersebut karena hal ini sangat berguna untuk menjadi pendorong dalam mencapai pembangunan yang inklusif di kawasan.

Tidak hanya ketimpangan pendapatan, keadilan antargenerasi juga menjadi suatu hal yang harus diperhatikan oleh Asia Pasifik sebab

Book Review: “Achieving Inclusive Growth In The Asia Pacific” hal ini tidak hanya menjadi kunci akan ketimpangan yang ada namun juga dapat memperburuk hal tersebut. Banyak di dapati negara-negara di Kawasan Asia Pasifik memiliki masalah ini seperti penurunan akan kesuburan sehingga mengakibatkan peningkatan populasi yang menua di negara-negara tersebut. Singkatnya dapat dikatakan bahwa, jika hal ini tidak terkoordinir dengan baik maka dinamisme ekonomi dan sosial akan jatuh dan hal ini juga akan menjadi penghalang akan perwujudan pertumbuhan ekonomi di Kawasan Asia Pasifik.

Pembahasan dalam tulisan ini dengan penggunaan gambar, tabel ataupun grafik dapat digunakan untuk membantu pemahaman dan memberikan gambaran yang lebih jelas dari isi buku yang ingin disampaikan oleh penulis.

Analisis dengan data-data yang digunakan oleh penulis di dalam buku dapat menjadi informasi yang cukup penting dan akurat bagi para peneliti lain terkait hal-hal ataupun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Kekurangan dari buku ini adalah adanya pembahasan yang bisa saja dikatakan tidak terlalu signifikan dengan pembahasan seperti analisis penulis dalam teori dan praktis pelajaran pada bab ke dua, dimana pembahasannya memuat paparan antargenerasi dengan contoh kasus ibu dan anak, sedangkan judul lebih merujuk kepada negara khususnya di kawasan Asia Pasifik, mungkin bisa saja penulis melakukan perbandingan terhadap mobilitas antargenerasi di sebuah negara dengan membandingkan perbedaan pemerintahan dari masing-masing pemimpin atau perkembangan suatu negara dari tahun ke tahun sehingga hal tersebut akan lebih membantu pembaca dalam memahami isi buku.

Kemudian pembahasan yang terdapat di dalam buku terlalu bersifat umum, sehingga terlalu minim didapati paparan, analisa ataupun pembahasan mengenai fokus utama penulis tentang kemajuan inklusif di Asia Pasifik tersebut.

(6)

[171]

Book Review: “Achieving Inclusive Growth In The Asia Pacific”

REFERENCE

Aiyar, Shekhar S. and Ebeke, Christian, (2019). Inequality of Opportunity, Inequality of Income and Economic Growth. IMF Working Paper No. 19/34, Available at SSRN:

https://ssrn.com/abstract=3367419

Minardi, Anton. (2019). Asia Pasifik Menuju Sentra Ekonomi Dunia 2020. Kontribusi Pemikiran Untuk Bangsa, 2010. pp. 120-128.

Zafar, M.W., Saud, S. & Hou, F. (2019). The Impact of Globalization and Financial Development on Environmental Quality: Evidence from Selected Countries in the Organization for Economic Co- operation and Development (OECD). Environ Sci Pollut Res 26, 13246–13262 . https://doi.org/10.1007/s11356-019-04761-7

Referensi

Dokumen terkait

Institution and Regime Characteristics To improve the health facilities in Anambas Islands Regency, the Regional Government established the development of Class C Regional Public