• Tidak ada hasil yang ditemukan

admin, 20 643 657 Arya Candra Kusuma

N/A
N/A
A Rifki

Academic year: 2025

Membagikan "admin, 20 643 657 Arya Candra Kusuma"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN DAN KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA:

ANALISIS INPUT-OUTPUT

INTERCONNECTION AND THE CONTRIBUTION OF THE AGRICULTURAL SECTOR IN INDONESIA: INPUT-OUTPUT ANALYSIS

Arya Candra Kusuma1*, Zahra Rizky Fadilah2, Raihan Bariq Kamal3, Isra Syukria Herida4, Annisa Syifaulhaq5, Budiasih Budiasih6

1*Politeknik Statistika STIS Email: [email protected]

23456Politeknik Statistika STIS

*Penulis Korespondensi: [email protected]

ABSTRACT

The significance of the agricultural sector in Indonesia is not only assessed based on its contribution to the Gross Domestic Product (GDP), but also through its interconnections with other economic sectors. The analysis of current data pertaining to the agricultural sector is vital for achieving national goals and food security objectives. However, the study of the interrelationships between the agricultural sector with other economic sectors has currently not been updated with comparable data throughout time, leaving the agricultural sector with an outdated picture and development patterns. The purpose of this study is to analyze and assess the interrelationships between the agriculture sector and other economic sectors between 2016 and 2022 using the 2016 input-output (IO) table data and the 2022 GDP data with current prices. The analytical methods employed in this research involve IO table analysis and the RAS method for updating the table. The results of the IO table analysis reveal that the agricultural sector has a greater forward linkage than backward linkage, indicating that it supports other economic sectors by providing inputs to them. Furthermore, inter-year comparisons show a rise in the extent of links between the agriculture sector with other economic sectors. The study's conclusions are meant to help in the expansion of the agricultural sector, hence boosting food security in Indonesia.

Keywords: agriculture sector, economic sector linkage, input-output, multiplier effect ABSTRAK

Peranan penting sektor pertanian terhadap perekonomian di Indonesia tidak hanya ditinjau melalui kontribusinya terhadap (Produk Domestik Bruto) PDB, tetapi juga melalui keterkaitannya terhadap sektor perekonomian lainnya. Analisis data terkini sektor pertanian penting untuk mewujudkan tujuan nasional dan ketahanan pangan. Namun, analisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor ekonomi lainnya belum melakukan pembaruan data dan perbandingan antarwaktu, sehingga tidak memberikan gambaran kondisi terkini dan perkembangan sektor pertanian. Penelitian ini bertujuan menganalisis keterkaitan sektor pertanian dengan sektor ekonomi lainnya serta membandingkan keterkaitan tersebut pada tahun 2016 dan tahun 2022 dengan menggunakan data tabel input-output (IO) tahun 2016 serta PDB lapangan usaha ADHB tahun 2022. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tabel IO dan metode RAS untuk melakukan pembaruan periode waktu tabel IO. Hasil

(2)

analisis tabel IO menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan lebih tinggi dibandingkan keterkaitan ke belakang sehingga menjadi penyokong sektor perekonomian lainnya dalam input bagi sektor perekonomian lain. Selain itu, hasil perbandingan keterkaitan antartahun menunjukkan peningkatan ukuran keterkaitan antara sektor pertanian terhadap sektor perekonomian lainnya. Hasil penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi untuk mengembangkan sektor pertanian untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia.

Kata kunci: efek pengganda, keterkaitan sektor ekonomi, input-output, sektor pertanian PENDAHULUAN

Peran sektor pertanian sangat penting bagi ekonomi Indonesia dan menjadi pilar utama dalam visi Indonesia 2045 dan ekonomi nasional (Asian Development Bank, 2019; Bappenas, 2019). Sektor pertanian memberikan pengaruh tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dengan menyediakan gizi yang lebih baik bagi penduduk miskin, menjamin stabilitas harga pangan, menciptakan peluang kerja, meningkatkan kualitas faktor produksi, dan mengurangi kemiskinan (Apostolidou et al., 2014; Awokuse & Xie, 2015; Bein & Ciftcioglu, 2017; Moon

& Lee, 2013). Pernyataan ini sejalan dengan tujuan kedua dan pertama dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang bertujuan untuk menghapuskan kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan pertanian berkelanjutan, dan menghapuskan kemiskinan dalam segala bentuknya, di mana pun (United Nations, 2015). Oleh karena itu, peran sektor pertanian perlu untuk diikutsertakan dalam pembahasan mengenai perkembangan ekonomi di Indonesia (Bashir & Susetyo, 2018).

Gambar 1. Distribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Berlaku, menurut Sektor Ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah)

Gambar 1 menunjukkan kontribusi yang cukup tinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang berasal dari sektor pertanian, yakni 12,4%, dan menempati peringkat ketiga dalam kontribusinya terhadap PDB Indonesia. Terlihat pula bahwa kontribusi pertanian

(3)

lebih besar daripada sektor lain, meskipun masih di bawah sektor C, manufaktur, dan sektor G, perdagangan. Dengan demikian, sangat penting bagi para pembuat kebijakan untuk menganalisis bagaimana sektor pertanian mempengaruhi ekonomi karena hal ini menjadi dasar untuk proses pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian.

Namun, pemahaman tentang sektor pertanian tidak hanya bergantung pada kontribusinya terhadap PDB, melainkan juga penting untuk mempertimbangkan keterkaitannya dengan sektor- sektor lain (BPS, 2021). Keterkaitan ini terwujud melalui hubungan input-output, yang menggambarkan aktivitas produksi dan konsumsi antara berbagai industri yang saling memengaruhi dan bergantung satu sama lain. Dengan menganalisis ketergantungan ini, efek multiplier dapat diidentifikasi yang menggambarkan bagaimana sektor pertanian dapat memengaruhi sektor-sektor lain dan perekonomian secara keseluruhan. Pemeriksaan ini memungkinkan untuk mengidentifikasi sektor perekonomian yang berpengaruh signifikan terhadap sektor pertanian dan sebaliknya. Selain itu, analisis tentang struktur ekonomi dan keterkaitan antarsektor di Indonesia memberikan rujukan dalam proses pembuatan kebijakan.

Beberapa penelitian sebelumnya telah membahas topik penelitian serupa. Peneliti sebelumnya telah menganalisis hubungan antara sektor pertanian dan sektor-sektor ekonomi lainnya menggunakan analisis input-output dalam konteks regional, seperti Kabupaten Banjarnegara (Oktafiana Fortunika et al., 2017), Provinsi Jawa Tengah (Wildan Rafiqah et al., 2018), dan Provinsi Kalimantan Barat (Indah et al., 2022). Dalam konteks Indonesia, beberapa peneliti lain telah menyelidiki keterkaitan sektor pertanian dengan ekonomi, meskipun mereka belum memperbarui tabel IO yang digunakan (Laksmi, 2020; Widyawati, 2017). Studi sebelumnya yang memperbarui tabel input-output sebelum analisis tidak fokus terutama pada kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi Indonesia (Nugroho, 2022). Oleh karena itu, dalam upaya mengisi celah penelitian sebelumnya, dengan menggunakan tabel input-output yang telah diperbarui melalui penelitian ini akan dianalisis hubungan sektor pertanian dengan sektor perekonomian lainnya. Selain itu, belum terdapat penelitian sebelumnya yang membandingkan perubahan dalam hubungan antar sektor dan kontribusi ekonomi sektor pertanian di Indonesia selama periode waktu yang berbeda. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara sektor pertanian dan sektor lain, serta pengaruhnya terhadap ekonomi, dengan menggunakan data input-output yang diperbarui.

Analisis tabel IO memungkinkan untuk menganalisis dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan dalam suatu sektor perekonomian serta memungkinkan untuk menganalisis ketergantungan antarsektor perekonomian terhadap sektor pertanian (Miller & Blair, 2009).

Selain itu, identifikasi sektor yang paling berpengaruh dalam perekonomian juga dapat dilakukan dengan menggunakan analisis input output. Dengan memahami keterkaitan dan kontribusi ekonomi dari sektor pertanian, para pembuat kebijakan dapat merancang kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, keberlanjutan, dan daya saing dalam sektor pertanian.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan analisis tabel input-output untuk memeriksa hubungan antar berbagai sektor ekonomi dan kontribusi ekonomi yang dihasilkan oleh sektor pertanian.

Penelitian ini menggunakan data berupa Tabel Input-Output Transaksi Total tahun 2016 berdasarkan harga dasar dan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2022 berdasarkan harga berlaku yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dapat diakses secara online. Tabel input-output ini memberikan gambaran sistematis aliran barang, jasa, dan pendapatan antar

(4)

sektor ekonomi, yang memungkinkan untuk melakukan analisis efek langsung dan tidak langsung yang dihasilkan dari perubahan dalam berbagai sektor ekonomi (BPS, 2021). Dengan menggunakan tabel ini, dapat diidentifikasi hubungan antar sektor dan pengaruh yang ditimbulkan dari perubahan di satu sektor terhadap sektor lainnya. Selain itu, analisis tabel input- output juga memungkinkan untuk menghitung kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada tahun 2022. Dengan demikian, analisis tabel input-output ini akan memberikan pemahaman tentang hubungan antar sektor ekonomi dan pentingnya sektor pertanian dalam kontribusi ekonomi secara keseluruhan.

Dalam analisis input-output digunakan tabel input-output, yaitu matriks yang mewakili interaksi atau keterkaitan di antara sektor-sektor dalam suatu perekonomian (BPS, 2021). Dalam tabel tersebut, output dari setiap sektor ditampilkan dalam baris-baris, dimana output tersebut dapat digunakan sebagai input pada proses produksi sektor lain atau sebagai konsumsi akhir oleh rumah tangga dan pemerintah. Di sisi lain, kolom-kolom tabel input-output menunjukkan penggunaan input dalam aktivitas produksi setiap sektor. Kolom-kolom ini mencakup input perantara yang diperoleh dari sektor-sektor lain dan input primer yang merupakan input langsung yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor (BPS, 2021).

Tabel 1. Struktur Tabel IO (BPS, 2021)

Sektor

Produk (Industri)

Total Permintaan Antara

Permintaan Akhir

Total Permintaan Akhir Total Output Pertanian,

Kehutanan, Perikanan

Jasa

Lainnya

Konsumsi Rumah Tangga

Ekspor

Produk (Industri) Pertanian, Kehutanan, Perikanan

KUADRAN 1 KUADRAN 2

Jasa Lainnya

Pajak – subsidi Pajak dikurangi subsidi atas produk Pajak dikurangi subsidi atas produk

Impor Konsumsi antara produk impor Konsumsi antara produk impor

Input Primer

(Nilai Tambah) KUADRAN 3

Total Input Nilai Sama

Tabel input-output, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1, terdiri dari tiga kuadran yang berbeda. Kuadran 1 berisi matriks yang menggambarkan keterlibatan sektor ekonomi dalam aktivitas produksi melalui konsumsi atau input-output dari sektor tersebut. Di Kuadran 2, terdapat komponen permintaan akhir, termasuk konsumsi akhir oleh rumah tangga, pemerintah, dan organisasi nirlaba (nonprofit) yang melayani rumah tangga, investasi fisik berupa pembentukan modal tetap bruto dan perubahan inventori, serta ekspor. Sementara di Kuadran 3, terdapat komponen input primer, seperti kompensasi atau upah atau gaji untuk tenaga kerja, surplus usaha bruto atau laba bruto, dan pajak dikurangi subsidi pada produksi (BPS, 2021).

Untuk penelitian ini, digunakan tabel input-output transaksi total tahun 2016 berdasarkan harga dasar. Tabel ini terbagi menjadi 17 sektor ekonomi mengikuti Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Tabel IO transaksi total akan mencakup semua transaksi, termasuk ekspor dan impor. Selain itu, tabel IO atas dasar harga dasar menggunakan harga produsen tanpa memperhitungkan marjin perdagangan dan transportasi, pajak, maupun subsidi pada produk.

(5)

Untuk menganalisis hubungan antara sektor-sektor ekonomi menggunakan tabel input- output, diperlukan koefisien input 𝑎!" yang dirumuskan sebagai berikut.

𝑎!"=𝑋!"

𝑋"

Dalam persamaan di atas, 𝑎!" mewakili bagian dari output hasil produksi sektor ke-𝑖 yang menjadi input di sektor 𝑗 (𝑋!") terhadap total input di sektor ke-𝑗 (𝑋"). Dengan notasi matriks, tabel input-output dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut.

𝐀𝐗 + 𝐘 = 𝐗

Dengan melakukan operasi matriks, dapat diperoleh sebagai berikut.

𝐗 = (𝐈 − 𝐀)#𝟏𝐘

Notasi 𝐗 digunakan untuk menunjukkan output dari masing-masing sektor ekonomi.

Notasi 𝐘 digunakan untuk menunjukkan permintaan akhir dari masing-masing sektor ekonomi.

Notasi 𝐈 mewakili matriks identitas. Notasi 𝐀 digunakan untuk matriks koefisien input atau disebut juga matriks teknologi. Matriks tersebut menggambarkan pengaruh langsung dari keterkaitan antar sektor ekonomi. Selain itu, terdapat matriks invers Leontief yang dinotasikan sebagai (𝐈 − 𝐀)#%. Matriks invers Leontief ini memiliki peran penting dalam menghitung efek total dari interaksi antar sektor ekonomi (Miller & Blair, 2009). Dengan menggunakan matriks invers Leontief, kita dapat mengidentifikasi bagaimana perubahan yang terjadi pada satu sektor ekonomi dapat mempengaruhi sektor-sektor lain dalam perekonomian secara keseluruhan (BPS, 2021).

Matriks invers Leontief digunakan untuk menganalisis hubungan antara sektor-sektor produksi, termasuk hubungan ke belakang (backward linkage) dan hubungan ke depan (forward linkage). Hubungan ke belakang mengukur kekuatan hubungan antara sektor-sektor produksi dalam penggunaan input. Di sisi lain, hubungan ke depan mengukur kekuatan hubungan antara sektor-sektor produksi dalam menyediakan input untuk sektor-sektor lain melalui output yang dihasilkan (Nazara, 2005). Dampak dari kedua jenis hubungan ini dapat diukur menggunakan Index of backward linkage (IBL) dan Index of forward linkage (IFL). Rumus untuk IBL dan IFL adalah sebagai berikut

𝐼𝐵𝐿" = ∑&!'%𝑙!"

&!'%&"'%𝑙!"𝑛 𝐼𝐹𝐿! = ∑&"'%𝑙!"

&!'%&"'%𝑙!"𝑛 Dengan:

𝑙!" = Elemen matriks Leontief invers pada baris ke-𝑖 kolom ke-𝑗

𝑛 = Jumlah sektor dalam perekonomian

𝑖 = Sektor penyedia (supplier) yang terdapat pada baris ke-𝑖 𝑗 = Sektor pembeli (buyer) yang terdapat pada kolom ke-𝑗

𝐼𝐵𝐿" = Indeks hubungan ke belakang untuk sektor perekonomian ke-𝑗

𝐼𝐹𝐿! = Indeks hubungan ke depan untuk sektor perekonomian ke-𝑖

Dalam analisis input-output, sektor-sektor ekonomi dengan Indeks Backward Linkage (IBL) yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa peningkatan output di sektor-sektor tersebut dapat berpengaruh yang lebih besar pada perekonomian secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan output yang merangsang permintaan yang lebih tinggi untuk input dari sektor-sektor lain, atau dengan kata lain sektor-sektor dengan IBL yang tinggi memiliki efek pengganda yang kuat karena pertumbuhan produksi mereka mendorong besarnya permintaan atas barang dan jasa dari sektor-sektor lain.

(6)

Di sisi lain, sektor-sektor ekonomi dengan Indeks Forward Linkage (IFL) yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa peningkatan output di sektor-sektor tersebut dapat meningkatkan pasokan input bagi sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, sektor-sektor dengan IFL yang tinggi memiliki potensi untuk menjadi penyedia utama input bagi sektor-sektor lain dalam memperluas produksi mereka. Dengan demikian, IBL dan IFL menjadi indikator penting untuk memahami keterkaitan dan saling ketergantungan antara sektor-sektor ekonomi dalam suatu negara atau wilayah (Nazara, 2000).

Penelitian ini melakukan updating tabel input-output dengan metode RAS yang merupakan metode semi-survei. Berdasarkan matriks teknologi untuk tahun referensi, metode ini menghitung matriks teknologi untuk tahun saat ini (Miller & Blair, 2009). Tahapan yang terlibat dalam memperbarui tabel input-output menggunakan teknik RAS adalah sebagai berikut (Miller

& Blair, 2009).

1. Buat matriks 𝐀(0), yang merepresentasikan matriks teknologi dari tabel input-output tahun 2016.

2. Buat matriks 𝐗(1), 𝐮(1), dan 𝐯(1). Matriks 𝐗(1) adalah matriks diagonal yang merepresentasikan total output sektor perekonomian untuk tahun 2022. 𝐮(1) merepresentasikan vektor total output dari setiap sektor ekonomi yang digunakan sebagai input antara untuk produksi di semua sektor pada tahun 2022 (jumlah baris dari matriks teknologi untuk tahun 2022). 𝐕(1) merepresentasikan vektor total input antara dari semua sektor (jumlah kolom dari matriks teknologi untuk tahun 2022).

3. Buat matriks 𝐙(, yakni perkalian antara matriks 𝐀(0) dengan 𝐗(1), dan notasikan jumlahan secara baris dari 𝐙( dengan 𝐮(.

4. Bandingkan nilai 𝐮(dengan 𝐮(1). Rasio antara 𝐮( dan 𝐮(1) dapat ditulis dalam bentuk matriks diagonal yang dinyatakan sebagai 𝐑=% di mana tanda superscript 1 menunjukkan iterasi pertama.

5. Jika 𝐑=% tidak sama dengan matriks identitas, bentuk matriks 𝐀% dengan mengalikan 𝐑=% dengan 𝐀(0) dan notasikan jumlahan secara kolom dari matriks 𝐀% dengan 𝐯%.

6. Bandingkan nilai 𝐯% dengan 𝐯(1). Rasio antara 𝐯% dan 𝐯(1) dapat ditulis dalam bentuk matriks diagonal yang dinyatakan sebagai 𝐒?% di mana tanda superscript 1 menunjukkan iterasi pertama.

7. Jika 𝐒?% tidak sama dengan matriks identitas, bentuk matriks 𝐑=%𝐀(0)𝐒?%. 8. Ulangi langkah-langkah di atas sampai konvergensi tercapai.

Dengan mengulangi langkah ini secara berulang, tabel input-output dapat diperbarui secara iteratif untuk mencerminkan perubahan dalam matriks teknologi dan keterhubungan antar sektor dari waktu ke waktu. Iterasi berlanjut hingga tabel yang diperbarui mencapai kestabilan atau konvergen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sektor pertanian berperan sebagai penggerak utama ekonomi yang berperan penting dalam ekonomi Indonesia (Vebtasvili, 2017). Dalam kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian menunjukkan betapa pentingnya sektor ini bagi perekonomian.

Meskipun terdapat sektor lain yang juga berperan, seperti industri pengolahan atau manufaktur serta perdagangan kecil dan eceran, sektor pertanian tetap menjadi kontributor tertinggi ketiga pada PDB Indonesia. Tercatat bahwa sektor pertanian berkontribusi menyumbang 12,4% dari total PDB Indonesia pada tahun 2022.

(7)

Gambar 2. Kontribusi terhadap Total PDB Indonesia dari Sektor Pertanian atas Dasar Harga Berlaku (Persen), 2010-2022.

Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) (diolah)

Gambar 2 menampilkan kontribusi sektor pertanian yang selalu tinggi, dengan persentase yang konsisten melebihi 12% setiap tahun, menunjukkan peran besar sektor ini dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara (Apostolidou et al., 2014; Awokuse & Xie, 2015).

Meskipun demikian, terlihat adanya penurunan kontribusi sektor pertanian dari tahun 2016 hingga 2019. Selanjutnya, kontribusi tersebut mengalami fluktuasi pada tahun 2019 hingga 2022. Meskipun mengalami penurunan dan fluktuasi, sektor pertanian tetap memegang peranan penting dalam ekonomi. Hal ini dapat dikaitkan dengan fokus pemerintah pada sektor pertanian selama masa pra-reformasi. Pada saat itu, beberapa kebijakan dilaksanakan yang menguntungkan petani, seperti distribusi benih unggul, subsidi, dan lain-lain, sehingga Indonesia mencapai swasembada beras. Namun, seiring dengan terus majunya teknologi dan informasi, Indonesia bergerak menuju menjadi negara yang terindustrialisasi (Bashir & Susetyo, 2018). Pemerintah meyakini bahwa saatnya negara beralih ke fase industri (Akbar, 2017).

Perkembangan ini menyebabkan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB di Indonesia menunjukkan tren penurunan. Fenomena penurunan kontribusi dari sektor pertanian juga teramati di negara-negara Asia lainnya, akibat transformasi struktural (Ansari & Khan, 2018).

Selain memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, sektor pertanian juga memainkan peran yang signifikan dalam perekonomian melalui interaksinya dengan sektor perekonomian lainnya. Peran interaksi ini dapat dinilai melalui keterhubungan antarsektor, yang digambarkan melalui hubungan input dan output. Salah satu representasi dari keterhubungan antarsektor adalah keterkaitan ke depan, yang menunjukkan bagaimana beberapa sektor ekonomi terhubung satu sama lain dengan menggunakan output suatu sektor untuk memberikan input kepada sektor lain. Gambar 3 menggambarkan indeks keterkaitan ke depan sektor ekonomi di Indonesia.

(8)

Gambar 3. Keterkaitan ke Depan Sektor Ekonomi di Indonesia Sumber: Penulis

Dalam hal indeks keterkaitan ke depan, sektor pertanian, yang diwakili oleh kode KBLI A, menempati peringkat ketiga, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Baik pada tahun 2016 maupun 2022, posisi indeks keterkaitan ke depan sektor pertanian tidak berubah. Selain itu, indeks keterkaitan ke depan dari sektor pertanian memiliki nilai lebih besar dari 1, yang berarti sektor pertanian mampu memenuhi permintaan akhir dari sektor-sektor ekonomi lainnya melampaui kapasitas rata-rata sektor perekonomian lainnya (Nugroho, 2022). Hal ini menunjukkan begitu pentingnya sektor pertanian dalam mendukung sektor-sektor ekonomi lainnya karena output dari sektor pertanian berfungsi sebagai input bagi sektor-sektor lainnya.

Selanjutnya, tabel input-output juga memungkinkan untuk menganalisis sektor-sektor mana yang paling bergantung pada output dari sektor pertanian. Tabel 2 menyajikan hasil dari keterkaitan ke depan (forward linkage) sektor pertanian ketika dibagi berdasarkan sektor ekonomi pembeli (pengguna output sektor pertanian).

Tabel 2. Keterkaitan ke Depan Sektor Pertanian

Sektor Ekonomi Kode KBLI

Efek Total Forward Linkage Sektor

Pertanian

Perbandingan IO 2016

IO Updating RAS 2022 Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan A 1.0806 1.0947 Peningkatan

Pertambangan dan Penggalian B 0.0278 0.0249 Penurunan

Industri Pengolahan C 0.2169 0.2292 Peningkatan

Pengadaan Listrik dan Gas D 0.0343 0.0279 Penurunan

Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur ulang E 0.0376 0.0421 Peningkatan

Konstruksi F 0.0960 0.0994 Peningkatan

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor G 0.0280 0.0308 Peningkatan Transportasi dan Pergudangan H 0.0719 0.0773 Peningkatan

(9)

Sektor Ekonomi Kode KBLI

Efek Total Forward Linkage Sektor

Pertanian

Perbandingan IO 2016

IO Updating RAS 2022 Penyediaan Akomodasi Makan

Minum I 0.2196 0.2582 Peningkatan

Informasi dan Komunikasi J 0.0194 0.0197 Peningkatan

Jasa Keuangan dan Asuransi K 0.0163 0.0174 Peningkatan

Real Estate L 0.0160 0.0172 Peningkatan

Jasa Perusahaan M,N 0.0373 0.0394 Peningkatan

Adminstrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib

O 0.0559 0.0628

Peningkatan

Jasa Pendidikan P 0.0385 0.0432 Peningkatan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Q 0.0849 0.1024 Peningkatan

Jasa Lainnya R,S,T,U 0.0579 0.0704 Peningkatan

Sumber: Penulis

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai keterkaitan ke depan (forward linkage) tertinggi untuk sektor pertanian adalah dengan sektor pertanian itu sendiri. Hasil ini menunjukkan bahwa, dibandingkan dengan memberikan input kepada sektor ekonomi lainnya, output tertinggi dari sektor pertanian digunakan untuk memenuhi input sektor pertanian itu sendiri. Dengan kata lain, hal ini menunjukkan bahwa pertanian tidak hanya membantu sektor ekonomi lainnya, tetapi juga membantu dirinya sendiri. Pada tahun 2016, berdasarkan keterkaitan ke depan, nilai koefisien dapat diintepretasikan bahwa jika terdapat peningkatan 1 unit dalam permintaan akhir sektor pertanian, maka terjadi peningkatan sebesar 1,0806 unit dalam output sektor pertanian.

Selain dampaknya pada sektor pertanian itu sendiri, terdapat keterhubungan maju yang kuat dari sektor pertanian ke sektor industri pengolahan dan sektor akomodasi dan makanan minuman. Dampak total keterkaitan ke depan dari sektor pertanian pada kedua sektor ekonomi ini dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Jika terjadi peningkatan 1 unit dalam permintaan akhir sektor manufaktur, output sektor pertanian akan meningkat sebesar 0,2169 unit, yang akan digunakan sebagai input untuk sektor manufaktur. Demikian pula, jika terjadi peningkatan 1 unit dalam permintaan akhir sektor akomodasi dan kegiatan layanan makanan, perkiraan output sektor pertanian akan meningkat sebesar 0,2196 unit, yang akan digunakan sebagai input untuk sektor akomodasi dan kegiatan layanan makanan. Temuan ini didukung oleh penelitian Isbah and Yani (2016), yang menyatakan bahwa sektor pertanian menghasilkan produk-produk yang diperlukan sebagai input untuk sektor-sektor lain, terutama sektor industri pengolahan. Rojun and Nadziroh (2020) juga menyatakan bahwa sektor pertanian saling terhubung dengan sektor- sektor lain karena sebagian besar bahan baku berasal dari sektor pertanian. Namun, sektor-sektor ekonomi lainnya memiliki nilai keterhubungan maju yang relatif lebih rendah dengan sektor pertanian.

(10)

Dengan membandingkan hasil dengan tahun 2022, terlihat bahwa telah terjadi peningkatan dalam multiplier output di beberapa sektor ekonomi dibandingkan dengan tahun 2016. Peningkatan dampak total keterkaitan ke depan dari sektor pertanian menjadi indikasi bahwa sektor ekonomi lain dalam kegiatan produksinya semakin mengandalkan sektor pertanian sebagai input produksi. Hal ini menunjukkan semakin kuatnya dukungan dari sektor pertanian bagi sektor ekonomi lain di Indonesia.

Selain memeriksa hubungan antarsektor melalui penggunaan output, ketergantungan antarsektor juga dapat diamati dengan menganalisis penggunaan input dari berbagai sektor ekonomi. Keterkaitan ke belakang (backward linkage) berfungsi sebagai gambaran dari keterkaitan dalam pemanfaatan input antar sektor ekonomi yang berbeda, termasuk hubungan antarsektor dan intrasektor. Gambar 4 di bawah ini menggambarkan adanya keterhubungan dalam pemanfaatan input di dalam sektor ekonomi, baik yang bersumber dari sektor itu sendiri maupun dari sektor-sektor ekonomi lain.

Gambar 4. Keterkaitan ke Belakang Sektor Ekonomi di Indonesia Sumber: Penulis

Berdasarkan Gambar 4, dapat diketahui bahwa sektor pertanian secara konsisten menduduki posisi terendah dalam indeks keterkaitan ke belakang, baik pada tahun 2016 maupun 2022. Hasil ini turut menunjukkan bahwa sektor pertanian adalah yang paling tidak bergantung pada input dari sektor perekonomian lainnya. Selain itu, nilai IBL kurang dari satu untuk sektor pertanian menunjukkan bahwa rangsangan peningkatan output di sektor lain akibat peningkatan konsumsi akhir di sektor pertanian berada di bawah rata-rata (Nugroho, 2022).

Tabel 3. Keterkaitan ke Belakang Sektor Pertanian

Sektor Ekonomi Kode KBLI

Efek Total Backward Linkage Sektor

Pertanian

Perbandingan IO

2016

IO Updating RAS 2022

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan A 1.0806 1.0947 Peningkatan Pertambangan dan Penggalian B 0.0162 0.0273 Peningkatan

Industri Pengolahan C 0.1867 0.1607 Penurunan

Pengadaan Listrik dan Gas D 0.0074 0.0062 Penurunan

(11)

Sektor Ekonomi Kode KBLI

Efek Total Backward Linkage Sektor

Pertanian

Perbandingan IO

2016

IO Updating RAS 2022 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,

Limbah dan Daur ulang E 0.0003 0.0000 Penurunan

Konstruksi F 0.0074 0.0079 Peningkatan

Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor G 0.0398 0.0370 Penurunan Transportasi dan Pergudangan H 0.0150 0.0123 Penurunan Penyediaan Akomodasi Makan Minum I 0.0018 0.0011 Penurunan

Informasi dan Komunikasi J 0.0066 0.0066 Penurunan

Jasa Keuangan dan Asuransi K 0.0285 0.0272 Penurunan

Real Estate L 0.0025 0.0012 Penurunan

Jasa Perusahaan M,N 0.0089 0.0048 Penurunan

Adminstrasi Pemerintahan,

Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib O 0.0015 0.0013 Penurunan

Jasa Pendidikan P 0.0004 0.0003 Penurunan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Q 0.0003 0.0003 Penurunan

Jasa Lainnya R,S,T,U 0.0012 0.0011 Penurunan

Sumber: Penulis

Tabel 3 menunjukkan bahwa dengan peningkatan konsumsi akhir, sektor pertanian membutuhkan input paling banyak dari sektor pertanian itu sendiri. Selain itu, dapat diamati pada Tabel 3 bahwa sektor pertanian membutuhkan input kedua tertinggi dari industri pengolahan. Jika terjadi peningkatan 1 unit dalam konsumsi akhir di dalam sektor pertanian, akan terjadi peningkatan sebesar 0,1867 unit dalam output pertanian yang dipasok oleh input dari industri pengolahan. Menurut hasil metode RAS, hubungan antara penggunaan input sektor pertanian yang berasal dari output industri pengolahan telah menurun dibandingkan dengan tahun 2016. Selain industri pengolahan, dapat diamati bahwa sektor lain tidak menunjukkan ketergantungan input yang signifikan bagi sektor pertanian. Bahkan, menurut hasil RAS, pemanfaatan input dari sektor-sektor lain oleh sektor pertanian juga cenderung mengalami penurunan.

Berdasarkan hasil tabel IO, jelas terlihat bahwa sektor pertanian berdampak signifikan pada sektor-sektor lain dalam ekonomi melalui mekanisme pemanfaatan output sektor pertanian, yang dikenal sebagai keterkaitan ke depan (forward linkage). Ini menunjukkan bahwa sektor lain bergantung pada sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan produksi mereka, dan bahkan sektor pertanian itu sendiri didukung oleh outputnya sendiri. Oleh karena itu, guncangan atau gangguan yang terjadi di sektor pertanian dapat berdampak pada sektor ekonomi lainnya.

Salah satu rekomendasi kebijakan yang dapat diajukan adalah mendukung sektor pertanian guna meningkatkan ketahanan pangan. Melalui Kementerian Pertanian, pemerintah telah merumuskan pendekatan strategis untuk meningkatkan ketersediaan pangan yang dikenal sebagai "Lima Aksi" (Fahmid et al., 2022).

(12)

Salah satu langkah yang dapat diambil adalah modernisasi produksi pertanian melalui penyediaan alat dan mesin pertanian (Fahmid et al., 2022). Distribusi alat dan mesin pertanian juga dapat dilakukan untuk meningkatkan efisiensi produksi pertanian dan memodernisasi sektor pertanian. Dalam rangka meningkatkan efisiensi pertanian, beberapa jenis peralatan pertanian yang disediakan meliputi traktor untuk pengolahan lahan, pompa air untuk mendukung pasokan air irigasi, mesin pemindah bibit padi sebagai bantuan dalam penanaman, mesin pengolah tanah untuk persiapan lahan, semprotan tangan untuk pengendalian hama, dan excavator untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan rawa dan pembukaan lahan (Ditjen PSP, 2019).

Lahan rawa pasang surut juga dapat digunakan untuk meningkatkan produksi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan, yang kontribusinya masih tidak sebanding dengan potensi lahan yang tersedia (Bappenas, 2020). Penerapan teknologi budidaya intensif dalam pengelolaan lahan rawa pasang surut dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi (Subagio, 2019).

Namun, pemanfaatan lahan rawa pasang surut menghadapi berbagai tantangan, dan perkembangan teknologi yang berkelanjutan diperlukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan ini (Subagio, 2019; Susilawati et al., 2017). Selain itu, peningkatan produksi sektor pertanian juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan implikasi lingkungan untuk mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan, misalnya melalui implementasi pertanian Bio-cycle atau sistem pertanian terpadu (Syuaib, 2016).

Seperti yang ditunjukkan oleh kuatnya keterkaitan ke depan antara industri pertanian dan industri pengolahan, para pemangku kepentingan dapat memanfaatkan ketergantungan antara industri pertanian dan sektor ekonomi lainnya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Nadziroh, 2020). Hal ini juga didukung oleh teori unbalanced growth Hirschman yang menyatakan bahwa ekonomi dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui pengembangan industri dengan keterkaitan ke depan atau keterkaitan ke belakang yang tinggi (de Paula & Jabbour, 2020). Selain bertujuan mengurangi pengangguran, pengembangan sektor pertanian memerlukan perhatian lebih dan tidak boleh terlalu fokus pada industri pengolahan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi baik dalam waktu dekat maupun jauh di masa mendatang (Ansari & Khan, 2018; Bein & Ciftcioglu, 2017; Moon & Lee, 2013).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis input-output untuk mengetahui keterkaitan antara sektor pertanian dengan sektor ekonomi lain di Indonesia, diperoleh hasil bahwa sektor pertanian memainkan peranan penting, baik dalam hal kontribusinya terhadap PDB maupun hubungannya dengan sektor perekonomian lain. Hasil indeks forward linkage (IFL) sektor pertanian yang lebih besar dari satu berarti sektor ekonomi lain dapat bergantung pada output pertanian untuk memenuhi permintaan produksi mereka. Perbandingan dampak total keterkaitan ke depan dari tahun 2016 hingga 2022 menunjukkan peningkatan, yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor lain dalam ekonomi semakin bergantung pada sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan input produksi mereka. Selain itu, sektor pertanian memiliki nilai indeks keterkaitan mundur (IBL) kurang dari 1 dan menempati posisi terendah dibandingkan sektor-sektor ekonomi lainnya, yang mana menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak efektif dalam merangsang peningkatan output sektor-sektor lain melalui permintaan input. Selain itu, keterkaitan ke belakang dari sektor pertanian pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2016 mengalami penurunan.

(13)

Saran

Berdasarkan hasil IFL dan IBL, beberapa kebijakan dapat diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia. Dengan memanfaatkan keterkaitan antara sektor- sektor ekonomi, kebijakan yang ditujukan pada sektor pertanian dapat lebih fokus pada aliran output dari produksi pertanian daripada aliran input. Penelitian ini masih memiliki keterbatasan dalam hal data yang digunakan, karena tabel IO untuk tahun 2022 diperoleh melalui pembaruan dengan metode RAS. Selain itu, penelitian ini juga dibatasi oleh asumsi yang ada dalam tabel IO. Penelitian selanjutnya dapat melengkapi penelitian ini dengan menganalisis sektor-sektor ekonomi lainnya dan menghitung efek multiplier yang dihasilkan berdasarkan tabel input-ouput.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M. F. (2017). Analisa Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia.

Jurnal Ilmu Ekonomi Dan Sosial, 8(2), 150–166. https://doi.org/10.35724/jies.v8i2.649 Ansari, S. A., & Khan, W. (2018). Relevance of declining agriculture in economic development

of South Asian countries: An empirical analysis. Agris On-Line Papers in Economics and Informatics, 10(2), 3–14. https://doi.org/10.7160/aol.2018.100201

Apostolidou, I., Kontogeorgos, A., Michailidis, A., & Loizou, E. (2014). The Role of Agriculture in Economic Growth: A Comparison of Mediterranean and Northern Views in Europe. International Journal of Economic Sciences and Applied Research, 7(3), 81–102.

https://ssrn.com/abstract=2584215

Asian Development Bank. (2019). Policies to Support Investment Requirements of Indonesia’s Food and Agriculture Development During 2020-2045.

https://doi.org/10.22617/TCS190447-2

Awokuse, T. O., & Xie, R. (2015). Does Agriculture Really Matter for Economic Growth in Developing Countries? Canadian Journal of Agricultural Economics/Revue Canadienne d’agroeconomie, 63(1), 77–99. https://doi.org/10.1111/cjag.12038

Bappenas. (2019). Visi Indonesia 2045. https://perpustakaan.bappenas.go.id/e- library/dokumen/d547d8b7-1920-405f-8d11-36dcc350da45

Bappenas. (2020). Keputusan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor Kep.13/M.Ppn/Hk/02/2021Tentang Pembentukan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Penyusunan Rencana Induk Kawasan Sentra Produksi Pangan (Food Estate). Kementerian PPN/Bappenas.

Bashir, A., & Susetyo, D. (2018). The Relationship Between Economic Growth, Human Capital, and Agriculture Sector: Empirical Evidence from Indonesia. International Journal of Food

and Agricultural Economics (IJFAEC), 6(4), 35–52.

https://doi.org/10.22004/ag.econ.283873

Bein, M. A., & Ciftcioglu, S. (2017). The relationship between the relative GDP share of agriculture and the unemployment rate in selected central and Eastern European countries.

Agricultural Economics (Czech Republic), 63(7), 308–317.

https://doi.org/10.17221/372/2015-AGRICECON BPS. (2021). Tabel Input-Output Indonesia 2016.

de Paula, L. F., & Jabbour, E. (2020). The Chinese Catching-Up: A Developmentalist Approach.

Journal of Economic Issues, 54(3), 855–875.

https://doi.org/10.1080/00213624.2020.1791650

Ditjen PSP. (2019). Pedoman Teknis Pengadaan dan Penyaluran Bantuan Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Alat dan Mesin Pertanian.

(14)

Fahmid, I. M., Subagyono, K., Mardianto, S., Wahyudi, Agustian, A., Ashari, Chaidirsyah, R.

M., Sumedi, Gunawan, E., Pramudia, A., Kadir, Muslim, C., Darwis, V., Yofa, R. D., Raharjo, A. S. S., Puspa, R., Saefudin, Mucharam, lim, Azis, D. A., & Subekti, E. S.

(2022). Strategi Kebijakan Pembangunan Pertanian Meningkatkan Peran Sektor Pertanian Ditengah Pandemi Covid-19.

Indah, S. S., Quartina, A., & Jatmiko, S. (2022). Analysis Of Agricultural Sector Linkages To The Economy Of West Kalimantan Province: Input-Output Analysis. RJOAS, 12(132), 46–332. https://doi.org/10.18551/rjoas.2022-12.06

Isbah, U., & Yani, R. (2016). Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian dan Kesempatan Kerja di Provinsi Riau. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, 7(19), 45–54.

https://jsep.ejournal.unri.ac.id/index.php/JSEP/article/view/4142

Laksmi, N. P. A. D. (2020). Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Indonesia (Analisis Input Ouput). Jurnal Ilmiah Satyagraha, 3(2), 140–

157. https://doi.org/10.47532/jis.v3i2.178

Miller, R. E., & Blair, P. D. (2009). Input-Output Analysis Foundations and Extensions Second Edition (2nd ed.). Cambridge University Press.

Moon, W., & Lee, J. M. (2013). Economic Development, Agricultural Growth and Labour Productivity in Asia. Journal of Comparative Asian Development, 12(1), 113–146.

https://doi.org/10.1080/15339114.2013.776819

Nazara, S. (2005). Analisis Input Output (2nd ed.). Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Nugroho, Y. D. (2022). Analysis of Input-Output Table: Identifying Leading Sectors in Indonesia (Case Study in 2010, 2016, and 2020). Proceedings of The International Conference on Data Science and Official Statistics, 985–997.

https://doi.org/10.34123/icdsos.v2021i1.251

Oktafiana Fortunika, S., Istiyanti, E. I., & Sriyadi, S. (2017). Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah (Analisis Struktur Input–Output). AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research, 3(2), 119–127. https://doi.org/10.18196/agr.3252

Nadziroh, M. N. (2020). Peran Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Magelang. Jurnal Agristan, 2(1), 52–60. https://doi.org/10.37058/ja.v2i1.2348

Subagio, H. (2019). Evaluasi Penerapan Teknologi Intensifikasi Budidaya Padi di Lahan Rawa Pasang Surut. Jurnal Pangan, 28(2), 95–108. https://doi.org/10.33964/jp.v28i2.438 Susilawati, A., Wahyudi, E., & Minsyah, N. (2017). Pengembangan Teknologi untuk

Pengelolaan Lahan Rawa Pasang Surut Berkelanjutan. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands, 6(1), 87–94. www.jlsuboptimal.unsri.ac.id

Syuaib, M. F. (2016). Sustainable agriculture in Indonesia: Facts and challenges to keep growing in harmony with environment. CIGR Journal, 18(2), 170–184. http://www.cigrjournal.org United Nations. (2015). Transforming our world: the 2030 Agenda for Sustainable

Development.

Vebtasvili. (2017). Analisis Indikator Pembangunan Ekonomi Inklusif dalam Sektor Pertanian dan Perkebunan di Indonesia. Integrated Journal of Business and Economics (IJBE), 1(1), 28–36. https://doi.org/10.5281/zenodo.375716

Widyawati, R. F. (2017). Analisis Keterkaitan Sektor Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian di Indonesia (Analisis Input Output). Jurnal Economia, 13(1), 14–27.

https://doi.org/10.21831/economia.v13i1.11923

Wildan Rafiqah, I., Darsono, D., & Sutrisno, J. (2018). Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi di Provinsi Jawa Tengah. AGRARIS:

(15)

Journal of Agribusiness and Rural Development Research, 4(1), 51–58.

https://doi.org/10.18196/agr.4160

Referensi

Dokumen terkait