Pemikiran Al-Ghazali mengenai pendidikan tertuang dalam beberapa karyanya, namun yang terpenting adalah Ihya Ulumuddin. Al-Ghazali merumuskan tujuan umum pendidikan untuk menyempurnakan manusia, yaitu manusia yang hidup bahagia di dunia dan di akhirat.8. Pentingnya pendidikan secara umum, pendidikan menurut al-Ghazali kemudian dilaksanakan oleh pendidikan di era globalisasi.
Al-Ghazali belajar bersamanya ilmu kalam, ushul, madhab fiqh, retorika, logika, tasawuf dan filsafat. Fakhul Muluk menyambut baik kembalinya Al-Ghazali menjadi dosen di universitas terbesar di kota itu.
Pengertian Pendidikan
Tidak diketahui secara pasti berapa lama al-Ghazali berceramah di Nidhamiya setelah pulih dari krisis spiritualnya. Segera setelah Fakhrul Muluk terbunuh pada tahun 500 H/1107 M, al-Ghazali kembali ke jabatan semula di Taka. Dari penjelasan di atas dapat dirumuskan pendidikan menurut al-Ghazali, yaitu: “Proses memanusiakan manusia sejak diciptakan hingga akhir hayatnya melalui berbagai ilmu yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap. dimana Prosesnya.
Tujuan Pendidikan
Tujuan Jangka Panjang
Sesungguhnya Allah telah berfirman: "Barangsiapa yang memusuhi orang yang setia kepada-Ku (yang Aku cintai), maka sesungguhnya Aku telah mengisytiharkan perang terhadapnya." Dan tidak ada seorang pun dari hamba-hamba-Ku yang takarub kepada-Ku dengan amal yang lebih Aku ridhai daripada apa yang telah Aku perintahkan, dan selalu takarubkan Aku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku menghendakinya. Dan jika dia meminta kepadaku, pasti Aku akan memberinya, dan jika dia meminta perlindungan kepadaku, pasti Aku akan melindunginya.”18 (HR. Bukhari dari Abu Hurairah).
Selain menjalankan ibadah wajib dan ibadah sunnah, manusia juga harus selalu mempelajari ilmu-ilmu fardu'ain agar dapat mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan seseorang yang sekedar mengikuti ilmu fardhu kifayat untuk memperoleh profesi tertentu dan pada akhirnya mampu menunaikan tugas-tugas duniawi dengan hasil yang sebesar-besarnya dan semaksimal mungkin, namun tidak dibarengi dengan bimbingan al-Din, maka orang tersebut tidak menjadi dekat dengan Allah. , malah dia semakin menjauh dari-Nya. Orang seperti itu tidak dapat menjalankan tugas ruhaninya dengan baik, dia lebih mencintai dunia dan karena itu melupakan akhirat.
Akibatnya ia tidak mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan akhirat karena tidak menjalankan kewajibannya di akhirat. Barangsiapa menambah ilmu (hal-hal duniawi) tetapi tidak menambah bimbingan, maka ia tidak mendekatkan diri kepada Allah, dan justru semakin menjauh dari-Nya.19 (HR. Dailamy van Aly). Menurut konsep ini dapat dikatakan bahwa semakin lama seseorang mengenyam pendidikan, maka semakin bertambah ilmunya, maka semakin dekat pula ia kepada Allah.
Tentu saja, agar hal ini bisa terwujud, bukanlah sistem pendidikan sekuler yang memisahkan ilmu duniawi dari nilai-nilai dan sikap keagamaan yang sebenarnya, juga bukan sistem Islam tradisional yang konservatif.
Tujuan Jangka Pendek
Subyek Didik
Guru (Pendidik)
Dengan profesinya tersebut, seorang guru menjadi perantara antara manusia – dalam hal ini siswa – dengan penciptanya, Allah SWT. Ibnu Sina mewajibkan guru bersikap bijaksana, religius, bermoral, berwibawa, mempunyai pemikiran yang tetap dan menghormati siswa 28 Moh. Seorang guru akan berhasil dalam melaksanakan tugasnya apabila ia mempunyai rasa tanggung jawab dan rasa cinta terhadap siswanya seperti halnya orang tua terhadap anaknya.
Seorang guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan, baik ilmu duniawi maupun ilmu akhirat, haruslah bertujuan pada tujuan hidup muridnya, yaitu; mencapai kehidupan yang bahagia di akhirat. Jika kita kembali pada perannya sebagai orang tua kedua dan sifat kasih sayang yang harus dimilikinya, maka bijaklah jika guru berperan sebagai teman satu tim dalam keadaan tertentu, mengarahkan terwujudnya tujuan pendidikan yang diinginkan. Namun Al-Ghazali mengingatkan guru untuk tidak meremehkan, merendahkan, atau menganggap remeh bidang studi lain di hadapan siswa.
Hal ini merupakan salah satu upaya yang dapat menyukseskan tugas guru dalam mengajar, yaitu mendorong siswa menikmati kegiatan belajar. Seorang guru yang membidangi suatu bidang studi tidak boleh mengejek mata pelajaran atau bidang studi lain terhadap peserta didiknya, hal ini merupakan sifat merendahkan guru yang harus dihindari. Sebaliknya, wajar jika seorang guru yang membidangi suatu bidang studi akan membukakan jalan seluas-luasnya kepada siswanya untuk mempelajari bidang studi yang lain.
Yang menonjol dari tugas guru adalah persoalan akhlak, etika atau akhlak yang tertanam dalam ajaran agama.
Murid
Anak usia 0 – 6 tahun mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda dengan anak usia 6 – 9 tahun, anak usia 6 – 9 tahun berbeda dengan anak usia 9 – 13 tahun, dan seterusnya. Atas dasar itu, al-Ghazali mengingatkan guru agar menyampaikan ilmu dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. Untuk menjadikan manusia manusiawi, maka Rasulullah dijadikan teladan yang baik oleh Allah.36 Apa yang keluar dari mulutnya sama dengan apa yang ada di dadanya.
Seorang guru, kata al-Ghazali, hendaklah juga mengamalkan ilmunya, bertindak mengikut apa yang telah dia nasihatkan kepada murid-muridnya. Ghazali sebagai berikut: a) Belajar adalah proses jiwa, b) Belajar memerlukan konsentrasi, c) Belajar harus berlandaskan sikap tevadu, d) Belajar bertukar fikiran mesti telah mencipta pengetahuan asas, e) Belajar Mesti tahu nilai dan tujuan ilmu yang dipelajari, f) Belajar secara beransur-ansur dan f) Tujuan belajar ialah mempunyai adab yang baik. 38.
Kurikulum Pendidikan Agama
Metode Pendidikan Menurut Al-Ghazali
Arifin menyatakan bahwa guru merupakan pemegang kedudukan kunci yang menentukan keberhasilan proses pendidikan.43 Jika keberhasilan pendidikan diawali dari keberhasilan siswa dalam belajar dan sangat ditentukan oleh cara kerja guru, maka apa yang disampaikan Ad dapat dibenarkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Zakiyah Darodjat, pendidikan agama dalam arti pengembangan kepribadian sebenarnya sudah dimulai sejak anak dilahirkan, bahkan dalam kandungan.45 Oleh karena itu, upaya al-Ghazali untuk menerapkan pemahamannya tentang pendidikan di bidang agama melalui iman sejak dini. mungkin dianggap tepat. Al-Ghazali mengartikan akhlak sebagai suatu sikap yang berakar pada jiwa yang darinya dapat lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan tanpa perlu usaha, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Apabila sikap tersebut menghasilkan perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal maupun syariat, maka disebut akhlak yang baik. Berdasarkan pengertian pendidikan dan akhlak tersebut di atas, maka segala pendidikan menurut al-Ghazali harus mengarah pada terbentuknya akhlak yang mulia. Dari uraian di atas terlihat bahwa ada 4 jenis pendidikan ala al-Ghazali, yaitu pendidikan intelektual, agama, akhlak dan jasmani, dengan penekanan pada pendidikan agama dan akhlak.
Melalui keempat bidang pendidikan tersebut manusia dapat mencapai tujuan hidup yang dirumuskan oleh al-Ghazali, yaitu manusia. Sebagaimana dikatakan Imam Barnadib, fokus perhatian pendidikan adalah pada manusia, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa.48 Namun menurut al-Ghazali, manusia tidak boleh dipandang setara satu sama lain, baik secara psikologis maupun fisiologis. Oleh karena itu perlu disusun suatu kurikulum yang disesuaikan dengan perkembangan usia peserta didik, yang dari situlah diturunkan prinsip-prinsip didaktik, dan dalam dunia pendidikan saat ini dikenal adanya jenjang pendidikan yang antara lain adalah dimaksudkan untuk membedakan tahapan pendidikan dan lama studi, merupakan cara yang tepat untuk mencapai tujuan pendidikan berkelanjutan.
Hal inilah yang bersumber dari ilmu Al-Qur’an yang diawali dengan membaca, menghafal, memahami makna dan mengkaji maknanya agar mampu memadukan wawasan umat dan khususnya mewujudkan wahidatan ummatan.
Evalusi Pendidikan Menurut Al-Ghazali 1. Pengertian Evaluasi
Subyek dan Obyek Evaluasi Pendidikan
Subyek evaluasi pendidikan adalah orang-orang yang ikut serta dalam proses pendidikan, antara lain: pimpinan lembaga, lembaga kesiswaan, wali mahasiswa, dan seluruh tenaga administrasi.54 Berikut ini akan diuraikan masing-masing keempat lembaga tersebut beserta seluruh kegiatannya. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin terletak pada kemampuannya mengambil keputusan dan keberanian menggerakkan rakyat yang dipimpinnya. Orang tua sebagai penanggung jawab pendidikan bukan hanya sekedar pendidik alami bagi anak-anaknya.
Oleh karena itu, meski sudah resmi mengantarkan anaknya ke lembaga sekolah, ia tetap mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi anaknya di rumah. Kegagalan siswa dalam belajar di sekolah antara lain disebabkan oleh adanya pertentangan antara sikap orang tua yang selalu memanjakan anaknya dengan bimbingan psikis guru dalam membimbing anak menjadi pribadi yang matang jasmani dan rohani serta mandiri. Sebagaimana dikemukakan oleh Haidar Nawawi, administrasi adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan sebagai suatu proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan sebelumnya.55 Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan administrasi.
Kaitannya dengan tenaga administrasi sebagai subjek evaluasi adalah orang-orang yang terlibat di dalamnya turut menentukan keberhasilan proses pendidikan. Peningkatan kualitas kerja setiap orang menyebabkan peningkatan keberhasilan proses secara keseluruhan. Salah satu hal yang menghambat kelangsungan proses pendidikan adalah pelayanan staf administrasi yang kurang memuaskan.
Pelayanan administrasi yang kurang memuaskan dalam dunia pendidikan tinggi seringkali menimbulkan protes mahasiswa yang menuntut adanya evaluasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan itu sendiri, mulai dari rektor sebagai pemimpin, mahasiswa, orang tua hingga tenaga administrasi.
Implementasi Pendidikan Imam Al-Ghazali dengan Pendidikan Era Globalisasi
Relevansi pemikiran al-Ghazali tentang pen-didikan dengan Era Globalisasi
Dan sesungguhnya Kami telah menulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) kitab Mahfudz bahawa matahari di bumi ini diwarisi oleh hamba-hamba yang bertaqwa (QS. Al-Anbiya' 105)". Terhadap cabaran yang dihadapi dunia pendidikan hari ini, Konsep pendidikan Al-Ghazali nampaknya mampu menjawabnya.Mengenai konsepnya yang dianggap sangat berharga dalam menjawab cabaran tersebut, Ali Ashraf berkata: “Al-Ghazali yang mengaktualisasikan dan memperkasakan evolusi kurikulum pendidikan di dunia Islam. 62 A.M.
Sefuddin (dkk) juga mengatakan, “Al-Ghazali adalah penemu puncak sintesis antara iman dan intelektual atau filsafat, empiris, tasawuf atau tasawuf, dalam bukunya yang monumental, Ihya Ulumuddin. 63. Kemunculan al -Pemikiran Ghazali terhadap pendidikan dalam dunia pendidikan saat ini karena aktualitas konsepnya, kejelasan orientasi sistemnya, dan pada umumnya karena pemikirannya sesuai dengan konteks sosiokultural. Pendidikan dalam Proses harus membimbing manusia untuk mengenal diri mereka sendiri dan kemudian mendekati Tuhan, Pencipta Alam.
Oleh karena itu, mengenai kurikulum, al-Ghazali mendasarkan pemikirannya bahwa kurikulum pendidikan hendaknya disusun dan kemudian diberikan kepada peserta didik sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan psikologisnya. Kemunculan pemikiran al-Ghazali tentang pendidikan dalam dunia pendidikan di era globalisasi ini disebabkan oleh aktualitas konsepnya, kejelasan orientasi sistemnya, dan secara umum karena pemikirannya sesuai dengan konteks sosial budaya. Al-Jamaly, Muhammad Fadhil, Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran, diadaptasi oleh Al-Falasany, Jusi, PT.
Al-Jamaly, Hummad Fadhil, Filsafat Pendidikan dalam Al-Quran, diadaptasi oleh Jusi al-Falasany, PT.