Judul: Uji aktivitas antipiretik infusa daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarfa (Scheff) Boerl.) pada tikus putih wistar. Sejauh ini bukti ilmiah dan manfaat daun dewa dewa masih terbatas, padahal daun dewa dewa sudah banyak digunakan manusia untuk mengobati demam. Telah dilakukan penelitian mengenai kekuatan antiinflamasi infus daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl) pada tikus putih jantan (Rattus norvegicus).
Hal inilah yang mendorong penelitian untuk menguji efek antipiretik infus daun dewa dewa untuk membuktikan efektivitas daun dewa dewa dalam mengobati demam.
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Luaran Yang Diharapkan
Rencana Target Capaian Tahunan
Tumbuhan Mahkota Dewa
Tanaman Mahkota Dewa merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis, juga terdapat di pekarangan rumah sebagai tanaman hias maupun di taman sebagai tanaman peneduh. Daun mahkota dewe dapat dihasilkan sepanjang tahun sedangkan buahnya tidak dihasilkan sepanjang tahun dan buah tanaman ini dapat dimanfaatkan bila sudah matang atau berwarna merah. Kingdom: Plantae Divisi: Spermatophyta Subdivisi: Dicotyledons Kelas: Thymelaeales Famili: Thymelaeaceae Genus: Phaleria Spesies: Phaleria macrocarpa.
Daun: Bulat panjang, daun tunggal, bertangkai pendek, runcing, menyirip dan pipih, berwarna hijau tua, panjang daun 7-10 cm, lebar daun 2-5 cm. Buah: Bentuknya bulat, permukaannya licin dan beralur. Kalau masih muda warnanya hijau, kalau masak warnanya merah, dagingnya putih, berserat dan berair. Sumber literatur menyebutkan bahwa Mahkota dewa mengandung alkaloid antihistamin, karena daun dan buahnya agak pahit, mengandung senyawa triterpen, saponin dan polifenol.
Khasiat daun tanaman mahkota dewa dapat mengobati penyakit seperti : kanker, tumor, kencing manis, pembengkakan prostat, asam urat, darah tinggi (hipertensi), rematik, batu ginjal, hepatitis dan penyakit jantung.
Antipiretik
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain faktor lingkungan (suhu lingkungan luar yang terlalu tinggi, kondisi tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (radang sendi, lupus eritematosus sistemik, vaskulitis, dll), penyakit keganasan (Hodgkin’s penyakit, limfoma non-Hodgkin, leukemia, dll), dan penggunaan obat-obatan (antibiotik dan antihistamin) (Kaneshiro dan Zieve, 2013). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor noninfeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti pendarahan otak, status epileptikus, koma, kerusakan hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan, 2009). Obat antipiretik secara umum dapat digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu golongan salisilat (misalnya aspirin, salisilamida), golongan para-aminofenol (misalnya asetaminofen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon dan metamizole) (Wilman, 2007).
Asetaminofen, obat antiinflamasi nonsteroid, dan selimut pendingin umumnya digunakan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera otak agar tetap konstan pada ≤ 37,5°C (Dipiro, 2008). Pemberian obat melalui jalur intravena atau intraperitoneal juga umum dilakukan pada keadaan hipertermia, yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih tinggi dari 41ºC. Upaya menurunkan suhu tubuh merupakan salah satu cara untuk menurunkan laju metabolisme dan mengurangi kekurangan oksigen atau mengurangi kerusakan lebih lanjut akibat kematian sel otak setelah cedera otak atau pendarahan otak (Hammond dan Boyle, 2011).
Di Indonesia, frekuensi penggunaan metamizole cukup tinggi, dan pernah dilaporkan terjadi agranulositosis pada penggunaan obat ini, namun belum ada data mengenai angka kejadiannya (Wilmana, 2007). Dalam studi penggunaan narkoba, kemungkinan efek metamizole sebagai antipiretik pada pasien dengan cedera otak dapat diselidiki, yang dapat memperburuk hasil terapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan efek antipiretik infus daun mahkota dewa dan kekuatan efek pada konsentrasi berbeda pada tikus putih wistar.
Manfaat Penelitian 1. Teoritis
Alat, Bahan dan Hewan Percobaan 1) Alat
Metode Penelitian yang digunakan
Data penurunan suhu dianalisis secara statistik menggunakan uji ANOVA (Analysis of Variance) dan uji LSD (Least Significant Different) (Syofian, 2003).
Penyimpanan Bahan
Pembuatan Infusa Daun Mahkota Dewa
Penapisan Fitokimia 1) Penentuan Alkaloid
Pemeriksaan tanin kategori dan tanin galat dilakukan dengan cara filtrat ditambah reaksi kuat kemudian dipanaskan dalam penangas air. Larutan dipisahkan kemudian dijenuhkan dengan natrium asetat dan ditambahkan larutan FeCl3 1% jika terbentuk warna biru pekat atau hitam yang menunjukkan adanya tanin galat (Kemenkes RI. Penetapan Kuinon a. Bila hasilnya positif yaitu adanya warna jingga atau ungu pada fase air (Departemen Kesehatan RI, 1997).
Karakterisasi Simplisia
Lalu datanglah kira-kira. 200 mL toluena dalam labu, panaskan labu perlahan selama 15 menit. Saat toluena mendidih, Anda menyaring dengan kecepatan kira-kira. dua tetes per detik hingga sebagian besar air tersuling, kemudian tingkatkan laju distilasi menjadi 4 tetes per detik. Kedua. Setelah air tersuling seluruhnya, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluena sambil dibersihkan dengan sikat pipa yang dihubungkan dengan kawat tembaga dan direndam dalam toluena.
Apabila terdapat tetesan air yang menempel pada tabung penerima pendingin, gosok dengan karet yang diikatkan pada kawat tembaga dan dibasahi dengan toluena hingga tetesan air tersebut terlepas, hingga air dan toluena terpisah sempurna, baca volume akhir. Filtrat dimasukkan ke dalam cawan petri, kemudian diuapkan, diaduk hingga berat konstan, ditimbang Kadar abu dihitung pada bahan yang dikeringkan di udara (Kementerian Kesehatan RI. Penetapan Susut Pengeringan. Simplisia kering ditimbang sebanyak 2 gram dalam botol timbang tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan sampai suhu yang ditentukan yaitu 1050C selama 30 menit dan telah diberi tar.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam ruang pengering, tutupnya dibuka dan dikeringkan pada suhu 1050C hingga berat tetap konstan. Sebelum siap dikeringkan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup dalam pendingin dalam desikator hingga suhu ruangan (Departemen Kadar Etanol Sari Laut. Kadarnya dihitung dalam simplisia yang dikeringkan di udara (Departemen Kementerian Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Penentuan konsentrasi sari larut dalam air).
Pembagian Kelompok Hewan Percobaan
Kelompok selanjutnya adalah kelompok 3 yang merupakan kelompok uji dosis I (konsentrasi 3% infus daun embun mahkota) yang nantinya akan mendapat dosis rendah, kelompok 4 merupakan kelompok uji dosis kedua (konsentrasi 6% infus daun embun mahkota). ) yang akan mendapat dosis sedang dan kelompok 5 merupakan kelompok uji dosis ketiga (infus daun embun mahkota konsentrasi 12%) yang mendapat sediaan uji dosis tinggi pada saat pengujian. 21.8 Perhitungan dosis dan penyiapan sediaan uji 1) Pembanding.
Perhitungan Dosis dan Pembuatan Sediaan Uji 1) Pembanding
Kelompok selanjutnya adalah kelompok 3 yang merupakan kelompok uji dosis I (konsentrasi 3% infus daun embun mahkota) yang nantinya akan mendapat dosis rendah, kelompok 4 merupakan kelompok uji dosis kedua (konsentrasi 6% infus daun embun mahkota). ) yang akan mendapat dosis sedang dan kelompok 5 merupakan kelompok uji dosis ketiga (infus daun embun mahkota konsentrasi 12%) yang mendapat sediaan uji dosis tinggi pada saat pengujian. Volume yang akan diberikan pada mencit adalah 1 ml, sehingga konsentrasi sediaan yang diberikan pada kelompok 5 adalah 120 mg/mL. Cara pembuatan sediaan uji dengan dosis ketiga adalah sebagai berikut, dengan mencampurkan 12 gram simplisia mutu halus dalam panci dengan 100 ml air selama 15 menit, dimulai pada suhu 90 ºC, sambil sesekali diaduk.
Selagi panas dengan kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui bubur hingga diperoleh volume infus 100 mL. Volume yang akan diberikan pada tikus adalah 1 mL sehingga konsentrasi sediaan yang diberikan pada kelompok 4 adalah 60 mg/mL. Kemudian untuk membuat sediaan dengan konsentrasi 60 mg/mL dilakukan pengenceran dosis III sebanyak 50 mL dengan menambahkan air suling ke dalam 100 mL.
Volume yang akan diberikan pada tikus adalah 1 ml sehingga konsentrasi sediaan yang diberikan pada kelompok 3 adalah 30 mg/ml. Selanjutnya untuk membuat sediaan dengan konsentrasi 30 mg/ml, encerkan dosis II sebanyak 50 ml dan tambahkan air suling hingga 100 ml.
Pembuatan Larutan Pendeman
Pemberian Larutan Pendemam
Uji Aktivitas Daun Mahkota Dewa
Pembahasan Hasil Penelitian
Setelah menetapkan ambang batas pada suhu tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh normal beroperasi dalam mode dingin. Sebelum mencit diinduksi pepton, bobot badan mencit ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui jumlah sediaan yang sesuai dengan bobot badan mencit, kemudian suhu tubuh mencit diukur pada suhu normal untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan suhu atau tidak. setelah injeksi pepton. Setelah diinduksi, mencit didiamkan selama 2 jam untuk memberikan waktu pepton aktif pada tubuh mencit, kemudian diukur kembali suhu tubuh mencit untuk mengetahui apakah mencit mengalami demam atau tidak.
Termometer yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh tikus dikalibrasi terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam rektum tikus. Data pengukuran suhu tubuh dapat dilihat pada Tabel 4.3, sedangkan rata-rata suhu tubuh mencit dapat dilihat pada Tabel 4.4. Dilihat dari data pada tabel, suhu tubuh mencit pada kondisi normal bervariasi antara 35,2 °C - 37,8 °C, sedangkan demam pada mencit bervariasi antara 36,8 °C - 39,8 °C dari rata-rata suhu kelompok. kontrol yaitu 37,4°C.
Mekanisme kerja bahan pembanding (parasetamol) adalah dengan menghambat sintesis prostaglandin yang memediasi demam, sehingga suhu tubuh mencit dapat menurun. Pada kelompok mencit yang diberi infus daun mahkota dewa konsentrasi 3% pada T0 dan T30 menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, setelah T60 menit terjadi penurunan suhu tubuh yang signifikan dibandingkan kontrol positif (p<0. 05) sehingga berdasarkan uji statistik dapat dikatakan bahwa infusa daun mahkota dewa konsentrasi 3% mempunyai kemampuan memberikan efek antipiretik atau antipiretik. Pada kelompok mencit yang diberi infus daun mahkota dewa konsentrasi 6% pada T0 dan T30 menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh, setelah T60 menit terjadi penurunan suhu tubuh, namun besarnya penurunan suhu tidak bermakna. Berbeda dengan kontrol positif (p<0,05), hanya pada menit T120 dan T180 suhu tubuh mencit mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,03°C dan 2,96°C, berbeda nyata dengan kontrol positif (p<0,00). 5).
Luaran Yang Dicapai
Infus daun mahkota dewa konsentrasi 12% menunjukkan aktivitas antipiretik terbaik dengan onset kerja tercepat dan durasi kerja terlama. Uji toksisitas akut merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimum yang masih dapat ditoleransi oleh hewan laboratorium (menggunakan 2 jenis hewan laboratorium). Uji toksisitas subakut merupakan pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat obat bekerja, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 jenis hewan percobaan, menggunakan 3 dosis berbeda.
Tujuan uji toksisitas kronis sama dengan uji toksisitas subakut, namun uji ini dilakukan pada hewan pengerat dan non hewan pengerat selama enam bulan.
Saran
Macronone, a new diepoxylignan from the bark of mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) and its antioxidant activity. Antioxidant activity of 2,6,4'-trihydroxy-4-methoxybenzophenone from ethyl acetate extract of mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) leaves. Benzophenone glucoside isolated from ethyl acetate of mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) bark and its inhibitory activity on leukemia cell line L1210.
Determination of the chemical structure of the antioxidant compound benzophenone glycoside from n-butanol extract of the fruits of Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Symptomatic treatment of premenstrual syndrome and/or primary dysmenorrhea with DLBS1442, a bioactive extract of Phaleria macrocarpa. Antibacterial, radical scavenging activities and cytotoxicity properties of Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl leaves in HepG2 cell lines.
Isolation, characterization and cytotoxic activity of benzophenone glucopyranoside from mahkota dew (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.).