AKTIVITAS KUNJUNGAN LEBAH Trigona spp. (HYMENOPTERA:
MELIPONIDAE) PADA TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DI DUA KETINGGIAN DI SUMATERA BARAT
Rezi Yulia Alisna¹, Jasmi², Nursyahra²
¹Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat
²Dosen Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat [email protected]
ABSTRACT
Differences of height place between types of plant caused different activities of bees visited at the plants. Types of cultivated plants and commonly visited by bees in West Sumatra is cucumber (Cucumis sativus L.). Its has been conducted research that aims to know the frequency of visit Trigona spp. in cucumber plant (Cucumis sativus L.) at two height in West Sumatra. The height frequency was happened in the lowlands (Kuranji) begin at 08.00 am and the end at 13.00 pm.
While on the plateau (Sungayang) begin at 09.00 am and the end at 15.00 pm. The result of t-test frequency at cucumber plant at two altitudes did not show the real differences.
Key words : Altitude, Cucumis sativus L.,Trigona spp., Visit activity
PENDAHULUAN
Lebah Trigona merupakan salah satu spesies lebah penghasil madu anggota Familia Meliponidae (tidak memiliki sengat), berukuran kecil dan merupakan salah satu serangga pollinator penting (Naga- mitsudan Inoue,1998; Batista et al., 2003; Francoyet al.,2009 dalam Syafrizal, 2014). Lebah Trigona yang ada di Indonesia memiliki beberapa nama di daerah, yaitu lebah lilin, klanceng, lanceng (Jawa), teweul (Sunda), gala-gala atau galo- galo (Sumatera), dan ketape atau kammu (Sulawesi Selatan) (Fadhilah,
2015). Di Indonesia ada beberapa jenis Trigona diantaranya T.
laeviceps, T.apikalis, T.mina- ngkabau, T. itama, T. thorasica, T.terminata, T. melina, T. valdezi, T.
collina, T. fusco-balteata, dan sebagainya (Fadhilah, 2015).
Aktivitas mencari makan dari lebah Trigona dipengaruhi oleh ketersediaan pakan di alam dan keadaan koloni dalam sarang.
Frekuensi kunjungan Trigona pada bunga tanaman sangat berhubungan dengan polinasi. Aktivitas Trigona juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan fisik yaitu suhu udara,
kelembaban udara, penyinaran matahari, keadaan cuaca, dan kece- patan angin (Widhiono, 2015).
Salah satu tanaman yang dikunjungi oleh Trigona adalah tanaman mentimun (Cucumis sativus L.). Mentimun merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar.
Tanaman tersebut menjalar atau memanjat menggunakan alat panjat berbentuk pilin (spiral) (Sunarjono, 2007). Tanaman mentimun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai ketinggian di Sumatera Barat. Tanaman tersebut secara rutin di budidayakan di daerah Kuranji produksi mentimun mencapai 321,8/ton dan di daerah Sungayang produksi mentimun mencapai 706,50/ton. Keberadaan tanaman mentimun sangat berhubungan den- gan keberadaan polinator seperti Trigona spp.
Berdasarkan hal tersebut, telah dilakukan penelitian tentang “Akti- vitas kunjungan lebah Trigona spp.
(Hymenoptera: Meliponidae) pada tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) di dua ketinggian di Sumatera Barat”. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui frekuensi kun- jungan lebah Trigona spp. pada tanaman mentimun.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan di Kelurahan Kuranji Kecamatan Kuranji pada bulan Mei 2017, dan di Jorong Sianau Indah Nagari Sung- ayang Kecamatan Sungayang pada bulan Juni–Juli 2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif den- gan menggunakan metode survey yaitu mengamati langsung kunjungan lebah Trigona spp. Pada tanaman mentimun.
Aktivitas kunjungan lebah Trigona spp. Diamati dengan cara menghitung jumlah Trigona yang berkunjung pada tanaman mentimun.
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung frekuensi lebah Trigona yang dating pada bunga tanaman.
bunga yang mekar akan ditandai dengan cara pemberian label pada tangkai bunga tersebut. Pengamatan dimulai pada pukul 06.00 WIB dan berakhir pada pukul 18.00 WIB selama satu minggu. Pengukuran suhu udara dan kelembaban udara dengan menggunakan Termo-
hygrometer. Data di analisis dengan t-test. (Sudjana, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Frekuensi kunjungan Trigona spp. per tanaman (Batang) di dua ketinggian di Sumatera Barat
Frekuensi kunjungan Trigona spp. tertinggi di Kuranji terjadi pada pukul 08.00 WIB (Gambar 1). Hal ini diduga ketersediaan pollen dan nektar melimpah pada pagi hari.
Suwarno, (1992) dalam Jasmi, (1997) melaporkan bahwa aktivitas kunjungan Trigona keluar sarang berlangsung pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB, mengambil nektar dan pollen pukul 09.00 dan 13.00 WIB, dan mengambil air pukul 18.00 WIB.
Frekuensi kunjungan Trigona spp. tertinggi di Sungayang terjadi pada pukul 09.00 WIB. Hal ini diduga produksi nectar pada bunga
mengunjungi nektar yang terdapat pada bunga (Suwarno, 1992 dalam Jasmi, 1997).
Frekuensi kunjungan Trigona spp. di Kuranji berakhir pada pukul 13.00 WIB (Gambar 2). Hal ini diduga nektar sudah terlalu pekat, sehingga lebah tidak menyukainya.
Rata-rata suhu udara saat penelitian 38°C mengakibatkan aktivitas Trigona spp. berhenti. Fadhilah (2015) menyatakan, suhu optimal dalam aktivitas lebah Trigona spp.
adalah 18-35°C. Pada suhu di bawah 18°C dan di atas 35°C aktivitas Trigona menurun. Trigona meng-
05 10 15 2025 30
06.00-06.15 07.00-07.15 08.00-08.15 09.00-09.15 10.00-10.15 11.00-11.15 12.00-12.15 13.00-13.15 14.00-14.15 15.00-15.15 16.00-16.15 17.00-17.15 18.00-18.15
Frekuensi Kunjungan (kali)
Waktu Pengamatan (pukul)
Kuranji Sungayang
sehingga dapat mempengaruhi suhu disarang. Pada suhu ekstrem di atas 35°C dapat mendorong Trigona berpindah sarang. Namun pada saat suhu rendah, Trigona akan meng- hangatkan diri dengan membentuk gerombolan.
Frekuensi kunjungan Trigona spp. di Sungayang berakhir pada pukul 15.00 WIB. Hal ini diduga suhu ditempat penelitian mengalami peningkatan, rata-rata suhu udara 35°C. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan aktivitas Trigona spp. berhenti. Murtidjo (1991) dalam Sutriyono (2013) melaporkan, pada suhu 20°C lebah mulai aktif dalam usahanya memperoleh nectar dan pollen, namun waktu yang dibutuhkan dalam memperoleh nektar dan pollen relative pendek, sedangkan pada suhu 30°C lebah sangat aktif mencari nektar atau pollen namun waktu yang di- butuhkan untuk mengumpulkannya relatif lama.
Frekuensi kunjungan Trigona spp. di dataran tinggi dan dataran rendah juga dipengaruhi oleh
ketinggian tempat dalam aktivitas Trigona spp. Widhiono, (2015) menyatakan, ketinggian tempat mempengaruhi proses penyerbukkan dan tingkah laku pencarian pakan bagi serangga penyerbuk. Serangga penyerbuk banyak ditemukan pada ketinggian tempat yang rendah sampai sedang dan memulai aktivitas mencari pakan lebih awal sejalan dengan kenaikan ketinggian tempat.
Mulyani (2010) dalam Putra (2016), juga melaporkan bahwa ketinggian tempat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ke- ragaman serangga, karena ketinggian tempat dapat mempengaruhi siklus hidup dan perkembangan dari serangga. Serangga berkembang le- bih lambat pada daerah yang bersuhu lebih rendah (dingin) di dataran lebih tinggi, dibandingkan dengan daerah yang bersuhu panas di dataran rendah.
Frekuensi kunjungan lebah Trigona spp. pada tanaman men- timun tidak berbeda antara di dataran rendah dan dataran tinggi (tα = 0,05).
4
Gambar 2. Pengukuran faktor lingkungan (suhu udara, kelembaban udara,kece- patan angin dan penyinaran matahari) di dua ketinggian di Sumatera Barat (a=Kuranji, b=Sungayang)
Aktivitas kunjungan Trigona spp. dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti suhu udara, ke- lembaban udara, penyinaran mata- hari, kecepatan angin dan keadaan cuaca. Faktor tersebut mempengaruhi aktivitas lebah pekerja dalam men-
cari pakan diluar sarang. Suhu udara disekitar lokasi penelitian berkisar antara 23-45°C. Suhu dalam pene- litian sangat mendukung dalam akti- vitas lebah pekerja mancari pakan.
Kelembaban udara disekitar lokasi penelitian adalah 42-100%. Ke-
0 20 40 60 80 100 120
1 2 3 4 5 6 7
Kondisi Unsur Cuaca
Hari pengamatan (hari)
Suhu ˚C
Kelembaban (%) Kecepatan Angin (Knot) Penyinaran matahari(%)
aa
0 20 40 60 80 100
1 2 3 4 5 6 7
Kondisi Unsur Cuaca
Hari pengamatan (hari)
Suhu ˚C
Kelembaban (%) Kecepatan Angin (Knot) Penyinaran matahari(%)
b
lembaban di lokasi penelitian masih mendukung dalam aktifitas lebah pekerja dalam mengumpulkan pakan.
Kelembaban yang meningkatakan menyebabkan pollen menjadi makin melekat sehingga sulit dikumpulkan (Minarti, 2010). Kecepatan angin berkisar antara 4-7 Knot masih relative aman bagi Trigona untuk terbang dan mencari makan diluar sarang. Widhiono (2015) melaporkan bahwa angin mempengaruhi aktivitas pencarian pakan serangga penyerbuk.
Kecepatan angin antara 24-34 km/jam berdampak buruk terhadap aktivitas lebah dalam pencarian pakan. Trigona spp. Sangat me- merlukan cahaya dalam beraktivitas.
Penyinaran matahari berkisar antara 23-100%. Kunjungan Trigona pada bunga sangat ditentukan oleh cahaya, karena lebah akan memulai aktivitas ketika cahaya sudah muncul.
Penyinaran matahari mempengaruhi Trigona spp. mencari pakan.
Sumpena (2001) dalam Sofia (2007) menyatakan, cahaya merupakan fak- tor yang sangat penting untuk per- tumbuhan tanaman mentimun (Cucu- mis sativus L.). Penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan
optimal jika pencahayaan berlang- sung antara 8-12 jam/hari.
KESIMPULAN
Aktivitas kunjungan Trigona spp. pada tanaman mentimun (Cucu- mis sativus L.) di dua ketinggian di Sumatera Barat tidak berbeda, di Kuranji frekuensi kunjungan ter- tinggi terjadi pada pukul 08.00 WIB dan berakhir pada pukul 13.00 WIB, dan di Sungayang frekuensi kun- jungan tertinggi terjadi pada pukul 09.00 WIB dan berakhir pada pukul 15.00 WIB. Hasil analisis t-test frekuensi kunjungan lebah Trigona spp. pada tanaman mentimun (Cucu- mis sativus L.) di dua ketinggian di Sumatera Barat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kondisi unsur cuaca pada kedua lokasi penelitian mendukung untuk aktivitas mencari pakan Trigona spp.
DAFTAR PUSTAKA
Fadhilah, R & Kiki, R. 2015.Laba Lebah Tanpa Sengat. Jakarta:
Trubus Swadaya.
Jasmi.1997. Perkembangan Sarang dan Aktifitas Mencari Makan Apis dorsata Fabr. Tesis.
Program Pasca sarjana.
UniversitasAndalas Padang.
Minarti, S. 2010. Ketersediaan Tepung sari dalam Menopang Perkembangan Anakan Lebah Madu Apis mellifera di Areal Randu (Ceiba pentandra) dan Karet (Hevea brasilliensis).
Jurnal Ternak Tropika. 11 (2):
54-60.
Putra, N. S. 2016. Jenis Lebah Trigona (Apidae: Meliponinae) pada Ketinggian Tempat Berbeda di Bali. Jurnal Simbiosis. IV (1): 6-9.
Sofia, Diana. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) dengan Mutagen Kolkhisin.
Jurnal. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Sudjana.1989.Metoda Statistik edisi 6.Bandung: Tarsito Ban- dung.
Sunarjono, Hendro. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta:
Penebar Swadaya
Sutriyono. 2013. Analisis Mor- fometrik Lebah Madu Pekerja Apis cerana Budidaya pada Dua Ketinggian Tempat yang Berbeda. Jurnal Sains Pe- ternaka Indonesia. 8 (1).
Syafrizal. 2014. Keragaman dan Habitat Lebah Trigona pada Hutan Sekunder Tropis Basah di Hutan Pendidikan Lempake, Samarinda, Kalimantan Timur.
Jurnal Teknologi Pertanian.
9(1) : 34-38.
Widhiono, Imam. 2015. Strategi Konservasi Serangga Po- linator. Purwokerto: Uni- versitas Jendral Soedirman.