• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-BAY' - Jurnal IAIN Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "AL-BAY' - Jurnal IAIN Padangsidimpuan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Journal of Sharia Economic and Business

Permata Selly Pasa Hartiah1*, Agustina Pratiwi2

1Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah (Akuntansi, FE, Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

2Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah (Akuntansi, FE, Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah

[email protected]1*, [email protected]2 ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan green accounting terhadap kinerja keuangan pada perusahaan tersebut. Penerapan green accounting pada perusahaan dapat meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan yang berujung pada peningkatan kinerja keuangan perusahaan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan desain literature review. Pencarian artikel yang dibahas dalam penelitian ini menggunakan internet yaitu google scholar. Berdasarkan hasil literature review yang dianalisis, membuktikan bahwa penerapan green accounting terhadap kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh. Perusahaan yang menerapkan green accounting membutuhkan alokasi khusus biaya lingkungan. Adanya biaya-biaya tersebut dianggap sebagai beban yang dapat mengurangi laba perusahaan. Penerapan green accounting akan membantu perusahaan atau organisasi dalam mengambil keputusan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan serta biaya-biaya lingkungan dan selain meningkatkan profitabilitas jangka panjang, akan meningkatkan kinerja lingkungan.

Kata kunci : Green Accounting, kinerja keuangan, biaya lingkungan

ABSTRACT

This study aims to analyze the application of green accounting to the financial performance of the company. The application of green accounting in companies can improve the company's environmental performance which ends in increasing the company's financial performance. This research was conducted using qualitative methods and literature review design. Search for articles discussed in this study using the internet, namely Google Scholar. Based on the results of the analyzed literature review, it proves that the application of green accounting to the company's financial performance has no effect. Companies that implement green accounting require a special allocation of environmental costs. The existence of these costs is considered as an expense that can reduce the company's profit. The application of green accounting will assist companies or organizations in making decisions by considering environmental aspects and environmental costs and in addition to increasing long-term profitability, will improve environmental performance.

Keywords: Green Accounting, financial performance, environmental costs

Studi Literatur Riview Analisis Penerapan Green Accounting Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan

89

(2)

PENDAHULUAN

Era revolusi industri saat ini mengakibatkan sejumlah perusahaan melakukan transformasi teknologi berbasis efisiensi. Hal ini ditandai dengan adanya transformasi teknologi perusahaan yang semakin canggih sehingga mampu meningkatkan kapasitas produksi, menghasilkan berbagai varian produk, menekan biaya produksi, serta menciptakan penawaran produk yang sangat terjangkau untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hadirnya teknologi tersebut tentu dimulai dengan adanya investasi secara besar pada bidang reseacrh and development internal perusahaan yang berorientasi pada penekanan biaya pada faktor produksi (Zhao et al., 2018).

Orientasi tersebut tentunya belum tepat jika hanya didasarkan pada proses produksi. Akibatnya, limbah sisa produksi menjadi salah satu permasalahan lingkungan ketika perusahaan mengabaikan pengelolaan limbah yang dihasilkan. Selama beberapa dekade terakhir, pengelolaan limbah hasil industri telah berkembang sebagai tanggapan dalam menyelesaikan masalah lingkungan.

Namun, pengelolaan limbah saat ini masih berfokus pada pengurangan dampak lingkungan daripada pencegahan yang berkelanjutan, seperti melalui multi-media approach dengan memungkinkan terjadinya limbah gas, cair, dan padat, serta penggambaran secara holistik limbah yang

dihasilkaan dari proses hulu hingga hilir produksi (Singh et al., 2014).

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menghentikan operasional beberapa perusahaan atas keluhan masyarakat karena adanya limbah yang mencemari lingkungan. Beberapa diantaranya yaitu kasus PT Toba Pulp Lestari Tbk, (PT Indorayon) tahun 2003 silam, dan kasus PT SMART Tbk tahun 2010 yang akhirnya menarik PT Unilever Indonesia Tbk ke jalur hukum. Kasus-kasus tersebut tidak sesuai dengan arah pergerakan perusahaan saat ini, yaitu menuju arah

pergerakan green company

(Kusumaningtias, 2013). Adanya era green company dan penerapan green accounting telah menjadi hal yang menarik bagi masyarakat.

Green Accounting adalah akuntansi yang menghitung dan mencakup biaya-biaya pencegahan maupun yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan yang mempengaruhi lingkungan hidup dan masyarakat (Hamidi, 2019). Penerapan green accounting akan mendorong kemampuan untuk meminimalkan masalah lingkungan yang dihadapi oleh perusahaan. Tujuan penerapan akuntansi lingkungan ini adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya dan manfaat atau efek (Dewi, 2016). Akuntansi

90

(3)

lingkungan dalam penerapannya di Indonesia masih belum efektif dan banyak perusahaan berdiri tanpa mempedulikan dampak lingkungan yang akan ditimbulkan.

Terdapat beberapa macam bentuk aktivitas yang mencerminkan praktik green accounting dalam perusahaan, yaitu:

(1) Adanya penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, (2) Adanya manajemen limbah yang tidak menimbulkan polusi ataupun kerusakan lingkungan sekitar, (3) Adanya Corporate Social Responsibility (CSR), yang menjadi bukti perhatian perusahaan akan lingkungan sekitar (Faizah, 2020).

Selain itu, adanya produk ramah lingkungan juga dapat menjadi bukti bahwa perusahaan telah menerapkan green accounting dalam kegiatan operasionalnya.

Adanya produk ramah lingkungan tersebut dapat memberikan keuntungan finansial perusahaan di masa yang akan datang, di mana ketika perusahaan mampu untuk membuat produk ramah lingkungan secara tidak langsung perusahaan juga dapat terhindar dari klaim publik dan pemerintah dari perusakan lingkungan. Sebagai contoh pada bidang kehutanan, penerapan green company yang didasarkan pada FMC (Forest Management Certification) di Indonesia juga sedikit berhasil mengubah sentimen publik mengenai perusahaan kehutanan dan mengurangi deforestasi sehingga terciptanya good corporate

governance, kepercayaan publik, dan terhindar klaim kerusakan lingkungan oleh pemerintah (Miteva et al., 2015).

Menurut Yoshi Aniela (2012) dalam penelitiannya dengan berdasarkan praktik di lapangan, kajian literatur, serta penelitian empiris dan akademis diketahui bahwa penerapan green accounting memilik dampak positif terhadap kinerja finansial perusahaan, yaitu meningkatnya persepsi positif dari konsumen yang berakhir pada peningkatan penjualan dan laba perusahaan. Selain berdampak pada kinerja finansial, penerapan green accounting juga dapat berdampak pada peningkatan kinerja lingkungan baik dalam dimensi kesehatan lingkungan (environmental health) maupun dalam ketahanan lingkungan (environmental vitality).

Selain itu, dalam penelitian Dian Imanima Burhany (2014) menemukan bahwa implementasi akuntansi lingkungan berpengaruh positif pada kinerja ingkungan dan kinerja keuangan perusahaan. Peningkatan kinerja lingkungan menunjukkan bahwa perusahaan telah menerapkan akuntansi lingkungan dengan baik yang berujung pada peningkatan kinerja keuangan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah membuat suatu Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan atau yang disebut PROPER.

Program ini diharapkan dapat mendorong

91

(4)

penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi yang dilakukan melalui berbagai kegiatan yang diarahkan untuk: (1) mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melaui insentif dan disintensif reputasi, dan (2) mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih (clean production) (Hamidi, 2019).

Penerapan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) oleh KLHK digunakan untuk evaluasi pengelolaan lingkungan perusahaan, termasuk pengelolaan limbah (Hamidi, 2019). Penerapan PROPER tentunya juga berimplikasi positif pada perlindungan masyarakat adat dan hutan karena perusahaan dituntut memenuhi kewajibannya terhadap kelestarian lingkungan sehingga terhindar dari pencemaran limbah industri (Helmi et al., 2020).

Penerapan green accounting akan membantu perusahaan atau organisasi dalam mengambil keputusan dengan memikirkan aspek lingkungan serta biaya- biaya lingkungan dan selain meningkatkan profitabilitas jangka panjang, akan meningkatkan kinerja lingkungan. Kinerja lingkungan yang dimaksud disini adalah pengelolaan lingkungan yang ramah lingkungan.

Berdasarkan uraian-uraian dalam latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian literatur mengenai penerapan green accounting terhadap kinerja keuangan perusahaan.

KAJIAN PUSTAKA

DEFINISI GREEN ACCOUNTING Green accounting merupakan ilmu akuntansi yang berhubungan dengan informasi lingkungan serta sistem audit lingkungan dan telah didefinisikan sebagai identifikasi, pelacakan, analisis, dan pelaporan serta informasi biaya yang terkait dengan aspek lingkungan dari suatu organisasi (Hati, 2018).

Menurut (Ningsih & Rachmawati, 2017) green accounting merupakan akuntansi yang didalamnya mengungkapkan biaya-biaya terkait dengan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan. Green accounting pada dasarnya menuntut kesadaran penuh perusahaan-perusahaan maupun organisasi lainnya yang telah mengambil manfaat dari lingkungan.

Penting bagi perusahaan-perusahaan atau organisasi lainnya untuk meningkatkan upaya dalam mempertimbangkan pelestarian lingkungan secara berkelanjutan.

BIAYA LINGKUNGAN

Green cost atau biaya lingkungan mencakup seluruh biaya-biaya paling

92

(5)

nyata dalam mengukur ketidakpastian (Dewi, 2016). Pada dasarnya biaya lingkungan berhubungan dengan biaya produk, proses, sistem, atau fasilitas penting untuk pengambilan keputusan manajemen yang lebih baik (Dewi, 2016).

Biaya lingkungan juga dapat diartikankan sebagai biaya-biaya yang terjadi karena kualitas lingkungan yang buruk ada atau kualitas lingkungan yang buruk mungkin terjadi, yang terdiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas pencegahan kerusakan lingkungan, aktivitas pemantauan lingkungan, dan aktivitas-aktivitas pengolahan limbah (kegagalan internal), dan aktivitas pemulihan kerusakan lingkungan sekitar perusahaan yang diakibatkan oleh aktivitas bisnis perusahaan (kegagalan eksternal) (D.R.

Hansen & M/M. Mowen, 2018). Biaya lingkungan yang ideal yaitu yang alokasinya lebih banyak diinvestasikan pada aktivitas pencegahan dan deteksi yaitu biaya untuk mencegah dan menemukan terjadinya kerusakan lingkungan seperti biaya seleksi pemasok dan bahan baku, pembelian peralatan pengolah limbah, pengukuran kadar limbah, dan lain-lain D.R. Hansen & M/M.

Mowen dalam (Zainab & Burhany, 2020).

Hal itu dilakukan untuk mengurangi biaya kegagalan internal seperti biaya pengolahan limbah dan biaya kegagalan eksternal seperti biaya pembersihan

lingkungan sekitar yang tercemar limbah, sehingga dapat mencapai titik kerusakan- nol (D.R. Hansen & M/M. Mowen, 2018).

Apabila biaya lingkungan tidak dikendalikan dengan baik dengan fokus pada biaya pencegahan dan biaya deteksi, dapat terjadi pembengkakan biaya yang akan mempengaruhi kinerja keuangan secara signifikan. Maka dari itu biaya lingkungan sangat diperlukan Menurut Ikhsan dalam Hidayati, (2016) dalam akuntansi lingkungan ada komponen pembiayaan yang harus dihitung, misalnya:

1. Biaya operasional usaha yang terdiri dari biaya penyusutan sarana lingkungan, biaya perbaikan sarana lingkungan, biaya jasa atau kontrak untuk menjalankan sarana pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan serta biaya kontrak untuk pengelolaan limbah (recycling).

2. Biaya daur ulang yang dijual

3. Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari total biaya untuk bahan dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan bahan yang ramah lingkungan, produk dan fasilitas pabrik.

KINERJA KEUANGAN

Kinerja keuangan adalah suatu hasil kerja berbagai bagian departemen di dalam perusahaan yang bisa dilihat pada

93

(6)

kondisi keuangan perusahaan pada periode tertentu. Evaluasi kinerja keuangan dapat dilihat dari beberapa rasio, antara lain profitabilitas, likuiditas, dan solvabilitas.

(Tanjung, 2020).

Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan yang dianalisis dengna menggunakan alat-alat analisis keuangan sehingga dapat diketahui kekurangan dan prestasi yang dicapai perusahaan dalam satu periode tertentu (Esomar & Chritianty, 2021). Untuk mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan, pengukuran yang umum digunakan adalah rasio-rasio keuangan (Xu et al. 2014). Rasio profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba. Investor jangka panjang menggunakan rasio profitabilitas sebagai dasar untuk melihat kemampuan perusahaan dalam membayarkan dividen (Mithas et al. 2012). Profitabilitas perusahaan merupakan aspek terpenting dalam penilaian kinerja keuangan perusahaan. Karena profitabilitas mencerminkan laba dan juga merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam membayarkan liabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Profitabilitas juga dapat mengukur penciptaan nilai perusahaan dan juga memberikan prospek perusahaan di masa yang akan datang.

Profitabilitas perusahaan juga dapat digunakan untuk mengukur efisiensi

modal kerja perusahaan melalui perbandingan laba dengan investasi (Triatmodjo 2009). Deegan et al. (2002) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa CSR telah menjadi pemicu yang berpengaruh dalam pembentukan opini para pemangku kepentingan mengenai pemenuhan kewajiban perusahaan.

Pengungkapan kegiatan CSR umumnya menggunakan annual report sebagai media pengungkapan.

Kinerja keuangan perusahaan harus dievaluasi tiap akhir periodenya, hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan perusahaan dan melihat kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi bersaing yang seringkali mempengaruhi kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kinerja lingkungan yang baik dan pengungkapan CSR yang transparan akan mendapat respon positif oleh para investor melalui fluktuasi harga saham yang semakin naik dari periode ke periode dan sebaliknya jika perusahaan memiliki kinerja lingkungan yang buruk maka akan muncul keraguan dari para investor terhadap perusahaan tersebut dan direspon negatif dengan fluktuasi harga saham perusahaan di pasar yang semakin menurun dari tahun ke tahun (Almilia dan Wijayanto 2007).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain literature review. Pencarian artikel yang

94

(7)

dibahas dalam penelitian ini menggunakan internet yaitu google scholar. Kata kunci yang digunakan untuk mencari artikel tersebut adalah penerapan green accounting terhadap kinerja keuangan perusahaan. Artikel yang muncul di halaman pencarian kemudian disaring kembali menggunakan filter jenis artikel.

Jenis artikel yang digunakan adalah artikel penelitian (research article) dan merupakan penelitian kualitatif.

PEMBAHASAN

Menurut Mulyani dalam Hidayati (2016) pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) antara lain sebagai berikut:

a. Identifikasi

Menurut Wahyudi dalam Hidayati (2016) pertama kali perusahaan ingin menentukan biaya untuk pengelolaan biaya menghadapi eksternalitas yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional

perusahaan adalah dengan

mengidentifikasi dampak-dampak negatif.

Sebagai contoh misalnya sebuah pabrik kelapa sawit yang diprediksi akan menghasilkan limbah berbahaya dalam proses pengelolaan bahan baku menjadi bahan setengah jadi sehingga diperlukan penanganan khusus, dengan cara mengidentifikasikan limbah yang mungkin dihasilkan antara lain: limbah padat dan

limbah cair yang berasal dari kegiatan tersebut.

b. Pengakuan

Menurut Yanto dalam Hidayati (2016) elemen-elemen yang telah diidentifikasi selanjutnya diakui sebagai akun dan disebut sebagai biaya. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mencegah pencemaran lingkungan dapat diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi.

c. Pengukuran

Menurut Wahyudi dalam Hidayati (2016) pada perusahaan umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan besarnya biaya yang akan dikeluarkan dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai dengan kebutuhan riil setiap periode. Ikhsan dalam Hidayati (2016) mengungkapkan bahwa pengukuran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan alokasi pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan karena setiap perusahaan memiliki standar yang berbeda untuk mengukur jumlah dan nilainya.

d. Penyajian

PSAK No.1 tahun 2015 dalam Hidayati (2016) menyatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan secara

95

(8)

wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan ekuitas, dan arus kas sehingga tujuan laporan keuangan tersebut dapat tercapai, PSAK mungkin tidak mengatur pengungkapan informasi tertentu padahal pengungkapan informasi tersebut digunakan untuk menyajikan laporan keuangan secara wajar. Dalam hal tersebut, perusahaan harus memberikan tambahan pengungkapan informasi yang relevan sehingga laporan keuangan dapat disajikan secara wajar.

Menurut Haryono dalam Hidayati (2016) model komprehensif yang dapat dijadikan sebagai alternatif model pelaporan keuangan lingkungan secara garis besar dapat dikategorikan dalam empat model yaitu: 1) Model normatif, 2) Model hijau, 3) Model intensif, 4) Model asset nasional, Dalam hal ini perusahaan dapat memilih alternatif varian dalam menentukan sikap dan bentuk tanggung jawab sosial sesuai proporsional masing- masing perusahaan.

e. Pengungkapan

Wahyudi dalam Hidayati (2016) mengungkapkan bahwa pada umumnya akuntan akan mencatat biaya-biaya tambahan biaya lingkungan dalam akuntansi konvensional sebagai biaya overhead, artinya belum dilakukan spesialisasi akun untuk biaya lingkungan.

Konsep Model Green Accounting

Konsep green (environmental accounting) atau akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaanperusahaan bukan sekedar berkegiatan industri demi bisnis saja, tetapi juga menerapkan pengelolaan lingkungan.

Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit), serta menghasilkan efek perlindungan lingkungan (environmental protection) (Almilia dan Wijayanto, 2007). Akuntansi lingkungan didefinisikan sebagai pencegahan, pengurangan, dan atau penghindaran dampak terhadap lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan- kegiatan tersebut (Arfan Ikhsan, 2008).

Dampak lingkungan merupakan beban terhadap lingkungan dari operasi bisnis atau kegiatan manusia lainnya, yang secara potensial dapat merintangi pemeliharaan lingkungan yang baik.

Implementasi green accounting sangat bergantung kepada karakteristik perusahaan tersebut dalam memahami permasalahan lingkungan hidup.

96

(9)

Pemahaman permasalahan lingkungan hidup akan mengarahkan perusahaan dalam kebijakannya terutama terkait dengan keselamatan lingkungan hidup (Astuti, 2012).

Ginsberg dan Paul dalam Astuti (2012) Matrik kondisi perusahaan terkait dengan kebijakan industri ramah lingkungan tersebut adalah sebagaimana dijelaskan berikut ini:

1. Lean Green. Lean Green mencoba untuk menjadi bagian sosial yang baik, tetapi mereka tidak fokus pada publikasi untuk menciptakan produk/jasa yang ramah lingkungan.

2. Defensive Green. Defensive Green seringkali menggunakan green m arketing sebagai pengukuran yang preventif, suatu respon terhadap krisis atau respon terhadap kegiatan perusahaan pesaing.

3. Shaded Green. Shaded Green menginvestasikan dalam jangka panjang, menyeluruh proses industri yang ramah lingkungan yang membutuhkan komitmen tinggi terhadap keuangan dan non keuangan.

4. Extreme Green. Filosofi dan nilai yang menyeluruh membentuk perusahaan dalam tipe ini. Isu produk yang ramah lingkungan terintegrasi secara penuh ke dalam bisnis dan proses siklus daur ulang produk perusahaan.

Tujuan Penerapan Akuntansi Lingkungan

Menurut Hermiyetti dan Dondokambey dalam Wanggono (2016) tujuan akuntansi lingkungan adalah:

1. Sebagai alat manajemen lingkungan Untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan klasifikasi biaya-biaya konservasi lingkungan.

2. Sebagai alat komunikasi dengan masyarakat

Akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak yang disampaikan kepada publik.

Penerapan akuntansi lingkungan juga bertujuan untuk mengetahui berapa biaya lingkungan yang dikeluarkan dalam mengelola limbah tersebut dengan menggunakan sistem akuntansi sehingga dapat meminimalkan biaya yang dikeluarkan (Islamey, 2016).

Kinerja Lingkungan

Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik atau green Suratno dalam (Nuryanti et al., 2015). Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam bidang lingkungan yang diciptakan sehubungan dengan dampak aktivitas operasional perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan.

Di Indonesia, penerapan kinerja lingkungan diukur dari capaian perusahaan

97

(10)

yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang merupakan instrumen yang digunakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan penilaian dan pemeringkatan kepatuhan perusahaan dalam melakukan kinerja lingkungannya (Fitriani, 2013). Dengan menggunakan indikator warna emas sebagai peringkat terbaik, diikuti dengan warna hijau, biru, merah dan untuk peringkat terburuk ditandai dengan warna hitam.

Program ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong pentaatan perusahaan dalam mengelola lingkungan hidup. PROPER diumumkan secara berkala kepada masyarakat, sehingga perusahaan yang dinilai akan mendapat insentif atau disintensif reputasi, tergantung tingkat kepatuhannya. Perlu ditingkatkan ukuran kinerja lingkungan untuk memperbaiki kinerja yang telah ada (Astuti, 2012).

Penerapan Green Accounting di Perusahaan dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Keuangan

Hasil penelitian Bella Safrina (2020) mengungkapkan bahwa pengungkapan aktivitas lingkungan perusahaan manufaktur periode 2015-2018 tidak berpengaruh terhadap kinerja

keuangan yang diproksikan dengan net profit margin. Penelitian Farah, Lindrianasari & Asamaranti (2016) dan Wireza (2017) menjelaskan bahwa terdapat beberapa alasan yang mendasari keputusan perusahaan akan pengungkapan aktivitas lingkungannya.

Pertama, perusahaan lebih cenderung berorientasi pada laba.

Perusahaan yang hanya bertujuan pada peningkatan laba akan mempertimbangkan setiap biaya yang dibebankan, termasuk untuk aktivitas lingkungan yang mengurangi besaran bottom line. Adanya tambahan biaya bagi perusahaan tersebut akan menjadi beban yang disebut biaya lingkungan. Hal ini sesuai dengan penelitian Tunggal dan Fachrurrozie (2014) yang menyatakan bahwa saat perusahaan melakukan pengelolaan lingkungannya, maka perusahaan akan mengalokasikan biayanya melalui adanya pengungkapan lingkungan atau environmental costs yang dapat menyebabkan berkurangnya laba perusahaan. Hal ini menyebabkan manajemen lebih tertarik untuk fokus pada pengungkapan informasi keuangan daripada pengungkapan aktivitas lingkungan.

Kedua, pengungkapan aktivitas lingkungan dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan membutuhkan persiapan yang matang, karena pengungkapan tersebut secara tidak

98

(11)

langsung akan memberikan pengaruh bagi citra perusahaan atas pengungkapan aktivitas lingkungannya. Masyarakat akan melihat aktivitas perusahaan dalam menjalankan operasionalnya, yang nantinya akan berpengaruh pada legitimasi perusahaan.

Penilaian publik dan pengalaman kinerja perusahaan berpengaruh terhadap keputusan membeli sehingga jika konsumen memiliki pengalaman baik maka akan memberitahukannya kepada konsumen lain (Akhtar et al., 2017).

Tingginya harga produk ramah lingkungan tersebut disebabkan karena produk yang dibuat oleh perusahaan memuat beberapa aspek tertentu mengenai kualitas produk lebih tahan lama, dalam artian tidak mudah rusak, tidak mengandung racun, dapat didaur ulang, dan packaging yang minimalis. Proses produksi produk ramah lingkungan dalam menghasilkan green product masih membutuhkan sumber daya yang masih menghasilkan emisi tetapi masih memenuhi syarat ramah lingkungan.

Akibatnya, produksi untuk peningkatan kualitas bagi produk ramah lingkungan masih membutuhkan biaya tinggi, yang menimbulkan tingginya harga produk ramah lingkungan. Harga produk yang tinggi tersebut tidak sejalan dengan minat beli masyarakat. (Utami et al., 2020) menyebutkan bahwa masyarakat dengan pengetahuan lingkungan dan kepedulian

lingkungan belum tentu mempunyai minat tinggi terhadap produk ramah lingkungan.

Hal ini juga diperkuat penelitian dari (Lim et al., 2013) yang menyebutkan bahwa tingginya harga produk ramah lingkungan dikarenakan banyak faktor seperti: promosi produk yang belum masif, rendahnya konsumen yang berminat produk ramah lingkungan, dan segmentasi produk yang masih berfokus pada demografis dibandingkan psikografis.

Pelaksanaan green accounting melalui adanya penerapan aktivitas lingkungan, menghasilkan produk ramah lingkungan yang dikonsumsi oleh masyarakat, maupun perolehan peringkat PROPER membutuhkan alokasi biaya lingkungan. Adanya biaya lingkungan dianggap sebagai beban perusahaan karena mengurangi laba. Perusahaan seharusnya menilai bahwa biaya lingkungan adalah pengeluaran investasi, karena dapat memberikan legitimasi sosial dan penilaian ramah lingkungan dari pemerintah dan masyarakat. Pencatatan biaya lingkungan perusahaan juga dapat memberikan citra positif bagi investor yang berdampak pada pengambilan keputusan investasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil literature review yang dianalisis, membuktikan bahwa penerapan green accounting terhadap kinerja keuangan perusahaan tidak berpengaruh.

Perusahaan yang menerapkan green

99

(12)

accounting membutuhkan alokasi khusus biaya lingkungan. Adanya biaya-biaya tersebut dianggap sebagai beban yang dapat mengurangi laba perusahaan.

Penerapan green accounting akan membantu perusahaan atau organisasi dalam mengambil keputusan dengan memikirkan aspek lingkungan serta biaya- biaya lingkungan dan selain meningkatkan profitabilitas jangka panjang, akan meningkatkan kinerja lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Akhtar, S., Xicang, Z., & Iqbal, S. (2017).

Review of Public Administration and Management Impact of Brand Image on the Profitability of Firm , Analysis of Nestle. 5(3), 3–6.

https://doi.org/10.4172/2315- 7844.1000230

Aniela, Y. (2012). Peran Akuntansi Lingkungan Dalam Meningkatkan Kinerja. 1(1), 15–19.

Astuti, N. (2012). Mengenal Green Accounting. 69–75.

Burhany, D. I. (2014). Informasi

Lingkungan ( Studi pada Perusahaan Pertambangan Umum yang

Mengikuti PROPER Periode 2008- 2009 ). 1–8.

Dewi, S. R. (2016). Pemahaman Dan Kepedulian Penerapan Green Accounting : Studi Kasus UKM Tahu Di Sidoarjo. 497–511.

Dina, F., Lindrianasari, & Asamaranti, Y.

(2016). Environmental Management Activity toward Financial

Performance in Indonesian Mining Companies.

Esomar, M. J. F., & Chritianty, R. (2021).

JKBM Covid-19 Pandemic Impact towards the Financial Performance of Companies on Service Sector in BEI. 7(2), 227–233.

https://doi.org/10.31289/jkbm.v7i2.5 266

Faizah, B. S. Q. (2020). Penerapan Green Accounting Terhadap Kinerja

Keuangan. 12(2), 94–99.

Hamidi. (2019). Analisis Penerapan Green Accounting Terhadap Kinerja

Keuangan Perusahaan. 6(2), 23–36.

Hati, R. P. (2018). Analisis Penerapan Green Accounting Berbasis Univercity Social Re- Sposibility (USR) Pada Universitas Riau Kepulauan Dan Universitas In- Ternasional Batam. 12(1), 111–119.

Helmi, Hafrida, Kusniati, R., Syam, F., Fathni, I., & Najwan, J. (2020). Legal Protection To Manage Forest

Resources Based On Local Wisdom.

7(9), 623–627.

Hidayati, N. (2016). Artikel ilmiah analisis penerapan akuntansi biaya

lingkungan pada pt. perkebunan nusantara v sei rokan.

Islamey, F. E. (2016). Perlakuan akuntansi lingkungan terhadap pengelolaan limbah pada rumah sakit paru jember. 1–20.

Kusumaningtias, R. (2013). Green Accounting , Mengapa Dan Bagaimana? 978–979.

Lim, W. M., Ting, D. H., Ng, W. K., Chin, J. H., & Boo, W.-X. A. (2013). Why Green Products Remain Unfavorable Despite Being Labelled

Environmentally-Friendly ? 9(1), 35–

46.

https://doi.org/10.7903/cmr.10209 Miteva, D. A., Loucks, C. J., &

Pattanayak, S. K. (2015). Social and Environmental Impacts of Forest Management Certification in Indonesia. 1–18.

https://doi.org/10.1371/journal.pone.

0129675

Ningsih, W. F., & Rachmawati, R. (2017).

Implementasi Green Accounting Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan. 4(2), 149–158.

Nuryanti, T. N., Nurlely, & Rosdiana, Y.

(2015). Pengaruh Akuntansi Lingkungan terhadap Kinerja Lingkungan (Pada Perusahaan Tekstil Wilayah Bandung). In Spesia (pp. 214–220).

Singh, J., Laurenti, R., Sinha, R., &

Frostell, B. (2014). Progress and challenges to the global waste

100

(13)

management system.

https://doi.org/10.1177/0734242X145 37868

Tanjung, R. B. (2020). Pengaruh kinerja keuangan, ukuran perusahaan, kepemilikan saham terhadap kinerja lingkungan.

Tunggal, W. S. P., & Fachrurrozie. (2014).

Pengaruh Environmental Performance, Environment Cost DAN CSR Disclosure Terhadap Financial Performance. 3(3), 310–

320.

Utami, R. D., Gunarsih, T., & Aryanti, T.

(2020). Pengaruh Pengetahuan , Kepedulian dan Sikap pada Lingkungan Terhadap Minat Pembelian Produk Hijau. October.

https://doi.org/10.31227/osf.io/3u2tq Wanggono, A. W. (2016). Analisis

Perlakuan Akuntansi Biaya Lingkungan Studi Kasus di Unit Pelaksana Teknis Daerah Rumah Potong Hewan Dinas Pertanian.

Zainab, A., & Burhany, D. I. (2020). Biaya Lingkungan , Kinerja Lingkungan , dan Kinerja Keuangan pada Perusahaan Manufaktur. Industrial Research Workshop and National Seminar, 11(1), 992–998.

Zhao, T., Song, Z., & Li, T. (2018). Effect of innovation capacity , production capacity and vertical specialization on innovation performance in China

’ s electronic manufacturing :

Analysis from the supply and demand sides. 1–23.

101

Referensi

Dokumen terkait