• Tidak ada hasil yang ditemukan

AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH)

N/A
N/A
Siti Nur Jamilah

Academic year: 2023

Membagikan "AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH)"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

Pendahuluan

Tamhid

Dalam Islam, garis panduan yang digunakan sebagai rujukan untuk melakukan ini adalah petunjuk Al-Quran dan Sunnah Nabi. Kita diperintahkan untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, jangan berpaling dari mereka, sebagaimana yang dipahami dari firman Allah yang hakiki dalam Surat Ali "Imran ayat 32, yang bermaksud: "Katakanlah melalui kamu (wahai Muhammad), taat kepada Allah dan kepada-Nya. Utusan. Jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir." Umat ​​Islam sehingga kini masih menganggap firman Allah dan Sunnah Nabi itu

Sebagai pedoman hidup, Al-Qur'an memuat ajaran yang lengkap dan sempurna, meski terkadang hanya menjelaskan asas atau dasar saja. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku bagimu dan Aku telah jadikan Islam sebagai agamamu.” Kemudian pada ayat 38 surat al-An’am Allah berfirman yang artinya: “Kami tidak melupakan satupun apapun dalam Kitab (Al-Qur'an).” Singkatnya, tidak ada masalah yang tidak ada aturannya dalam Al-Qur'an, meskipun hanya berupa tanda-tanda atau prinsip. Pertanyaan yang timbul adalah: Apakah kaidah-kaidah fiqih tetap diperlukan meskipun sudah ada Al-Qur'an dan Sunnah yang menjelaskan kaidah-kaidah yang dapat menjadi pedoman dalam bertindak atau bertindak?

Dasar-Dasar Fiqih

Kedua, Al-Qur’an menjelaskan hukum secara luas (ijmali), tanpa memberikan rincian yang relevan. Dalam urusan hukum pidana, misalnya hukum qishash (Q. Al-Baqarah: 178); Sanksi hukum bagi pelaku pencurian adalah potong tangan (Q. al-Maidah: 38); Misalnya, di dalam kekayaan orang kaya terdapat hak-hak orang miskin (Q. al-Ma'arij: 24);

Tetapi bagi rujukannya kepada hukum (dilatuhu "ala al-ahkam), ayat-ayat al-Quran adalah qath'i dan ada yang zanni. Contohnya, perkataan al-Quran yang menunjukkan bilangan: satu, dua, setengah, seperempat, ratus dan lain-lain.Atas dasar inilah terdapat hadis-hadis dari Nabi yang qath'i al-wurud, yakni yang pasti datang dari Nabi, seperti hadis-hadis yang darjat mutawatir, dan ada juga yang zanni al. -wurud, iaitu masih terdapat syak wasangka yang kuat bahawa hadith itu datang daripada Rasul, seperti hadith Ahad.

Pengertian, Urgensi dan Metode Perumusan

Pengertian Kaidah Fiqih

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan. di (permukaan bumi. Maksudnya: "Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), Ibrahim menunaikannya. Maksudnya: "Tidak dapat dinafikan perbuatan yang diperselisihkan itu. hukum yang haram) dan yang dinafikan sebenarnya adalah yang telah disepakati (hukum yang haram).” (as-Suyuthi, t.t: . 107).

Artinya: “Sesuatu (media) yang wajib tidak akan sempurna tanpanya, sehingga sesuatu (media) itu wajib.” Artinya: “Al-'iqalah (penarikan jual beli bagi yang menyesal), itu fasakh (pembatalan jual beli), atau bai' (jual beli lagi).” (as-Suyuthi, tt: 115).

Urgensi Kaidah-Kaidah Fiqih

Metode Perumusan Kaidah-Kaidah Fiqih

Dalam konteks ini, metode merumuskan kaidah fiqh yang dimaksud adalah suatu cara kerja melalui pola pikir atau pola penalaran yang dilakukan para ulama dalam merumuskan kaidah fiqh. Namun sebelum kami menjelaskan metode-metode yang biasa digunakan para ulama dalam merumuskan kaidah fiqh, mari kita bahas terlebih dahulu. Dari hasil penelitian tersebut, para ulama merumuskan kaidah fiqh (al-qawa'id al-fiqhiyah), yaitu kaidah-kaidah umum yang relevan dengan bagian-bagian yang serupa.

Metode yang dimaksud dalam konteks ini adalah metode yang ditempuh para ahli Fiqh dalam merumuskan kaidah-kaidah Fiqih hingga dirumuskan suatu pedoman umum yang disusun dalam bentuk dalil-dalil yang mencerminkan banyaknya mufid ditinjau dari tata bahasa Arab (grammar) dan dari sudut pandang maknanya mengandung generalisasi hukum-hukum fiqh. Jika kita analisa berdasarkan logika penalaran yang dianut secara umum, para ahli hukum Islam pada umumnya menggunakan metode penalaran induktif ketika merumuskan kaidah fiqih. Selain aturan utama tersebut, para ilmuwan telah merumuskannya sebagai kesimpulan penelitian umum.

Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan

Arti Penting Sejarah Kaidah-Kaidah Fiqih

Periode Pembentukan Kaidah-Kaidah Fiqih

Artinya: “Melakukan sesuatu yang tidak dimaksudkan berarti menyimpang dari apa yang dimaksudkan (sehingga apa yang dimaksudkan menjadi tidak sah).” (as-Suyuthi, t.t: 107).

Kaidah-Kaidah Fiqih Induk

Kaidah-Kaidah Fiqih Induk

Kaidah-Kaidah Fiqih Cabang yang Disepakati

Kaidah Fiqih Cabang yang Diperselisihkan

Konsep Hukum Islam

Hukum Islam: Problem Istilah

Selanjutnya istilah hukum Islam, selain dianggap sebagai terjemahan dari kata syari'ah, kadang-kadang dianggap sebagai terjemahan dari kata al-fiqh. Istilah yang biasa digunakan adalah asy-syari'ah al-islamiyah atau sekedar syari'ah, al-fiqh, fiqh Al-Qur'an, ahkam Al-Qur'an atau sekedar al-hukm. Pada masa itu, asy-syari'ah mencakup seluruh ajaran Islam, baik mengenai agama, akhlak, maupun hukum-hukum yang mengatur perbuatan manusia.

Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas syariat (peraturan) urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang yang tidak mengetahui. Yusuf Musa berkata: Syariat ialah segala sesuatu yang ditentukan Allah untuk hamba-Nya dari hukum-hukum yang dibawa oleh seorang Nabi kepadanya, baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaan yang disebut far’iyah dan “amaliyah, dalam rangka menghimpun ilmu fiqh. jalan keimanan iaitu yang dinamakan prinsip iman dan mengatur ilmu qalam dan syariah ini juga dinamakan agama (ed-din) dan millah.Secara lebih terperinci, Syaltut (1966:12) menyatakan bahawa: Syariah ialah semua peraturan yang telah ditetapkan oleh Tuhan, atau Dia telah meletakkan asas-asasnya, supaya manusia dapat menerapkannya, untuk diri mereka sendiri dalam komunikasi dengan Tuhan mereka, dengan sesama Muslim.

Konsekuensinya, muncullah disiplin ilmu agama Islam yang mempengaruhi perkembangan dan pembedaan makna syariah dan fiqih. Bagi mereka, hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: hukum Islam dalam arti as-syari'ah dan hukum Islam dalam arti al-fiqh. Fiqh pada hakikatnya merupakan uraian unsur-unsur praktis syariat dan merupakan prestasi para ahli hukum Islam dalam memahami nash melalui kemampuan intelektualnya (malakah al-idrak).

Sesuai dengan Fejzi, Satria Efendi menyatakan bahwa syariat adalah an-nushsuh al-muqaddasah (teks suci) dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah serta al-mutawatir (hadits mutawatir). Abdul Karim Zaidan (1976:11) mengatakan, apa yang dikatakan syariat menurut hukum Islam sebenarnya tidak lain hanyalah teks-teks Al-Qur'an dan as-Sunnah an-Nabawiyah yang memuat ketentuan hukum yang jelas. Bagi Abu Zaid (1970:8), Syariah adalah aturan-aturan Tuhan yang diturunkan melalui Nabi-Nya, yang tidak dapat diubah atau diganti.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Yusuf Musa (1961:9) menyatakan bahwa: Sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan civitas akademika Fakultas Hukum di berbagai universitas di negara-negara Arab untuk menafsirkan hukum Islam dan fiqih Islam, bahkan ada yang menyamakannya.

Hukum Islam: Taklifi dan Wadh’i

Fardhu apabila dakwaan berdasarkan hujah qath'i (definitif), manakala wajib apabila tuntutan itu berdasarkan hujah zanni (kerabat). Berdasarkan pertimbangan qath'i dan zanni, juga menetapkan adanya hukum makruh tahrim bagi syarat meninggalkan sesuatu perbuatan dengan cara tertentu, tetapi berdasarkan dalil yang zanni, dan menetapkan makruh tanzih, apabila keperluan untuk meninggalkan sesuatu tindakan dengan cara yang tidak pasti (Syarifuddin. Hukum wadh'i ialah sesuatu yang dibuat. pengenalan" dalam bentuk sebab, syarat dan benih". halangan) untuk sesuatu yang lain.

Keempat disebut shahih, yaitu hukum yang telah memenuhi ketentuan syariat, yaitu terpenuhinya unsur saba, syarat dan bukan mani'. Ketujuh disebut rukhsah, yaitu hukum yang berbeda dengan hukum aslinya karena sebab-sebab tertentu. Harus dikatakan bahwa terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kedudukan azima dan rukhsah, antara hukum wadh’i dan hukum tikhabi.

Sebabnya ialah kerana "azimah ialah nama bagi sesuatu hukum yang diharuskan oleh syarak atau diizinkan olehNya secara umum, sedangkan rukhsah ialah nama bagi sesuatu hukum yang dibolehkan oleh syarak kerana keadaan mendesak atau keperluan. Seperti yang diketahui. , tuntutan (thalab) dan kemampuan (ibahah) termasuk dalam kategori hukum taklifi, bukan hukum wadhi' (Sya'ban Abu Zahrah, 1958:50).Penulis sendiri, seperti yang dilihat dalam tulisan ini, cenderung kepada yang pertama. terfikir, kerana isu hukum "azimah dan rukhsah" timbul kerana adanya sebab dan akibat.

Hukum Islam: Ibadah dan Mu’amalah

Ta'zir adalah salah satu jenis kejahatan yang pidananya tidak ditentukan oleh Al-Qur'an dan Hadits, yaitu kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba, yang tujuannya untuk mendidik pelakunya. tindak pidana agar tidak terulang kembali, misalnya penggelapan barang, titipan, kecurangan timbangan, alat ukur, pemberian keterangan palsu, penggunaan riba, makian, suap, perjudian dan memasuki rumah orang lain tanpa izin. Hukum jenis ini dimaksudkan untuk mengatur tata cara (persidangan) dalam terwujudnya keadilan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan ciri-ciri hukum Islam di sini adalah ciri-ciri pembeda yang dimiliki atau tertanam dalam hukum Islam yang membedakannya dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh undang-undang lainnya.

Oleh karena itu, umat Islam hendaknya selalu berusaha mendalami hukum-hukum Islam sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan kata lain hendaknya masyarakat mendalami hukum Islam dari sumbernya yang tidak dapat dipercaya, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, ijma’ dan maqashid asy-syari’ah. Dikatakan seimbang karena hukum Islam mengambil jalan tengah dalam urusan kepentingan ruhani dan materil atau kepentingan duniawi dan ukhrawi (Q.S. al-Qashshash: 77).

Dinamis atau fleksibel artinya hukum Islam sesuai dengan perkembangan dan melindungi berbagai kebutuhan masyarakat ke depan. Sebagian besar hukum Islam dijelaskan hanya secara garis besar (al-khuthuth al-'aridhah) sehingga memerlukan sentuhan pemikiran para mujtahid dan ahli hukum Islam agar dapat menunjukkan karakternya yang mampu sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. manusia untuk mengembangkan peradaban. Melihat ayat tersebut kita memahami bahwa hukum Islam dapat diterapkan pada seluruh lapisan masyarakat, sesuai dengan kondisi masyarakat tersebut dan sifat dinamis hukum Islam.

Oleh karena itu beliau mengajarkan kewajiban tolong menolong, ajaran zakat, sedekah, itu semua menunjukkan ciri-ciri kemanusiaan dalam hukum Islam. Sejauh itu, Al-Qur'an sendiri mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah perwujudan atau miniatur ajaran akhlak Islam. Alasan ditegaskannya ungkapan diturunkannya Al-Qur'an dalam bahasa Arab adalah karena bahasa-bahasa Al-Qur'an sudah ma'hud (dikenal) di kalangan 'Arab.

Imam Syafi'i mempunyai pendapat berbeda. Menurutnya, jelas bahwa bahasa dalam Al-Quran sepenuhnya berbahasa Arab, namun ketidakmampuan manusia untuk mengidentifikasinya karena bahasa Arab tersebar luas di berbagai daerah dan pelosok tanah air. desa-desa Badui.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk : 1 mengetahui perencaaan penerapan kaidah membaca Al Qur‟an dalam Kitab Tazkiya pada mahasantri putri kelas I‟dad, 2 mengetahui bagaimana

Setiap kata yang “ditambahkan” akan berubah bentuk dan makna sesuai dengan jenis dan posisi huruf al-Zawa>’id dalam kata tersebut.. Lebih menarik lagi adalah penambahan

Imam al-Haramain sebagai salah seorang tokoh pemikir politik sunni, berpendapat bahwa seorang kepala negara harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

Berdasarkan pada fakta yang didapat melalui observasi dan wawancara di pasar tradisional Sepanjang dengan konsep maqa>s}id al- shari>’ah al-Syatibi, maka ada

Materi dasar keagamaan yang dimaksud adalah pemberian bekal dan wawasan ilmu Tauhid, Fiqih dan Tasawuf kepada para mahasantri/wati yang mengikuti program di Ma’had

Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode Al- Tathbiq dapat meningkatkan hasil belajar Fiqih tentang materi Thaharoh

Skripsi yang berjudul: Metode Demonstrasi dan Tanya Jawab Pada Pembelajaran Fiqih Di MTs Al-Falah Putera Banjarbaru , Nija Azhar, 1601210627, telah diujikan dalam Sidang

maka muncul permasalahan yang perlu diselesaikan berkaitan dengan rencana kegiatan pengabdian pada masyarakat adalah : Masih belum optimalnya pembelajaran Fiqih di lembaga TPQ