MAKALAH
ILMU PERIKANAN TERPADU DAN BERKELANJUTAN
ALAT TANGKAP BUBU (Portable Trap)
OLEH:
FATRIASI AMIRUDDIN NIM. L012241017
PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Alat Tangkap Bubu (Portable Trap)” ini dengan baik dan tepat waktu
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat menjadi referensi yang bermanfaat.
Makassar, 27 Agustus 2024
Penyusun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Perikanan merupakan sektor penting yang berkontribusi pada pemenuhan kebutuhan pangan, mata pencaharian, dan ekonomi global. Namun, tantangan besar yang dihadapi sektor ini adalah memastikan bahwa kegiatan perikanan dilakukan dengan cara yang berkelanjutan, agar sumber daya ikan tetap terjaga dan ekosistem laut tidak terganggu. Praktik perikanan yang tidak berkelanjutan dapat mengakibatkan penurunan stok ikan, kerusakan habitat, serta dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati laut.
Dalam upaya untuk meningkatkan keberlanjutan perikanan, berbagai teknik dan alat tangkap dikembangkan dengan tujuan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan meningkatkan efisiensi penangkapan ikan. Salah satu alat tangkap yang telah lama digunakan dalam perikanan tradisional adalah bubu. Bubu adalah perangkap ikan yang dirancang untuk menangkap ikan secara selektif dan minimalkan bycatch (ikan tangkapan sampingan). Alat ini umumnya terbuat dari bahan-bahan alami atau buatan, seperti bambu, kayu, atau logam, dan memiliki berbagai bentuk dan ukuran sesuai dengan jenis ikan yang menjadi sasaran.
Berdasarkan pada metode pengoperasiannya, maka bubu diklasifikasikan sebagai alat tangkap pasif dimana keberhasilan alat tangkap Bubu (Portable traps) sangat bergantung pada tingkah laku hewan laut yang menjadi target penangkapan, pintu masuk dari alat tangkap ini merupakan faktor paling penting dimana hewan laut dapat masuk tetapi tidak bisa meloloskan diri. Keberhasilan bubu sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan terletak pada desainnya yang memungkinkan ikan yang tidak tertangkap dapat lepas kembali ke habitatnya.
Hal ini membuat bubu menjadi salah satu pilihan alat tangkap yang dianggap lebih berkelanjutan.
Hal tersebut melatarbelakangi penyusun untuk dapat lebih memahami peran alat tangkap bubu dalam perikanan berkelanjutan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai alat tangkap bubu dalam konteks perikanan berkelanjutan
II. PEMBAHASAN A. Faktor yang Diperhatikan dalam Penangkapan Ikan
Pemilihan alat penangkapan ikan yang tepat untuk diterapkan dalam pengembangan perikanan tangkap perlu mempertimbangkan: (1) teknologi yang ramah lingkungan, (2) teknologi yang secara teknis dan ekonomis menguntungkan, dan (3) teknologi yang berkelanjutan (Siregar, 2018). Kondisi tersebut dapat dilihat dari segi metode pengoperasian, bahan dan kontruksi alat, daerah penangkapan, serta ketersedian sumberdaya ikan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan sumberdaya ikan.
Menurut Sumardi et al., (2014), beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam memenuhi kriteria teknologi penangkapan ikan yang ramah lingkungan, antara lain sebagai berikut:
1. Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target penangkapan atau layak tangkap baik dari segi jenis dan ukurannya dengan membuat desain dan kontruksi alat tangkap yang sesuai dengan jenis dan ukuran dari habitat perairan yang akan dijadikan target t angkapan. Dengan demikian diharapkan bias memininumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak diharapkan dari spesies perairan yang dilindungi.
2. Tidak memakai ukuran mati jaring yang dilarang (berdasarkan SK.
Menteri Pertanian No.607/KPB/UM/1976 butir 3) yang menyatakan bahwa mata jarring dibawah 25 mm dengan toleransi 5% dilarang untuk dioperasikan dimana-mana perairan.
3. Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di daerah penagkapan ikan yang sudah dinyatakan over fishing, di daerah konservasi yang dilarang, di daerah penangkapan yang dinyatakan tercemar baik dengan logam maupun bahan kimia lainnya.
4. Tidak melakukan pencemaran yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan sehingga kualitas lingkungan turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sebagai contoh tidak membuang jaring bekas atau potongan-potongan jaring serta benda- benda lain yang berupa bahan bakar bekas pakai seperti pelumas mesin, bensin, dan bahan kimia lainnya.
B. Alat Tangkap Bubu (portable trap)
Alat tangkap bubu merupakan salah satu jenis alat tangkap ikan yang dirancang untuk menangkap ikan secara selektif dengan cara memanfaatkan struktur perangkap yang mengarahkan ikan masuk ke dalamnya dan kesulitan untuk keluar. Bubu umumnya terdiri dari sebuah wadah dengan pintu masuk yang dirancang sedemikian rupa sehingga ikan dapat dengan mudah masuk, namun sulit untuk keluar. Alat ini dapat terbuat dari berbagai bahan, seperti bambu, kayu, logam, atau plastik, dan biasanya memiliki bentuk seperti kotak, silinder, atau kerucut.
Bubu berfungsi sebagai alat tangkap pasif, sehingga dibutuhkan pemikat atau umpan agar ikan yang akan dijadikan target tangkapan mau memasuki bubu. Dengan desain yang tepat, bubu dapat menangkap ikan target dengan efisiensi tinggi sekaligus meminimalkan tangkapan sampingan (bycatch), sehungga menjadikannya pilihan yang lebih ramah lingkungan.
Menurut Afriyansih (2023), bentuk bubu beranekaragam seperti bujur sangkar, segitiga memanjang, silinder, trapezium, gendang, setengah silinder, segi banyak dan bulat setengah lingkaran. Bubu merupakan alat tangkap yanf memiliki nilai ekonomis tinggi dengan harga tangkap yang bersaing di pasar.
Bubu memiliki kualitas yang relatif baik karena hasil tangkapan diperoleh dalam keadaan segar dan pengoperasiannya juga ramah lingkungan karena tidak merusak ekosistem laut.
Gambar 1. Bentuk - Bentuk Alat Tangkap Bubu
C. Konstruksi
Konstruksi bubu adalah aspek penting dalam desain alat tangkap ikan.
Bubu, atau sering disebut sebagai "trap" dirancang untuk menangkap ikan dengan cara menariknya masuk ke dalam perangkap dan mencegahnya keluar.
Konstruksi bubu umumnya terdiri dari beberapa komponen utama yang dirancang untuk menangkap ikan secara efektif. konstruksi bubu secara umum yaitu (Fachrussyah, 2020):
1. Mulut (Entrance)
Bagian ini adalah pintu masuk utama bubu di mana ikan dapat memasuki alat tangkap. Mulut bubu adalah bagian penting yang didesain seperti corong dengan ujung yang lebih kecil di bagian dalam. Diameter mulut bubu disesuaikan agar ikan target dapat masuk dengan mudah, tetapi cukup sempit untuk mencegah ikan keluar dari bubu.
2. Badan Bubu (Trap Chamber)
Badan bubu merupakan tempat ikan terkumpul setelah masuk melalui mulut. Badan bubu biasanya berbentuk seperti keranjang atau ruang tertutup yang memungkinkan ikan berada di dalamnya tanpa bisa keluar. Fungsi utama badan bubu adalah menampung ikan setelah mereka masuk melalui mulut.
Desain badan bubu dirancang untuk memudahkan penangkapan dan meminimalkan kerusakan pada ikan.
3. Tempat Umpan (Bait Area)
Tempat umpan pada umumnya terletak di dalam atau dekat mulut bubu.
Umpan yang dicacah biasanya dibungkus menggunakan tempat umpan yang terbuat dari kawat/plastik juga dapat diikatkan atau ditusukkan pada tempat umpan dengan menggunakan kawat atau tali. Penggunaan umpan sangat penting untuk meningkatkan efektivitas bubu dalam menarik spesies target.
4. Pintu untuk Mengeluarkan Hasil Tangkapan (Escape Panels)
Beberapa bubu dilengkapi dengan pintu khusus atau panel pelarian yang memungkinkan ikan keluar jika sudah terlalu banyak di dalam bubu atau jika terdapat spesies non-target yang perlu dikeluarkan. Berfungsi membantu mengurangi bycatch dan memberi kesempatan bagi ikan yang tidak diinginkan untuk keluar dari bubu. Ini membantu menjaga keberlanjutan dan mengurangi dampak negatif pada populasi ikan.
5. Penutup atau Pelindung (Cover or Shield)
Beberapa bubu memiliki penutup atau pelindung tambahan untuk melindungi ikan di dalam bubu dari predator lain atau untuk menghindari kerusakan dari faktor eksternal.
D. Jenis - Jenis Bubu
1. Bubu Dasar (Ground Fish Pots)
Bubu yang daerah operasionalnya berada di dasar perairan. Untuk bubu dasar, ukuran bubu dasar bervariasi, menurut besar kecilnya yang dibuat menurut kebutuhan. Untuk bubu kecil, umumnya berukuran panjang 1m, lebar 50-75 cm, tinggi 25-30 cm. untuk bubu besar dapat mencapai ukuran panjang 3,5 m, lebar 2 m, tinggi 75-100 cm. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik, seperti, Baronang (Siganus spp), Ikan Kaji (Diagramma spp), Lencam (Lethrinus spp), udang penaeld, udang barong, kepiting, rajungan, dan lain - lain.
2. Bubu Apung (Floating Fish Pots)
Bubu yang dalam operasional penangkapannya diapungkan. Tipe bubu apung berbeda dengan bubu dasar. Bentuk bubu apung ini bisa silindris, bisa juga menyerupai kurung-kurung atau kantong yang disebut sero gantung. Bubu apung dilengkapi dengan pelampung dari bambu atau rakit bambu yang penggunaannya ada yang diletakkan tepat di bagian atasnya. Pengoperasian Bubu apung dilengkapi pelampung dari bambu atau rakit bambu, dilabuh melalui tali panjang dan dihubungkan dengan jangkar. Panjang tali disesuaikan dengan kedalaman air, umumnya 1,5 kali dari kedalaman air.
3. Bubu Hanyut (Drifting Fish Pots)
Bubu yang dalam operasional penangkapannya dihanyutkan. Bubu hanyut atau “ pakaja “ termasuk bubu ukuran kecil, berbentuk silindris, panjang 0,75 m, diameter 0,4-0,5 m. Pada waktu penangkapan, bubu hanyut diatur dalam kelompok-kelompok yang kemudian dirangkaikan dengan kelompok-kelompok berikutnya sehingga jumlahnya banyak, antara 20-30 buah, tergantung besar kecil perahu/kapal yang digunakan dalam penangkapan.
E. Metode Pengoperasian
Metode pengoperasian alat tangkap bubu biasanya menggunakan metode single atau dengan metode rawai, pemilihan metode tersebut ditentukan tergantung kedalaman fishing ground, ruang yang dibutuhkan dan pola atau model pemasangan bubu. Pada daerah yang dangkal secara umum bubu
dipasang secara sendiri-sendiri dan diletakkan dibatu-batu karena arus yang tidak terlalu deras, sedangkan pada daerah perairan yang lebih dalam biasanya bubu akan dipasang secara rawai karena di wilayah perairan yang lebih dalam biasanya terdapat lebih banyak ruang.
Metode pengoperasian bubu menurut FAO adalah sebagai berikut : 1) Rigging atau pemasangan alat
Pemasangan bubu dimulai dengan memastikan semua bagian bubu, seperti kerangka, jaring, dan pintu perangkap, sudah terpasang dengan baik dan sesuai dengan spesies target. Tali pengikat dan pelampung juga dipasang untuk memudahkan pengambilan kembali bubu.
2) Baiting atau pemasangan umpan
Umpan ditempatkan di dalam bubu dengan cara yang memastikan ikan tertarik masuk ke dalam bubu tanpa bisa keluar lagi.
3) Setting atau pemasangan bubu
Keberhasilan penangkapan ikan sangat bergantung pada lokasi penempatan bubu dan posisi penempatan tergantung pada jenis ikan yang menjadi target sasaran.
4) Soaking time atau lama perendaman
Soaking time adalah waktu yang dihabiskan bubu berada di dalam air setelah dipasang. Waktu ini dapat bervariasi tergantung pada spesies ikan, kondisi cuaca, dan arus laut. Soaking time yang optimal harus dipertimbangkan untuk memaksimalkan jumlah tangkapan
5) Hauling atau pengangkatan
Setelah soaking time selesai, bubu diangkat dari air dengan menarik tali pengikat yang terhubung dengan pelampung. Proses hauling harus dilakukan dengan hati-hati agar bubu tidak rusak dan ikan yang tertangkap tidak melarikan diri. Ikan yang tertangkap dikeluarkan dari bubu, dan di pindahkan ke keranjang yang telah disiapkan sebelumnya. Ikan yang tidak sesuai dengan standar, misalnya yang terlalu kecil, sebaiknya dilepaskan kembali ke laut.
F. Kelebihan dan Kelemahan Bubu Kelebihan
1. Selektivitas Penangkapan:
Kelebihan: Bubu dirancang untuk menangkap spesies target tertentu, dengan desain seperti corong yang memudahkan ikan target masuk tetapi sulit keluar. Ini membantu mengurangi tangkapan sampingan (bycatch).
Dampak: Mengurangi dampak negatif pada spesies non-target dan membantu menjaga keseimbangan ekosistem.
2. Ramah Lingkungan:
Kelebihan: Bubu umumnya tidak merusak habitat bawah air seperti terumbu karang atau dasar laut karena tidak melibatkan teknik penambangan atau penggarukan.
Dampak: Meminimalkan kerusakan habitat dan menjaga integritas ekosistem.
3. Mudah Digunakan dan Dipindahkan:
Kelebihan: Bubu portable trap dapat dipindahkan sesuai kebutuhan, memudahkan penyesuaian dengan pola migrasi ikan atau perubahan kondisi perairan.
Dampak: Memberikan fleksibilitas dan efisiensi dalam operasi penangkapan ikan.
4. Pengelolaan Sumber Daya:
Kelebihan: Bubu memungkinkan pengelolaan yang lebih baik terhadap stok ikan dengan memberikan waktu pada spesies ikan untuk berkembang biak dan mengurangi overfishing.
Dampak: Mendukung keberlanjutan stok ikan dan upaya konservasi perikanan.
5. Efektivitas untuk Spesies Tertentu:
Kelebihan: Desain khusus dari bubu, seperti corong atau pintu masuk yang dirancang untuk spesies tertentu, meningkatkan efisiensi dalam menangkap ikan target.
Dampak: Menyediakan metode penangkapan yang sangat terarah dan spesifik.
Kekurangan
1. Peluang Terjadinya Bycatch:
Kekurangan: Meskipun bubu dirancang untuk menangkap spesies target, terkadang bubu bisa menangkap spesies non-target secara tidak sengaja, termasuk spesies yang dilindungi atau tidak diinginkan.
Dampak: Dapat mempengaruhi populasi spesies non-target dan mengganggu keseimbangan ekosistem.
2. Pemantauan dan Perawatan:
Kekurangan: Bubu perlu dipantau dan diperiksa secara berkala untuk memastikan tidak terjadi kerusakan atau kehilangan. Bubu yang rusak atau tidak terawat dapat menyebabkan tangkapan yang tidak diinginkan atau masalah lain.
Dampak: Memerlukan upaya tambahan dalam pengelolaan dan perawatan untuk menghindari dampak negatif.
3. Resiko Terjebak di Alat Tangkap:
Kekurangan: Ikan atau spesies lain yang terjebak di dalam bubu mungkin tidak dapat keluar jika bubu tidak dirancang dengan baik.
Ini bisa menyebabkan kematian spesies yang tidak tertarget atau terancam punah.
Dampak: Potensi dampak negatif pada spesies yang dilindungi atau penting bagi ekosistem.
4. Keterbatasan Dalam Kondisi Tertentu:
Kekurangan: Bubu mungkin tidak efektif di semua jenis perairan, seperti di daerah dengan arus sangat kuat, dasar berbatu, atau kondisi perairan yang sangat dalam.
Dampak: Mengurangi fleksibilitas dalam penangkapan ikan di berbagai kondisi perairan dan memerlukan penyesuaian dalam desain dan operasional.
5. Kemungkinan Kerusakan:
Kekurangan: Bubu bisa mengalami kerusakan akibat terjangan arus kuat atau kontak dengan objek lain, yang dapat mengurangi efisiensi penangkapan.
Dampak: Mengharuskan pemeliharaan rutin dan perbaikan untuk menjaga kinerja yang optimal.
III. PENUTUP A. Kesimpulan
Bubu merupakan salah satu alat tangkap ikan tradisional yang masih banyak digunakan dalam perikanan. Dengan berbagai bentuk seperti silinder, bujur sangkar, bulat, dan trapezium, bubu menawarkan fleksibilitas dalam penangkapan ikan sesuai dengan jenis ikan dan kondisi perairan. Kelebihan utama bubu termasuk desain yang sederhana, biaya rendah, dan dampak lingkungan yang relatif minimal dibandingkan dengan alat tangkap lainnya. Bubu memiliki banyak kelebihan dalam hal efisiensi, selektivitas, dan dampak lingkungan yang minim, menjadikannya alat tangkap yang berpotensi mendukung perikanan berkelanjutan. Namun, tantangan seperti bycatch, pemantauan, dan kerusakan harus dikelola dengan baik untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalkan dampak negatif pada ekosistem dan spesies non- target.
B. Saran
Diharapkan nelayan dapat menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan bertanggungjawab agar terjaganya kelestrarian sumberdaya ikan dan lingkungan perairan serta dapat berkembang dan dimodifikasi lebih maju
DAFTAR PUSTAKA
Afriyansih, S. 2023. Bubu, Alat Tangkap Ramah Lingkungan. Adab. Bangka Belitung.
Chalim, M., A., Johnny, B., dan Emil, R. 2017. Pengaruh bentuk bubu terhadap hasil tangkapan rajungan portunus pelagicus di perairan pantai Desa Kema tiga Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(5): 176- 180
Fachrussyah, Z., C. 2020. Kontruksi Dan Rancang Bangun Bubu (Fishing Trap) Dalam Upaya Peningkatan Hasil Tangkapan Ikan. Jurnal Ilmia Manajemen dan Bisnis. 3(3): 100-112
Sari. R., M., Sudirman, A., dan Kurniawan. 2021. Analisis Penggunaan Alat Tangkap Bubu Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Yang Didaratkan di Kota Pangkalpinang. Jurnal Sumberdaya Perairan. 15(2): 82-88 Siregar, I. H. K. 2018. Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Yang
Bertanggung Jawab Di Perairan Kabupaten Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Perikanan Dan Kelautan. 23(1): 57-68.
Sumardi, Z., Sarong, M. A., dan Nasir, M. 2014. Alat Penangkapan Ikan Yang Ramah Lingkungan Berbasis Code of Conduct for Responsible Fisheries di Kota Banda Aceh. Jurnal Agrisep. 15(2): 10-18.