• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisa Perbandingan Penurunan Awal Bendungan Tipe Material Timbunan Urugan Batu dan Urugan Tanah (Studi Kasus Bendungan Digoel-Papua)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Analisa Perbandingan Penurunan Awal Bendungan Tipe Material Timbunan Urugan Batu dan Urugan Tanah (Studi Kasus Bendungan Digoel-Papua)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Received: September, 22, 2023; Revised: October, 23, 2023; Accepted: November, 5, 2023; Available Online: January, 5, 2024

Copyright@2024. Universitas Islam 45

R es earc h A rt icl e

Analisa Perbandingan Penurunan Awal Bendungan Tipe Material Timbunan Urugan Batu dan Urugan Tanah

(Studi Kasus Bendungan Digoel-Papua)

Comparative Analysis of the Initial Decline of Dam Material Type of Stone Urugan Embankment and Soil Urugan

(Digoel Dam-Papua Case Study)

Erlangga1,*, Kresno Wikan Sadono1, Thomas Triadi Putranto2

1 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik; Universitas Diponegoro; Jl. Prof. Soedarto, SH., Tembalang, Semarang, Indonesia; e-mail: rlangga_wre03@yahoo.com

2 Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH., Tembalang, Semarang, Indonesia; e-mail: putranto@ft.undip.ac.id

* Korespondensi: e-mail: rlangga_wre03@yahoo.com

DOI: https://doi.org/10.33558/bentang.v12i1.7876

ABSTRAK

Pemerintah telah membuat salah satu program, yaitu pembangunan bendungan Digoel di Kabupaten Boven Digoel – Papua, untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Provinsi Papua. Kesuksesan pembangunan konstruksi dan pegoperasian bendungan membutuhkan evaluasi yang komperhensif dalam desain sebelum dimulainya proses konstruksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penurunan awal yang terjadi pada bendungan Digoel tipe Urugan Tanah dan Urugan Batu. Analisis penurunan awal telah dilakukan dengan menggunakan parameter modulus yang diperoleh dari literatur. Software SIGMA/W telah digunakan untuk memperkirakan penurunan puncak bendungan akibat pembebanan statis. Dari hasil analisis penurunan awal bendungan dengan tipe urugan batu dan urugan tanah diterima dengan syarat penyelesaian maksimum yang diizinkan 1,59%.

Kata kunci: bendungan; masyarakat; material; urugan tanah; urugan batu ABSTRACT

To create prosperity for the people of Papua Province. The government has made one of the programs, namely the construction of the Digoel Dam in Boven Digoel Regency – Papua. The successful construction and operation of a dam requires a comprehensive evaluation of the design prior to commencement of the construction process. This study aims to analyze the initial settlement that occurred in the Digoel dam type earth fill and rock fill. Initial settlement analysis was carried out using the modulus parameter obtained from the literature. SIGMA/W software has been used to estimate dam crest settlement due to static loading. From the results of the analysis of the initial settlement of the dam with the rock fill and earth fill types, it is accepted that the maximum permissible settlement is 1.59%.

Keywords: community; dam; earthfill; material; rockfill

1. PENDAHULUAN

Pembangunan bendungan merupakan salah satu upaya yang signifikan dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh wilayah-wilayah terpencil, seperti yang terjadi di Digoel, Papua. Digoel, sebagai bagian dari Provinsi Papua, memiliki potensi sumber daya alam yang

(2)

besar, termasuk potensi air untuk pertanian, pembangkit listrik, dan penyediaan air bersih bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini, pemerintah telah merencanakan pembangunan bendungan di wilayah tersebut dengan mempertimbangkan dua jenis material timbunan, yaitu urugan batu dan urugan tanah. Kedua jenis material ini memiliki karakteristik geoteknik yang berbeda dan akan mempengaruhi stabilitas, keamanan, dan kinerja bendungan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang perbedaan antara urugan batu dan urugan tanah dalam proyek bendungan Digoel di Papua menjadi sangat penting. Latar belakang ini akan membantu mengidentifikasi tantangan teknis yang harus diatasi dalam perencanaan dan konstruksi bendungan tipe material timbunan urugan batu dan urugan tanah di wilayah Digoel- Papua (Dirjen Sumber Daya Air, Direktorat Bendungan dan Danau, 2021).

Dalam hal ini, desain sebuah bendungan harus memenuhi empat kriteria pokok bendungan, yaitu keamanan terhadap kegagalan struktural, kegagalan hidrolik, kegagalan akibat rembesan, dan kegagalan operasional (Sosrodarsono, 2002). Rembesan yang terjadi melalui tubuh bendungan atau fondasi bendungan merupakan indikator penting dalam menilai kondisi keamanan suatu bendungan. Dalam riset Sukirman (2016) Salah satu penyebab kegagalan yang sering terjadi adalah erosi internal atau piping pada bendungan, yang merupakan penyebab kegagalan kedua setelah aliran yang melintasi puncak bendungan (overtopping flow). Penting untuk memahami permeabilitas bahan dalam tubuh bendungan, termasuk urugan dan fondasi, karena permeabilitas material ini bersifat anisotropik, artinya permeabilitasnya tidak seragam dalam semua arah aliran rembesan yang berbeda (Standar Nasinal Indonesia, 2016). Oleh karena itu, analisis dan pemahaman tentang bagaimana garis aliran air dalam bendungan zonal dapat berbelok atau menyimpang saat melintasi zona dengan koefisien permeabilitas yang berbeda adalah kunci untuk menghindari potensi kegagalan bendungan (Sutresno et al., 2022;

Putra & Susantin, 2018; Firnanda, 2016).

Pemerintah telah memprogramkan frencana pembangunan bendungan di Provinsi Papua untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Provinsi Papua. Salah satu program tersebut adalah pembangunan bendungan Digoel di Kabupaten Boven Digoel – Papua. Bendungan ini terletak di Sungai Muyu di Kecamatan Ninati di Kabupaten Digoel. Lokasi bendungan ini berjarak sekitar 528 Km dari Kota Merauke atau 104 Km dari Tanah Merah. Letak geografis berada pada Lintang 6040’42.237” LS dan Bujur 140054’55.927” BT, dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi Bendungan Digoel

Pada dasarnya pembangunan bendungan memiliki banyak manfaat, antara lain manfaat di bidang pertanian, di bidang penyediaan air bersih, pembangkit listrik tenaga air dan

(3)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

pengendalian banjir. Secara terpadu bidang ini dimaksudkan untuk memperkuat ketahanan nasional sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah, bahwa semua program pembangunan harus disosialisasikan kepada masyarakat yang terkena dampak rencana pembangunan kerja yang dimaksud, berdasarkan kajian teknis, ekonomi, lingkungan dan penerimaan masyarakat dan analisis sangat penting sebagai data pendukung. Kestabilan lereng suatu bendungan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam suatu bendungan, dimana jika syarat kestabilan lereng tersebut tidak terpenuhi, maka bisa mengakibatkan masalah keamanan bendungan yang meliputi retakan, rembesan, dan longsoran. Kestabilan lereng ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain material tubuh bendungan, kemiringan tubuh bendungan, gelombang air atau beban gempa dan lain-lain (Cahyati, 2023; Ervantara, 2022; Imron, 2017;

Pratama, 2023).

Permasalahan dari hasil analisa adalah pembangunan bendungan Digoel di Provinsi Papua yang merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat Provinsi Papua. Pembangunan bendungan memiliki berbagai manfaat, seperti meningkatkan pertanian, penyediaan air bersih, pembangkit listrik tenaga air, dan pengendalian banjir. Namun, keberhasilan pembangunan bendungan ini tergantung pada kestabilan lereng bendungan. Kestabilan lereng bendungan sangat penting untuk menghindari masalah keamanan seperti retakan, rembesan, dan longsoran yang dapat terjadi jika syarat kestabilan lereng tidak terpenuhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lereng termasuk material tubuh bendungan, kemiringan tubuh bendungan, gelombang air, dan beban gempa. Oleh karena itu, analisis kestabilan lereng menjadi sangat relevan dan penting dalam pembangunan bendungan Digoel (Hasan et al., 2015).

Penelitian yang di lakukan Sutresno et al. (2022) telah muncul ide untuk memanfaatkan material hasil galian spillway sebagai komponen dalam zona inti, yang kemudian dikombinasikan dengan geomembrane untuk meningkatkan tingkat impermeabilitasnya.

Penelitian Hasan et al. (2015) melakukan perbandingan antara penggunaan bendungan tipe RCC (Rolled Concrete Composite) dengan bendungan tipe urugan tanah. Dalam perencanaan bendungan beton, langkah awal adalah mengumpulkan data curah hujan terbaru dan menghitung curah hujan rencana, yang diperlukan untuk perhitungan banjir rencana. Selanjutnya, banjir rencana yang dihitung dibandingkan dengan banjir abnormal (probable maximum flood), dan dipilih hasil yang paling ekstrem. Penelitian Istiaji et al., (2021) Bendungan akan mengalami tekanan dari beban sendiri sampai dengan efek loading air waduk. Akibat gaya tekanan tersebut maka tubuh bendungan akan mengalami deformasi. Perilaku deformasi bendungan perlu dipantau, untuk mengetahui deformasi vertikal dan horisontal yang terjadi. Penelitian Pratama et al. (2021) Hasil spesifikasi menunjukkan bahwa material inti dan filter halus memenuhi kriteria.

Secara geologi pondasi Bendungan Semantok terdiri dari Pasir, Batu pasir, dan Batu lempung.

Penelitian Lontoh et al. (2020) menganalisis dari segi perhitungan potensi keruntuhan bendungan yang disebabkan oleh pengaruh hidrologi dan hidrolika, rembesan air, dan keruntuhan akibat pengaruh struktur, antara lain dengan menganalisis efektivitas perbaikan pondasi dengan metode grouting, menganalisis kestabilan bendungan terhadap deformasi, faktor keamanan, untuk berbagai macam skenario (8 skenario), serta menganalisis kestabilan bendungan terhadap rembesan dan kecepatan kritis badan dan pondasi bendungan untuk kondisi sebelum dan sesudah tanah.

Dalam rangka memahami lebih dalam permasalahan kompleks yang dihadapi dalam pembangunan bendungan di Digoel, penelitian ini akan difokuskan pada analisis kestabilan lereng bendungan dan upaya untuk meningkatkan impermeabilitas bendungan. Dengan memanfaatkan temuan dari penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini akan berupaya memberikan kontribusi yang berarti dalam memastikan keberhasilan dan keamanan pembangunan bendungan di wilayah tersebut, serta memahami tantangan teknis yang terkait dengan material timbunan dan manajemen kestabilan bendungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penurunan awal yang terjadi pada bendungan Digoel tipe Urugan Tanah dan Urugan Batu.

(4)

2. METODE PENELITIAN

Struktur Geologi Regional

Data struktur geologi regional, struktur geologi yang berkembang di hulu dari lokasi pekerjaan dengan jarak ± 18 – 20 km adalah lipatan, sesar dan kelurusan. Lipatannya berarah barat laut – tenggara dan melibatkan formasi Tersier dan Mesozoikum. Sesar umumnya berarah barat laut-tenggara dan memiliki kemiringan yang curam, arah sesarnya sesuai dengan garis lurus. Kelurusan citra radar berada pada arah barat laut – tenggara dan timur – barat, sedangkan arah utara – selatan kurang berkembang. Kemiringan lapisan Formasi Kuarter (Qpa dan Qpd) pada foto udara mencapai kemiringan 12o yang tampaknya masih dipengaruhi oleh kemiringan awal. Struktur yang berkembang di lokasi di sekitar bendungan dan daerah genangan hanya merupakan struktur gabungan (Putra et al, 2016).

Stratigrafi Regional

Peta Geologi Oksibil Irian Jaya Lembar Skala 1: 250.000 oleh Soetrisno dan Amiruddin (P3G 1995), geologi daerah studi Rencana Bendungan Muyu ditempati oleh Alluvium (Qa), Alluvium Fan (Qf), Awin Formasi (Qpa), Kipas Aluvium Lama (Qpf), Formasi Buru (Tmpb), Batugamping Oksibil (Tmol), Batugamping Yawee (Temy), dan Timepa Monzonite (Tpt).

Kondisi geologi secara umum dapat dilihat sebagai berikut: (1) Aluvium (Qa) terdiri dari kerikil, kerikil, pasir, lanau dan lanau berumur Holosen, (2) Kipas Aluvium (Qf) terdiri dari endapan aliran debris lepas, bongkahan batuan sedimen, kerikil, pasir, lanau, lumpur, sisa tumbuhan berumur Holosen, (3) Formasi Awin (Qpa) terdiri dari batupasir, konglomerat, batulanau, batulumpur, sedikit lapisan lignit; Sebagian besar endapan fluviatil berumur Pleistosen, (4) Kipas Aluvium Tua (Qpf) terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan batulempung berumur Pleistosen, (5) Formasi Buru (Tmpb) terdiri dari batupasir berselang seling, batulempung karbonan dan batulempung berumur Miosen Akhir – Pliosen, (6) Batugamping oksibilikal (Tmol) berumur Miosen Awal – Miosen Tengah, (7) Batu Kapur Yawee (Temy) terdiri dari calcarenite, biocalcarenite, micrite, biomicrite, calsirudite dan oolitan serta sandy calcarenite berumur Paleosen – Miosen Awal, dan (8) Waktu Monzonit (Tpt) terdiri dari diorit kuarsa, sedikit monzonit, diorit porfiri, andesit kuarsa, dan biotit Pliosen – granit muskovit.

Tipe Bendungan

Biasanya bendungan dikelompokan menurut jenis bahan konstruksi bendungan, berdasarkan bahan konstruksi bendungan ada 2 kelompok jenis bendungan (GEO-Slope International, 2012), yaitu: Bendungan Beton dan Bendungan Earthfill dan Rockfill. Untuk Lokasi Bendungan Digoel dapat dibangun dengan Bendungan Earthfill atau Rockfill.

Gambar 2. Potongan Melintang Bendungan Urugan Batu

(5)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

Pemilihan jenis bahan konstruksi bendungan, baik Earthfill maupun Rockfill, akan sangat bergantung pada karakteristik geoteknikal, topografi, dan persyaratan proyek yang berlaku di Lokasi Bendungan Digoel. Masing-masing jenis bendungan memiliki kelebihan dan kelemahan yang harus diperhitungkan dalam perencanaan dan konstruksinya. Bendungan Earthfill biasanya terbuat dari tanah dan material urugan tanah. Proyek dapat lebih mudah dibangun dan memiliki biaya konstruksi yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan bendungan beton atau Rockfill. Namun, memerlukan perhatian khusus terkait dengan pengelolaan rembesan air dan perubahan volume tanah akibat faktor seperti konsolidasi. Sementara itu, bendungan Rockfill terbuat dari material batuan yang lebih padat dan tahan terhadap erosi yang dapat dilihat pada Gambar 2. Proyek dapat digunakan dalam kondisi yang lebih keras dan memiliki kekuatan tekan yang lebih besar. Namun, pembangunan bendungan Rockfill biasanya lebih mahal dan memerlukan persiapan situs yang lebih cermat. Keputusan untuk memilih jenis bendungan Earthfill atau Rockfill harus didasarkan pada studi teknis yang cermat, termasuk analisis geoteknikal, kondisi topografi, biaya, dan persyaratan khusus proyek.

Tabel 1. Desain Parameter Tanah

Zone Material F (kPa)

Su (kPa)

C’

(kPa)

’ () Kx (cm/s) Ky (cm/s) V’

1 Core 17,5 45 0 15 25 5,00E-06 1,00E-06 0,3

2a Fine Filter 19,5 - - 0 35 1,00E-03 1,00E-03 0,3

2b Coarse

Filter

19,5 - - 0 36 5,00E-03 5,00E-03 0,3

3 Random 19 - - 0 35 1,00E-03 1,00E-03 0,3

4 Boulder 21 - - 0 37 1,00E-02 1,00E-02 0,3

5 Rip-rap 21 - - 0 37 1,00E-02 1,00E-02 0,3

Fondasi 22 135 50 6,00E-04 3,00E-04 0,3

Tabel 1 memberikan informasi tentang berbagai parameter geoteknik yang relevan untuk berbagai zona atau material di dalam bendungan, yaitu: (1) Zone 1 - Core (Inti), kekuatan geser tanah inti adalah 17,5 kPa, kuat tekan tanah inti adalah 45 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 25°. Permeabilitas horizontal dan vertikal tanah inti adalah 5,00E-06 cm/s dan 1,00E-06 cm/s, dengan porositas 0,3; (2) Zone 2a - Fine Filter (Filter Halus), kekuatan geser tanah filter halus adalah 19,5 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 35°. Permeabilitas horizontal dan vertikal filter halus adalah 1,00E-03 cm/s, dengan porositas 0,3; (3) Zone 2b - Coarse Filter (Filter Kasar), kekuatan geser tanah filter kasar adalah 19,5 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 36°. Permeabilitas horizontal dan vertikal filter kasar adalah 5,00E-03 cm/s, dengan porositas 0,3; (4) Zone 3 - Random (Random), kekuatan geser tanah random adalah 19 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 35°. Permeabilitas horizontal dan vertikal random adalah 1,00E- 03 cm/s, dengan porositas 0,3; (5) Zone 4 - Boulder (Batu Berukuran Besar), kekuatan geser batu berukuran besar adalah 21 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 37°. Permeabilitas horizontal dan vertikal batu berukuran besar adalah 1,00E-02 cm/s, dengan porositas 0,3; (6) Zone 5 - Rip-rap (Rip-rap), kekuatan geser rip-rap adalah 21 kPa, dan sudut geser efektifnya adalah 37°. Permeabilitas horizontal dan vertikal rip-rap adalah 1,00E-02 cm/s, dengan porositas 0,3; (7) Foundation (Fondasi), Kekuatan geser fondasi adalah 22 kPa, kohesi fondasi adalah 135 kPa, dan sudut geser efektif fondasi adalah 50°. Permeabilitas horizontal dan vertikal fondasi adalah 6,00E-04 cm/s dan 3,00E-04 cm/s, dengan porositas 0,3.

Tabel 1 memberikan informasi tentang parameter desain material yang digunakan dalam analisis bendungan, termasuk kekuatan geser, kohesi, sudut geser, permeabilitas, dan porositas.

Data ini penting dalam perencanaan, perhitungan stabilitas, dan pengembangan bendungan untuk memastikan keamanan dan kinerja yang baik.

(6)

Gambar 3. Potongan Melintang Bendungan Urugan Tanah

Tipe bendungan urugan tanah adalah salah satu jenis bendungan yang umumnya dibangun dengan menggunakan material tanah yang ditempatkan atau "diurug" untuk membentuk tubuh bendungan yang dapat dilihat pada Gambar 3. Bendungan sering disebut juga sebagai "embankment dam".

Tabel 2. Desain Parameter Tanah

Zone Material F (kPa) Su (kPa) C’

(kPa)

’ () Kx (cm/s) Ky (cm/s) V’

1 Core 17,5 45 0 15 25 5,00E-06 1,00E-06 0,3

2 Filter 19,5 - - 0 36 5,00E-03 5,00E-03 0,3

3 Random 19 - - 0 35 1,00E-03 1,00E-03 0,3

4 Rip-rap 21 - - 0 37 1,00E-02 1,00E-02 0,3

Fondasi 22 135 50 6,00E-04 3,00E-04 0,3

Tabel 2 memberikan rincian tentang parameter geoteknik yang penting untuk berbagai zona atau material dalam bendungan. Zone 1, yang merupakan inti bendungan, memiliki kekuatan geser tanah inti sebesar 17,5 kPa dan kuat tekan tanah inti sebesar 45 kPa. Sudut geser efektif tanah inti adalah 25°, dan permeabilitas horizontal dan vertikalnya adalah 5,00E-06 cm/s dan 1,00E-06 cm/s, masing-masing. Zone 2 adalah filter, dengan kekuatan geser filter sebesar 19,5 kPa dan sudut geser efektif filter sebesar 36°. Zone 3, yang disebut "Random," memiliki kekuatan geser tanah sebesar 19 kPa dengan sudut geser efektif 35°. Zone 4 adalah "Rip-rap,"

dengan kekuatan geser 21 kPa dan sudut geser efektif 37°. Fondasi, sebagai zona fondasi, memiliki kohesi 135 kPa dan sudut geser efektif 50°. Data untuk perencanaan, perhitungan stabilitas, dan pengembangan bendungan untuk memastikan keamanan dan kinerja yang baik.

Material Bendungan

Sebagai pertimbangan untuk penggunaan parameter desain material urugan bendungan, dapat digunakan. Sebagai acuan dimana data laboratorium tanah di lokasi borrow area dari hasil uji Mekanika Tanah, penyusunan data statistik terdiri dari berat volume (t/m3), kohesi (C), dan sudut geser dalam (derajat) dengan cara sortasi. dari besar ke kecil, maka diambil nilai dengan probabilitas 85%. Hasilnya adalah nilai parameter desain bendungan seperti yang disajikan pada Tabel 1. urugan tanah dilakukan dengan pemadatan di lapangan dengan mengontrol berat jenis kering dan kadar air. Maka sebelum melakukan uji laboratorium untuk mendapatkan kuat geser, kompresibilitas dan water passing, perlu ditentukan terlebih dahulu kadar air pemadatan dan berat volume kering yang ingin dicapai.

(7)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

Tabel 3. Parameter Desain Material Bendungan

No Parameter Desain Core

(1)

Filter (2a)

Transition (2b)

Gravell (3)

Cobble (4)

Bed Rock

1 Specific gravity (Gs) 2,675 - - - -

2 Dry Volume Weight d (t/m3) 1,335 - - - -

3 Compaction moisture content (%)

31,00 - - - -

4 Field moisture content (%) 36,00 5 Weight Compaction volume n

(t/m3)

1,80 1,90 1,90 2,10 2,10 2,60

6 Saturated volume weight sat (t/m3)

1,85 2,00 2,00 2,20 2,20 2,00

7 Total Cohesion Cuu (t/m2) 4,50 - - - - -

8 Shear angle in total ϕuu (o) 10,00 - - - - -

9 Shear cohesion in effective C cuB

1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 250,00

10 Effective inner shear angle ϕ

cuB (o)

20,00 32,50 35,00 38,00 40,00 28,00

11 Permeability coefficients k (cm/dt)

1*10-5 1*10-3 1*10-3

Tabel 3 sebagai parameter desain untuk berbagai jenis material yang digunakan dalam konstruksi bendungan. Parameter-parameter ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik geoteknik dari setiap jenis material sebagai berikut: (1) Specific gravity (GS) adalah berat jenis (specific gravity) dari material. Nilai yang tercantum adalah 2.615, (2) Dry volume weight (Um3) adalah berat volume kering dari material dalam meter kubik. Nilai yang tercantum adalah 1335 kN/m3, (3) Compaction moisture content (omc) adalah kadar air pemadatan material. Nilai yang tercantum adalah 31,00%, (4) Field moisture content adalah kadar air pada saat material tersebut berada di lapangan. Nilai yang tercantum adalah 36.00%, (5) Weight Compaction volume (m3) adalah volume pemadatan dan berat dari material dalam meter kubik.

Terdapat beberapa nilai yang sesuai dengan jenis material yang berbeda, (6) Saturated volume weight (Um3) adalah berat volume jenuh dari material dalam meter kubik. Terdapat beberapa nilai yang sesuai dengan jenis material yang berbeda, (7) Total Cohesion (Ca) adalah nilai kohesi total dari material tersebut. Nilai yang tercantum adalah 3350 kg/cm dan ada beberapa tanda 'p' yang mengindikasikan bahwa data tidak tersedia, (8) Shear angle in Total 6s adalah sudut geser dalam dalam derajat. Nilai yang tercantum adalah 1000 dan ada beberapa tanda 'B' yang mengindikasikan bahwa data tidak tersedia, (9) Sea cohesion in EARNe adalah nilai kohesi air dari material tersebut. Nilai yang tercantum adalah 10000, 20000, dan sebagainya, sesuai dengan jenis material, (10) Effective inner shear angle adalah sudut geser dalam yang efektif dalam derajat. Terdapat beberapa nilai yang sesuai dengan jenis material yang berbeda, (11) Permeability Coefficient (K) adalah koefisien permeabilitas material dalam satuan (cm/dt).

Tabel 3 memberikan informasi tentang karakteristik fisik dan mekanik dari berbagai jenis material yang digunakan dalam pembangunan bendungan. Informasi ini sangat penting dalam perencanaan dan desain bendungan untuk memastikan kestabilan dan kinerja yang baik.

Kriteria Stabilitas Statis Bendungan

Berdasarkan SNI 8064 (Badan Standarisasi Nasional, 2016), persyaratan faktor keamanan minimum untuk stabilitas bendungan tipe urugan pada Tabel 4.

(8)

Tabel 4. Faktor Keamanan Minimum (FoS) untuk Satabilitas Statis Bendungan Urugan Tanah dan Urugan Batu

No Kondisi Jenis

Kekuatan Geser

Tekanan Air Pori Pemuatan Statis FoS

Pemuatan Seismik Fos 1 Akhir konstruksi, yang

tergantung pada:

a. Jadwal pembangunan.

b. Hubungan antara tekanan pori dan waktu.

Kekuatan Efektif.

Kenaikan tekanan pori pada timbunan dan pondasi dihitung dari data

laboratorium dan

instrumentasi

1.3 1.2

Kemiringan Hilir dan Hulu. Sama seperti diatas, tetapi tanpa instrumentasi

1.4 1.2

Untuk SATU gunakan 50%

dari koeffisien desain gempa.

Kekuatan Total.

Tanpa isntrumentasi 1.3 1.2

2 Kondisi steady state, yang bergantung pada:

a. Ketinggian Air Normal Hilir.

b. Ketinggian Air Normal di Hulu.

Lereng Hulu dan Lereng Hilir, OBE – dengan 100%

koefisien desain gempa.

Kekuatan Efektif.

Diperoleh dari analisis rembesan

1.5 1.2

3 Selama Operasi:

1. Pada ketinggian air hulu maksimum 2. Pada ketinggian air

hilir minimum Kemiringan hulu harus diperiksa selama kondisi Rapid Drwadown.

Kekuatan Efektif.

Penarikan cepat dari ketinggian air normal ke ketinggian air minimum Kemiringan U/S dan D/S

1.3 1.1

Penarikan cepat dari ketinggian air maksimum ke ketinggian air minimum Kemiringan U/S dan D/S

1.3 N/A

4 Kondisi Darurat 1. Drainase tersumbat 2. Penarikan yang cepat

karena penggunaan air yang berlebihan 3. Penarikan cepat karena

tanggap darurat.

Kekuatan Efektif.

Penarikan cepat dari ketinggian air maksimum ke ketinggian air minimum Kemiringan U/S dan D/S

1.2 N/A

Sumber: RSNI M-03-2002

Berdasarkan Tabel 4 berbagai kondisi, seperti akhir konstruksi, kondisi darurat, atau kondisi selama operasi, dapat memengaruhi kekuatan dan stabilitas bendungan serta faktor keamanan yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengelolaan bendungan sebagai perhitungan terkait dengan keamanan bendungan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis penurunan telah dilakukan dengan menggunakan Software SIGMA/W untuk memperkirakan penurunan puncak bendungan & pondasi akibat pembebanan statis.

Bendungan Tipe Urugan Batu

Gambar 4 dan Gambar 5 merupakan hasil analisis penurunan jangka pendek dan jangka Panjang pada puncak tipe Rock Fill Dam.

(9)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

Gambar 4. Penurunan jangka pendek di puncak bendungan

Berdasarkan Gambar 4, penurunan jangka pendek yang diukur pada puncak zona inti adalah sekitar 0,187 m. Penurunan juga harus dianalisis untuk penurunan jangka panjang yang mempertimbangkan konsolidasi lempung (zona inti). Penurunan puncak selama konstruksi harus diratakan dengan menaikkan puncak ke tingkat desain aslinya (Dewa, 2014). Dalam pernyataan Dewa (2014), hasil temuan penurunan jangka pendek sebesar 0,187 m dan perlunya menganalisis penurunan jangka panjang dengan mempertimbangkan konsolidasi lempung adalah langkah yang sesuai dan penting dalam evaluasi kestabilan dan kinerja bendungan.

Selain itu, tindakan untuk meratakan penurunan puncak selama konstruksi dengan menaikkan puncak ke tingkat desain aslinya juga merupakan langkah yang bijak untuk memastikan keamanan dan kinerja bendungan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, temuan penelitian sesuai dengan prinsip-prinsip dasar keamanan konstruksi bendungan dan relevan dengan penelitian Megantoro (2014) dan Ameratung (2016).

Gambar 5. Penurunan Jangka Panjang di Puncak Bendungan

Sama seperti Gambar 4, Gambar 5 menunjukkan penurunan jangka Panjang yang diukur pada puncak zona inti. Hasil analisis menunjukkan penurunan pada puncak lempung sekitar 0,45 m. Estimasi penurunan yang dihitung di atas akan dibandingkan dengan penurunan banyak

(10)

bendungan serupa lainnya yang dibuat oleh Hunter (2003). Berdasarkan hasil studi berbagai ukuran bendungan, Hunter (2003) menunjukkan bahwa penurunan di bagian atas bendungan dapat diperkirakan dengan menggunakan Rumus 1.

s (%) = 0,179*(H)0,6 (1)

Dimana s penurunan puncak bendungan dengan inti lempung (m), H tinggi bendungan (m) = 38 m. Berdasarkan Rumus 1, perkiraan penurunan di puncak Bendungan Digoel adalah:

s (%) = 0,179x(38)^0,6

= 1.59%

Sedangkan persentase penurunan puncak berdasarkan Gambar 4 dan Gambar 5 adalah:

Penurunan Jangka Pendek:

S = 0,187/38 x100%=0,49%

Penurunan Jangka Panjang:

S = 0,477/38 x100%=1,25%

Berdasarkan perhitungan, tampak bahwa besaran penurunan puncak bendungan urugan batuan Digoel karena beratnya masih dalam kisaran aksep Tabel yang terdapat pada bendungan sejenis lainnya. Dalam kasus Bendungan Digoel, tingginya adalah 38 meter. Oleh karena itu, dengan menggunakan Rumus 1, perkiraan penurunan puncak bendungan Digoel adalah sekitar 1,59%. Namun, penurunan aktual yang diukur selama penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang, yaitu 0,49% dan 1,25% dari tinggi bendungan, masing-masing. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa besarnya penurunan puncak bendungan urugan batuan Digoel masih dalam kisaran yang diterima (aksep) berdasarkan data empiris Hunter (2003). Secara keseluruhan, hasil analisis penurunan jangka panjang puncak bendungan urugan batuan Digoel dan membandingkannya dengan estimasi dari Rumus empiris yang digunakan oleh Hunter serta data penurunan jangka pendek. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan tersebut sesuai dengan ekspektasi dan tidak mengkhawatirkan dari segi kestabilan bendungan (Megantoro, 2014;

Ameratung, 2016).

Bendungan Tipe Urugan Tanah

Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan hasil analisis penurunan jangka pendek dan jangka panjang pada puncak tipe Bendungan Random Tanah.

Gambar 6. Penurunan Jangka Pendek di Puncak Bendungan

(11)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

Berdasarkan Gambar 6, penurunan jangka pendek yang diukur pada puncak zona inti adalah sekitar 0,251 m. Penurunan juga harus dianalisis untuk penurunan jangka panjang yang mempertimbangkan konsolidasi lempung (zona inti). Penurunan puncak selama konstruksi harus diratakan dengan menaikkan puncak ke tingkat desain aslinya.

Dalam upaya untuk memastikan keamanan dan kinerja bendungan dalam jangka panjang, penurunan puncak yang terjadi selama konstruksi harus diatasi. Salah satu langkah yang diambil adalah dengan meratakan penurunan puncak ini dengan menaikkan puncak bendungan kembali ke tingkat desain aslinya. Hal ini penting karena jika penurunan puncak dibiarkan tanpa tindakan perbaikan, maka dapat mengganggu stabilitas dan kinerja bendungan, yang dapat mengakibatkan potensi risiko seperti retakan, rembesan, atau keruntuhan (Dewa, 2014;

Dharmawangsa, 2014; Hanan, 2014).

Gambar 7. Penurunan Jangka Panjang di Puncak Bendungan

Sama seperti Gambar 6 Gambar 7 menunjukkan penurunan jangka panjang yang diukur pada puncak zona inti. Hasil analisis menunjukkan penurunan pada puncak lempung sebesar 0,5 m. Estimasi penurunan yang dihitung di atas akan dibandingkan dengan penurunan banyak bendungan serupa lainnya yang dibuat oleh Hunter (2003). Berdasarkan rumus Hunter (2003), penurunan maksimum yang diijinkan pada puncak Bendungan urugan batuan Digoel adalah sekitar:

S (%) = 0,179 x (38) ^ 0,6

= 1.59%

Sedangkan persentase penurunan puncak berdasarkan Gambar 5 dan 6 adalah:

Penyelesaian Jangka Pendek:

S = 0,251/38 x100% = 0,66%

Penyelesaian Jangka Panjang:

S = 0,505/38 x100% = 1,33 %

Berdasarkan perhitungan, terlihat bahwa besaran penurunan puncak bendungan urugan Digoel karena beratnya masih dalam kisaran akseptabel yang terdapat pada bendungan sejenis lainnya. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa penurunan puncak yang diukur pada Bendungan Digoel masih berada dalam kisaran yang dapat diterima. Dalam hal ini, penurunan puncak dalam jangka pendek sebesar 0,66% dan dalam jangka panjang sebesar 1,33% masih berada di bawah batas yang diizinkan berdasarkan rumus Hunter (2003). Penurunan puncak bendungan urugan batuan Digoel masih dalam batas yang dapat diterima dan tidak menunjukkan potensi risiko yang signifikan terhadap keamanan dan kinerja bendungan. Ini

(12)

merupakan hasil yang positif dan mengindikasikan bahwa proses konstruksi dan konsolidasi lempung di zona inti bendungan berjalan sesuai dengan standar keamanan (Ilham, 2015;

Nanda, 2016; Nasmiarta, 2016).

Hasil analisis penurunan urugan batuan dan Bendungan urugan tanah Digoel dirangkum dalam Tabel 4. Sama seperti Gambar 6, Gambar 7 menunjukkan penurunan jangka panjang yang diukur pada puncak zona inti. Hasil analisis menunjukkan penurunan pada puncak lempung sebesar 0,5 m.

Tabel 5. Hasil Analisis Penurunan Tipe Urugan Batu dan Urugan Tanah Bendungan Digoel

Tipe Bendungan

Tipe Analisis

Penyelesaian Puncak (cm)

Penyelesaian Puncak (%)

Penyelesaian Maksimum yang diizinkan (%)

Catatan

Rock Fill Dam

Short term condition

18,7 0,49 1,59 Acceptable

Long term condition

47,7 1,25 1,59 Acceptable

Earth Fill Dam

Short term condition

25,1 0,66 1,59 Acceptable

Long term condition

50,5 1,33 1,59 Acceptable

Tabel 5 berisi data tentang penurunan yang diukur dalam bentuk persentase pada puncak bendungan untuk dua tipe bahan konstruksi, yaitu urugan batu (Rock Fill) dan urugan tanah (Earth Fill). Hasil analisis tersebut dibagi menjadi dua kategori "Penyelesaian Jangka Pendek"

dan "Penyelesaian Jangka Panjang," yang masing-masing mengukur penurunan dalam kondisi.

Berikut adalah penjelasan sebagai berikut: (1) Tipe Bendungan, menunjukkan jenis bahan konstruksi bendungan, yaitu urugan batu (Rock Fill) dan urugan tanah (Earth Fill). (2) Tipe Analisis, menunjukkan kondisi analisis, terbagi menjadi "Penurunan Jangka Pendek" dan

"Penyelesaian Jangka Panjang." (3) Penurunan Puncak (cm), hasil penurunan puncak bendungan dalam sentimeter (cm) yang diukur pada kondisi pada urugan batu dalam penyelesaian jangka pendek, penurunan maksimumnya adalah Rock Fill 18,7 cm dan Earth Fill 25,5 cm, sedangkan pada penyelesaian jangka panjang, penurunan maksimumnya adalah Rock Fill 47,7 cm dan Earth Fill 50,5 cm, (4) Penurunan Puncak (%), persentase penurunan yang dihitung dengan membagi penurunan bendungan dan dikalikan 100% pada urugan batu dalam penyelesaian jangka pendek, penurunan puncaknya adalah Rock Fill 0,49% Earth Fill 0,66%.

Sedangkan penyelesaian jangka panjang, penurunan maksimumnya adalah Rock Fill 1,25%

Earth Fill 1,33%, (5) Yang Diizinkan (%), menunjukkan persentase penurunan maksimum yang diizinkan untuk bendungan tersebut. Nilai ini diperoleh adalah 1,59%, dan (6) Catatan, catatan singkat yang menunjukkan bahwa hasil penurunan yang diukur "Puncak (%)" masih dalam kisaran yang dapat diterima (Acceptable) berdasarkan standar keamanan dan kinerja bendungan, dan tidak melebihi batas yang diizinkan "Yang Diizinkan (%)".

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa analisis penurunan awal telah dilakukan dengan menggunakan parameter modulus yang diperoleh dari literatur.

Software SIGMA/W telah digunakan untuk memperkirakan penurunan puncak bendungan akibat pembebanan statis. Dalam studi ini, penampang bendungan utama didasarkan pada desain MEA 2021, sedangkan parameter tanah desain didasarkan pada hasil studi geologi dan geoteknik yang telah dilakukan, baik dari uji in-situ maupun uji laboratorium. Dari hasil analisis penurunan awal bendungan dengan tipe urugan batu dan urugan tanah diterima dengan syarat penyelesaian maksimum yang diizinkan 1,59%. Hasil analisis penurunan awal pada bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah di Bendungan Digoel-Papua lebih rendah daripada bendungan urugan tanah dalam kondisi penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini menunjukkan

(13)

p-ISSN: 2302-5891 ISSN: 2579-3187 Vol. 12 No. 1. Januari 2024, 83-96

bahwa urugan batu memiliki stabilitas awal yang lebih baik. Kedua jenis bendungan, baik urugan batu maupun urugan tanah, memenuhi standar keamanan dan kinerja yang berlaku.

Penurunan yang terukur masih dalam kisaran yang dapat diterima sesuai dengan persyaratan teknis. Analisis ini memberikan pemahaman yang lebih baik tentang faktor-faktor yang memengaruhi penurunan awal pada bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, termasuk kondisi penyelesaian jangka pendek dan jangka panjang.

REFERENSI

Ameratung, S. dan Das. (2016). Correlations of Soil Rock Properties in Geothechnical Engineering. Springer: India.

Badan Standarisasi Nasional. (2016). SNI 8064: Metoda Analisis dan Cara Pengendalian Rembesan Air Untuk Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: Badan Starndarisasi Nasional.

Cahyati. (2023). Analisis Stabilitas Lereng Bendungan terhadap Beban Gempa sebagai Upaya Pengurangan Bencana (Studi Kasus : Bendungan Jlantah). Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari, Jambi.

Dewa, G. W. R. (2014). Analisa Stabilitas Tubuh Bendungan Lolak Kabupaten Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Skripsi. Tidak Dipublikasi. Malang: Universitas Brawijaya.

Dharmawangsa, I. P. (2014). Analisis Keamanan Lereng Bendungan Utama Pada Bendungan Benel Di Kabupaten Jembrana. Jurnal Spek-tran. Vol 2 No 2, Juli 2014.

Dirjen Sumber Daya Air, Direktorat Bendungan dan Danau. (2021). Laporan Interim

“Preparation Consultant Firm For Development of Digoel Dam Papua Province.”

Ervantara. (2022). Tinjauan Geoteknik Keamanan Rembesan dan Pembebanan Gempa Pada Stabilitas Lereng (Studi:Bendungan Way Sekampung). Rang Teknik Journal, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Firnanda, A. (2016). Analisis Stabilitas Bendung (Studi Kasus: Bendung Tamiang), Universitas Riau, Pekanbaru.

GEO-Slope International, L. (2012). Stress-Deformation Modeling with SIGMA/W, GEO-Slope International, Ltd., Canada.

Hanan, Z. R. (2014). Analisis Stabilitas Lereng Bendungan Jatigede engan Parameter Gempa Termodifiasi. Skripsi. Tidak Dipublikasi. Malang: Universitas Brawijaya.

Hasan, Diwangkara, I., & Purbawijaya, I. (2015). Analisis Perencanaan Tubuh Bendungan Antara Tipe Urugan Dengan Roller Compacted Concrete Dams (Studi Kasus: Sungai Melangit, Kab. Bangli). Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, 19(2), 91–98.

Hunter, G., & Fell, R. (2003). Hunter, G., & Fell, R. (2002). The deformation behaviour of rockfill, UNICIV Report No. R-405, Sydney : The University of the New South Wales.

Ilham, M. (2015). Analisa Tubuh Bendungan Pada Bendungan Utama Tugu Kabupaten Trenggalek, Universitas Brawijaya, Malang.

Imron. (2017). Analisa Geoteknik Bendungan Gongseng Terhadap Keamanan Rembesan, Stabilitas Lereng dan Beban Gempa. Jurnal Karya Teknik Sipil, Vol. 6, Nomor 2, Univeritas Diponegoro, Semarang.

Istiaji, M. S., Sriyana, S., & Sadono, K. W. (2021). Behavioral Study of Bajulmati Dam Deformation Through Dam History Database-based Assessment. Teknik, 42(2), 186–198.

https://doi.org/10.14710/teknik.v42i2.39629

Lontoh, R. J., Manoppo, F. J., & Sompie, O. B. A. (2020). Analisa Kestabilan Bendungan Lolak 1. Jurnal Sipil Statik, 8(2), 221–236.

Megantoro, T. (2014). Perencanaan Bendungan Tipe Urugan di Perkebunan Cinta Manis, PT.

Perkebunan Nusantara VII Palembang, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nanda, T. N. F. H. I. N. (2016). Analisis Rembesan dan Stabilitas Bendungan Bajulmati dengan Metode Elemen Hingga Model 2D dan 3D, Institut Teknologi Nasional, Bandung.

Nasmiarta, Z. M. (2016). Analisa Stabilitas Tubuh Bendungan Pada Perencanaan Bendungan Ladongi Kabupaten Kolaka Timur Sulawesi Tenggara, Universitas Brawijaya, Malang.

Pratama. (2023). Analisa Stabilitas Tubuh Bendungan Utama pada Bendungan Semantok, Nganjuk, Jawa Timur. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air Vol. 1 No. 1.

(14)

Pratama, R. R., Suprijanto, H., & Asmaranto, R. (2021). Analisa Stabilitas Tubuh Bendungan Utama Pada Bendungan Semantok, Nganjuk, Jawa Timur. Jurnal Teknologi Dan

Rekayasa Sumber Daya Air, 1(1), 89–102.

https://doi.org/10.21776/ub.jtresda.2021.001.01.08

Putra T. G. S., Aribudiman, I. N., & Juliawan, G. R. (2016). Analisa Stabilitas Lereng pada Bendungan Titab. Bali. A Scientific Journal of Civil Engineering. Vol. 20 No.1.

Putra, D. N., & Susantin, S. H. (2018). Analisis Stabilitas Tubuh Bendungan Raknamo. Jurnal online Institut Teknologi Nasional, 3(4), 95-104.

Sosrodarsono, S. (2002). Bendungan Tipe Urugan. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Sukirman. (2016). Analisis Rembesan Pada Bendung Tipe Urugan Melalui Uji Hidrolik. Vol. 2, Palembang Sumatra Selatan: Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan.

Sutresno, V. A., Mochtar, N. E., & Mochtar, I. B. (2022). Studi Perbandingan Desain Inti Bendung Dengan Pemakaian Material Alternatif Untuk Optimasi Biaya Studi Kasus:

Proyek Bendungan Tapin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Jurnal Aplikasi Teknik Sipil, 20(3), 397. https://doi.org/10.12962/j2579-891x.v20i3.13842

Referensi

Dokumen terkait