• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pola Dispersi Total Suspended Particulate (TSP) dengan Variasi Waktu dan Tempat pada Tambang Batu Kapur

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Pola Dispersi Total Suspended Particulate (TSP) dengan Variasi Waktu dan Tempat pada Tambang Batu Kapur"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Pola Dispersi Total Suspended Particulate dengan Variasi Waktu dan Tempat pada Tambang Batu Kapur

Mita Fardella1*, Vera Surtia Bachtiar2, Slamet Raharjo3

1, 2, 3Program Studi Magister Teknik Lingkungan, Universitas Andalas, Padang Indonesia

*Koresponden email: [email protected]

Diterima: 8 Februari 2023 Disetujui: 14 Februari 2023

Abstract

Mining activity is one of the producers of coarse particulates and fine particulates in the air which can have an impact on the surrounding environment. Limestone mining carried out by PT. Semen Padang is likely to contribute particulates such as Total Suspended Particulate (TSP) in the air. This study evaluates the dispersion pattern of TSP with variations in time and place to see its movement and direction of spread to determine affected areas or areas with high pollutants. Sampling and location determination refers to SNI 19-7119.6-2005 which consists of 30 observation points in 8 cardinal directions in the area around mining.

Meteorological data was taken to see the dominant wind direction using the PCE-FWS 2.0 tool and then processed using the WR Plot software. TSP concentrations were measured using an EPAM 5000 tool which was divided into 4 shifts with the duration of each shift measured for 30 minutes, then TSP concentrations were mapped using Surfer 10 software. The results showed that TSP concentrations in the morning and afternoon were influenced by sampling distance and mining activity, while the concentration of TSP at night is influenced by the wind direction and the sampling location. The TSP dispersion pattern in the morning and afternoon tends to be east, south, and west, while at night the dispersion pattern tends to be high in the southwest direction.

Keywords: concentration, total suspended particulate, WR Plot, EPAM, mapping Abstrak

Aktivitas penambangan merupakan salah satu penghasil partikulat kasar dan partikulat halus di udara yang menimbulkan dampak pada lingkungan sekitar. Penambangan batu kapur yang dilakukan oleh PT. Semen Padang kemungkinan berkontribusi dalam menyumbang partikulat seperti Total Suspended Particulate (TSP) di udara. Penelitian ini mengevaluasi pola dispersi TSP dengan variasi waktu dan tempat untuk melihat pergerakan dan arah penyebarannya agar dapat menentukan daerah terdampak atau daerah dengan pencemar yang tinggi. Pengambilan sampel dan penentuan lokasi mengacu pada SNI 19-7119.6-2005 yang terdiri dari 30 titik pengamatan di 8 arah mata angin pada area sekitar penambangan. Data meteorologi diambil untuk melihat arah angin dominan menggunakan alat PCE-FWS 2.0 kemudian diolah menggunakan software WR Plot. Konsentrasi TSP diukur menggunakan alat EPAM 5000 yang dibagi menjadi 4 shift dengan durasi pengukuran masing-masing shift selamat 30 menit kemudian dilakukan pemetaan konsentrasi TSP menggunakan software Surfer 10. Hasil penelitian menggambarkan konsentrasi TSP pada pagi dan siang hari dipengaruhi oleh jarak pengambilan sampel serta aktivitas penambangan, sedangkan konsentrasi TSP pada malam hari dipengaruhi oleh arah angin dan tempat pengambilan sampel.

Pola dispersi TSP pada pagi dan siang hari cenderung ke arah timur, selatan dan menuju ke barat, sedangkan pada malam hari pola dispersi cenderung tinggi di arah barat daya.

Kata Kunci: konsentrasi, total suspended particulate, WR Plot, EPAM, pemetaan 1. Pendahuluan

Kualitas udara wilayah urban di Negara berkembang mengalami penurunan secara bertahap karena urbanisasi yang cepat, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya perkembangan pabrik. Penurunan kualitas udara ini disebabkan karena banyaknya polutan yang dihasilkan dari aktivitas manusia yang dapat memicu terjadinya penurunan kadar oksigen dan gangguan pernapasan pada manusia. Selama transmisi,

(2)

terbuka (quarry). Dalam pengambilan materialnya, untuk mencapai target produksi tertentu maka dilakukan metode pengeboran dan peledakan untuk membongkar batu kapur di front penambangan. Setelah material dibongkar, kemudian material dimuat dan diangkut menuju stockpile yang selanjutnya dilakukan proses pengecilan ukuran menggunakan alat crusher dan kemudian diangkut menuju pabrik pengolahan menggunakan alat angkut belt conveyor [2]. Dalam proses penambangan ini berpotensi untuk menghasilkan partikulat yang berkontribusi sebagai penyumbang TSP (total suspended particulate) di udara. Menurut penelitian terdahulu debu merupakan masalah utama dalam lingkungan pertambangan, terutama pada bagian crushing. [3] [4] [5].

TSP atau debu merupakan istilah umum yang digunakan untuk campuran partikel padat dengan air yang ditemukan di udara. Badan standar nasional (ISO) mendefinisikan debu sebagai partikel padat dengan diameter aerodinamis kurang dari 75 mm yang tersuspensi di atmosfer sampai mengendap berdasarkan beratnya dan juga dapat melayang di udara untuk sementara waktu. Menurut US EPA, TSP mewakili partikel mulai dari 10 µm sampai 100 µm [6].

Partikulat debu dapat menyebabkan dampak buruk terhadap lingkungan melalui pengurangan visibilitas dan perubahan keseimbangan nutrisi melalui proses pengendapan [7]. Daerah yang berdekatan dengan tambang juga dapat mengalami kerusakan ekonomi akibat penurunan produktivitas tanaman, serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh perubahan struktur komunitas habitat. Pengendapan atau akumulasi debu dapat mempengaruhi vegetasi seperti tanaman, padang rumput, pohon, lumut, linchens yang disebabkan oleh berkurangnya fotosintesis, respirasi dan transpirasi yang kemungkinan menembus polutan gas fitotoksik (O3, SO2, NO2) melalui efek fisik atau kimia [8] [9] [10] [11]. Selain itu parameter kimia tanah juga dapat berubah karena debu yang diendapkan, pada akhirnya memiliki efek besar pada invertebrata yang tinggal di tanah [12].

Dalam penyebaran TSP di udara, meteorologi dikenal sebagai kontributor pertama. Untuk menyelidiki dan mengkarakterisasi debu yang tersuspensi dan terakumulasi yang terbawa oleh sebuah tambang, harus diperhitungkan debu yang tersuspensi dan mengendap secara alami di wilayah tersebut yang diangkut melalui pengaruh meteorologi selama periode penelitian. Selain meteorologi, sifat material batuan pada proses penambangan quarry seperti kekerasan, distribusi ukuran partikel, kerapatan atau kepadatan partikel, kelembapan partikel dan atmosfer juga dapat mempengaruhi dispersi debu [13].

2. Metode Penelitian

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 13 - 20 Januari 2022 pada site penambangan batu kapur PT.

Semen Padang, Sumatera Barat. Penentuan lokasi pengambilan sampel TSP mengacu pada SNI 19-7119.6- 2005. Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 30 titik di sekitar lokasi penambangan berdasarkan 8 arah mata angin diantaranya utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat dan barat laut dengan variasi tempat masing-masing radius 200m, 400m, 800m, 1200m dan 1600m.

Pengukuran Konsentrasi TSP

Pengukuran konsentrasi TSP menggunakan alat Environmental Particulate Air Monitoring (EPAM 5000) HAZ-DUST yang dapat mengukur konsentrasi partikel debu pada udara ambien secara direct atau langsung (real time). EPAM 5000 menggabungkan prinsip hamburan cahaya dan gravimetri. Variasi waktu pengukuran TSP dibagi menjadi 4 shift, guna untuk melihat pergerakan polutan yang diakibatkan oleh efek meteorologi. Shift 1 (00.00 – 06.00 WIB), shift 2 (06.00 – 12.00WIB), shift 3 (12.00 – 18.00 WIB) dan shift 4 (18.00 – 24.00 WIB) dengan durasi pengukuran masing-masing lokasi 30 menit/shift dan data pengukuran dicatat setiap 1 menit.

Pengukuran harus dilakukan saat cuaca cerah atau tidak terjadi hujan, jika terjadi hujan maka pengukuran dihentikan dan hasil pengukuran dianggap tidak sah sehingga harus di ulang kembali ketika tidak terjadi hujan. Pada daerah wilayah kerja tambang pengukuran konsentrasi TSP hanya diambil pada shift 2 (06.00-12.00 WIB) dan shift 3 (12.00-18.00 WIB). Hal ini disebabkan karena izin dari PT. Semen Padang hanya pada waktu jam kerja perusahaan, sedangkan di daerah luar wilayah kerja tambang pengukuran konsentrasi TSP tetap dilakukan menjadi 4 shift.

(3)

Pengukuran TSP Legenda Titik yang Diukur :

0.2 km 1. A. A 2. A. B 3. A. C 4. A. D 5. A. E 6. A. F 7. A. G 8. A. H

1.2 km 23.D.A 24.D.B 25.D.E 26.D.F

0.4 km 9. B. A 10. B. B 11. B. C 12. B. D 13. B. E 14. B. F 15. B. G 16. B. H

1.6 km 27.E.A 28.E.B 29.E.F 30.E.H

0.8 km 17.C.A 18.C.B 19.C.C 20.C.D 21.C.E 22.C.F

Gambar 1. Rencana lokasi pengukuran TSP Sumber : http://earth.google.com

Pengambilan Sampel Meteorologi

Stasiun pengukuran kondisi meteorologi dilakukan di dekat area penambangan batu kapur PT. Semen Padang, yakni di dekat pintu masuk tambang Jl. Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan. Alat yang dipakai untuk pengukuran kondisi meteorologi adalah Weather Station PCE-FWS 2.0. Data meteorologi yang di ambil diantaranya: tutupan awan, temperatur, kelembapan, tekanan udara, arah angin dan kecepatan angin. Data meteorologi ini dicatat 24 jam setiap harinya selama pengukuran konsentrasi TSP berlangsung.

Analisis Data Meteorologi

Analisis meteorologi menggunakan software WR Plot untuk memberikan informasi mengenai kecepatan dan arah angin di sekitar lokasi penelitian yang berupa mawar angin (wind rose). Analisis meteorologi diperlukan untuk menentukan apakah TSP terdispersi sesuai dengan arah angin atau tidak.

Analisis Pemetaan Dispersi TSP

Setelah data konsentrasi TSP pada tiap titik didapatkan, kemudian dilakukan pemetaan penyebaran pencemar udara menggunakan software Surfer 10. Pemetaan dilakukan dengan menggambarkan penyebaran kondisi alamiah tertentu secara meruang dan memindahkan keadaan sesungguhnya ke dalam peta dasar yang dinyatakan dengan penggunaan skala peta. Dalam penelitian ini kondisi yang akan digambarkan adalah dispersi polutan TSP di sekitar lokasi penambangan batu kapur PT. Semen Padang.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengukuran Konsentrasi TSP

Hasil pengukuran konsentrasi TSP pada 30 titik pengamatan menggunakan alat Environmental Particulate Air Monitoring (EPAM 5000) HAZ-DUST dengan variasi tempat dan waktu dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran konsentrasi TSP menggunakan EPAM 5000 Titik Jarak

dari sumber

(km)

Lokasi Konsentrasi TSP

( µg/m³)

S E 00.00-06.00 06.00-12.00 12.00-18.00 18.00-24.00 24 JAM KET

A.A. 0°58'17.03"S 100°28'34.51"E - 17,2 30,23 - 23,715

A.B 0°58'18.73"S 100°28'30.48"E - 14,8 33 - 23,9

(4)

Titik Jarak dari sumber

(km)

Lokasi Konsentrasi TSP

( µg/m³)

S E 00.00-06.00 06.00-12.00 12.00-18.00 18.00-24.00 24 JAM KET

A.H 0°58'18.36"S 100°28'38.79"E - 4,6 43,67 - 24,135

B.A

0.4

0°58'10.54"S 100°28'34.16"E - 15,53 23,57 - 19,55

B.B 0°58'13.94"S 100°28'26.12"E - 12,07 19,6 - 15,835

B.C 0°58'22.99"S 100°28'21.87"E - 13,47 28,23 - 20,85

B.D 0°58'32.53"S 100°28'25.51"E - 20,87 35,97 - 28,42

B.E 0°58'36.46"S 100°28'34.82"E - 74,7 22,6 - 48,65

B.F 0°58'33.10"S 100°28'43.58"E - 14,5 39,17 - 26,835

B.G 0°58'22.94"S 100°28'47.79"E - 52,97 11,37 - 32,17

B.H 0°58'13.67"S 100°28'43.29"E - 14,23 17,03 - 15,63

C.A

0.8

0°57'57.47"S 100°28'33.97"E - 10,5 13,83 - 12,165

C.B 0°58'4.24"S 100°28'17.26"E - 16,67 9,73 - 13,2

C.C 0°58'23.14"S 100°28'8.75"E - 16,67 51,87 - 34,27

C.D 0°58'39.08"S 100°28'19.34"E - 25,4 24,33 - 24,865

C.E 0°58'49.49"S 100°28'36.22"E - 21,8 26,67 - 24,235

C.F 0°58'49.00"S 100°28'53.31"E - 19,83 72,07 - 45,95

D.A

1.2

0°57'44.50"S 100°28'37.37"E 116,17 16,17 26,33 82,4 60,2675

D.B 0°57'54.72"S 100°28'8.47"E 86,17 10,33 15,5 96,7 52,175

D.E 0°58'58.36"S 100°28'35.28"E - 16,17 21,4 - 18,785

D.F 0°58'52.27"S 100°29'1.30"E - 14,63 25,53 - 20,08

E.A

1.6

0°57'31.45"S 100°28'33.43"E 101,83 10,2 16,63 98,67 56,8325

E.B 0°57'45.08"S 100°27'59.66"E 90 15,8 32,87 110,5 62,2925

E.F 0°58'59.10"S 100°29'7.41"E - 7,6 27 - 17,3

E.H 0°57'32.85"S 100°29'5.31"E 83,33 14,43 10,87 74,57 45,8

Mean 95,5 18,91 27,41 92,56 29,59

Standar Deviasi 13,53 16,17 14,45 14,17 15,72

Rentang 83,33 –

116,17 4,6 - 63,23 9,73 - 72,07 74,57 - 110,5

8,065 - 62,29

Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa konsentrasi TSP pada shift 1 (00.00-06.00 WIB) berkisar antara 83,33 µg/m³ sampai 116,17 µg/m³ dengan nilai rata-rata 95,5 µg/m³. Hasil pengukuran konsentrasi terendah berada pada titik A.H dan konsentrasi tertinggi di titik D.A. Konsentrasi TSP pada shift 2 (06.00- 12.00 WIB) berkisar antara 4,6 µg/m³ sampai 63,23 µg/m³ dengan nilai rata-rata 18,91 µg/m³. Hasil pengukuran konsentrasi terendah berada pada titik E.H dan konsentrasi tertinggi di titik A.E.

Selain itu berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa konsentrasi TSP pada shift 3 (12.00-18.00 WIB) berkisar antara 9,73 µg/m³ sampai 72,07 µg/m³ dengan nilai rata-rata 27,41 µg/m³. Hasil pengukuran konsentrasi terendah berada pada titik C.B dan konsentrasi tertinggi di titik C.F. Dimana terlihat bahwa konsentrasi TSP pada shift 4 (18.00-24.00 WIB) berkisar antara 74,57 µg/m³ sampai 110,5 µg/m³ dengan nilai rata-rata 92,56 µg/m³. Hasil pengukuran konsentrasi terendah berada pada titik E.H dan konsentrasi tertinggi di titik E.B.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa konsentrasi rata-rata 24 Jam berkisar antara 8,065 µg/m³ sampai 62,29 µg/m³ dengan nilai rata-rata 29,59 µg/m³. Hasil pengukuran konsentrasi terendah berada pada titik pengukuran A.C yang terletak 0,2 km dari titik nol sampling, arah barat dengan koordinat 0°58'22.95"S 100°28'28.28"E yakni sebesar 8,065 µg/m³. Konsentrasi tertinggi berada pada titik E.B dengan koordinat 0°57'45.08"S 100°27'59.66"E radius 1,6 km arah barat laut.

(5)

Gambar 2. Perubahan konsentrasi TSP pada masing-masing shift Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat dari grafik bahwa konsentrasi pada siang hari cenderung lebih beragam, hal ini disebabkan oleh aktivitas penambangan batu kapur yang juga beragam pada siang hari.

Hal ini dapat dilihat dari data hasil pengukuran pada shift 2 (06.00-12.00 WIB) dan shift 3 (12.00-18.00 WIB).

3.2 Hasil Pengukuran Meteorologi (Windrose) dan Pemetaan Dispersi TSP

Pengukuran meteorologi merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi proses transformasi dan transportasi polutan di atmosfer. Olahan data meteorologi menggunakan WR Plot akan menghasilkan bentuk mawar angin (windrose) di sekitar lokasi penelitian. Selain jumlah emisi, kondisi meteorologi lokal terutama faktor angin, suhu udara, curah hujan dan radiasi dapat mempengaruhi konsentrasi dan distribusi polutan di udara. Angin akan mempengaruhi sebaran polutan (proses transpor) dan menentukan arah mana dan seberapa tinggi konsentrasi polutan [14].

Setelah windrose pada tiap-tiap shift didapatkan kemudian dilakukan pemetaan penyebaran pencemar udara menggunakan software Surfer 10. Pemetaan ini dilakukan untuk melihat dengan nyata daerah yang terkontaminasi TSP sesuai dengan jumlah konsentrasinya. Selain itu pemetaan ini juga dapat melihat kemana arah penyebaran/ dispersi TSP. Berikut merupakan mawar angin (windrose) dan pemetaan konsentrasi TSP pada sekitar penambangan batu kapur PT. Semen Padang sebagai hasil olahan software WR Plot dan software Surfer 10.

(6)

Berdasarkan Gambar 3. (a) menunjukkan hasil pengolahan data meteorologi menggunakan WR Plot pada shift 1 (00.00-06.00 WIB) dimana arah angin dominan berasal dari barat daya. Kecepatan angin berkisar antara 0,2 m/s – 2,6 m/s. Sedangkan berdasarkan Gambar 3. (b) konsentrasi TSP pada jam 00.00 – 06.00 WIB tertinggi berada pada titik D.A dengan koordinat 0°57'44.50"S 100°28'37.37"E radius 1,2 km arah utara. Konsentrasi cenderung tinggi arah utara dan barat laut.

Gambar 4. (b) Pemetaan konsentrasi TSP jam 06.00-12.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Gambar 4. (a) menunjukkan hasil pengolahan data meteorologi menggunakan WR Plot pada shift 2 (06.00-12.00 WIB) dimana arah angin dominan berasal dari barat daya. Kecepatan angin berkisar antara 0,5 m/s – 3,5 m/s. Sedangkan berdasarkan Gambar 4. (b) konsentrasi TSP pada jam 06.00 – 12.00 WIB tertinggi berada pada titik B.E yang berlokasi di PLB dengan koordinat 0°58'36.46"S 100°28'34.82"E radius 0,4 km arah selatan. Hal ini diperkirakan karena padatnya aktivitas di sekitar area tersebut. Kemudian hasil pemetaan menggunakan Surfer 10 menunjukkan bahwa konsentrasi TSP cenderung tinggi pada arah timur, tenggara, dan selatan. Hal ini diperkirakan akibat pergerakan arah angin dominan pada saat pengukuran yakni dari arah barat menuju arah timur.

Gambar 5. (b) Pemetaan konsentrasi TSP jam 12.00-18.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Gambar 5. (a) menunjukkan hasil pengolahan data meteorologi menggunakan WR Plot pada shift 3 (12.00-18.00 WIB) dimana arah angin dominan berasal dari timur. Kecepatan angin berkisar antara 0,1 m/s – 3,1 m/s. Sedangkan berdasarkan Gambar 5. (b) konsentrasi TSP pada jam 12.00 – 18.00 tertinggi berada pada titik C.F yang berlokasi di area penambangan dengan koordinat 0°58'49.00"S 100°28'53.31"E radius 0,8 km arah tenggara. Hasil pemetaan menggunakan Surfer 10 menunjukkan bahwa

Gambar 4. (a) Windrose pada jam 06.00-12.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

Gambar 5. (a) Windrose pada jam 12.00-18.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

(7)

konsentrasi TSP cenderung tinggi pada arah tenggara, barat daya dan barat. Hal ini diperkirakan akibat adanya pergerakan arah angin dan padatnya aktivitas di lokasi tersebut.

Gambar 6. (b) Pemetaan konsentrasi TSP jam 18.00-24.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Gambar 6. (a) menunjukkan hasil pengolahan data meteorologi menggunakan WR Plot pada shift 4 (18.00-24.00 WIB) dimana arah angin dominan berasal dari selatan barat daya dan barat daya.

Kecepatan angin berkisar antara 0,1 m/s – 2,7 m/s. Sedangkan berdasarkan Gambar 6. (b) konsentrasi TSP pada jam 18.00 – 24.00 tertinggi berada pada titik E.B dengan koordinat 0°57'45.08"S 100°27'59.66"E radius 1,6 km arah barat laut.

Gambar 7. (b) Pemetaan konsentrasi TSP pada rata-rata 24 jam Sumber : Hasil penelitian, 2022

Berdasarkan Gambar 7. (a) menunjukkan hasil pengolahan data meteorologi menggunakan WR Plot pada rata-rata 24 jam dimana arah angin dominan berasal dari barat daya. Kecepatan angin berkisar antara 0,1 m/s – 2,7 m/s. Frekuensi terjadinya angin dengan kecepatan rendah (calm wind) adalah sebesar 3,57 % dari keseluruhan angin yang bertiup. Sedangkan berdasarkan Gambar 7. (b) terlihat bahwa konsentrasi TSP rata-rata 24 Jam tertinggi berada pada titik E.B dengan koordinat 0°57'45.08"S 100°27'59.66"E radius 1,6 km arah barat laut. Hasil pemetaan menggunakan Surfer 10 menunjukkan bahwa konsentrasi TSP cenderung tinggi pada arah tenggara, barat dan barat laut. Hal ini diperkirakan akibat adanya pergerakan

Gambar 6. (a) Windrose pada jam 18.00-24.00 WIB Sumber : Hasil penelitian, 2022

Gambar 7. (a) Windrose pada rata-rata 24 jam Sumber : Hasil penelitian, 2022

(8)

dimana baku mutu udara ambien untuk TSP adalah 230 ug/𝑚3 maka seluruh lokasi pengamatan sudah memenuhi baku mutu [15].

3. 3 Analisis Pemantauan Antara Meteorologi dengan Konsentrasi

Pemantauan antara meteorologi dengan konsentrasi TSP yang dipetakan jika dibandingkan terdapat beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan ini kemungkinan terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya:

• Faktor Pengaruh Angin

Arah dan kecepatan angin dapat mempengaruhi ke mana arah sebaran polutan dan seberapa tinggi konsentrasi polutan di suatu daerah. Arah angin akan menentukan daerah yang terpapar sedangkan kecepatan angin menentukan sejauh mana polutan akan terbawa sepanjang arah angin dominan.

Penyebaran partikulat dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin [16]. Jika kecepatan angin meningkat, butiran pasir di permukaan akan bergulir dan bertumbukan dengan yang lainnya dan pada kecepatan angin 5 m/s butiran yang tertumbuk akan melayang ke udara dan jatuh lagi ke permukaan, sedangkan jika angin lebih cepat maka partikel kecil akan bertahan di udara. Kecepatan angin yang rendah serta kondisi atmosfer yang stabil menyebabkan polutan sulit tersebar sehingga terakumulasi dan mencapai konsentrasi absolut maksimum di daerah tertentu [17].

• Faktor Ketinggian atau Elevasi

Elevasi dari suatu sumber pencemar dapat mempengaruhi nilai konsentrasi pada sebaran polutan.

Semakin tinggi suatu sumber maka sebaran polutan akan lebih meluas karena semakin tinggi suatu tempat maka tekanan ke bawah akan semakin berkurang, serta angin yang bergerak akan semakin cepat sehingga menyebabkan debu dapat tersebar cukup luas [18]

• Sifat Kimia partikulat

Sifat kimia masing-masing partikulat berbeda-beda, akan tetapi secara fisik ukuran partikulat berkisar antara 0,0002–500 mikron. Pada kisaran tersebut partikulat mempunyai umur dalam bentuk tersuspensi di udara antara beberapa detik sampai beberapa bulan. Umur partikulat tersebut dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan yang ditentukan dari ukuran dan densitas partikulat serta aliran (turbulensi) udara.

Secara umum kenaikan diameter akan meningkatkan kecepatan pengendapan. Partikulat yang berukuran 2 - 40 mikron (tergantung densitasnya) tidak bertahan terus di udara dan akan segera mengendap.

Partikulat yang tersuspensi secara permanen di udara juga mempunyai kecepatan pengendapan, tetapi partikulat-partikulat tersebut tetap di udara karena adanya pergerakan udara.

4. Kesimpulan

Konsentrasi TSP pada pagi dan siang hari dipengaruhi oleh jarak pengambilan sampel dan aktivitas penambangan batu kapur, sedangkan konsentrasi TSP pada malam hari dipengaruhi oleh arah angin dominan dan tempat pengambilan sampel. Pola dispersi TSP pada pagi dan siang hari cenderung ke arah timur, selatan dan menuju ke barat, sedangkan pada malam hari pola dispersi cenderung tinggi di arah barat daya. Terdapat beberapa perbedaan antara hasil windrose dengan pemetaan dispersi polutan TSP yang dihasilkan dari penambangan batu kapur PT. Semen Padang yang diperkirakan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor pengaruh angin, faktor ketinggian atau elevasi dan sifat kimia partikulat TSP.

5. Ucapan Terimakasih

Penulis sangat berterima kasih kepada pembimbing satu dan pembimbing dua yang telah memberikan bantuan, wawasan dan keahlian yang sangat membantu penelitian ini. Kemudian terimakasih kepada PT.

Semen Padang yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di site penambangan batu kapur, terimakasih kepada Stasiun Pemantau Atmosfer Global (GAW) Bukit Koto Tabang yang telah meminjamkan alat HAZ-DUST EPAM 5000, serta terimakasih kepada Laboratorium Udara Teknik Lingkungan UNAND yang telah meminjamkan alat PCE-FWS 2.0, Environmental Meter dan alat-alat pelengkap lainnya.

6. Referensi

[1] Lu, J., Li, B., Li, H., & Al-Barakani, A. (2021). Expansion of city scale, traffic modes, traffic congestion, and air pollution. Cities, 108, 102974

[2] PT Semen Padang. (2018). Komitmen dalam Keberlanjutan Laporan Tahunan 2018 PT Semen Padang. Padang.

[3] Bada, B.S., Olatunde, K.A., Akande, O.A. (2013). Air quality assessment in the vicinity of quarry site. Environ. Nat. Resour. Res. 3 (2), 111–115.

(9)

[4] Csavina, J., Field, J., Taylor, M. P., Gao, S., Landázuri, A., Betterton, E. A., & Sáez, A. E. (2012). A review on the importance of metals and metalloids in atmospheric dust and aerosol from mining operations. Science of the Total Environment, 433, 58-73.

[5] Sairanen, M., Selonen, O. (2018). Dust formed during drilling in natural stone quarries. Bull. Eng.

Geol. Environ. 77, 1249–1262.

[6] United States Environmental Protection Agency (US EPA). (1995). U.S. EPA, 1995. Fifth edition

AP 42, vol. I (Chapter 13): Miscellaneous Sources.

http://www3.epa.gov/ttn/chief/ap42/ch1/final/c13s02.pdf accessed in October 2015.

[7] Ademollo, N., Patrolecco, L., Polesello, S., Valsecchi, S., Wollgast, J., Mariani, G., & Hanke, G.

(2012). The analytical problem of measuring total concentrations of organic pollutants in whole water.

TrAC Trends in Analytical Chemistry, 36, 71-81.

[8] Moradi, A., Taheri Abkenar, K., Afshar Mohammadian, M., & Shabanian, N. (2017). Effects of dust on forest tree health in Zagros oak forests. Environmental monitoring and assessment, 189, 1-11.

[9] Peng, X., Shi, G. L., Zheng, J., Liu, J. Y., Shi, X. R., Xu, J., & Feng, Y. C. (2016). Influence of quarry mining dust on PM2. 5 in a city adjacent to a limestone quarry: Seasonal characteristics and source contributions. Science of the Total Environment, 550, 940-949.

[10] Bluvshtein, N., Mahrer, Y., Sandler, A., & Rytwo, G. (2011). Evaluating the impact of a limestone quarry on suspended and accumulated dust. Atmospheric Environment, 45(9), 1732-1739.

[11] Loppi, S., Pirintsos, A.S. (2000). Effect of dust on epiphytic lichen vegetation in the Mediterranean area (Italy and Greece). Israel Journal of Plant Sciences, 48.

[12] Parry, L. E., Holden, J., & Chapman, P. J. (2014). Restoration of blanket peatlands. Journal of environmental management, 133, 193-205.

[13] Xiaochuan, L., Qili, W., Qi, L., & Yafei, H. (2016). Developments in studies of air entrained by falling bulk materials. Powder Technology, 291, 159-169.

[14] Turyanti, A, Santikayasa, IP. (2006). Analisis Pola Unsur Meteorologis dan Konsentrasi Polutan di Udara Ambien Studi Kasus: Jakarta dan Bandung. J. Agromet Indonesia, 20(2), 25–37.

[15] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

[16] Martínez, G. M., Newman, C. N., De Vicente-Retortillo, A., Fischer, E., Renno, N. O., Richardson, M. I., ... & Vasavada, A. R. (2017). The modern near-surface Martian climate: a review of in-situ meteorological data from Viking to Curiosity. Space Science Reviews, 212, 295-338.

[17] Lestari, P, Utama, MP, Tahar, A, Siagian, U. (2003). Estimation of Ambient Air Quality From Transport Sector Using Simple Dispersion Model for Bandung City. Seminar of Better Air Quality, Manila, Desember 2003.

[18] Hasibuan, F., Warsito, W., & Suciyati, S. W. (2015). Simulasi model dispersi polutan gas dan partikulat molekul pada pabrik semen dengan menggunakan software Matlab 7.12. Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, 3(2).

[19] SNI 19-7119.6-2005. (2005). Udara Ambien – Bagian 6: Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien, Badan Standarisasi Nasional.

Referensi

Dokumen terkait

In the film The Beach (2000), the role of nature and humans in building an ecological balance is one of them building a symbiotic bond.. From an ecocritical perspective, the film