• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN TERDIDIK DI PULAU JAWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN TERDIDIK DI PULAU JAWA "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN TERDIDIK DI PULAU JAWA

TAHUN 2010-2018

JURNAL ILMIAH

Disusun oleh :

Renno Abdi Prakoso 145020101111032

JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2020

(2)

2

LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL

Artikel Jurnal dengan judul :

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGANGGURAN TERDIDIK DI PULAU JAWA TAHUN 2010-2018

Yang disusun oleh :

Nama : Renno Abdi Prakoso

NIM : 145020101111032

Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi

Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 29 Juli 2020

Malang, 29 Juli 2020 Dosen Pembimbing,

Atu Bagus Wiguna, S.E., M.E.

NIP. 2016079101181001

(3)

3

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran Terdidik di Pulau Jawa Tahun 2010-2018

Renno Abdi Prakoso

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: rennoabdi95@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pengangguran terdidik di Pulau Jawa periode 2010-2018. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Upah Minimum Provinsi, Tingkat Pendidikan, Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang SMA, dan Angka Partisipasi Murni (APM) jenjang SMA.

Penelitian ini menggunakan metode analisis Data Panel dengan model Fixed Effect (FEM) guna mengetahui pengauruh dari variable independen terhadap variable dependen dalam jangka panjang. Hasil analisis pada penelitian ini menunjukan variable Upah Minimum Provinsi dan variable Angka Partisipasi Murni (APM) memiliki pengaruh negatif dan signifikan. Sementara, variable Tingkat Pendidikan dan variabel Angka Partisipasi Kasar (APK) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik.

Kata kunci: Pengangguran Terdidik, Upah Minimum Provinsi (UMP), Tingkat Pendidikan, Angka Partisipasi Murni (APK) SMA, Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA

A. PENDAHULUAN

Pembangunan merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan suatu negara, terutama bagi masyarakat yang tinggal dalam negara tersebut. Dalam Todaro & Smith (2011), pembangunan ekonomi dipandang sebuah proses multidimensi yang melibatkan perubahan mendasar dalam struktur sosial, sikap masyarakat dan lembaga nasional dengan cara percepatan pertumbuhan ekonomi, penanganan kemiskinan, dan pengurangan pengangguran.

Gambar 1 : Tingkat Pengangguran Terbuka Pulau Jawa dan Indonesia Tahun 2010-2018 (dalam Persen)

Sumber: Data diolah BPS, 2019

Pada gambar 1 dapat dilihat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Pulau Jawa selalu berada di atas Indonesia dalam kurun waktu 2010-2018. Hal ini menandakan pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa yang selalu berada di atas Indonesia tidak berdampak langsung terhadap penurunan angka TPT jika dibandingkan dengan Indonesia. Mesikpun Pulau Jawa memiliki tren TPT yang terus menurun, akan tetapi secara keseluruhan angka persentase posisinya selalu

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 TPT Pulau Jawa 8.53 8.59 7.08 6.87 6.53 6.51 5.92 6.04 5.80 TPT Indonesia 7.14 7.48 6.17 5.94 6.18 5.61 5.5 5.13 5.34

3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

(4)

4

berada di atas Indonesia. Artinya, pengangguran masih menjadi permasalahan yang serius bagi pemerintah Indonesia khususnya di Pulau Jawa.

Kemudian spesifik jika dilihat dari pengangguran yang dikategorikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilihat dari jenjang pendidikan yang ditamatkan, maka dapat dibedakan menjadi kategori pengangguran terdidik dan kurang terdidik. Pengangguran terdidik adalah pengangguran terbuka dengan jenjang SMA ke atas (SMA/K, Diploma dan Universitas). Sedangkan pengangguran kurang terdidik berada pada jenjang pendidikan SMP ke bawah (BPS, 2008). Pada gambar 2 menunjukan perbandingan pengangguran terdidik dan kurang terdidik di Pulau Jawa.

Dapat dilihat bahwa pengangguran terdidik pada tahun 2010 berada diatas pengangguran kurang terdidik yaitu sebesar 3.99% dan terus turun pada tahun 2011 hingga 2012 dari 3.40% menjadi 3.04%. Namun, pada tahun 2013 pengangguran terdidik mulai meningkat menjadi 3.18% sampai tahun 2015 sebesar 3.80% sehingga posisinya menjadi di atas pengangguran kurang terdidik. Pengangguran terdidik mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu sebesar 3.55% kemudian mengalami kenaikan kembali hingga tahun 2018 menjadi 3.64%. Hal tersebut menunjukan pengangguran terdidik masih menjadi satu masalah yang masih sulit untuk diatasi oleh pemerintah Indonesia maupun pemerintah daerah masing-masing provinsi khususnya di Pulau Jawa.

Gambar 2 : Tingkat Pengangguran Terdidik dan Kurang Terdidik di Pulau Jawa Tahun 2010-2018 (dalam Persen)

Sumber: Data diolah BPS, 2019

Pengangguran terdidik menggambarkan adanya mismatch antara latarbelakang pendidikan pekerja dengan kebutuhan spesifikasi pekerjaan (World Bank, 2010). Menurut Sutomo (dalam Pratomo, 2017), jika dilihat secara makro, pengangguran terdidik merupakan suatu pemborosan bila dikaitkan dengan opportunity cost yang dikorbankan negara akibat menganggurnya angkatan kerja terdidik. Pengangguran terdidik juga memiliki dampak ekonomis yang besar dibandingkan pengangguran kurang terdidik dilihat dari kontribusi dalam perekonomian.

Selain itu dalam pandangan mikro, menganggur dapat mempengaruhi tingkat utilitas dari individu.

Pada penelitian Huda (2018), salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik yaitu upah minimum. Nicholson (2002) dalam bukunya juga menjelaskan upah minimum yang meningkat berimb as kepada biaya produksi perusahaan. Jika biaya produksi meningkat maka akan mengurangi jumlah tenaga kerja yang sehingga kesempatan keja berkurang. Berbeda dengan Sari (2013) yang mengatakan dalam penelitiannya, semakin tinggi upah minimum maka dapat menurunkan pengangguran terdidik dan sebaliknya. Sesuai dengan teori penawaran tenaga kerja di mana semakin tinggi upah yang diberikan pada pekerja maka akan meningkatkan keinginan seseorang untuk bekerja.

Dalam Sari (2013) disebutkan pendidikan menjadi sarana peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja di mana tujuan akhir dari program pendidikan adalah teraihnya lapangan pekerjaan yang diharapkan. Indikator pendidikan yang digunakan dalam penelitan ini antara lain Rata-rata Lama Sekolah (RLS) untuk parameter tingkat pendidikan, sedangkan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi sekolah masyarakat pada jenjang pendidikan tertentu. Pada penelitian Junaidi (2016) disebutkan tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap pengangguran terdidik. Hal tersebut

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Terdidik 3.99 3.40 3.04 3.18 3.22 3.80 3.55 3.56 3.64

Kurang Terdidik 3.75 3.98 3.77 3.72 3.24 2.61 2.61 2.44 2.15 0.00

0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50

(5)

5

dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin luas pula kesempatan kerja bagi angkatan kerja terdidik sehingga dapat menurunkan pengangguran terdidik.

APK menurut BPS (2020) yaitu perbandingan penduduk yang bersekolah dengan jumlah penduduk usia sekolah di jenjang pendidikan yang sama. APK itu sendiri menggambarkan tingginya partisipasi sekolah tanpa memperhatikan ketepatan usia sekolah di jenjang pendidikannya. Sedangkan APM menurut BPS (2020) adalah perbandingan penduduk usia sekolah tertentu yang bersekolah terhadap penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai. Indikator ini dipergunakan untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah sesuai pada jenjang pendidikannya dengan kata lain bersekolah tepat waktu.

Dari penjelasan di atas dapat dismpulkan perbedaan APK dan APM terletak pada ketepatan usia masyarakat dalam partisipasi pendidikan tertentu. Sehingga, hal tersebut berhubungan dengan usia pencari kerja di mana semakin meningkat usia seseorang maka waktu untuk mendapatkan pekerjaan semakin lama. Kurniawan dan Handayani (2013) pada penelitiannya menjelaskan dengan kondisi persaingan kerja yang semakin ketat, perusahaan akan mempertimbangkan umur pencari kerja. Perusahaan akan mencari tenaga kerja yang masih produktif sehingga semakin tua pencari kerja akan cenderung memiliki waktu lebih lama dalam mendapatkan pekerjaan.

Berdasarkan penjabaran permasalahan serta beberapa variabel yang diduga memiliki pengaruh pada latar belakang di atas maka perlu adanya penelitian mengenai peningkatan pengangguran terdidik di Pulau Jawa.

Sehingga judul yang diangkat peneliti dalam penelitian ini adalah β€œAnalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran Terididik di Pulau Jawa Tahun 2010-2018”.

B. TINJAUAN PUSTAKA Pengangguran Terdidik

Menurut BPS (2008) dalam Laporan Sosial Indonesia 2007: Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan, tingkat pengangguran terdidik adalah perbandingan jumlah pencari kerja berpendidikan tingkat atas (SLTA) dan setara ditambah dengan pendidikan tinggi (perguruan tinggi/universitas) yang dianggap kelompok terdidik, terhadap jumlah angkatan kerja pada kelompok tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengangguran terdidik yaitu pengangguran dengan tingkat pendidikan terakhir SMA/K, Diploma, dan Sarjana.

Isnaini dan Lestari (2015) pada penelitiannya memaparkan faktor banyaknya lulusan kalangan terdidik menganggur karena rendahnya soft skill, melamar pekerjaan yang tidak sesuai latar belakang pendidikan serta kemampuan dan terlalu menuntut gaji besar saat melamar pekerjaan sehingga memberatkan perushaan.

Putri (2015), menjelaskan pengangguran terdidik merupakan gambaran adanya tidak keselarasan dari perencanaan pembangunan pendidikan dengan perkembangan lapangan pekerjaan. Untuk menjadi seseorang yang siap kerja, keterampilan di luar bidang akademik merupakan sesuatu yang diperlukan. Di lain sisi, pengangguran terdidik memiliki tingkat aspirasi yang tinggi untuk memilih pekerjaan dengan fasilitas yang banyak, mendapat keududukan, serta mendapatkan upah yang besar.

Upah Minimum

Upah minimum merupakan suatu penerimaan bulanan minimum sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan pada suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan melalui persetujuan atau perundang-undangan serta dibayar atas perjanjian kerja antara pengusaha dan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri ataupun keluarganya. (Pratomo dan Saputra, 2011)

Upah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab 1 pasal 1, yaitu hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Simanjuntak (2001) mengemukakan upah terdiri dari tiga fungsi, antara lain: (1) menjadi fungsi sosial yang mampu menjamin kehidupan layak bagi pekerja dan keluarga, (2) pemberi imbalan terhadap hasil kerja seseorang, (3) pemberian insentif guna mendorong peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional. Beliau juga menjelaskan imbalan atau penghasilan yang diterima seorang pekerja juga dapat digolongkan menjadi empat bentuk, yaitu upah atau gaji dalam bentuk uang, tunjangan dalam bentuk natura, fringe benefits (keuntungan di luar gaji), serta kondisi lingkungan kerja.

(6)

6 Pendidikan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentunan Umum menjelaskan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan diriya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Menurut Badan Pusat Statistik (2018), indikator dari pendidikan antara lain:

a. Angka Partisipasi Sekolah (APS)

Angka Partisipasi Sekolah adalah penduduk pada kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah terhadap penduduk pada kelompok usia tersebut.

b. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Angka Partisipasi Kasar adalah proporsi penduduk yang masih bersekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.

c. Angka Partisipasi Murni (APM)

Angka Partisipasi Murni adalah proporsi penduduk kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usianya terhadap penduduk pada kelompok usia tersebut.

d. Angka Melek Huruf (AMH)

Angka Melek huruf adalah proporsi penduduk kelompok umur tertentu yang dapat membaca dan menulis huruf Latin atau huruf lainnya.

e. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Rata-rata Lama Sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang ditempuh oleh penduduk berumur 15 tahun ke atas untuk menempuh semua jenjang pendidikan yang pernah dijalani. Untuk mereka yang tamat SD diperhitungkan lama sekolah selama 6 tahun, tamat SMP diperhitungkan lama sekolah selama 9 tahun, tamat SMA diperhitungkan lama sekolah selama 12 tahun tanpa memperhitungkan apakah pernah tinggal kelas atau tidak.

Sumarsono (2009) juga menjelaskan hal-hal yang melekat pada diri seseorang merupakan modal dasar dalam melakukan pekerjaan. Semakin tinggi nilai aset maka semakin tinggi pula kemampuan untuk bekerja. Produktivitas seseorang ditunjang oleh pendidikan, dengan demikian pendidikan dapat dipakai sebagai indikator mutu tenaga kerja.

Hubungan Upah Minimum dengan Pengangguran Terdidik

Kurniawan (2014) dalam penelitiannya mengatakan hubungan antara upah dengan pengangguran dijelaskan dalam teori kekakuan upah. Upah tidak selalu memiliki sifat yang fleksibel atau tidak dapat melakukan penyesuaian hingga penawaran tenaga kerja sama dengan permintaannya. Sehingga nilai upah selalu berada di atas keseimbangan dari pasar tenaga kerja. Saat upah meningkat, maka biaya produksi akan meningkat sehingga terdapat inefisiensi.

Kebijakan yang diambil yaitu pengurangan tenaga kerja guna mengurangi biaya produksi, sehingga pengangguran bertambah

Menurut Nicholson (2002), upah minimum yang meningkat mengakibatkan biaya produksi perusahaan meningkat pula. Jika output yang diterima perusahaan tidak dapat mengimbangi input yang dikeluarkan perusahaan, maka perusahaan akan menyesuaikan inputnya dengan mengurangi jumlah tenaga kerja atau meningkatkan harga barang.

Jika harga barang meningkat maka pemebelian akan barang tersebut turun dan perusahaan akan mengurangi produksinya karena output yang dihasilkan berkurang. Sehingga efek dari produksi yang berkurang menyebabkan permintaan tenaga kerja berkurang.

Hubungan Indikator Pendidikan dengan Pengangguran Terdidik

Salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia adalah pendidikan. Pendidikan memiliki fungsi meyiapkan input dalam proses produksi yaitu tenaga kerja agar dapat bekerja produktif karena kualitasnya (Mulyadi, 2017). Pendidikan dianggap mampu untuk menghasilkan tenaga kerja bermutu, pola pikir yang baik serta cara bertindak modern. Orang dengan pendidikan tinggi diasumsikan memiliki pengetahuan serta kemampuan yang tinggi sehingga peluang melamar pekerjaan akan semakin besar. (Junaidi, 2016)

(7)

7

Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam mengakses pendidikan pada jenjang tertentu. Indikator tersebut juga berguna mengetahui daya serap pendidikan yang ada di masyarakat. Perbedaan dari APK dan APM terletak pada batasan usia di mana APK SMA digunakan untuk menggambarkan partisipasi masyarakat dalam jenjang SMA tanpa memperhatikan usia penduduk. Sedangkan APM SMA digunakan pada masayarakat yang mengakses pendidikan jenjang SMA tepat waktu.

Hubungan APK SMA dengan pengangguran yaitu semakin banyak penduduk yang bersekolah tidak tepat waktu maka semakin kecil kesempatan kerjanya. Sedangkan hubungan APM SMA dengan pengangguran yaitu semakin banyak penduduk yang bersekolah tepat waktu maka semakin besar kesempatan kerja. Hal tersebut akan mempengaruhi produktivitas individu dalam bekerja karena semakin bertambahnya usia akan menurunkan kemampuan atau produktivitas tenaga kerja. Serupa dengan penelitian Kurniawan dan Handayani (2013) semakin meningkatnya umur seorang pencari kerja maka semakin lama untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga, semakin besar APK SMA maka dapat memperbesar angka pengangguran terdidik.

C. METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan ilmiah dengan melihat suatu realitas yang dapat diklarifikasi, konkrit, teramati, dan terukur. Hubungan antar variabel bersifat sebab akibat dimana data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. (Sugiyono, 2008)

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian ini adalah Pulau Jawa yang terdiri dari 6 Provinsi yaitu Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DIY, dan Provinsi Jawa Timur. Sedangkan waktu penelitian dalam penelitian ini adalah periode 2010-2018.

Definisi Operasional

Definsi dari setiap variabel dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengangguran Terdidik (Y)

Pengangguran terdidik adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk dalam pengangguran terbuka dengan pendidikan tertinggi yang ditamatkan terakhir yaitu SMA/K, Diploma, dan Perguruan Tinggi.

2. Upah Minimum Provinsi (X1)

Upah Minimum pada penelitian ini adalah Upah Minimum Provinsi (UMP) yang merupakan upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur dan berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi.

3. Tingkat Pendidikan (X2)

Tingkat Pendidikan pada penelitian ini menggunakan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Pengertian dari RLS adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas (mean years schooling) dengan satuan tahun pada masing-masing provinsi di Pulau Jawa.

4. Angka Partisipasi Kasar (X3)

Angka Partisipasi Kasar merupakan presentase penduduk yang masih bersekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. Pada penelitian ini APK yang dipakai adalah jenjang SMA.

5. Angka Partisipasi Murni (X4)

Angka Partisipasi Murni merupakan presentase penduduk kelompok usia jenjang pendidikan tertentu yang masih bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan kelompok usianya terhadap penduduk pada kelompok usia tersebut. Pada penelitian ini jenjang yang dipakai adalah SMA.

(8)

8 Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan data panel. Penggunaan data panel sangat bermanfaat karena jenis ini dapat membantu peneliti untuk mendalami kegiatan pelaku ekonomi tidak hanya antar individu namun perilaku ekonomi lintas waktu (Ekanda, 2016). Dengan alasan tersebut, peneliti menggunakan data panel, maka analisis model yang digunakan pada penelitan ini adalah model regresi data panel.

Dalam penelitian ini menggunakan model ekonometrika sebagai berikut:

π‘Œπ‘–π‘‘ = 𝛽0+ 𝐿𝑛𝛽1𝑋1𝑖𝑑+ 𝛽2𝑋2𝑖𝑑+ 𝛽3𝑋3𝑖𝑑+ 𝛽4𝑋4𝑖𝑑+ 𝑒𝑖𝑑 (1) Keterangan:

Y : Pengangguran Terdidik Ln : Logaritma Natural 𝛽0 : Konstanta

𝛽1βˆ’ 𝛽5 : Koefisien regresi 𝑋1 : Upah Minimum Provinsi 𝑋2 : Tingkat Pendidikan 𝑋3 : Angka Partisipasi Kasar 𝑋4 : Angka Partisipasi Murni 𝑒 : komponen error

i : cross section: 1,2,3,.., 6 (Provinsi di Pulau Jawa) t : time series: 1,2,3,...,6 (Provinsi di Pulau Jawa)

Penggunaan Logaritma Natural (Ln) pada variabel Upah Minimum Provinsi dikarenakan adanya perbedaan satuan pada variabel bebas sehingga persamaan regresi menggunakan model Logaritma Natural. Tujuan dari menggunakan Logaritma Natural antara lain menghindari heterokesdastisitas, mengetahui koefisien yang menunjukan elastisitas, dan mendekatkan skala data (Ghozali, 2011).

D. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Data Panel

Berdasarkan hasil pemilihan model regresi data panel yaitu Uji Chow dan Uji Hausman didapatkan model terbaik yang digunakan pada penelitian ini yaitu Fixed Effect Model (FEM). Berikut merupakan hasil pengujian regresi data panel menggunakan Fixed Effect Model (FEM):

Tabel 1 : Hasil Regresi

Sumber: Hasil Regresi Stata 13, diolah (2019)

(9)

9 Pembahasan

Pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Pengangguran Terdidik

Berdasarkan regresi diperoleh hasil yaitu koefisien dari variabel Upah Minimum Provinsi memiliki arah negatif dengan nilai sebesar 1,980198 dan nilai signifikansi sebesar 0,012 atau dibawah nilai alpha sebesar 5% (0,05). Hal ini berarti variabel upah minimum memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Sehingga ketika adanya kenaikan dari upah minimum akan mengurangi pengangguran terdidik begitu pula berlaku sebaliknya.

Hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian dari Kusumaningtyas (2018) dan Huda (2018) yang menyatakan peningkatan upah minimum menyebabkan pengangguran terdidik mengalami peningkatan. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa Upah Minimum Provinsi memiliki pengaruh negatif pada pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Hasil ini serupa dengan penelitian dari Sari (2013) yang menyatakan semakin tinggi upah minimum maka dapat menurunkan pengangguran terdidik dan sebaliknya. Sesuai dengan teori penawaran tenaga kerja di mana semakin tinggi upah yang diberikan pada pekerja maka akan meningkatkan keinginan seseorang untuk bekerja.

Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pengangguran Terdidik

Berdasarkan regresi diperoleh hasil koefisien dari variabel Tingkat Pendidikan memiliki arah positif dengan nilai sebesar 1,993507 dan nilai signifikansi sebesar 0,033 atau dibawah nilai alpha sebesar 5% (0,05). Hal berarti variabel tingkat pendidikan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa.

Sehingga ketika adanya kenaikan tingkat pendidikan akan menambah pengangguran terdidik begitu pula berlaku sebaliknya.

Hasil penelitian ini berbeda dengan Kamaludin (dalam Hartanto dan Masjkuri, 2017) yang menyatakan semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin tinggi kemampuan serta kesempatan untuk bekerja. Penelitian ini memiliki hasil yang sama dengan penelitian dari Rosalina et al (2018) dan Kusumaningtyas (2018) yang menyatakan semakin tinggi tingkat pendidikan maka pengangguran terdidik akan bertambah. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak juga akan meningkat standarnya. Sehingga dapat disimpulkan seorang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memilih pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.

Berdasarkan penelitian Isnaini dan Lestari (2015) dipaparkan faktor banyaknya lulusan kalangan terdidik menganggur karena rendahnya soft skill, melamar pekerjaan yang tidak sesuai latar belakang pendidikan serta kemampuan dan terlalu menuntut gaji besar saat melamar pekerjaan sehingga memberatkan perushaan.

Ketidaksesuaian keterampilan menurut International Labour Organization (2014) yaitu bentuk ketidakseimbangan keterampilan yang tersedia dengan keterampilan yang dibutuhkan pada dunia kerja.

Pengaruh Angka Partisipasi Kasar SMA terhadap Pengangguran Terdidik

Berdasarkan regresi diperoleh hasil koefisien dari variabel Angka Partisipasi Kasar memiliki arah positif dengan nilai sebesar 0,0405311 dan nilai signifikansi sebesar 0,050 atau di bawah nilai alpha 10% (0,1). Hal ini berarti variabel angka partisipasi kasar memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Sehingga ketika terjadi kenaikan angka partisipasi kasar akan menambah pengangguran terdidik begitu pula sebaliknya.

Hal tersebut berhubungan dengan usia tenaga kerja yang akan mencari pekerjaan saat usai menempuh pendidikan.

Menurut penelitian yang dilakukan Kurniawan dan Handayani (2013) semakin meningkatnya usia seseorang dalam mencari kerja maka semakin lama dalam mendapat pekerjaan. Umur seseorang akan berhubungan dengan produktivitas di mana pekerja muda akan lebih dipilih perusahaan karena produktivitas yang tinggi yang dapat menguntungkan perusahaan.

Hidayah dan Hakim (2019) juga memaparkan dalam penelitiannya bahwa semakin tua, peluang menganggur kalangan terdidik akan semakin besar. Hal tersebut dikarenakan semakin bertambah usia seseorang akan semakin sulit adaptasi terhadap dunia pekerjaan. Selain itu, pembatasan usia dalam pekerjaan sektor formal dan pengurangan produktivitas seiring penambahan usia juga berpengaruh.

(10)

10

Pengaruh Angka Partisipasi Murni SMA terhadap Pengangguran Terdidik

Berdasarkan regresi diperoleh hasil koefisien dari variabel Angka Partisipasi Murni memiliki arah negatif dengan nilai sebesar 0,0662739 dan nilai signifikansi sebesar 0,045 atau di bawah nilai alpha 5% (0,05). Hal ini berarti variabel angka partisipasi murni memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Sehingga ketika terjadi kenaikan angka partisipasi murni akan mengurangi pengangguran terdidik begitu pula sebaliknya.

Hal ini penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Mariska, et al (2016) bahwa salah sattu pertimbangan perusahaan yang akan dipekerjakan adalah umur pencari kerja. Tenaga kerja yang relatif muda cenderung memiliki waktu lebih cepat untuk memperoleh pekerjaan begitupun sebaliknya semakin tua umur pencari kerja maka waktu untuk memperoleh pekerjaan akan semakin lama. Bairgya (2015) pada penelitiannya juga memaparkan probabilitas penduduk usia muda lebih tinggi untuk mendapatkan pekerjaan, sedangkan mereka yang usianya lebih tua kesempatan untuk mendapat pekerjaan semakin rendah karena adanya batasan usia masuk ke pasar kerja.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengangguran terdidik di Pulau Jawa, maka kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil estimasi penelitian yang dilakukan variabel Upah Minimum Provinsi (UMP) memiliki hubungan negatif signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Hal tersebut menandakan semakin tinggi tingkat upah yang ditetapkan akan mendorong para pencari kerja terdidik semakin bersemangat untuk mencari pekerjaan sehingga akan mengurangi pengangguran terdidik.

2. Berdasarkan hasil estimasi penelitian yang dilakukan variabel tingkat pendidikan memiliki hubungan positif signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Hal ini karena adanya ketidakcocokan antara skill yang dimiliki oleh pencari kerja terdidik dengan kebutuhan pada lapangan pekerjaan.

3. Berdasarkan hasil estimasi penelitian yang dilakukan variabel Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA memiliki hubungan positif signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Hal ini karena individu yang memiliki usia melebihi batas usia normal bersekolah akan kehilangan kesempatan memasuki pasar tenaga kerja. Selain usia yang mempengaruhi produktivitas, adanya pembatasan usia dalam bursa pekerjaan juga mempengaruhi kesempatan tenaga terdidik untuk bekerja.

4. Berdasarkan hasil estimasi penelitian yang dilakukan variabel Angka Partisipasi Murni (APM) SMA memiliki hubungan negatif signifikan terhadap pengangguran terdidik di Pulau Jawa. Hal ini disebabkan tenaga kerja terdidik yang tepat usia memiliki peluang lebih besar mengingat usia muda mempunyai produktivitas yang lebih tinggi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan kebijakan makroekonomi guna mendorong terciptanya pasar tenaga kerja kompetitif yang seharusnya. Salah satunya dengan mengatur kembali kebijakan pengaturan upah minimum dengan menjaga kestabilan perekonomian mengingat pengangguran terdidik dapat menurun saat upah naik.

2. Pemerintah diharapkan dapat bekerjasama dengan instansi pendidikan untuk mendorong skill dari angkatan kerja terdidik agar sesuai dengan kebutuhan dari pasar kerja yang ada serta sesuai dengan jenjang pendidikannya.

3. Pemerintah diharapkan dapat memperbaiki kualitas pendidikan bagi masyarakat agar dapat bersekolah tepat usia mengingat peluang untuk mendapatkan pekerjaan bagi usia muda lebih besar jika dibandingkan dengan masyarakat yang tidak tepat usia dalam mengenyam pendidikan

(11)

11

UCAPANTERIMAKASIH

Kami ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu sehingga jurnal ini dapat terselesaikan.

Ucapan terima kasih khusus kami sampaikan kepada Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya dan Jurusan Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang memungkinkan jurnal ini bisa diterbitkan.

DAFTARPUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2008. Laporan Sosial Indonesia 2007: Analisis Perkembangan Statistik Ketenagakerjaan.

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Pendidikan 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bairgya, Indrajit. 2015. Sosio-Economic Determinants of Educated Unemployment in India. Working Paper 343.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hidayah, Muhit Nur dan Hakim, Lukman. 2019. Supply Side Studies that Affect Educated Unemployed in Central Java, Indonesia. Surakarta: International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding (IJMMU) Vol.6 No.1, February 2019.

Huda, Mochamad M, I Wayan Subagiarta dan Moh. Adenan. 2018. Determinan Pengangguran Terdidik Jawa Timur. e-Journal Ekonomi dan Bisnis Akuntansi, 2018 Vol V (1): 48-52.

International Labour Organization. 2014. Skill mismatch in Europe, Statistic Brief. Geneva.

Isnaini, Nikmah Sari dan Lestari, Rini. 2015. Kecemasan pada Pengangguran Terdidik Lulusan Universitas. Jurnal Indigenous vol. 13, no.1, Mei 2015: 39-50.

Junaidi, Fitri. 2016. Pengaruh Pendidikan, Upah, dan Kesempatan Kerja terhadap Pengangguran Terdidik di Provinsi Jambi. e-Jurnal Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Vol. 5 No.1, Januari-April 2016.

Kurniawan, Aditya Barry. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum, dan Investasi terhadap Jumlah Pengangguran di Kabupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Brawijaya.

Kurniawan, Azhar Putera dan Handayani, Herniwati Retno. 2013. Analisis Lama Mencari Kerja Bagi Tenaga Kerja Terdidik di Kabupaten Purworejo. Semarang: Diponegoro Journal of Economics Vol.2 Nomor 4, Tahun 2013 halaman 1.

Kusumaningtyas, Dyah Ratri. 2018. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengangguran Terdidik di Satuan Wilayah Pembangunan Gerbang Kertosusila Tahun 2010-2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Brawijaya.

Mariska, et all. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lama Mencari Kerja Tenaga Kerja Terdidik pada Pemerintahan Kota Prabumulih. Palembang: I-Economic Vol. 2 No.2 Desember 2016.

Mulyadi, Subri. 2017. Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan. Edisi Revisi. Jakarta:

Rajawali Pers.

Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediete dan Aplikasinya Edisi Kedelapan. Jakarta: Rajawali.

Pratomo, D S dan Saputra, Putu M A. 2011. Kebijakan Upah Minimum Untuk Pereknomian yang Berkeadlian:

Tinjauan UUD 1945. Journal of Indonesian Applied Economics Vol.5 No.2 Oktober 2011.

Pratomo, Devanto Shasta. 2017. Fenomena Pengangguran Terdidik di Indonesia. Sustainable Competitive Adventage (SCA), 7 (1).

Putri, Rizka Febriana. 2015. Analisis Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Upah terhadap Pengangguran Terdidik di Provinsi Jawa Tengah Tahun 20009-2013. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang..

Rosalina, et all. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penganguran Terdidik di Provinsi Jambi. e-Jurnal Perspektif Ekonomi dan Pembangunan Daerah Vol.7 No.2, Mei-Agustus 2018.

Sari, Anggun Kembar. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pertumbuhan Ekonomi, dan Upah terhadap Pengangguran Terdidik di Sumatera Barat. Jurnal Kajian Ekonomi Pembangunan vol.1, no.02 (2013).

Simanjuntak, Payman J. 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumarsono, Sonny. 2009. Ekonomi Sumber Daya Manusia Teori dan Kebijakan Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Todaro, Michael. P dan Smith, Stephen. C. 2011. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesebelas. Jakarta: Penerbit Erlangga.

(12)

12

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diakses dari:

http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses dari:

http://simkeu.kemdikbud.go.id/index.php/peraturan1/8-uu-undang-undang/12-uu-no-20-tahun-2003- tentang-sistem-pendidikan-nasional.

World Bank. 2010. Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia. Jakarta. Diakses dari http://documents.worldbank.org/curated/en/180971468040514780/pdf/563480WP0Indon110Full0version0 FINAL.pdf pada 25 Juni 2019.

Referensi

Dokumen terkait