RAJ, Vol 3 (2) 2023 : 221-228, http://journal.yrpipku.com/index.php/raj|
Copyright © 2019 THE AUTHOR(S). This article is distributed under a a Creative Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International license.
FUNDAMENTAL ANALYSIS OF SHARE TIMES IN THE COVID-19 PANDEMIC COMPANY IDX 30 PERIOE 2018-2020
ANALISIS FUNDAMENTAL SAHAM DI MASA PANDEMI COVID-19 PADA PERUSAHAAN IDX 30 PERIOE TAHUN 2018-2020
Maulana Nugraha*
1Suryani
2Putri Salsabil
3Bunai Yarahim
4Muhammad Fasda Andriatama
5Prodi Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Riau [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menyajikan analisis saham yang terdaftar pada bursa efek Indonesia dengan indeks IDX 30 di masa pendei COVID-19 pada periode 2018 hingga 2020 menggunakan analisis fundamental. Analisis fundamental yang digunakan ialah EPS, PER, DER, ROA, dan ROE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan perusahaan mengalami kenaikan kinerja yang cukup baik dari periode 2018 hingga 2020. Namun pada saat pandemic COVID19 terjadi, perusahaan terdampak dan mengalami penurunan kinerja. Hal ini terlihat pada penurunan PER, EPS, ROA, ROE, dan DER.
Perusahaan yang cukup baik dalam mengatasi kondisi ini adalah ISM dan ICBP.
Kata kunci; Analisis Saham, Analisis Fundamental, Indeks IDX30
ABSTRACT
The purpose of this study is to present an analysis of stocks listed on the Indonesian stock exchange with the IDX 30 index during the COVID-19 short period in the 2018 to 2020 period using fundamental analysis.
The fundamental analysis used is EPS, PER, DER, ROA, and ROE. The results showed that overall the company experienced a fairly good increase in performance from the period 2018 to 2020. However, when the COVID19 pandemic occurred, the company was affected and experienced a decline in performance.
This can be seen in the decrease in PER, EPS, ROA, ROE, and DER. Companies that are quite good at dealing with this condition are ISM and CBP.
Keywords : Stock Analysis, Fundamental Analysis, Index IDX 30 1. Pendahuluan
Pasar modal sebagai media untuk meresap investasi dalam upaya memperkuat posisi keuangan perusahaan. Pasar modal berperilaku sebagai penghubung antara pemodal investor dengan perusahaan maupun lembaga pemerintah lewat perdagangan instrument keuangan.
Jumlahpemodaldi PasarModalIndonesia yang terdiri atas pemodal saham, obligasi, ataupun reksadana mengalami peningkatan cepat. Tercatat, hingga dengan 29 Desember 2020 terdapat 94 ribu pemodal baru (idx.co.id, 2020).keputusan investasi perlu diambil oleh pemodal dalam rangka melakukanaktivitas investasinya. Keputusan investasi yang dimaksud adalah keputusan untuk membeli, memasarkan, maupun mempertahankan kepemilikan saham di pasar modal.
Mengingat tujuan utama dari investasi ialah mendapatkan profit bagus berupadeviden sebagai future income dan profit dari capital gain(Sari & Wijayanto, 2015). Sebagia hal yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan investasi. Pertama ialah return yang adalah alasan utama yang membikin seseorang berinvestasi. Kedua risiko, kian besar return yang diinginkan dari sebuah tipe investasi karenanya akan kian tinggi pula risikonya. Ketiga ialahrelasi antara return dan resiko. Relasi tingkat resiko dan tingkat return diinginkan linier atau sejalan.
Terdapat dua metode analisis yang dapat dilakukan oleh seorang investor sebelum menentukan
222
keputusan investasi, yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal merupakan teknik untuk memprediksi arah pergerakan harga saham dan indikator pasar saham lainya menurut pada data historis pasar seperti isu harga dan volume. Sedangkan analisis fundamental, berdasarkan(Jannah & Ady, 2017) merupakan usaha untuk menganalisa bermacam unsur yang berkaitandengan saham perusahaan yang akan dipilih.
Indeks IDX30 mempunyai kriteria perusahaan dengan likuiditas paling tinggi serta berkapitalisasi baik dengan kondisi fundamental yang baik pula dengan jumlah 30 perusahaan terbaik saja (idx.co.id). Indeks IDX30 menyampaikan hasil indeks harga saham yang responsif untuk menginformasikan kondisi pasar. Perusahaan-perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 adalah perusahaan-perusahaan yang paling likuid di antara kurang lebih 450 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sedangkan IDX30 ini adalah perusahaan yang lebih likuid lagi dari 45 perusahaan yang terdaftar dalam LQ45. Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki alasan tersendiri. Direktur Utama BEI, Ito Warsito (dikutip dalam Detik Finance, 23 April 2012), menjelaskan bahwa saham-saham yang tergabung dalam IDX30 adalah saham yang memiliki kapitalisasi dan likuiditas terbaik.
Pengumuman BI 7 Day Reverse Repo Rate adalah pristiwa yang bisa memberi pengaruh kinerja bursa efek di Indonesia termasuk IDX-30 sebagai salah satu index harga saham yang terdapat dalam bursa Indonesia. Indeks IDX30 adalah 30 perusahaan yang tingkat likuidasi paling baik di antara 45 perusahaan yang tercatat dalam indeks LQ45. Banyak sekali unsur yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan tingkat likuiditas perusahaan, kecuali menerapkan rasio likuiditas yang umumnya memang diterapkan sebagai suatu indikator penilai mengenai kesanggupan perusahaan- perusahaan membayar segala keharusan fianansial rentang pendek pada ketika jatuh tempo dengan menerapkan aset lancaryang tersedia. Likuiditas tak cuma berkenaan dengan kondisi keseluruhan keuangan perusahaan, namun juga berhubungan dengan kesanggupannya merubah aset lancar tertentu menjadi uang kas. Unsur lain yang juga bisa diterapkan sebagai indikator penilai tingkat likuiditas perusahaan di antaranya volume perdagangan, poin dan frekuensi (jumlah transaksi).
Pada tahun 2020 khususnya di Indonesia terdapat wabah COVID-19 dan membahayakan keselamatan umat, hal ini mendorong pemerintah untuk mengambil keputusan dalam memutus rantai penyebaran COVID-19. Langkah awal pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden sebagai bentuk kedaruratan kesehatan masyarakat yakni Kepres RI Nomor 11 Tahun 2020.
Pandemi COVID-19 memberikan dampak buruk terhadap berbagai aspek kehidupan, tidak hanya kesehatan namun berdampak pula terhadap perekonomian. Menteri Keuangan memprediksi penurunan ekonomi nasional hingga minus 2 persen pada kuartal III Tahun 2020. Kondisi ini menyebabkan resesi berkepanjangan sehingga terjadi penurunan IHSG di tahun 2020 meskipun sempat menguat di beberapa kurun waktu dan pembekuan sementara perdagangan di pasar modal (BEI 2020). Kondisi ini memperlemah daya beli masyarakat, menurunkan tingkat investasi di pasar modal sehingga harga saham yang tercatat di BEI menurun.
2. Tinjauan Pustaka
Analisis fundamental adalah analisis sekuritas yang menggunakan data–data internal (fundamental) dan faktor–faktor eksternal yang berhubungan dengan perusahaan tersebut.
Data fundamental yang dimaksud adalah data keuangan, data pangsa pasar, siklus bisnis, dan sejenisnya. sementara data faktor eksternal yang berhubungan dengan badan usaha adalah kebijakan pemerintah, tingkat suku bunga, inflasi, dan sejenisnya. Melalui pertimbangan data–
data di atas, analisis fundamental menghasilkan analisis penilaian badan usaha dengan kesimpulan bahwa perusahaan yang dianalisis sahamnya layak di beli atau tidak oleh investor (Andriani, 2013). pentingnya investor melakukan analisis fundamental dalam memilih saham yang akan dibeli supaya investor terhindar dari kerugian. untuk itu analisis fundamental ini sangat dianjurkan untuk dipelajari oleh semua investor agar memilih investasi yang menguntungkan bagi investor.
223
Keputusan Investasi adalah hasil akhir dari penilaian harga saham yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai intrinsik (intrinsic value) dengan harga pasar saat ini yaitu closing price saham yang diteliti (Kurniaty, Hidayat, & Endang, 2016). Atik (2012) memaparkan keputusan investasi adalah keputusan pada investasi yang memiliki efek besar pada kinerja keuangan dan operasional jangka panjang perusahaan dengan berdampak besar pada keunggulan kompetitif perusahaan. Melakukan keputusan investasi dalam bentuk saham, investor harus melakukan analisis terhadap faktor yang mempengaruhi kondisi perusahaan emiten, sehingga dapat meminimalisasi kerugian yang dapat timbul dari adanya fluktuasi pertumbuhan dan perkembangan emiten yang bersangkutan. Analisis yang dapat dilakukan dalam memilih saham, ada dua aspek yang sering digunakan yaitu aspek fundamental dan aspek teknikal (Haming & Basamalah, 2010:374-375).
Menurut Subramanyam (2014:27-28) memaparkan lima set alat analisis fundamental dalam keuangan yaitu: 1) laporan keuangan komparatif; 2) ukuran umum laporan keuangan; 3) analisis rasio; 4) analisis arus kas; dan 5) penilaian. Analisis rasio adalah salah satu alat yang paling populer dan banyak digunakan analisis keuangan. Analisis fundamental memudahkan investor dikarenakan termuat dalam laporan keuangan yang menyajikan informasi kinerja keuangan melalui rasio rasio keuangan. Rasio keuangan yang digunakan antara kain ROA (return on Assets), ROE (return on equity), EPS (earning per shares), DER (Debt to Equity Ratio), dan PER (Price Earning Ratio) (Amanda 2013). Mayoritas investor menggunakan analisis fundamental dalam menentukan keputusan berinvestasi sebagai dasar awal untuk menentukan portofolio.
Earning per Share (EPS) merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak pada tahun buku terhadap harga saham yang diterbitkan perusahaan (Hadi, 2015:134). Price Earning Ratio (PER) adalah ukuran yang paling sering dilaporkan dari nilai perusahaan dengan harga pasar perusahaan per lembar saham dibagi dengan pendapatan tahunan perusahaan per saham (Edmonds, McNair, Olds, & Edmonds, 2016:615-616). Menurut Hadi (2015:136). Price Earning Ratio merupakan rasio pasar yang mengindikasikan penghargaan investor terhadap kinerja perusahaan yang ditunjukkan dalam earning per share. PER yaitu hubungan antara pasar saham dengan EPS saat ini yang digunakan secara luas oleh investor sebagai panduan umum untuk mengukur nilai saham.
Pengukuran keputusan investasi saham menerapkan analisis fundamental dengan pendekatan EPS dan PER bisa secara tepat sasaran menolong pemberi modal dalam pelaksanaan mengambil keputusan sebab pemberi modal mengenal tingkat kesehatan keuangan perusahaan dan dividend growth, karenanya besarnya harga saham yang diinginkan atau poin intrinsiknya bisa ditetapkan ke dalam saham undervalued, overvalued atau correctly valued sebagai dasar pertimbangan pemberi modal dalam menjalankan investasi saham dengan keputusan yang ideal.
Rumus untuk menghitung EPS yaitu:
EPS =
EPS =
Keterangan :
EPS = Earning Per Share EAT = Earning After Tax
Jsb = Jumlah saham yang beredar Rumus untuk menghitung PER yaitu:
PER =
PER =
Keterangan :
PER = Price Earning Ratio EPS = Earning Per Share MPS = Market Price Per Share
224
Return on Asset (ROA) adalah kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio yang diperoleh dapat digunakan untuk mengukur tingkat kembalian investasi yang telah dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Semakin besar ROA, maka semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan begitu pula sebaliknya.
Rumus untuk menghitung Return On Asset yaitu :
Return On Equity (ROE) adalah Hasil pengembalian ekuitas atau return on equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini menunjukan efisiensi penggunaaan modal sendiri. Rasio ini penting bagi pemegang saham untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pengelolaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan.
Rumus untuk menghitung Return On Equity yaitu :
Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio total hutang dengan modal sendiri, merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri (ekuitas). Rasio ini menjelaskan proporsi besarnya sumber-sumber dalam pendanaan jangka panjang terhadap aset perusahaan.
Sehingga, semakin tinggi rasio ini mengakibatkan resiko finansial perusahaan yang semakin tinggi. Perusahaan yang memiliki resiko finansial tinggi cenderung dihindari oleh calon investor karena nilai return sahamnya rendah.
Rumus untuk menghitung Debt to Equity Ratio (DER) yaitu :
3. Metode Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terindeks IDX 30 di BEI.
Tabel 1 Nama Perusahaan Penelitian No Kode
Saham Name
1 ADRO Adaro Energy Tbk.
2 ANTM Aneka Tambang (Persero) Tbk 3 ASII Astra International Tbk.
4 BBCA Bank Central Asia Tbk.
5 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
6 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 7 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
8 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk.
9 BRPT Barito Pacific Tbk.
10 CPIN Charoen Pokphand Indonesia Tbk 11 ERAA Erajaya Swasembada Tbk.
12 GGRM Gudang Garam Tbk.
13 HMSP H.M. Sampoerna Tbk.
14 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
225
15 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.
16 INKP Indah Kiat Pulp & Paper Tbk.
17 INTP Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
18 ITMG Indo Tambangraya Megah Tbk.
19 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk.
20 KLBF Kalbe Farma Tbk.
21 LPPF Matahari Department Store Tbk.
22 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.
23 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam Tbk 24 PTPP PP (Persero) Tbk.
25 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk.
26 SRIL Sri Rejeki Isman Tbk.
27 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.
28 UNTR United Tractors Tbk.
29 UNVR Unilever Indonesia Tbk.
30 WSKT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Data sekunder dalam penelitian ini merupakan laporan keuangan tahunan perusahaan yang terindeks IDX 30 untuk jangka waktu 2018 hingga dengan 2020 yang tercatat di BEI. Tipe data kuantitatif yang dipakai dalam penelitian ini, yakni data berupa rasio –rasio keuangan yang termuat dalam laporan keuangan tahunan perusahaan. Analisis fundamental yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan yang termuat pada laporan keuangan sampel penelitian. Rasio profitabilitas digunakan untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, adapun rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), Return On Assets (ROA), dan Return On Equity (ROE). Rasio solvabitas digunakan untuk menganalisis kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh kewajiban atau hutang perusahaan, adapun analisis rasio solvabitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt To Equity Ratio (DER).
4. Hasil dan Pembahasan
Analisis fundamental perusahaan yang terindeks IDX 30 di BEI dengan menggunakan rasio EPS, PER, DER, ROA dan ROE sebelum dan sesudah adanya pandemi COVID-19 terlihat pada tabel berikut :
226
Tabel 2 Analisis Fundamental Perusahaan Tahun 2019-2020
Tabel 2 merupakan data perhitungan rasio keuangan 30 perusahaan sebelum dan sesudah pandemi COVID-19. Terlihat pada tabel tersebut, terdapat banyak perusahaan yang nilai EPS nya turun signifikan pada tahun 2020 dibandingkan pada tahun 2019. Dimana terlihat bahwa pandemi COVID-19 berpengaruh terhadap laba yang diperoleh pemegang saham tiap lembarnya mengalami penurunan. Penurunan paling tinggi terlihat pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk yaitu sebesar 749. Berbanding terbalik dengan perusahaan yang mengalami penurunan EPS yang diakibatkan oleh pandemic COVID-19, terdapat perusahaan yang mengalami penaikan EPS pada masa pandemic COVID-19 yaitu pada perusahaan Aneka Tambang Tbk, Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Indofood Sukses Makmur Tbk, Kalbe Farma Tbk, dan Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.Menurut Graham (1973) dan Buffett dalam Atmaja dan Thomdean (2015) dalam mengambil keputusan berdasarkan EPS, maka carilah EPS yang meningkat dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, melihat kenaikan atau penurunan EPS dari tahun ke tahun adalah ukuran penting untuk mengetahui baik tidaknya pekerjaan yang dilakukan perusahaan. EPS yang besar menandakan bahwa perusahaan dapat memberikan tingkat kemakmuran kepada para pemegang saham, sebaliknya EPS yang lebih kecil menandakan bahwa perusahaan gagal dalam memberikan tingkat kemakmuran kepada pemegang saham. Berdasarkan Price to Earning Ratio (PER) perusahaan diatas, terlihat bahwa
2020 2019 2018 2020 2019 2018 2020 2019 2018 2020 2019 2018 2020 2019 2018 1 ADARO 0,005 0,013 0,013 80 30,77 30,77 2,46 2,983 2,707 2,5 6 6,8 4,02 10,92 11 2 ANTM 47,83 8,07 36,39 4,11 104,09 18,38 66,65 66,52 68,73 3,71 0,61 2,62 6,18 1,02 4,43
3 ASII 399 536 535 15,3 16,9 17 0,7 0,9 1 5 8 8 10 14 16
4 BBCA 1,1 1,159 1,049 33,85 33,425 26 482,3 438,5 454,2 27,1 28,6 25,9 16,5 18 18,8
5 BBNI 176 825 805 6,175 7,85 8,8 6 4,36 4,2 0,5 2,4 2,8 2,9 14 16,1
6 BBRI 151,28 281,31 264,66 4,17 4,4 3,66 6,56 5,79 5,99 1,98 3,5 3,68 11,05 19,41 20.49
7 BBTN 151 20 265 1,725 2,12 3,06 16,079 11,304 11,065 0,69 0,13 1,34 10,02 1 14,89
8 BMRI 367,4 588,9 547,4 6,325 7,675 7,375 5,94 4,91 5,09 1,64 3,03 3,17 9,36 15,08 16,23
9 BRPT 0,00039 0,00049 0,0009 1,51 1,1 1,45 0,98 0,92 0,98 1,9 1,8 3,4 4,8 5 8,9
10 CPIN 234 222 275 6,525 6,5 6,7 0,33 0,39 0,43 0,12 0,12 0,17 0,16 0,17 0,24
11 ERAA 192 92 274 3,181 3,19 3,19 0,97 0,96 1,63 0,06 0,03 0,07 0,12 0,06 1,8
12 GGRM 3,975 5,655 4,05 26,6 25,6 23,1 33,6 54,4 53,1 9,8 13,8 12,8 13,1 21,4 20,8
13 HMSP 74 118 116 20,33 17,86 31,9 0,01 0,01 0 17,3 27 29,1 28,4 38,5 38,3
14 ICBP 565 432 392 16,95 25,81 10,45 1,06 0,45 0,51 10,4 14,7 14,1 19,3 21,7 21,7
15 INDF 735 559 474 9,3 15,3 8,78 1,06 0,77 0,93 6,7 6,1 5,4 13,1 11,3 10,2
16 INKP 0,0538 0,0502 0,1075 10,675 7,7 11,55 99,9 112,3 132 3,5 3,2 6,7 6,9 6,9 15,6
17 INTP 490,69 498,56 311,2 29,5 34,9 18,45 0,23 0,2 0,2 6,6 6,6 4 8 7,9 4,8
18 ITMG 490,69 498,56 311,2 14,475 19,025 18,45 0,23 0,2 0,2 6,6 6,6 4 8 7,9 4,8
19 JSMR 69,04 304,1 303,48 4,63 5,175 4,28 320,12 329,91 308,03 0,48 2,21 2,67 2,02 9,52 10,9 20 KLBF 58,31 53,48 52,42 25,4 30,8 25,9 5,98 4,89 2,3 12,11 12,37 13,54 14,96 15,01 16,07
21 LPPF -332 492 377 1,275 4,21 5,6 9.9 1,8 1,8 -13,8 28,3 21,8 -150,3 78,3 60,4
22 PGAS -0,011 0,003 0,013 -13,18 33,49 11,64 104,66 83,144 109,43 -3,51 0,92 3,84 -8,96 2,09 9,53 23 PTBA 213 371 477 2,81 2,66 4,3 42,02 41,66 48,58 9,92 15,54 20,78 14,09 22,02 30,88 24 PTPP 21 132 242 1,865 1,585 1,805 281,76 273,91 222,08 5,5 1,87 4,15 1,94 6,98 14,5
25 SMGR 471 403 519 26,38 29,78 11,5 75,31 93,08 31,62 3,58 3 6,06 8,17 7,41 9,87
26 SRIL 0,0042 0,0043 0,0041 262 220 358 175,42 163,09 164,27 4,61 5,62 6,2 12,69 14,79 16,38
27 TLKM 210 188,4 182,03 15,76 21,07 26,21 0,54 0,44 0,38 12 12,5 13,1 24,5 23,5 23
28 UNTR 1,609 3,033 2,983 16,54 7,1 27,35 0,2 0,23 0,18 5,7 9,9 11,2 9,7 19,2 21,3
29 UNVR 188 937 1,194 39,1 47,4 55,9 316 240 157,6 34,8 36,1 47,4 140,2 131 142,9
30 WSKT -543,58 69,11 291,95 1,44 1,485 1,68 5,36 3,21 3,31 -8,99 0,84 3,71 -48,43 9,21 15,99
ROA ROE
No Kode Emiten
EPS PER DER
227
adanya perusahaan yang mengalami kenaikan dan penurunan terkait dengan harga saham perusahaan tersebut. Sebagian besar perusahaan mengalami penurunan harga saham pada saat pandemic COVID-19. Hal ini mencerminkan bahwa pandemi COVID-19 mempengaruhi harga saham perusahaan tersebut sehingga harga saham pada perusahaan tersebut sedang berharga murah. Perusahaan yang memiliki PER stabil ataupun lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2018 hingga 2020 yaitu perusahaan Gudang Garam Tbk dan Bank Central Asia Tbk . Hal ini mengindikasikan bahwa harga saham perusahaan tersebut tidak terpengaruh oleh adanya pandemi COVID-19 atau tidak. Menurut Filbert dan Prasetya (2017) mengatakan bahwa PER adalah ukuran waktu kembalinya modal investasi yang ditanamkan pada perusahaan.
Berdasarkan beberapa pendapat, semakin tinggi EPS akan mengecilkan nilai PER dan harga saham diprediksi akan naik. Menurut Buffett dalam Atmaja dan Thomdean (2015) EPS dan harga saham yang bagus harus menghasilkan nilai PER dibawah 10 dan EPS dan harga saham yang kurang baik memiliki nilai PER diatas 20 tanpa melihat rata-rata PER dalam industri. Informasi tersebut menandakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan keuntungan untuk investor dengan meningkatnya EPS dan hal ini juga yang akan menarik investor untuk manambah jumlah modal yang ditanamkan pada perusahaan tersebut. Pada akhirnya peningkatan jumlah permintaan terhadap saham mendorong harga saham juga ikut naik.
Berdasarkan Debt to equity ratio (DER) perusahaan, terdapat beberapa perusahaan yang mengalami peningkatan DER pada tahun 2020. Dimana Peningkatan DER tertinggi terjadi pada perusahaan Unilever Indonesia Tbk. Sebesar 120. Sedangkan perusahaan yang memiliki DER yang lebih kecil jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaituAstra Internasional Tbk, Gudang Garam Tbk, dan UnitedTractors Tbk. Bagi kreditor (bank) semakin besar nilai Debt to Equity Ratio (DER), akan semakin tidak menguntungkan, karena akan semakin besar risiko yang ditanggung oleh kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Demikian juga bagi perusahaan, apabila nilai Debt to Equity Ratio (DER) terlalu tinggi, menunjukkan kondisi perusahaan yang tidak baik. Hal ini karena dengan semakin besar nilai Debt to Equity Ratio (DER), maka laba bersih perusahaan akan semakin berkurang untuk melunasi hutang dan bunganya. (Nurmasari, 2017).
Dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio (DER) menunjukkan bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang memiliki nilai Return On Asset (ROA) yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi COVID-19 yaitu Astra Internasional Tbk, Gudang Garam Tbk, H.M Sampoerna TBK, Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, United Tracktors Tbk dan Unilever IndonesiaTbk. Hal ini berarti perusahaan belum mampu memanfaatkan asset dalam menghasilkan laba perusahaan kurang baik.
Sedangkan perusahaan lainnya memiliki nilai ROA yang stabil ataupun meningkat pada saat terjadinya pandemi COVID-19. Dimana dapat diketahui bahwa tingkat ROA akan meningkat jika laba bersih yang dihasilkan tinggi dan tingkat penggunaan aktiva yang rendah. Hal ini juga tentunya didukung dengan tingkat penjualan yang tinggi dengan menekan sejumlah biaya usaha yang dikeluarkan.Dapat disimpulkan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan berdasarkan jumlah aktiva yang digunakan. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan dan menjadikan perusahaan tersebut semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian akan semakin besar. Rasio ini akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan.
Perusahaan yang memiliki nilai Return On Equity (ROE) yang lebih kecil dibandingkan dengan sebelum terjadinya pandemi COVID-19 yaitu Astra Internasional Tbk, Gudang Garam Tbk, HM Sampoerna Tbk, Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, Indocement Tunggal Prakasa Tbk, Kalbe Farma Tbk, United Tracktors Tbk.Hal ini berarti perusahaan tidak dapat dapat mengendalikan perusahaan secara efektif dan efisien dalam menghasilkan laba atas modal yang ada. Sedangkan perusahaan lainnya memiliki nilai ROE yang stabil ataupun meningkat pada saat terjadinya pandemi COVID-19. Apabila return on equity yang dimiliki suatu perusahaan semakin
228
tinggi, maka semakin tinggi pula jumlah laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam ekuitas.
5. Penutup
Terjadinya pandemi COVID-19 mengakibatkan kerugian dari berbagai sektor dan penurunannya perekonomian negara. Dimana hal ini juga mempengaruhi kinerja perusahaan pada saat terjadinya pandemi COVID-19 yaitu tahun 2020. Hal ini dibuktikan secara empiris dimana perusahaan yang terindeks IDX 30 pada sub sektor non finansial mengalami penurunan kinerja. Tetapi diantara 12 perusahaan yang terindeks IDX 30 dari tahun 2017-2020 yang dapat bertahan dan mengatasi dampak pandemi COVID-19 yaitu Indofood Sukses Makmur Tbk dan Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Hal ini terlihat bahwa perusahaan yang bergerak dibidang konsumsi ini tetap dapat mempertahankan eksistensinya pada saat terjadinya pandemi COVID- 19. Nilai dua perusahaan ini jika dibandingkan dengan perusahaan lainnya yang terindeks IDX 30 tergolong baik dan memiliki manajemen yang baik serta dapat mempertahankan kinerja pada masa pandemic COVID-19. Perusahaan ini walaupun juga mengalami penurunan kinerja di beberapa bagian tetapi disebabkan oleh factor eksternal yaitu pandemic COVID-19.
Daftar Pustaka
Andriani, F. (2013). Pengambilan Keputusan Investasi Saham Dengan Menggunakan Analisis Fundamental Internal Melalui Pendekatan Analisis Fundamental Internal Melalui Pendekatan Price Earning Ratio (Studi Pada Perusahaan Otomotif Dan Komponennya Yang Listing Di Bursa Efek Indon. Jurnal Administrasi Bisnis, 5(2).
Amanda, WBBA. & Pratomo, W.A. 2013. Analisis Fundamental Dan Resiko Sistematik Terhadap Harga Saham Perbankan Yang Terdaftar Pada Indeks LQ 45. Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 1 (3), 205-219.
idx.co.id. (2020). Tutup Tahun 2020 dengan Optimisme Pasar Modal Indonesia Lebih Baik.
Idx.Co.Id. https://www.idx.co.id/berita/press-release-detail/?emitenCode=1444 Jannah, W., & Sri Utami Ady. (2017). Fundamental Analysis, Interest Rates, And Overconfidence
Against Investment Decision Making For Investors In Surabaya. Ekspektra : Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 1(2), 138. https://doi.org/10.25139/ekt.v0i0.338
Sari, E. L., & Wijayanto, A. (2015). Pengaruh Keputusan Investasi, Pendanaan dan Dividen terhadap Nilai Perusahaan dengan Risiko sebagai Variabel Mediasi. Management Analysis Journal, 4(4), 281–291. https://doi.org/10.15294/maj.v4i4.9268
Subramanyam, K. R. (2014). Financial Statement Analysis (11 interna). New York: McGraw Hill Education
Manurung, A. H. (2008). Financial Planner. Jakarta: Kompas
Roy, S. G. (2015). Equity Research : Fundamental and Technical Analysis. International Journal of Science and Research, 4(9). https://doi.org/2319-7064
Edmonds, C., McNair, F., Olds, P., & Edmonds, T. (2016). Fundamental Financial Accounting Concepts (9th intern). New York: McGraw Hill Education.
Kurniaty, I., Hidayat, R. R., & Endang, M. G. W. (2016). Analisis Fundamental untuk Menilai Kewajaran Harga Saham dengan Dividend Discount Modal (DDM) dan Price Earning Ratio (PER) sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Investasi (Studi Pada Sub Sektor Perbankan yang Listing di BEI Periode. Jurnal Administrasi Bisnis, 33(1).
Atik, A. (2012). A Strategic Investment Decision: “Internationalization of SMEs”: A Multiple Appraisal Approach and Illustration with a Case Study. Scientific Research, 4(2), 146– 156. https://doi.org/10.4236/ib.2012.42017
Haming, M., & Basamalah, S. (2010). Studi Kelayakan Investasi Proyek & Bisnis. Jakarta: PT. Bumi Aksara