JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology ANALISIS HUBUNGAN KANDUNGAN TOTAL MOISTURE, TOTAL SULPHUR DAN ASH CONTENT TERHADAP GROSS CALORIFIC VALUE PADA BATUBARA
Dian Anggreini1, Syamsul Bahtiar2, Fauzi Widyawati3, Syamsul Hidayat4
1’Departemen Teknik Metalurgi, Fakultas Teknologi Lingkungan Dan Mineral, Universitas Teknologi Sumbawa
2’3’4’ Departemen Teknik Metalurgi, Fakultas Teknologi Lingkungan Dan Mineral, Universitas Teknologi Sumbawa
*Corresponding Author email: 2[email protected], 3[email protected],
Diterima : Bulan September 2021
Diterbitkan : Bulan Oktober 2021
Keyword : batubara, moisture, sulphur, ash content, calori value
Abstrak
Sebagian besar batubara dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik, industri semen dan industri pengolahan logam. Penggunaan batubara sebagai bahan bakar akan sangat bergantung pada kualitas batubara yang dipakai. Parameter utama yang menentukan kualitas batubara ialah nilai kalori. Sementara itu, nilai kalori suatu batubara akan sangat bergantung pada beberapa parameter yaitu total moisture, total sulphur dan ash content. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hubungan kandungan beberapa parameter tersebut terhadap nilai kalori suatu batubara. Analisis yang dilakukan menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM).
Adapun tahapan analisis ini meliputi preparasi sampel, pengujian air dry loss, residual moisture, total sulphur, ash content dan gross calorific value. Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan total moisture, total sulphur dan ash content maka akan menyebabkan semakin rendah nilai kalori suatu batubara.
PENDAHULUAN
Saat ini, pemenuhan kebutuhan energi primer di Indonesia masih didominasi oleh minyak bumi. Berdasarkan volume konsumsi energi primer di Indonesia pada tahun 2013, minyak bumi memegang posisi tertinggi sebesar 46%, batubara 31%, gas bumi 18%, dan energi baru terbarukan 8%
(KESDM, 2015). Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2015–2019, cadangan minyak bumi Indonesia sebesar 3,6 miliar barel dan diperkirakan akan habis dalam 13 tahun mendatang. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi di Indonesia, sehingga pemerintah melakukan program diversifikasi energi, salah satunya ialah program diversifikasi batubara dengan mengeluarkan kebijakan energi nasional yaitu menetapkan proporsi sumber energi pada tahun 2025, minyak (20%), gas (30%), batubara (33%), dan energi baru- terbarukan (17%).
Batubara sebagai energi subtitusi minyak dan gas bumi, hal ini berdasar pada cadangan batubara di Indonesia yang tinggi. Berdasarkan data Pusat Sumber Daya Geologi tahun 2016, sumber daya batubara Indonesia mencapai 125,28 miliar ton yang terdiri dari sumber daya terukur 40.039,28 juta ton, tertunjuk 29.313,11 juta ton, tereka 36.464,63 juta ton dan hipotetik sebesar 19.466,81 juta ton.
Selain itu, sumber daya batubara tambang dalam sebesar 42,19 miliar ton sehingga secara keseluruhan sumber daya batubara berjumlah 167,48 miliar ton dan diperkirakan akan bertahan hingga 150 tahun (Gunara, 2017).
Sebagian besar batubara sebagai bahan bakar dimanfaatkan pada pembangkit listrik, industri semen dan industri pengolahan logam.
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar akan sangat bergantung pada kualitas batubara yang dipakai. Di mana, kualitas suatu batubara bergantung pada nilai kalori dan beberapa kandungan lainnya pada batubara. Beberapa permasalahan yang timbul akibat tidak diketahuinya karakteristik dari batubara tersebut diantaranya adalah penurunan efesiensi pembakaran akibat kandungan air batubara yang tinggi, terjadinya korosi pada peralatan industri yang mengalami kontak langsung dengan hasil pembakaran batubara dan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh abu dan kandungan sulfur hasil pembakaran batubara. Beberapa parameter penting yang harus dipertimbangkan oleh industri dalam pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar yaitu kandungan total moisture, total sulphur, ash content dan gross calorific value guna untuk berlangsungnya perkerjaan industri secara efektif dan efesien (Lestari et al., 2016). Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu kualitas batubara agar sesuai dengan standar batubara yang akan digunakan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan “Analisis Hubungan Kandungan Moisture, Total Sulphur dan Ash Content Terhadap Gross Calorific Value Pada Batubara.
LANDASAN TEORI Pengertian batubara
Batubara merupakan batuan sedimen yang secara kimia fisika adalah heterogen yang
JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology
mengandung komponen unsur utama meliputi karbon, hidrogen dan oksigen. Selain itu, mengandung komponen unsur tambahan meliputi sulfur dan nitrogen. Batubara tersusun atas dua group yakni group aromatik dan group polisiklik, di mana masing-masing group tersebut dihubungkan oleh struktur alifatik dan gugus fungsional oksigen
.
Peringkat batubara akan sangat bergantung pada banyaknya jumlah masing-masing group penyusun batubara yakni semakin tinggi jumlah group aromatik maka akan semakin tinggi pula peringkat batubara akan tetapi semakin makin tinggi struktur aliafatik pada batubara maka akan semakin menurun peringkat batubara. Dan juga, jumlah kandungan group fungsional oksigen pada batubara akan berbanding terbalik dengan peringkat batubara itu sendiri.
Gambar 1. Struktur kimia batubara (Pasyami, 2008)
Pembentukan batubara
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan komposisi utama terdiri dari selulosa. Menurut C.F.K. Diessel (1992), pembentukan batubara diawali dengan proses biokimia kemudian diikuti proses geokimia dan fisika, di mana proses geokimia dan fisika berpengaruh terhadap peringkat batubara (coal rank). Berikut ini merupakan reaksi pembentukan batubara :
Pembentukan induk batubara dimulai dengan proses penggambutan (peatification), di mana jasad tumbuh-tumbuhan mengalami pembusukan oleh bakteri anaerob (biokimia) yang diubah menjadi gambut (peat). Pada proses ini dipengaruhi oleh peredaran air, temperature, keasaman dan toksisitas dari lingkungan tempat pembentukan. Setelah gambut (peat) terbentuk, selanjutnya proses pembentukan batubara, terjadi ketika gambut (peat) tertimbun dalam lapisan tanah yang dipengaruhi karena adanya panas dan tekanan dari lapisan tanah diatasnya (overburden) dan dari samping akibat adanya pergeseran kulit bumi (dinamokimia) sehingga terbentuknya batubara. Pada proses ini akan menghasilkan batubara dengan peringkat yang berbeda-beda bergantung pada temperatur dan tekanan.
Di mana, terdapat beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan batubara yaitu lingkungan pengendapan, tekanan, temperature dan lama waktu proses pembentukan batubara. Berikut ini merupakan sekema pembentukan batubara yaitu:
Gambar 2. Skema pembentukan batubara (Muchjidin, 2006)
Total Mositure
Kandungan air total (total moisture) merupakan jumlah kandungan air yang terdapat pada batubara dalam bentuk inherent dan adherent pada kondisi batubara diambil as sampled) atau diterima (as received), di mana kandungan air pada batubara dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kegiatan eksplorasi, penanganan, penyimpanan, penggilingan hingga pembakaran (Komariah, 2012).
Kandungan air atau moisture pada batubara berada dalam beberapa bentuk yang berbeda yaitu : a. Air dry loss atau kandungan air bebas yang
dipengaruhi oleh factor eksternal seperti kegiatan penambangan, dsb. di mana, air dry loss menguap pada temperature ruang.
Air Dry Loss (ADL) % = [(A-B)/(A-C) x 100]
Keterangan :
A = Massa tray + sampel sebelum pengeringan (gram)
B = Massa tray + sampel sesudah pengeringan (gram)
C = Massa tray kosong (gram)
b. Residual moisture merupakan air terkondensasi di kapiler, air yang terserap dan air yang terikat dengan gugus polar dan kation, dan air yang timbul disebabkan oleh dekomposisi kimia baik material organik ataupun anorganik (Xianchun et al., 2009). Di mana, air dalam bentuk ini akan menguap pada temperature 105-110°C dari batubara yang sudah kering (setelah air dry loss-nya menguap).
Residual Moisture (RM) % = [(A-C)/B x 100]
Keterangan :
A = Massa dish + sampel sebelum pengeringan (gram)
B = Massa sampel batubara (gram)
C = Massa dish + sampel sesudah pengeringan (gram)
5(C6H10O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO (cellulose) (lignit) Gas metana
JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology
Nilai total moisture diperoleh dari hasil perhitungan nilai air dry loss (ADL) dan nilai residual moisture (RM).
Total Moisture (TM) = [RM/ (100-ADL)/100] + ADL Total Sulphur
Sulfur merupakan gas sisa hasil pembakaran batubara. Kandungan sulfur pada batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur dan organic sulfur (Komariah, 2012). Jumlah kandungan sulfur dalam batubara didefiniskan sebagai total sulphur (Virgiyanti, 2015). Sulfur merupakan polutan yang berbahaya dan kandungan sulfur berpengaruh pada tingkat korosi sisi dinding yang terjadi pada elemen pemanas udara terutama apabila suhu kerja lebih rendah daripada titik embun sulfur, selain itu berpengaruh pada efektivitas penangkapan abu pada peralatan electrostatic precipitator (Sepfitrah, 2016).
Ash content
Ash content atau kadar abu merupakan zat anorganik yang terkandung pada batubara yang tidak dapat terbakar terdiri atas abu terbang (fly ash) sebesar 80% dan abu dasar (bottom ash) sebesar 20%, di mana abu ini berasal dari pengotor bawaan (inherent impurities) dan pengotor dari kegiatan penambangan. Kandungan ash atau abu terdiri dari oksidasi logam seperti Fe2O3, MgO, Na2O, K2O dan oksida non-logam seperti SiO2, P2O5 dan sebagainya (Fadhili & Ansosry, 2019). Semakin tinggi kadar abu atau ash content pada batubara maka mempengaruhi tingkat pengotor (fouling), keausan dan korosi pada peralatan yang dilaluinya (Sepfitrah, 2016).
Ash Content (AC) % = [(B-C)/A x 100]
Keterangan :
A = Massa sampel (gram)
B = Massa dish + residu sampel batubara (gram) C = Massa dish kosong(gram)
Caloric value
Calorific value atau nilai kalori merupakan energi yang diperoleh pada proses pembakaran batubara diakibatkan oleh terjadinya reaksi eksotermis dari senyawa hidrokarbon dengan oksigen (Fadhili & Ansosry, 2019). Nilai kalor sangat berpengaruh terhadap pengoperasian pulverizer/mill, pipa batubara, burner dan windbox (Komariah, 2012). Harga nilai kalor yang dapat dilaporkan yaitu harga gross calorific value merupakan nilai kalori kotor sebagai nilai kalor hasil dari pembakaran batuabara dengan semua air dihitung sedangkan nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan pada pembakaran batubara ialah net calorific value atau nilai kalori bersih, dengan harga panas latent dan sensible yang dipengaruhi oleh kandungan total dari air dan abu (as determined) (Komariah, 2012).
Karakteristik batubara Di Industri
Batubara merupakan bahan bakar yang digunakan di beberapa industri meliputi pembangkit listrik, industri semen dan industri pengolahan logam. Setiap industri mempunyai standar batubara yang akan digunakan hal ini akan berkaitan dengan mesin atau peralatan yang digunakan agar dapat bekerja secara efektif dan efesien serta tahan lama.
Hal-hal yang perlu diperhitungkan dalam penggunaan batubara yaitu performance, availability, reliability, dampak lingkungan dan karakteristik operasi serta dampak terhadap pemeliharaan (Fadhili &Ansosry, 2019).
a. Pembangkit listrik
Berikut ini merupakan persyaratan batubara sebagai bahan bakar PLTU Suralaya yaitu :
Total moisture Maks. 23,6%
Ash content Maks. 7,8%
Total sulphur Maks. 0,4%
b. Industri semen
Berikut ini merupakan persyaratan batubara sebagai bahan bakar pada industri semen yaitu:
Total moisture Maks. 12%
Ash content Maks. 6%
Total sulphur Maks. 0,8%
Calori value 6000 /gr
c. Industri pengolahan logam
Berikut ini merupakan persyaratan batubara sebagai bahan bakar pada industri pengolahan logam yaitu:
Total moisture Maks. 12%
Ash content Maks. 6%
Total sulphur Maks. 0,025%
Calori value 6000 /gr
MATODE PENELITIAN
Terdapat beberapa metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu studi literatur, pengumpulan data, pengolahan data dan analisi data.
Pada penelitian ini terdapat 13 sampel yang dianalisis. Sampel batubara yang digunakan berasal dari daerah Sumatera Selatan dan metode pengujian menggunakan metode American Society for Testing and Material (ASTM). Adapun karakteriristik batubara yang diamati yaitu air dry loss, residual moisture, total sulphur, ash content dan calorific value. Berikut ini merupakan tahapan penelitian yaitu :
a. Preparasi sampel
Bongkahan batubara dilakukan crushing menjadi ukuran 10 mm, kemudian dilakukan mixing & diving sebanyak 2 kali pengulangan hal ini bertujuan agar sampel homogen.
Selanjutnya, sampel dilakukan crushing menjadi ukuran 4.75 mm selanjutnya dilakukan analisis air dry loss. Setelah itu, sampel dilakukan crushing menjadi ukuran 2.36 mm
JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology
dan dilakukan mixing & diving sebanyak 2 kali pengulangan (sampel analisis residual moisture) dan sampel 2.36 mm dilakukan milling menjadi ukuran 0.25 mm dan dilakukan mixing & diving sebanyak 2 kali pengulangan sampel analisis total sulphur, ash content dan calorific value).
b. Analisis air dry loss
Pada analisis ini menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM) D3302/D3302M-15. sampel berukuran 4.75 mm dilakukan pengeringan menggunakan drying oven temperature 40°C hingga konstan (apabila selisih timbangan pertama dan kedua setelah 6 jam pengeringan adalah ±0,1%) atau maksimal 18 jam pengeringan.
c. Analisis residual moisture
Pada analisis ini menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM) D3302/D3302M-17. Sampel berukuran 2.36 mm dilakukan pengeringan menggunakan oven pada temperature 105°C selama 2 jam 30 menit, setelah itu dilakukan pendingan pada desikator selama 10 menit.
d. Analisis total sulphur
Pada analisis ini menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM) D4239-17. Sampel berukuran 0.250 mm dilakukan pembakaran menggunakan instrument SDS-212 infrared sulphur analyzer pada temperature 1350°C dan pada analisis ini menggunakan gas oksigen murni.
e. Analisis ash content
Pada analisis ini menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM) D3174-12. Sampel berukuran 0.250 mm dilakukan pembakaran menggunakan furnace pada temperature 737°C selama 3 jam.
f. Analisis calorific value
Pada analisis ini menggunakan American Society for Testing and Material (ASTM) D5865-13. Sampel berukuran 0.250 mm dilakukan pembakaran menggunakan instrument PARR 6200 dan pada analisis ini menggunakan gas oksigen murni.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini dalam bentuk air determined basis. Terdapat 13 sampel yang dianalisis pada penelitian ini. Adapun hasil pengujian beberapa karakteristik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data hasil analisis
Sampel ID ADL RM TM TS AC CV
% % % ar %
ad
% ad
cal/g ad PL.20.1018 23.00 11.19 31.62 0.47 7.25 5878 PL.20.1019 21.60 10.79 30.06 0.48 6.69 6000 PL.20.1020 22.60 10.91 31.04 0.47 6.41 6022 PL.20.1021 20.00 11.24 28.99 0.58 6.63 6016
PL.20.1022 21.00 10.14 29.01 0.58 7.50 6022 PL.20.1023 19.80 9.25 27.22 0.54 8.00 6088 PL.20.1024 19.00 10.56 27.55 0.51 7.88 5993 PL.20.1025 19.90 9.62 27.61 0.51 7.44 6107 PL.20.1026 19.20 10.11 27.37 0.44 6.99 6098 PL.20.1027 18.70 10.07 26.89 0.45 7.16 6076 PL.20.1028 21.60 11.08 30.29 0.54 7.50 5868 PL.20.1029 21.60 11.17 30.36 0.54 7.50 5829 PL.20.1030 20.10 10.68 28.63 0.50 7.08 5985
Pengaruh total moisture terhadap gross calorific value batubara
Gambar 3. Pengaruh total moisture terhadap gross calorific value batubara
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa kualitas kalor batubara dipengaruhi oleh total moisture. Semakin tinggi nilai total moisture maka calorific value batubara rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai total moisture maka caloririfc value batubara tinggi. Hal ini disebabkan, dalam proses pembakaran batubara dibutuhkan sebagian panas atau kalor untuk menguapkan kandungan air dalam batubara.
Pengaruh total sulphur terhadap gross calorific value batubara
Gambar 4. Pengaruh total sulphur terhadap gross calorific value batubara
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa kualitas kalor batubara dipengaruhi oleh total sulphur. Semakin tinggi nilai total sulphur maka
24 25 26 27 28 29 30 31 32
5650 5700 5750 5800 5850 5900 5950 6000 6050 6100 6150
PL.20.1018 PL.20.1019 PL.20.1020 PL.20.1021 PL.20.1022 PL.20.1023 PL.20.1024 PL.20.1025 PL.20.1026 PL.20.1027 PL.20.1028 PL.20.1029 PL.20.1030 Calorific Value (cal/g ad) Total Moisture (% ar)
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
5650 5700 5750 5800 5850 5900 5950 6000 6050 6100 6150
PL.20.1018 PL.20.1019 PL.20.1020 PL.20.1021 PL.20.1022 PL.20.1023 PL.20.1024 PL.20.1025 PL.20.1026 PL.20.1027 PL.20.1028 PL.20.1029 PL.20.1030 Calorific Value (cal/g ad) Total Sulphur (% ad)
JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology
calorific value batubara rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai total sulphur maka caloririfc value batubara tinggi. Kualitas kalori suatu batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusun batubara. Pada umumnya, kandungan sulphur dalam batubara bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam yang sama (Hamdani & Oktarini, 2014). Adanya kandungan sulphur dalam batubara dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran.
Pengaruh ash content terhadap gross calorific value batubara
Gambar 5. Pengaruh ash content terhadap gross calorific value batubara
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa kualitas kalor batubara dipengaruhi oleh ash content. Semakin tinggi nilai ash content maka calorific value batubara rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai ash content maka caloririfc value batubara tinggi. Hal ini disebabkan, dalam proses pembakaran batubara dibutuhkan sebagian panas atau kalor untuk membakar kandungan abu dalam batubara. Kualitas kalori suatu batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter penyusun batubara. Keberadaan ash pada lapisan batubara dikarenakan senyawa organik dan anorganik (mineral matter) yang merupakan hasil rombakan material disekitarnya, sedimentasi dan pembatubaraan (Sidiq, 2011).
PENUTUP Kesimpulan
Dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap 13 sampel batubara dari daerah Sumatera Selatan dapat disimpulkan bahwa yaitu :
1. Semakin tinggi nilai total moisture maka calorific value pada batubara akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai total moisture maka calorific value pada batubara akan semakin tinggi.
2. Semakin tinggi nilai total sulphur maka calorific value pada batubara akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai total sulphur maka calorific value pada batubara akan semakin tinggi.
3. Semakin tinggi nilai ash content maka calorific value pada batubara akan semakin rendah dan sebaliknya, semakin rendah nilai ash content maka calorific value pada batubara akan semakin tinggi.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka kualitas kalor suatu batubara akan dipengaruhi oleh beberapa parameter tersebut yaitu total moisture, total suphur dan ash content.
REFERENSI
Diessel, C.F.K. (1992). Coal-Bearing Depositional Systems. Springer-Verlag: Berlin Heidelberg.
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2016).
Statistik Potensi dan Neraca Sumber Daya Mineral dan Batubara. Jakarta.
Fadhili, A. M. & Ansosry (2019). Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Total Moisture, Ash Content dan Total Sulphur Terhadap Nilai Kalori Batubara Bb-50 Di Tambang Banko Barat Pt. Bukit Asam, Tbk. Tanjung Enim Sumatera Selatan. Jurnal Bina Tambang Vol. 4 (3), p. 54-64.
Gunara, M. (2017). Potensi Batubara Sebagai Sumber Energi Alternatif Untuk Pengembangan Industri Logam. Seminar Nasional TEKNOKA Ke-2 Vol. 2, p. 22-27.
Hamdani & Oktarini, Y. (2014). Karakteristik Batubara Pada Cekungan Meulaboh Di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Jurutera Vol.1 (1), p. 77-84.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2015). Rencana Strategis Kementerian ESDM Tahun 2015–2019 (Renstra KESDM 2015–2019). Jakarta:
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM).
Komariah, W. E. (2012). Peningkatan Kualitas Batubara Indonesia Peringkat Rendah Melalui Penghilangan Moisture Dengan Pemanasan Gelombang Mikro, skripsi.
Depok: Universitas Indonesia.
Lestari, D., Asy’ari, M. A., Hidayatullah, R. 2016).
Geokimia Batubara Untuk Beberapa Industri. Jurnal POROS TEKNIK Vol. 8 (1), p. 48-54.
Muchjidin (2006). Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
5650 5700 5750 5800 5850 5900 5950 6000 6050 6100 6150
PL.20.1018 PL.20.1019 PL.20.1020 PL.20.1021 PL.20.1022 PL.20.1023 PL.20.1024 PL.20.1025 PL.20.1026 PL.20.1027 PL.20.1028 PL.20.1029 PL.20.1030
Calorific Value (cal/g ad) Ash Content (% ad)
JURNAL TAMBORA VOL. 5 NO. 3 OKTOBER 2021
http://jurnal.uts.ac.id
Science and Technology
Pasymi (2008). Batubara (Jilid-1). Padang: Bung Hatta University Press.
Sepfitrah (2016). Analisis Proximate Kualitas Batubara Hasil Tambang Di Riau. Jurnal Sainstek STT Pekanbaru Vol. 4 (1), p. 18- 26.
Sidiq, N. (2011). Geologi dan Studi Kualitas Batubara Pada Seam A, Daerah Binai dan Sekitarnya, Kecamatan Tanjung Palas Timur, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantarn Timur, skripsi. Yoyakarta:
Universitas Pembangunan Nasional.
Virgiyanti, L. (2015). Kajian Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penuruan Kualitas Batubara di Stockpile. JTP Vol. 11 (2).
Xianchun, Li, Song, Hui, Wang, Qi, Meesri, Chatpol, All, Terry, Yu, Jianglong (2009).
Experimental Study On Drying and Mositure Re-adsoprtion Kinetics of An Indonesian Low Rank Coal. Journal of Environmental Sciences Supplement Vol.
S, p. 127-230.