• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KADAR KAFEIN KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) PADA VARIASI TEMPERATUR SANGRAI SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET

N/A
N/A
Xoxo 94

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS KADAR KAFEIN KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) PADA VARIASI TEMPERATUR SANGRAI SECARA SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Anal.Environ.Chem. 148

ANALISIS KADAR KAFEIN KOPI ARABIKA (Coffea arabica L.) PADA VARIASI TEMPERATUR SANGRAI SECARA

SPEKTROFOTOMETRI ULTRA VIOLET

Nur Hasani Fajriana1, Imelda Fajriati1*

Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta imel257_75@yahoo.co.id

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh temperatur sangrai terhadap kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui adanya kafein dan menentukan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung yang diberikan variasi temperatur sangrai sebesar 194οC (light roast), 204οC (medium roast), dan 214οC (dark roast), serta mengetahui ketepatan dan ketelitian metode Spektrofotometri UV-Vis dalam menentukan kadar kafein.

Identifikasi adanya kafein dilakukan dengan menggunakan metode Parry, sedangkan penentuan kadar kafein ditentukan dengan metode Spektrofotometri UV-Vis. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa 15 sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan variasi temperatur sangrai dan standar kafein yang dianalisis positif mengandung kafein. Kadar kafein tertinggi terdapat pada sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger dengan temperatur sangrai 194οC sebesar 0,0133 mg, sedangkan kadar terendah terdapat pada sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau dengan temperatur sangrai 214οC sebesar 0,0098 mg. Berdasarkan hasil penelitian semakin naik temperatur sangrai maka kadar kafein pada kopi Arabika (Cofeea arabica L.) semakin turun.Metode spektrofotometri UV-Vis memiliki ketepatan dan ketelitian masih dapat diterima dengan baik dengan nilai presisi sebesar 0,201% dan akurasi sebesar 121,73% dengan nilai RSD sebesar 0,2033%.

ABSTRACT

Research has been conducted on the effect of roast temperature on caffeine levels in Arabica (Coffea arabica L.) coffee in Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, and Temanggung. The purpose of this study is to find out the presence of caffeine and determine caffeine levels in Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, and Temanggung coffees of Arabica (Coffea arabica L.) and Temanggung given a variation of 194oC (light roast), 204oC (medium roast) and 214oC (dark roast), and know the accuracy and accuracy of the UV-Vis Spectrophotometry method in determining caffeine levels. Identification of caffeine was carried out using the Parry method, while the determination of caffeine content was determined by the UV-Vis Spectrophotometry method. The results of the identification showed that 15 samples of Arabica (Coffea arabica L.) coffee with roasted temperature variations and the standard caffeine analyzed were positive for caffeine. The highest levels of caffeine are found in samples of Arabica (Coffea arabica L.) Preanger with a roasted temperature of 194oC of 0.0133 mg, while the lowest levels are found in samples of Prau Arabica (Coffea arabica L.) coffee with 214οC roasted temperature of 0.0098 mg. Based on the results of the research, the roast temperature increases, the caffeine levels in Arabica coffee (Cofeea arabica L.) decrease.

UV-Vis spectrophotometry method has accuracy and precision can still be well received with a precision value of 0.201% and an accuracy of 121.73% with an RSD value of 0.2033%.

Artikel Info Diterima tanggal 28.05.2018 Disetujui publikasi tanggal 30.10.2018 Kata kunci : Kafein, Kopi Arabika (Coffea arabica L.), Penyangraian

(2)

Anal.Environ.Chem. 149

PENDAHULUAN

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan biji cokelat. Kafein termasuk kelompok senyawa “metilxantin”. Metilxantin merupakan senyawa yang terbentuk secara alami dan termasuk ke dalam derivat xantin yang merupakan golongan senyawa alkaloid. Anggota kelompok metilxantin lainnya adalah teofilin yang terkandung di dalam teh, dan teobromin yang terkandung dalam cokelat. Kopi mengandung senyawa aktif yang secara farmakologi merupakan turunan metilxantin, yakni kafein. Perbedaan pengaruh dari produk-produk tersebut kemungkinan dimungkinkan adanya perbedaan senyawa yang dikandungnya (Weinberg, 2010).

Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi sususan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Coffefag, 2001). Menurut Gardjito (2011) kopi merupakan salah satu minuman yang paling banyak konsumsi di dunia. Kopi juga mengandung kafein yang berperan sebagai stimulan, sehingga kopi sering dikonsumsi di pagi hari untuk membangkitkan semangat, siang hari ketika tubuh merasa lelah bekerja, atau malam hari untuk begadang dan kerja lembur. Selain efek stimulan yang terdapat pada kopi, ada beberapa manfaat dan risiko yang lain dari kebiasaan minum kopi. Manfaat minum kopi telah diketahui antara lain adalah mengurangi risiko penyakit alzheimer, batu empedu, dan parkinson. Sementara, risiko minum kopi antara lain dapat menimbulkan kanker, kolesterol, tekanan darah, kekurangan zat besi, dan sebagainya.

Penyangraian kopi terdapat 3 tingkatan, yaitu penyangraian ringan (light roast) dengan kisaran suhu 193-199 οC, penyangraian sedang (medium roast) dengan kisaran suhu 204 οC, dan penyangraian berat (dark roast) dengan kisaran suhu 213-221 οC. Suhu penyangraian yang digunakan akan berpengaruh terhadap kadar air, keasaman, rasa, aroma, dan warna. Penyangraian bertujuan untuk mengurangi kadar air, menimbulkan perubahan warna, dan membentuk aroma spesifik (Gardjito, 2011).

Pada proses penyangraian sebagian kecil kafein akan menguap dan terbentuk komponen- komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia, trimethilamin, asam formiat, dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat sebagai kalium kafein klorogenat (Ciptadi dan Nasution, 1985). Menurut SNI 01-7152- 2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan 50 mg/sajian karena kadar kafein yang terlalu tinggi dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, oleh karena

(3)

Anal.Environ.Chem. 150

itu kadar kafein pada kopi atau minuman berkafein lebih dari 50 mg tidak diperbolehkan beredar oleh pemerintah. Berdasarkan hal tersebut terkait pentingnya ketepatan kandungan kafein di dalam kopi maka peneliti bermaksud untuk menganalisis kadar kafein yang terdapat dalam biji kopi dengan digunakan variasi temperatur sangrai biji kopi sebelum diolah menjadi kopi bubuk dan disajikan menjadi secangkir kopi seduh. Dimana sebelumnya belum ada penelitian yang mengkaji tentang hal tersebut Maramis (2013) telah melakukan analisis kualitatif dalam sajian kopi bubuk dengan menggunakan metode Parry yang ada di kota Manado. Adapun untuk menghitung kadar kafein dalam kopi seduhan tersebut digunakan metode ekstraksi dengan pelarut kloroform dan selanjutnya diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis (Maramis, 2013).

Penelitian ini melakukan pembaharuan dengan menganalisis kadar kafein dalam kopi bubuk dengan digunakan kopi jenis Arabika (Coffea arabica L.) yang berasal dari daerah Sindoro Jawa Tengah, Prau Jawa Tengah, Ijen Jawa Tengah, Preanger Jawa Barat, dan Temanggung Jawa Tengah. Pemilihan kopi-kopi tersebut adalah karena untuk mengetahui perbandingan kadar kafein dalam kopi yang berkaitan dengan temperatur yang digunakan selama penyangraian. Diharapkan dengan penelitian ini dapat diketahui kadar kafein sebagai acuan industri kopi dalam proses pengolahan kopi, terutama dalam proses penyangraian yang sesuai dengan standar SNI.

METODE

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat gelas, rotari evaporator, neraca analitik, hot plate, dan seperangkat insturmen Spektrofotometri UV-Vis single beam.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kafein anhidrat, kloroform (CHCl3), kalsium karbonat (CaCO3), alkohol 70%, ammonia (NH4OH) encer, kobalt (II) nitrat [Co(NO3)2], metanol (CH3OH), akuades, kertas saring, serta sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung.

Prosedur

Prosedur penelitian yang pertama yaitu menentukan panjang gelombang maksimum larutan standar kafein dengan membuat larutan dengan konsentrasi 4 ppm dan di ukur absorbasnsinya pada rentang panjang gelombang 250-300 nm, setelah itu di buat kurva kalibrasi larutan standar kafein dengan konsentrasi sebesar 0; 2; 4; 6; 8; 10 mg/L kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimum larutan standar kafein.

(4)

Anal.Environ.Chem. 151

Kedua, sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung di sangrai dengan mesin sangrai dengan diberikan variasi temperatur sangrai sebesar 194οC (light roast), 204οC (medium roast), dan 214οC (dark roast), kemudian biji kopi dihaluskan agar menjadi bubuk. Selanjutnya dilakukan pengujian kualitatif terhadap sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung dengan variasi temperatur sangrai menggunakan metode Parry. Dilarutkan sampel kopi ke dalam alkohol kemudian ditambahkan reagen Parry dan ammonia encer (Depkes, 1995).

Berikutnya dilakukan penentuan kadar kafein terhadap sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung dengan variasi temperatur sangrai menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis. Kafein di ekstrak terlebih dahulu dari 1 gram sampel di larukan dalam 150 mL akuades panas kemudian di saring dan diambil filtratnya yang selanjutnya dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 1,5 gr CaCO3 kemudian diekstraksi sebanyak 4 kali dengan penambahan klorofom masing-masing 25 mL. Hasil ekstrak kemudian di uapkan menggunakan rotari evaporator sampai klorofom menguap dan ekstrak kafein yang tersisa diencerkan menggunakan akuades sebanyak 10 kali. Larutan kemudian diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

Presisi dan akurasi dibuat dengan membuat sampel buatan dengan kadar sebesar 10 ppm yang dilakukan replikasi sebanyak 9 kali. Larutan di ukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Standar Kafein dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kafein

Pada penelitian ini diukur absorbansi larutan standar kafein dalam konsentrasi 4 ppm pada rentang panjang gelombang 250-300 nm menggunakan instrumen Spektrofotometri UV-Vis.

Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan nilai panjang gelombang maksimum larutan standar kafein adalah 272,5 nm dengan nilai absorbansi 0,193. Hal tersebut sudah sesuai dengan yang dilaporkan Egan (1981), dalam Fitri (2008), panjang gelombang absorbansi maksimum berada pada rentang panjang gelombang 272-276 nm.

Kurva kalibrasi dibuat dari larutan standar kafein dalam berbagai konsentrasi yaitu 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 mg/L menggunakan pelarut akuades. Berdasarkan pengukuran absorbansi dengan

(5)

Anal.Environ.Chem. 152

spektrofotometri UV maka didapatkan hasil kurva kalibrasi dari larutan standar kafein. Pembuatan kurva kalibrasi digunakan sebagai penentuan hubungan konsentrasi larutan standar dengan hasil pembacaan absorbansi larutan. Hasil yang didapatkan yaitu berupa tabel dan direfleksikan menjadi sebuah grafik berupa garis lurus dengan persamaan y=0,0499x+ 0,0058 dan nilai r2 sebesar 0,9998.

Selain itu kurva kalibrasi berfungsi sebagai pembanding daya serap dengan konsentrasi kafein, sehingga dapat diketahui banyaknya konsentrasi kafein (x) yang ada di dalam sampel dengan nilai absorbansi (y) yang terukur.

Uji Kualitatif Kafein Metode Parry

Tabel 1. Hasil Pengujian Kualitatif Kafein Metode Parry

No. Sampel Temperatur (οC) Hasil Uji Kualitatif

1 Kafein Standar - Hijau

2 Sindoro 194 Hijau Lumut

204 Hijau Lumut

214 Hijau Lumut

3 Prau 194 Hijau Lumut

204 Hijau Lumut

214 Hijau Lumut

4 Ijen 194 Hijau Lumut

204 Hijau Lumut

214 Hijau Lumut

5 Preanger 194 Hijau Lumut

204 Hijau Lumut

214 Hijau Lumut

6 Temanggung 194 Hijau Lumut

204 Hijau Lumut

214 Hijau Lumut

Pengujian kualitatif kafein menggunakan metode Parry, yaitu apabila sejumlah zat dilarutkan dalam alkohol, kemudian ditambahkan reagen Parry dan ammonia encer, larutan berwarna biru tua/ hijau menyatakan terdapat kafein (DepKes, 1995). Berdasarkan hasil pengujian, sampel kafein standar dan kopi yang diuji menggunakan metode Parry yang merupakan pereaksian menggunakan alkohol, reagen Parry, dan ammonia encer menghasilkan warna hijau dan hijau lumut. Hal tersebut menunjukkan adanya kafein didalam sampel kafein standar dan kopi Arabika

(6)

Anal.Environ.Chem. 153

(Coffea arabica L.) dengan variasi jenis dan temperatur sangrai. Warna hijau dan hijau lumut yang dihasilkan tersebut berasal dari reaksi antara ion kobalt (Co) yang bermuatan dua positif dalam reagen parry yang mengikat gugus nitrogen yang ada di dalam senyawa kafein. Reagen Parry dibuat dengan mereaksikan Cobalt nitrat [Co(NO3)2] dengan metanol. Reaksi tersebut membentuk senyawa kompleks berwarna hijau (Maramis, 2013). Kopi merupakan salah satu dari beberapa bahan alam yang mengandung kafein, sehingga dalam pengujian kualitatif pada penelitian ini semua sampel positif mengandung kafein. Hasil uji kualitatif metode Parry dapat dilihat pada Tabel 1.

Uji Kuantitatif Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan Variasi Jenis dan Temperatur Sangrai

Uji kuantitatif berkaitan dengan mengetahui jumlah kandungan kafein di dalam sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung dengan variasi temperatur sangrai yaitu, 194οC, 204οC, dan 214οC. Uji kuantitatif kafein ini dilakukan dengan metode ekstraksi menggunakan pelarut klorofom dan di analisa menggunakan instrument Spektrofotometri UV-Vis.

Pemisahan kafein dari sampel kopi dilakukan dengan metode ekstraksi yang sebelumnya dilakukan pelarutan sampel kopi dalam akuades panas. Penggunaan akuades panas bertujuan untuk memaksimalkan kafein yang dapat terlarut 1,5 bagian air mendidih menurut Wilson & Gilvold (1982), dalam Fitri (2008). Kafein yang diperoleh kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan endapan dan filtrat, setelah itu filtrat ditambahkan padatan Kalsium karbonat (CaCO3) ke dalam corong pisah. Penambahan Kalsium karbonat menurut Mahendrata (2007), dalam Fitri (2008) berfungsi untuk memutuskan ikatan kafein dengan senyawa lain, sehingga kafein akan ada dalam basa bebas. Kafein dalam basa bebas tadi akan diikat oleh klorofom, karena klorofom merupakan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula (Suriani, 1997, dalam Fitri, 2008).

Ekstraksi dilakukan pengocokkan sampai terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang diekstraksi pada dua lapisan yang terbentuk. Lapisan bawahnya diambil (fase klorofom) dan diuapkan dengan rotari evaporator. Klorofom tersebut akan menguap, sehingga ekstrak kafein akan tertinggal kemudian diencerkan menggunakan akudes untuk selanjutnya di ukur absorbansinya dengan instrument Spektrofotometri UV-Vis (Maramis, 2013). Pemilihan klorofom

(7)

Anal.Environ.Chem. 154

sebagai pelarut karena klorofom merupakan pelarut yang paling sesuai pada ekstraksi kafein, karena kafein lebih banyak terekstrak ke dalam klorofom dibandingkan pelarut lainnya seperti Dietil eter, Karbon tetraklorida, dan n-heksana (Roosenda, 2016). Hal ini diperkuat dengan teori

like dissolves like” dimana kafein merupakan senyawa polar akan larut dalam pelarut polar.

Pemilihan kloroform juga karena kafein mudah larut dalam klorofom (Depkes, 1995) dan menurut Wilson dan Gisvold (1982) dalam Fitri, (2008), kafein larut 6 bagian klorofom. Menurut Djajanegara (2009), dalam Fatoni, (2015), dinyatakan bahwa klorofom dapat melarutkan senyawa alkaloid. Kafein merupakan alkaloid, maka dengan penambahan klorofom akan memudahkan pelarutan kafein, selain itu beberapa pertimbangan seperti harga, toksisitas, dan kelarutan, maka klorofom lebih aman dan murah untuk digunakan, selain karena memiliki titik didih yang rendah (Soraya, 2008, dalam Fatoni 2015). Hasil uji kuantitatif kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan variasi jenis dan suhu sangrai terdapat dalam Gambar 1.

Gambar 1. Grafik Hubungan Antara Rerata Kadar Kafein dengan Jenis Kopi Arabika (Coffea arabica L.) pada Variasi Temperatur Sangrai

Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa kadar kafein tertinggi terdapat pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger dengan temperatur sangrai 194οC, sedangkan untuk kadar kafeim terendah terdapat pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau dengan temperatur sangrai 214οC.

Diagram batang pengaruh antara temperatur dan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro disajikan pada Gambar 2. Kadar yang dihasilkan diuji secara statistika menggunakan ANOVA 1 Faktor. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pengaruh suhu

0,0129

0,0118

0,0122

0,0133

0,0130

0,0118 0,0115

0,0120 0,0113

0,0123

0,0107

0,0098 0,0115

0,0100

0,0121

0,0080 0,0090 0,0100 0,0110 0,0120 0,0130 0,0140

Sindoro Prau Ijen Preanger Temanggung

194ᵒC 204ᵒC 214ᵒC

(8)

Anal.Environ.Chem. 155

berpengaruh secara signifikan terhadap kadar kafein. Hal tersebut ditunjukkan oleh F hitung > F tabel, dimana F hitung = 1248,335557 sedangkan F tabel = 7,708647. Data hasil uji ANOVA 1 Faktor ditunjukkan pada Tabel 2.

Hasil uji ANOVA pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro dipengaruhi oleh temperatur sangrai. Jika temperatur sangrai semakin naik maka kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro akan semakin menurun.

Hal ini dikarenakan dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain yaitu aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap, sehingga semakin tinggi temperatur sangrai yang diberikan maka akan semakin memudahkan kafein untuk menguap dan menjadikan kadarnya berkurang.

Gambar 2. Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro

Tabel 2. ANOVA 1 Faktor Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.)

Daerah F hitung p-value F tabel Sindoro 1248,335557 0,000003 7,708647 Prau 1248,344941 0,000003 7,708647 Ijen 1248,334347 0,000003 7,708647 Preanger 1248,3388 0,000003 7,708647 Temanggung 1248,32741 0,000003 7,708647

Diagram batang pengaruh antara temperatur dan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau disajikan pada Gambar 3. Kadar yang dihasilkan diuji secara statistika menggunakan ANOVA 1 Faktor. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pengaruh temperatur

0,0116 0,0118 0,0120 0,0122 0,0124 0,0126 0,0128 0,0130 0,0132

194ᵒC 194ᵒC 194ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 214ᵒC 214ᵒC 214ᵒC

(9)

Anal.Environ.Chem. 156

berpengaruh secara signifikan terhadap kadar kafein. Hal tersebut ditunjukkan oleh F hitung > F tabel, dimana F hitung = 1248,344941 sedangkan F tabel = 7,708647. Data hasil uji ANOVA 1 Faktor ditunjukkan pada Tabel 2.

Hasil uji ANOVA pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau dipengaruhi oleh temperatur sangrai. Jika temperatur sangrai semakin naik maka kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain yaitu aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap, sehingga semakin tinggi temperatur sangrai yang diberikan maka akan semakin memudahkan kafein untuk menguap dan menjadikan kadarnya berkurang.

Gambar 3. Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Prau

Gambar 4. Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Ijen

0,0116 0,0118 0,0120 0,0122 0,0124 0,0126 0,0128 0,0130 0,0132

194ᵒC 194ᵒC 194ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 214ᵒC 214ᵒC 214ᵒC

0,0116 0,0118 0,0120 0,0122 0,0124 0,0126 0,0128 0,0130 0,0132

194ᵒC 194ᵒC 194ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 214ᵒC 214ᵒC 214ᵒC

(10)

Anal.Environ.Chem. 157

Diagram batang pengaruh antara temperatur dan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Ijen disajikan pada Gambar 4. Kadar yang dihasilkan diuji secara statistika menggunakan ANOVA 1 Faktor. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pengaruh suhu berpengaruh secara signifikan terhadap kadar kafein. Hal tersebut ditunjukkan oleh F hitung > F tabel, dimana F hitung = 1248,334347 sedangkan F tabel = 7,708647. Data hasil uji ANOVA 1 Faktor ditunjukkan pada Tabel 2.

Hasil uji ANOVA pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Ijen dipengaruhi oleh temperatur sangrai. Jika temperatur sangrai semakin naik maka kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Ijen akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain yaitu aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap, sehingga semakin tinggi temperatur sangrai yang diberikan maka akan semakin memudahkan kafein untuk menguap dan menjadikan kadarnya berkurang.

Diagram batang pengaruh antara temperatur dan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger disajikan pada Gambar 5. Kadar yang dihasilkan diuji secara statistika menggunakan ANOVA 1 Faktor. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pengaruh temperatur berpengaruh secara signifikan terhadap kadar kafein. Hal tersebut ditunjukkan oleh F hitung > F tabel, dimana F hitung = 1248,3388 sedangkan F tabel = 7,708647. Data hasil uji ANOVA 1 Faktor ditunjukkan pada Tabel 2.

Gambar 5. Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger

0,0116 0,0118 0,0120 0,0122 0,0124 0,0126 0,0128 0,0130 0,0132

194ᵒC 194ᵒC 194ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 214ᵒC 214ᵒC 214ᵒC

(11)

Anal.Environ.Chem. 158

Hasil uji ANOVA pada Tabel 2 menunjukkan, bahwa kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger dipengaruhi oleh temperatur sangrai. Jika temperatur sangrai semakin naik maka kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Preanger akan semakin menurun.

Hal ini dikarenakan dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain yaitu aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap, sehingga semakin tinggi temperatur sangrai yang diberikan maka akan semakin memudahkan kafein untuk menguap dan menjadikan kadarnya berkurang.

Diagram batang pengaruh antara temperatur dan kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Temanggung disajikan pada Gambar 6. Kadar yang dihasilkan diuji secara statistika menggunakan ANOVA 1 Faktor. Hasil uji statistika menunjukkan bahwa pengaruh temperatur berpengaruh secara signifikan terhadap kadar kafein. Hal tersebut ditunjukkan oleh F hitung > F tabel, dimana F hitung = 1248,335557 sedangkan F tabel = 7,708647. Data hasil uji ANOVA 1 Faktor ditunjukkan pada Tabel 2.

Gambar 6. Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Kadar Kafein pada Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Temanggung

Hasil uji ANOVA pada tabel 2 menunjukkan, bahwa kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Temanggung dipengaruhi oleh temperatur sangrai. Jika temperatur sangrai semakin naik maka kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Temanggung akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap dan terbentuk komponen lain yaitu aldehida, furfural, keton, alkohol, ester, asam format, dan asam asetat yang mempunyai sifat mudah menguap, sehingga semakin tinggi temperatur

0,0116 0,0118 0,0120 0,0122 0,0124 0,0126 0,0128 0,0130 0,0132

194ᵒC 194ᵒC 194ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 204ᵒC 214ᵒC 214ᵒC 214ᵒC

(12)

Anal.Environ.Chem. 159

sangrai yang diberikan maka akan semakin memudahkan kafein untuk menguap dan menjadikan kadarnya berkurang.

Berdasarkan data hasil penelitian pada Tabel 2 diatas diperoleh kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung pada variasi temperatur sangrai 194οC atau light roast merupakan yang tertinggi konsentrasi kafeinnya, sedangkan untuk variasi temperatur sangrai 214οC atau dark roast mempunyai nilai konsentrasi kafein terendah. Secara keseluruhan nilai kadar kafein pada kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan variasi temperatur sangrai bernilai 0,9-1,2%. Hal ini sudah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aditya (2015) yang menyebutkan kopi Arabika mengandung kafein 0,4-2,4% dari total berat kering dan sebesar 1% bk untuk kopi Arabika sangrai. Sedangkan menurut Clarke dan Macrae (1987) komposisi biji kopi Arabika setelah disangrai adalah sebesar 1,0%. Hal ini juga diperkuat dengan syarat kadar kafein bubuk kopi Arabika berkisar antara 0,1-1,2% menurut Ridwansyah (2003), dalam Roosenda (2016).

Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi dan memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi sususan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Coffefag, 2001).

Kafein memiliki manfaat positif apabila dikonsumsi sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

Namun kafein yang dikonsumsi sebanyak 100 mg tiap hari dapat menyebabkan individu mengalami ketergantungan (Fitri, 2008).

Penyangraian bertujuan untuk mengurangi kadar air, menimbulkan perubahan warna, dan membentuk aroma spesifik. Penyangraian kopi terdapat 3 tingkatan, yaitu penyangraian ringan (light roast) dengan kisaran suhu 193-199οC, penyangraian sedang (medium roast) dengan kisaran suhu 204 οC, dan penyangraian berat (dark roast) dengan kisaran suhu 213-221 οC. Suhu penyangraian yang digunakan akan berpengaruh terhadap kadar air, keasaman, rasa, aroma, dan warna. Hal tersebut dikarenakan proses penyangraian menyebabkan perubahan karbohidrat, terjadi pengarangan serat kasar, terbentuknya senyawa volatil, terjadi perubahan lemak, denaturasi protein dan oksidasi lemak, pengembangan volume 10-100%, penurunan berat 14-23%, serta biji kopi menjadi rapuh. Asam-asam yang terdapat dalam biji kopi mengalami dekomposisi, asam klorogenat sebesar 87%, asam isoklorogenat sebesar 100%, dan asam neoklorogenat sebesar 33%.

(Gardjito, 2011).

(13)

Anal.Environ.Chem. 160 Validasi Metode

1. Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif (RSD). Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. %RSD dapat dicari dengan menggunakan rumus %RSD = SD/X dengan SD merupakan standar deviasi atau simpangan baku dan X adalah rata-rata dari sampel (Harmita, 2004).

Presisi merupakan kedekatan antara hasil pengujian individu dalam serangkaian pengukuran terhadap suatu contoh homogen yang dilakukan pengambilan contoh secara berganda menurut prosedur yang telah ditetapkan. Menurut (Sunardi, 2005) nilai RSD tersebut memenuhi persyaratan karena nilainya 2%<RSD<5%. Persyaratan uji dikatakan valid dan memenuhi persyaratan uji validasi apabila memiliki nilai RSD lebih kecil dari 2% (Gandjar, dan Rohman, 2015). Hasil pengujian presisi menunjukkan nilai RSD (Relative Standar Deviation atau simpangan baku relatif) adalah 0,201%, sehingga dapat dikatakan bahwa metode Spektrofotometri UV-Vis memiliki keterulangan yang masih dapat diterima dengan baik.

2. Akurasi

Tabel 3. Data Nilai Recovery dan RSD Larutan Sampel

No.

Konsentrasi awal

(ppm) Absorbansi

Konsentrasi hasil

(ppm) %Recovery

1 10 0,611 12,12 121,20%

2 10 0,616 12,22 122,20%

3 10 0,618 12,26 122,60%

4 10 0,608 12,06 120,60%

5 10 0,612 12,14 121,40%

6 10 0,613 12,16 121,60%

7 10 0,618 12,26 122,60%

8 10 0,611 12,12 121,20%

9 10 0,616 12,22 122,20%

Rata-Rata 121,73%

RSD %Recovery 0,2033%

Akurasi (ketepatan) merupakan kemampuan suatu metode analisa untuk memperoleh nilai yang sebenarnya (ketepatan pengukuran). Akurasi pada suatu metode menunjukkan derajat

(14)

Anal.Environ.Chem. 161

kedekatan antara hasil analit dengan konsentrasi sebenarnya atau merupakan % perolehan kembali.

Pada penelitian ini penetapan akurasi dilakukan dalam serangkaian pengukuran terhadap suatu contoh homogen yang dilakukan pengambilan contoh secara berganda menurut prosedur yang telah ditetapkan. Nilai recovery dari larutan sampel dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada penelitian ini berdasarkan tabel rata-rata nilai %Recovery adalah 121,73%. Nilai tersebut tidak termasuk ke dalam kriteria akurasi. Tetapi dalam pengujian akurasi tersebut terdapat nilai simpangan terhadap %RSD sebesar 0,2033%. Menurut (Sunardi, 2005) nilai %RSD tersebut memenuhi persyaratan RSD dapat diterima karena nilainya 2%<RSD<5%. Persyaratan uji dikatakan valid dan memenuhi persyaratan uji validasi apabila memiliki nilai RSD lebih kecil dari 2% (Gandjar dan Rohman, 2015). Hasil pengujian akurasi menunjukkan nilai RSD (Relative Standar Deviation atau simpangan baku relatif) adalah 0,2033%, Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil kadar yang didapatkan dalam pengujian akan bernilai ±, sehingga masih dapat diterima dan dikatakan bahwa pengujian cukup baik untuk ketepatan penentuan kadar sampel yang akan diukur.

KESIMPULAN

Sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) asal Sindoro, Prau, Ijen, Preanger, dan Temanggung mengandung kafein. Kadar kafein dalam 1 gram sampel kopi Arabika (Coffea arabica L.) dengan variasi temperatur penyangraian adalah: (a) Suhu 194 οC (ringan/light roast):

kopi Arabika Sindoro = 0,0129 mg; kopi Arabika Prau = 0, 0118 mg; kopi Arabika Ijen = 0,0122 mg; kopi Arabika Preanger = 0,0133 mg; kopi Arabika Temanggung = 0,0130 mg, (b) Suhu 204

οC (sedang/medium roast): kopi Arabika Sindoro = 0,0118 mg; kopi Arabika Prau = 0,0115 mg;

kopi Arabika Ijen = 0,0120 mg; kopi Arabika Preanger = 0,0113 mg; kopi Arabika Temanggung

= 0,0123 mg, (c) Suhu 214 οC (berat/dark roast): kopi Arabika Sindoro = 0,0107; kopi Arabika Prau = 0,0098 mg; kopi Arabika Ijen = 0,0115 mg; kopi Arabika Preanger = 0,0010 mg; kopi Arabika Temanggung = 0,0121 mg.

Metode Spektrofotometri UV-Vis memiliki ketepatan dan ketelitian yang masih dapat diterima dengan baik dengan nilai presisi sebesar 0,201% dan akurasi sebesar 121,73% dengan RSD sebesar 0,2033%.

(15)

Anal.Environ.Chem. 162

DAFTAR PUSTAKA

Coffefag. 2001. Frequently Asked Questoins about Caffeine. Diakses 30 Maret 2017.

DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Fatoni, Ahmad. 2015. Analisa Secara Kualitatif dan Kuantitatif Kadar Kafein dalam Kopi Bubuk Lokal yang Beredar di Kota Palembang menggunakan Spektrofotometri UV-Vis.

Palembang : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi.

Fitri, Novianty Syah. 2008. Pengaruh Berat dan Waktu Penyeduhan terhadap Kadar Kafein dari Bubuk Teh. Medan: Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Gandjar, Ibnu Gholib., dan Abdul Rohman. 2015. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gardjito, Murdijati., dan Dimas Rahardian A.M. 2011. Kopi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Maramis, Rialita Kesia., Gayatri Citraningtyas., dan Frenly Wehantouw. 2013. Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado menggunakan Spektrofotometri UV-Vis. Manado:

Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT.

Panggabean, Edy. 2011. Buku Pintar Kopi. Jakarta: AgroMedia Pustaka.

Rahardjo, Pudji. 2012. Kopi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Roosenda, Kurnia., dan Drs. Sunarti, M.si. 2016. Efektivitas Pelarut pada ekstraksi dan Penentuan Kafein dalam Minuman Ringan Khas Daerah menggunakan Spektrofotometri UV-Vis.

Yogyakarta: Jurnal Kimia Universitas Negeri Yogyakarta.

Sunardi. 2005. Penuntun Praktikum Kimia Analisan Instrumentasi. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Weinberg, Bennett Alan & Bonnie K. Bealer. 2010. The Miracle of Caffeine: Manfaat Tak Terduga Kafein Berdasarkan Penelitian Paling Mutakhir. Bandung: Qanita.

Yusliadi, Wahyu. 2013. Pengaruh Suhu dan Lama Penyangraian terhadap Tingkat Kadar Air dan Keasaman Kopi Robusta (Coffea robusta). Makassar: Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin.

Referensi

Dokumen terkait

Baik metode SDUV maupun KCKT dapat digunakan untuk penentuan kadar kafein pada minuman suplemen, karena dari hasil pengujian secara statistik kedua metode tidak memberikan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama waktu penyeduhan terhadap kadar kafein dari Kopi bubuk Sidikalang dan Kopi Bali Dancer, dan

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi sokletasi dengan pelarut etanol 96% dan metode yang digunakan untuk uji kadar kafein adalah metode

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai perbedaan kadar kafein dan asam klorogenat 3 jenis kopi (Arabika, Robusta dan Excelsa) Wonosalam

Analisyis kadar kafein pada kopi dengan variasi massa penambahan kulit biji kopi yaitu (5,10,15,20,25%) terhadap 25 gram dan dilarutkan pada 100 mL Akuades dan 2 gram

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian mengenai analisis kadar kafein pada minuman kopi kekinian di Bekasi Timur menggunakan spektrofotometri UV-Vis, sehingga dapat

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh formulasi bubuk kopi arabika Toraja dan bubuk biji pepaya terhadap kadar air, pH, aktivitas antioksidan, karakteristik

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Formulasi Sabun padat dari Biji Kopi Arabica Coffea arabica Kerinci” Sabun padat ini dibuat dengan variasi