• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebencanaan Menggunakan Siklus Bencana Menurut UU No 24 Tahun 2007

N/A
N/A
Muhammad Fajar

Academic year: 2023

Membagikan "Analisis Kebencanaan Menggunakan Siklus Bencana Menurut UU No 24 Tahun 2007"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Muhammad Fajar R. D.

NPM : 170110200074

Kelas : B

Mata Kuliah : Disaster Manajemen

Analisis Kebencanaan Menggunakan Siklus Bencana Menurut UU No 24 Tahun 2007

Di berbagai daerah di Indonesia, terjadi banyak bencana alam yang beragam jenisnya, seringkali dengan magnitudo dan frekuensi yang cukup tinggi. Bencana-bencana alam ini menyebabkan kerugian yang signifikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian tersebut mencakup hilangnya nyawa, kerusakan dan kehilangan harta, kerusakan infrastruktur, perusakan lingkungan, serta trauma bagi para korban yang selamat. Penyebab dari bencana alam ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh fenomena alam itu sendiri, seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan badai, serta bencana alam yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti deforestasi, pembakaran hutan, pengelolaan sampah yang tidak tepat, pengeboran minyak bumi, dan berbagai bentuk konflik antar manusia, seperti perselisihan antara suku atau kelompok (Susanto, 2006: 2-3).

Penanganan bencana oleh pemerintah untuk mengurangi potensi dampak dari bencana alam telah diatur sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-undang ini telah mengubah cara bencana dikelola di Indonesia. Sebelumnya, pendekatan yang lebih berfokus pada respons dan tindakan darurat dalam menghadapi bencana, tetapi sekarang telah digeser menjadi upaya preventif, dengan tujuan untuk meminimalkan risikonya melalui mitigasi.

Implementasi komitmen pemerintah dalam penanggulangan bencana yang bersifat pencegahan memerlukan seriusitas dari pemerintah pusat dan daerah. Hal ini melibatkan konsep

"Pengurangan Risiko Bencana" yang harus terintegrasi dengan program pembangunan. Pengurangan Risiko Bencana bertujuan untuk mengurangi dampak negatif bencana, terutama ketika bencana tidak sedang terjadi. Oleh karena itu, program-program Pengurangan Risiko Bencana harus dimasukkan ke dalam rencana pembangunan di tingkat pusat dan daerah, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Strategis (Renstra), dan Rencana Kerja (Renja) di tingkat pusat dan daerah.

Nurjanah, dkk (2012:48) menyatakan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 mengamanatkan bahwa pemerintah harus merancang rencana penanggulangan bencana. Proses ini dimulai dari inisiatif dan komitmen pemerintah, identifikasi risiko bencana, pemilihan tindakan untuk mengurangi risiko

(2)

bencana, pengaturan peran dan tanggung jawab pelaku, alokasi sumber daya yang tersedia, serta pengembangan mekanisme untuk menghadapi dan mengatasi dampak bencana. Perencanaan yang jelas memberikan panduan kebijakan dan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas program tersebut, sehingga dapat dilaksanakan secara efektif, berkolaborasi, tanpa tumpang tindih aktivitas, dan tanpa kesenjangan.

Analisis kebencanaan dengan menggunakan siklus bencana, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, melibatkan tiga tahap utama:

pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana. Berikut adalah gambaran tentang masing-masing tahap ini:

1. Pra Bencana:

Pra-bencana adalah tahap sebelum terjadinya bencana. Pada tahap ini, fokus utama adalah pada upaya mitigasi, yang mencakup tindakan-tindakan untuk mengurangi risiko bencana. Hal- hal yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

- Identifikasi risiko dan kerentanan di wilayah tertentu.

- Penyusunan rencana penanggulangan bencana.

- Pembentukan tim dan sumber daya untuk penanggulangan bencana.

- Penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat tentang langkah-langkah persiapan bencana.

Pemantauan dan pemeliharaan infrastruktur yang berhubungan dengan penanggulangan bencana.

2. Tanggap Darurat:

Tanggap darurat adalah tahap yang terjadi selama atau segera setelah bencana terjadi. Tujuan utamanya adalah penyelamatan nyawa dan harta benda serta penyediaan bantuan segera kepada korban. Kegiatan utama pada tahap ini meliputi:

- Evaluasi situasi dan pengambilan tindakan cepat.

- Evakuasi penduduk jika diperlukan.

- Pencarian dan penyelamatan korban.

- Pengobatan medis dan perawatan kesehatan.

- Distribusi makanan, air bersih, dan bantuan lainnya kepada korban.

- Komunikasi krisis dan informasi kepada masyarakat.

3. Pasca Bencana:

(3)

Pasca bencana adalah tahap setelah bencana terjadi. Pada tahap ini, fokus beralih ke rehabilitasi dan rekonstruksi. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini meliputi:

- Evaluasi kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana.

- Pmulihan infrastruktur yang rusak.

- Pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang terdampak.

- Pemberian bantuan jangka panjang kepada korban bencana.

- Penyusunan laporan dan analisis bencana untuk perbaikan masa depan.

- Perencanaan pemulihan dan rekonstruksi jangka panjang.

Selama semua tahap ini, koordinasi antara pemerintah, lembaga penanggulangan bencana, dan masyarakat sangat penting. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 mengatur peran dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam penanggulangan bencana, termasuk upaya-upaya yang harus dilakukan pada setiap tahap siklus bencana untuk mengurangi risiko, menyelamatkan nyawa, dan memulihkan kondisi normal setelah bencana terjadi.

Berikut analisis kebencanaan dengan menggunakan siklus bencana (sesuai Undang-Undang No. 24 Tahun 2007) pada contoh kasus bencana gempa bumi dan tsunami Aceh tahun 2004:

1. Pra Bencana:

- Identifikasi Risiko: Wilayah Aceh dikenal sebagai zona gempa bumi dan tsunami, sehingga risiko bencana ini sudah dikenal sebelumnya.

- Rencana Penanggulangan Bencana: Pemerintah dan lembaga terkait telah menyusun rencana penanggulangan bencana, termasuk prosedur evakuasi dan sistem peringatan dini.

- Pemantauan dan Pendidikan Masyarakat: Pemerintah setempat telah melakukan pemantauan aktivitas Gunung Merapi dan mengedukasi masyarakat tentang tindakan yang harus diambil dalam situasi darurat.

2. Tanggap Darurat:

- Gempa Bumi dan Tsunami: Pada 26 Desember 2004, gempa bumi berkekuatan besar terjadi di lepas pantai Aceh, diikuti oleh tsunami yang menghantam pesisir Aceh.

- Evaluasi Situasi: Setelah bencana, pemerintah segera mengevaluasi kerusakan dan dampaknya.

- Evakuasi dan Pencarian Korban: Upaya evakuasi dilakukan, dan tim pencarian dan penyelamatan dikerahkan untuk mencari korban yang tertimbun reruntuhan.

- Bantuan Darurat: Bantuan medis, makanan, air bersih, dan perlengkapan lainnya segera didistribusikan kepada korban.

(4)

3. Pasca Bencana:

- Evaluasi Kerusakan dan Kerugian: Pemerintah melakukan evaluasi kerusakan dan kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami.

- Rehabilitasi dan Rekonstruksi: Upaya pemulihan dimulai, termasuk membangun kembali infrastruktur yang hancur, rumah-rumah, dan fasilitas umum.

- Pemberian Bantuan Jangka Panjang: Program bantuan jangka panjang diperkenalkan untuk membantu korban memulihkan kehidupan mereka.

- Pemantauan dan Pembelajaran: Pemerintah memantau kondisi pasca bencana dan melakukan analisis untuk memahami apa yang dapat diperbaiki di masa depan.

- Perencanaan Mitigasi: Upaya untuk memitigasi risiko gempa bumi dan tsunami ditingkatkan, termasuk peringatan dini dan pembangunan infrastruktur yang lebih tahan gempa.

Dalam kasus ini, pra bencana melibatkan upaya mitigasi risiko dan persiapan yang terus menerus, tanggap darurat fokus pada penyelamatan dan pemberian bantuan segera, sedangkan pasca bencana melibatkan upaya pemulihan, rehabilitasi, dan perencanaan untuk mencegah bencana serupa di masa mendatang. Kondisi pasca bencana juga memperlihatkan pentingnya pembelajaran dari bencana sebelumnya untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penanggulangan di masa mendatang.

Referensi

Nurjanah, R. S., Kuswanda D., Siswanto B.,P. dan Adikoesoemo. (2012). Manajemen Bencana. Bandung:

Alfabeta.

Susanto. (2006), Disaster Management: Di Negeri Rawan Bencana. Jakarta, Eka Tjipta Foundation Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mempunyai peran strategis dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memenuhi hak asasi manusia; sedangkan

Yang dimaksud dengan “asas ilmu pengetahuan dan teknologi” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal

memadai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, badan nasional penanggulangan bencana dan badan penanggulangan bencana

Pemerintah, pemerintah daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah melakukan pengelolaan sumber daya bantuan bencana

bahwa sehubungan dengan hal-hal di atas, dan dalam upaya penanggulangan bencana baik yang ditimbulkan oleh alam maupun oleh manusia dan penanggulangan bencana dalam tahap

pada saat pasca bencana banjir, maka oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap pencegahan penyakit

• Peran organisasi internasional dan non-pemerintah dalam penanggulangan bencana – termasuk kegiatan prabencana, tanggap darurat, dan upaya pascabencana – dijelaskan dalam Peraturan

Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Kabupaten Banjar dalam Pelaksanaan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan di ukur dari indikator Produktivitas, Kualitas layanan,