Analisis Kecacatan Produk Pada Hasil Pengelasan dengan Metode Failure Mode Effect Analysis
Achmad Khatammi1, Akhmad Wasiur Rizqi2*
1,2Progam Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Gresik Jl. Sumatera 101 GKB Gresik, Indonesia 61121
*Koresponden email : [email protected]
Diterima : 22 Januari 2022 Disetujui: 8 Maret 2022
Abstract
UD. Las Mandiri is located in Duduk Sampeyan District, Gresik Regency engaged in welding and manufacturing metal products such as fences, canopies, trellises, and roiling doors. As production increases, it must be offset by increased quality of the product to meet customer satisfaction. This research is aimed to analyze product defects of welding in UD. Las Mandiri and make a production planning to improve the quality of a better product. The early stages in this research are identifying product defect based on production flowchart. Based on identifying result, it was found three kinds of product defect, those are undercut, spatter dan welding crack. After knowing the product defect, the next step is to determine the cause priority of the product defect using FMEA method. The results in this study indicate that the highest risk priority number (RPN) is defect spatter with a score of RPN value of 648. The factors causing the failure of this defect spatter are the welding machine specs are not good, in the welding process the distance between the electrodes and the base metal is too far and the place is too far, dirty and dusty material. In this study a better design to maintain product quality is by improving facilities and supervision of each worker.
Keywords : product quality, defect, FMEA, RPN, quality control
Abstrak
UD. Las Mandiri terletak di Kecamatan Duduk Sampeyan, Kabupaten Gresik bergerak dibidang pengelasan dan pembuatan produk yang berbahan logam seperti pagar, kanopi, tralis, dan rooling door. Seiring dengan peningkatan jumlah produksi, maka harus diimbangi dengan peningkatan dan pengendalian kualitas produk agar mampu memenuhi kepuasan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kecacatan produk hasil pengelasan di UD. Las Mandiri dan membuat rancangan untuk meningkatkan kualitas produk. Penelitian diawali dengan mengindetifikasi kecacatan pada produk berdasarkan flowchart produksi. Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan tiga kecacatan pada produk, yaitu undercut, spatter dan welding crack. Setelah diketahui jenis kecacatan pada produk, selanjutnya menentukan prioritas penyebab kecacatan produk menggunakan metode FMEA. Hasil penelitian menunjukan bahwa RPN tertinggi adalah defect spatter dengan skor 648. Faktor penyebab kegagalan defect spatter ini adalah spek mesin las kurang bagus, pada proses pengelasan jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh, tempat dan material kotor.
Usulan perbaikan untuk pengendalian kualitas produk dalam penelitian ini yaitu dengan cara meningkatkan fasilitas dan pengawasan terhadap setiap pekerja.
Kata Kunci : kualitas produk, kecacatan, FMEA, RPN, pengendalian kualitas
1. Pendahuluan
Di era globalisasi saat ini, perkembangan teknologi yang berhubungan dengan peningkatan kualitas produk kian masif [1]. Kualitas adalah salah satu indikator yang sangat penting ditengah ketatnya persaingan dunia industri, karena kualitas merupakan keseluruhan karakteristik produk dan jasa yang meliputi marketing, enginering, manufacture dan maintenance, dimana penggunaan produk ini harus sesuai dengan kebutuhan konsumen [2]. Demi menjaga keberlangsungan usaha di era globalisasi perusahaan harus terus-menerus memperhatikan kualitas dan memperbaiki kekurangan dalam proses produksi. Kualitas adalah sesuatu yang ditetapkan oleh pelanggan [3]. Kepuasan dan respon konsumen menjadi bahan evaluasi dalam memahami ketidaksesuaian antara harapan dan kinerja aktual jasa [4].
Setiap perusahaan juga harus selalu melakukan pengendalian kualitas untuk melihat proses produksi dan memastikan kinerja yang dilakukan sesuai dengan rencana [5]. Pengendalian kualitas tidak hanya
aktivitas dan teknik yang direncanakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk agar mencapai standar yang telah ditetapkan dan memenuhi keinginan pembeli [6]. Tujuan pengendalian kualitas ini untuk mengetahui penyebab atau pergeseran proses dengan cepat, agar penyelidikan terhadap proses dan tindakan pembetulan terhadap produk yang tidak sesuai dapat segera dilakukan sebelum terlalu banyak produk [7].
UD. Las Mandiri adalah suatu usaha yang bergerak di bidang pengelasan dan pembuatan produk- produk yang berbahan logam seperti pagar, kanopi, tralis, dan rolling door. Pada hasil dan proses produksi pengelasan didapati 3 jenis cacat (defect), yaitu:
1 Undercut
Merupakan cacat dari hasil pengelasan yang berada pada bagian permukaan dengan bentuk cacat berupa cerukan pada base metal.
2 Spatter
Kecacatan las berupa bintik-bintik kecil logam yang diakibatkan dari percikan pada saat pengelasan.
3 Welding Crack
Kecacatan las yang berupa retak pada hasil pengelasan.
Pengendalian kualitas yang diterapkan oleh UD. Las Mandiri masih belum maksimal. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kecacatan beberapa produk dalam setiap produksi. Produk cacat merupakan produk yang tidak sesuai dengan standar, yang secara ekonomis produk tersebut bisa menjadi produk jadi yang baik namun perlu mengeluarkan biaya pengerjaan untuk memperbaiki[8]. Dalam industri manufaktur produk cacat dapat disebabkan oleh mesin, metode, material, manusia, pengukuran, dan lingkungan [9].
Hal tersebut tentunya menjadi penghambat pada proses produksi, karena dengan tingginya kecacatan akan semakin banyak pengeluaran biaya untuk melakukan perbaikan. Apabila permasalahan tersebut tidak segera ditindak lanjuti dengan metode yang tepat untuk memperoleh perbaikan, tidak menutup kemungkinan cacat pada hasil pengelasan akan terus bertambah.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) yang merupakan suatu metode terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah mode kegagalan (failure mode) [10]. FMEA menggunakan pendekatan sistematik berupa pentabelan untuk memudahkan proses yang dilakukan oleh engineers dalam mengidentifikasi mode kegagalan dan efeknya [11]. Metode ini dapat menentukan perbaikan dari mode kegagalan yang terjadi berdasarkan skala prioritas, sehingga dengan muda melakukan perbaikan [12]. Metode FMEA ini didefinisikan sebagai teknik untuk mengidentifikasi tiga hal, yaitu sebagai berikut [13]:
1 Efek terjadinya kegagalan (severity),
2 Mencari potensi penyebab kegagalan dari sistem, desain, produk dan proses (occurance), 3 Pengawasan terhadap suatu kegagalan yang terjadi (detection).
2. Metode Penelitian
Objek pada penelitian ini yaitu mengamati alur proses produksi dan hasil produksi di UD. Las Mandiri. Teknik awal pada penelitian ini melakukan survei, wawancara dengan pegawai dan pemilik UD.
Las Mandiri, serta melakukan pengamatan pada proses produksi dan hasil produksi. Responden dalam penilitian ini melibatkan pemilik dan karyawan produksi di UD. Las Mandiri, pada penelitian ini mendapatkan data historis produk dan data defect sebagai data pendukung pada penelitian ini.
Tahap selanjutnya pada penelitian ini yaitu melakukan penyebaran kuisioner FMEA kepada pekerja di UD. Las Mandiri yang meliputi pemilik usaha dan karyawan produksi. Setelah hasil kuesioner didapatkan dilakukan perhitungan terhadap nilai severity, occurance dan detection dengan cara perkalian untuk mendapatkan nilai RPN. Dalam metode FMEA terdapat delapan tahapan yang digunakan, yaitu [14]:
1 Mengidentifikasi terhadap proses produksi.
2 Mengidentifikasi potensi failure mode pada proses produksi.
3 Mengidentifikasi potential effect yang ditimbulkan oleh failure mode.
4 Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode pada proses produksi.
5 Mengidentifikasi detection mode pada proses produksi.
6 Menetapkan nilai severity (S), occurance (O), dan detection (D).
7 Menghitung nilai RPN (RPN = S x O x D)
8 Memberikan rekomendasi perbaikan terhadap penyebab kegagalan, alat kontrol dan efek yang diakibatkan.
Tabel 1. Kriteria Severity
Effect Severity effect for FMEA Ranking
Tidak ada Bentuk kegagalan ini tidak memiliki efek samping 1
Sangat kecil Tidak ada efek langsung 2
Kecil Efek terbatas 3
Sangat rendah Perlu sedikit pengerjaan ulang 4
Rendah Membutuhkan cukup banyak pengerjaan ulang 5
Sedang Produk rusak 6
Tinggi Menyebabkan peralatan menjadi terganggu 7
Sangat tinggi Menyebabkan fungsi mesin tergantung tingkat serius 8 Berbahaya dengan peringatan Menyebabkan fungsi mesin terganggu sampai berhenti 9 Berbahaya tidak ada
peringatan
Mengakibatkan gangguan mesin dan memberi ancaman keselamatan pekerjanya
10 Sumber: Ref. [15]
Pada Tabel 1 menampilkan kriteria severity yang merupakan tahap awal dalam menganalisa sebuah resiko dengan cara menetapkan intensitas kejadian yang mempengaruhi output proses.
Tabel 2. Kriteria Occurance
Probability of failure Failure rate Rating
Sangat tinggi 1 in 2 10
1 in 3 9
Tinggi 1 in 8 8
1 in 20 7
Sedang
1 in 80 6
1 in 400 5
1 in 2000 4
Rendah 1 in 1500 3
Sangat rendah 1 in 150000 2
Remote 1 in 1500000 1
Sumber: Ref. [15]
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat kriteria penilaian dari skala 1 sampai 10 frekuensi penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek yang terjadi.
Tabel 3. Kriteria Detection
Detection Criteria of detection by proces Rangking
Hampir tidak mungkin
Tidak terdapat alat kontrol yang melaksanakan deteksi penyebab kegagalan 10 Sangat jarang Alat kontrol hampir tidak dapat melaksanakan deteksi yang menyebabkan
kegagalan
9 Jarang Alat kontrol sangat sulit melaksanakan deteksi sebab kegagalan 8 Sangat rendah Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan sangat
rendah
7 Rendah Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan rendah 6 Sedang Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan sedang 5 Agak tinggi Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan agak tinggi 4 Tinggi Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan tinggi 3 Sangat tinggi Kemampuan alat kontrol melaksanakan deteksi sebab kegagalan sangat tinggi 2 Hampir pasti Alat kontrol saat ini hampir pasti bisa melaksanakan deteksi sebab kegagalan 1
Sumber: Ref. [15]
Pada Tabel 3 merupakan kriteria detection untuk mengukur kemampuan alat kontrol dalam mendeteksi penyebab kegagalan yang terjadi. Kriteria penilaian detection ini menggunakan skala 1 sampai dengan 10.
3. Hasil dan Pembahasan
Observasi dan wawancara di UD. Las Mandiri menghasilkan gambaran flowchart proses produksi.
Kedua yaitu membahas data objek penelitan berdasarkan pengamatan pada proses produksi dan data
dari hasil pengamatan dan data historis. Selanjutnya dapat dilihat flowchart proses pembuatan produk pada Gambar 1.
Gambar 1. Flowchart proses produksi UD. Las Mandiri Sumber: Data penelitian (2020)
Pada Gambar 1 bisa dilihat flowchart proses pembuatan produk di UD. Las Mandiri. Tahapan pembuatan produk ini dimulai dengan mempersiapkan bahan yang berupa plat dan pipa. Setelah itu dilakukan proses marking. Selanjutnya dilakukan proses pemotongan material plat dan pipa dengan mesin cutting, setelah material terpotong dilakukan proses penghalusan atau merapikan bekas potongan dengan menggunakan mesin grinding. Selanjutnya dilakukan proses FIT – UP atau bisa disebut penggabungan antara material plat dan pipa. Dalam proses FIT – UP hanya sebatas menggabungkan dan mencocokkan material agar sesuai desain yang diinginkan konsumen. Setelah menyusun desain sesuai permintaan konsumen selanjutnya semua komponen masuk pada proses welding. Selanjutnya dilakukan grinding dengan tujuan untuk menghaluskan dan merapikan sehingga terlihat rapi dan halus. Kemudian masuk pada bagian pengecatan, sebelum dilakukan pengecatan. Setelah proses pengecatan selesai maka dilakukan pengecekan ulang secara keseluruhan sebelum dikirim ke pelanggan. Selanjutnya dapat diketahui data produk dan defect pada Tahun 2019 di Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 merupakan data historis pada tahun 2019 yang berupa data produk dan data kecacatan di UD. Las Mandiri. Data ini merupakan hasil wawancara dengan pemilik usaha tersebut.
Adapun pada Tahun 2019 ini terdapat tiga jenis defect pada produk pengelasan, yaitu undercut, spatter, dan welding crack.
Tabel 4. Data produk dan data defect
Tahun Bulan Produk Jumlah Produk Jumlah Defect
Pagar Kanopi Tralis Roling Dor
2019
Januari 1 2 3 1 7 10
Februari 1 1 1 - 3 11
Maret 2 2 - 3 7 7
April 2 3 2 - 7 13
Mei - 1 4 - 5 7
Juni - 1 2 3 4 10
Juli 3 - 1 - 4 8
Agustus 1 - 2 2 5 11
September 2 2 - 1 5 9
Oktober 3 - 3 2 8 15
November 4 - 2 1 8 14
Desember 3 - 4 - 7 12
Total 69 127
Sumber: Data penelitian (2020)
Jadi pada Tahun 2019 ini total defect yang ada sebanyak 127 titik pada 69 produk. Selanjutnya hasil kuisioner yang telah disebarkan di UD. Las Mandiri ini dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai failure mode. Dari ketiga jenis kecacatan tersebut, perhitungan nilai severity, occurance dan detection bisa dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil kuesioner SOD
Defect Responden
Nilai Tertinggi
1 2 3 4 5 6
Undercut
S 7 6 7 7 7 8 8
O 6 7 5 6 7 6 7
D 6 6 3 3 4 7 7
Spatter
S 9 9 7 7 7 9 8
O 5 7 6 6 8 7 9
D 5 5 3 3 4 9 9
Welding Crack
S 9 7 8 7 7 6 9
O 6 7 7 7 8 7 8
D 6 5 3 3 5 7 7
Sumber: Data penelitian (2020)
Dari Tabel 5 ini merupakan hasil penilaian pada severity, occurance, dan detection pada ketiga defect yaitu undercut, spatter dan welding crack. Selanjutnya melakukan analisis mengenai penyebab dan pengendalian terhadap jenis defect berdasarkan perhitungan yang didapatkan. Dalam tahap ini untuk mengetahui seberapa serius efek mode kegagalan, keseringan terjadinya kegagalan dan mengontrol penyebab terjadinya mode kegagalan pada proses produksi. Dari hasil penilaian severity, occurance dan detction dapat dilihat skor RPN defect undercut pada Tabel 6.
Tabel 6. Analisis FMEA pada defect undercut
Defect Failure Effect S Failure Cause O Control D RPN
Undercut
Kecepatan las terlalu tinggi 8
Pengelas kurang menguasai Arus las tidak sesuai 7
Tempat yang kurang luas
7 392 Sumber: Data penelitian (2020)
Pada Tabel 6 merupakan hasil analisis dan penilaian terhadap jenis defect undercut. Hasil dari penilaian ini didapatkan nilai RPN pada defect undercut sebesar 392, berdasarkan dari perkalian nilai severity (8), occurance (7) dan detection (7). Untuk defect spatter skor RPN dapat dilihat pada Tabel 7.
Pada Tabel 7 merupakan hasil analisis dan penilaian terhadap jenis defect spatter. Hasil dari penilaian ini didapatkan nilai RPN pada defect spatter yaitu sebesar 648, berdasarkan dari perkalian nilai severity (8), occurance (9) dan detection (9). Untuk defect welding crack skor RPN dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Analisis FMEA pada defect spatter
Defect Failure Effect S Failure Cause O Control D RPN
Spatter
Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh
8
Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh
Kotor dan berdebu
Spek mesin las kurang bagus.
9
Kurang teliti
9 648 Sumber : Data penelitian (2020)
Tabel 8. Analisis FMEA pada defect welding crack
Defect Failure Effect S Failure Cause O Control D RPN
Welding Crack
Tergesa-gesa ketika proses pengelasan 9
Kecepatan pengelasan tinggi tetapi arus rendah 8
Kontaminasi base metal atau logam dasar
7 504 Sumber : Data penelitian (2020)
Pada Tabel 8 merupakan hasil analisis dan penilaian terhadap jenis defect welding crack. Hasil dari penilaian ini didapatkan nilai RPN pada defect welding crack yaitu sebesar 504,berdasarkan dari perkalian nilai severity (9), occurance (8), dan detection (7). Pada ketiga defect tersebut penyebab kegagalan yang terjadi pada tabel analisis FMEA terdapat skor RPN yang berbeda. Pada Tabel 9 dapat dilihat peringkat nilai RPN tertinggi sampai terendah pada ketiga jenis defect tersebut.
Tabel 9. Nilai RPN
No Defect Severity Occurance Detection RPN Priority
1. Underct 8 7 7 392 3
2. Spatter 9 8 9 648 1
3. Welding Crack 9 8 7 504 2
Sumber : Data penelitian (2020)
Pada Tabel 9 ini merupakan nilai RPN terhadap ketiga defect. Dalam melakukan perbaikan untuk menanggulangi dampak yang terjadi ini didasarkan pada jenis defect yang memiliki nilai RPN tertinggi, agar tidak meganggu proses operasional dan finansial pada usaha tersebut. Tindakan perbaikan terhadap defect dengan urutan skor RPN tertinggi sampai terendah yaitu, pertama spatter dengan skor nilai 648, kedua welding crack dengan skor nilai 504, dan ketiga undercut dengan skor nilai 392.
Berdasarkan analisis dan penilaian pada defect undercut, spatter, welding crack dan menentukan nilai RPN, maka langkah selanjutnya membuat rancangan perbaikan guna untuk mengeliminasi jenis defect.
Pada jenis defect yang memiliki nilai RPN tertinggi menjadi prioritas yang diberikan beberapa usulan perbaikan untuk mengeliminasi kegagalan. Usulan perbaikan defect dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Usulan perbaikan pada jenis defect Jenis Defect
Pada Produk Failure Cause Perbaikan
Spatter
Jarak elektroda dengan base metal terlalu jauh
Membuat SOP sesuai standart kualitas pengelasan.
Membuat pelatihan berupa teori dan praktek kepada operator las.
Spek mesin las kurang bagus
Melakukan perawatan mesin las secara teratur.
Melakukan pengecekan arus mesin las sebelum pengerjaan pengelasan.
Kotor dan berdebu Setiap sebelum pengerjaan pengelasan harus dilakukan pembersihan terhadap tempat dan material
Sumber : Data penelitian (2020)
Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat perbaikan jenis defect yang terjadi merupakan hasil dari nilai RPN tertinggi. Untuk mengeliminasi kecacatan yang ada, perlu dilakukan usaha perbaikan pada jenis defect yang mempunyai nilai RPN tertinggi yaitu defect spatter. Rekomendasi perbaikan ini merupakan usulan dari penulis dan brainstorming bersama pemilik UD. Las Mandiri.
4. Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut: Pertama mengenali tiga jenis kecacatan pada proses pengelasan di UD. Las Mandiri, yaitu defect undercut, defect spatter, dan defect welding crack dan kedua didapatkan hasil bahwa jenis defect spatter menjadi prioritas dalam melakukan pengendalian dan perbaikan karena memiliki nilai RPN tertinggi dengan nilai 648.
Usulan perbaikan yang direkomendasikan pada usaha ini yaitu, pertama melengkapi fasilitas untuk mendukung kenyamanan pegawai dalam melakukan pekerjaan, kedua melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja dalam setiap proses produksi agar pegawai selalu fokus terhadap pekerjaannya, ketiga pemilik usaha diharapkan untuk segera melakukan perbaikan pada kendala yang ada agar usaha tersebut dapat terus meningkat kualitas produknya.
5. Referensi
[1] V. M. Dasmasela, J. Morasa, dan S. Rondonuwu, “Penerapan total quality management terhadap produk cacat pada pt. sinar pure foods international di Bitung,” Indonesia Accounting J., Vol. 2, No.
2, Hal. 97-102, 2020.
[2] Sugiarto, Fransiskus. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam keputusan pembelian magic com yongma YMC 114 di surabaya. In: Seminar Nasional Ilmu Terapan. 2019. p. E13-E13.
[3] Y. A. Fauzi dan H. Aulawi, “Analisis pengendalian kualitas produk peci jenis overset yang cacat di pd. panduan illahi dengan menggunakan metode fault tree analysis (fta) dan metode failure mode and effect analysis (fmea),” J. Kalibrasi, Vol. 14, No. 1, 2016.
[4] B. Saidani dan S. Arifin, “Pengaruh kualitas produk dan kualitas layanan terhadap kepuasan konsumen dan minat beli pada ranch market,” J. Riset Manajemen Sains Indonesia (JRMSI), Vol. 3, No. 1, Hal. 1-22, 2012.
[5] S. Widiyawati dan S. Assyahlafi, “Perbaikan produktivitas perusahaan rokok melalui pengendalian kualitas produk dengan metode six sigma,” J. of Industrial Engineering Management, Vol. 2, No. 2, Hal. 32-38, 2017.
[6] M. N. Ilham, “Analisis pengendalian kualitas produk dengan menggunakan statistical processing control (spc) pada pt. bosowa media grafika (tribun timur),” Skripsi, Universitas Hasanuddin, 2012.
[7] Ratnadi dan E. Suprianto, “Pengendalian kualitas produksi menggunakan alat bantu statistik (seven tools) dalam upaya menekan tingkat kerusakan produk,” J. Industri Elektro dan Penerbangan, Vol.
6, No. 2, 2016.
[8] R. Pratiwi, Mustakim, dan L. Sucilianti, “Pengendalian kualitas pada corrugated concrete sheet pile dengan metode six sigma,” Jurnal Ilmiah Teknik Sipil TRANSUKMA (Tanah Transportasi Struktur Manajemen Kontruksi), Vol. 3, No. 2, Hal. 99-113, 2021.
[9] D. Hartami, Maryam, dan D. Sutiyarno, “Analisa produk cacat menggunakan metode peta kendali p dan root cause analysis,” J. Teknologi Pertanian, Vol. 7, No. 2, Hal. 10-18, 2018.
[10] J. Robecca, M. V. D. Pasaribu, “Metode failure mode and effect analysis untuk mengurangi cacat produk,” INAQUE: J. of Industrial & Quality Engineering, Vol. 7, No. 2, Hal. 117-125, 2019.
[11] A. Muhazir, Z. Sinaga, dan A. A. Yusanto, “Analisis penurunan defect pada proses manufaktur komponen kendaraan bermotor dengan metode failure mode and effect analysis (fmea),” J. Kajian Teknik Mesin, Vol. 5, No. 2, Hal. 66-77, 2020.
[12] I. Desy, B. C. Hidayanto dan H. M. Astuti, “Penilaian risiko keamanan informasi menggunakan metode failure mode and effects analysis di divisi ti pt. bank xyz Surabaya,” SESINDO, vol. 2014, 2014.
[13] R. Y. Hanif, H. S. Rukmi dan S. Susanty, “Perbaikan kualitas produk keraton luxury di pt. x dengan menggunakan metode failure mode and effect analysis (fmea) dan fault tree analysis (fta),” Reka Integra, Vol. 3, No. 3, 2015.
[14] A. T. Aryanto dan T. A. Auliandri, “Analisis kecacatan produk fillet skin on red mullet dengan the basic seven tools of quality dan usulan perbaikannya menggunakan metode fmea (failure modes and effect analysis) pada pt. holi mina jaya,” J. Manajemen Teori dan Terapan| Journal of Theory and Applied Management, Vol. 8, No. 1, 2015.
[15] V. Gaspersz, Total Quality Management: Untuk Praktisi Bisnis & Industri. Bandung: Vincristo Publication, 2011.