• Tidak ada hasil yang ditemukan

analisis kelayakan usahatani tanaman sagu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "analisis kelayakan usahatani tanaman sagu"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usahatani Sagu di Desa Sampeang, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu, benar-benar merupakan hasil karya yang tidak diserahkan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Judul yang penulis usulkan adalah “Analisis Kelayakan Usahatani Sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu”. Kepada pemerintah Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu beserta jajarannya yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di daerah tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui analisis kelayakan budidaya sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling jenuh atau enumerasi dengan menentukan sampel dengan seluruh populasi petani Sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu yang berjumlah 13 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu rata-rata jumlah produksi yang diperoleh dari budidaya sagu sebanyak 1010 kg dengan harga Rp.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sagu merupakan sumber karbohidrat yang sangat penting di Indonesia, termasuk Sulawesi Tenggara, dimana secara historis masyarakatnya mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok selain nasi. Sagu banyak terdapat di beberapa kabupaten dan daerah yang masih tumbuh pohon sagu. Luwu Utara merupakan kabupaten dengan luas wilayah terluas yakni 1.590 hektar dengan total produksi 277 ton dan jumlah petani 2.644 orang.

Berikutnya Luwu dengan luas 1.462 hektar dengan total produksi 152 ton dan jumlah petani 3.091 orang. Kabupaten Bone juga menanam pohon sagu dengan luas 274 hektar, total produksi 408 ton dengan jumlah petani 1.436 orang, sedangkan Pulau Selayar menjadi kabupaten dengan luas sagu tersempit, hanya 7 hektar dengan total produksi 1 ton. dan 23 petani. Daerah Luwu Raya (Luwu, Luwu Utara dan Luwu Timur) merupakan kabupaten yang mempunyai potensi besar untuk pengembangan sagu.

Tabel 1.  Luas  Areal,  Jumlah  Produksi  dan  Petani  Sagu  di  Sulawesi  Selatan  Tahun 2016
Tabel 1. Luas Areal, Jumlah Produksi dan Petani Sagu di Sulawesi Selatan Tahun 2016

Rumusan Masalah

Pada masyarakat yang berpendapatan lebih dari cukup, keluarganya cenderung mampu memenuhi kebutuhan surplusnya, namun sebaliknya, masyarakat yang berpendapatan cukup hanya mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarganya saja.

Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .1 Tujuan Penelitian

  • Kegunaan Penelitian

Sebagai informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya pertanian sagu sebagai makanan pokok dalam memenuhi kebutuhan gizi. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian khususnya yang berkaitan dengan budidaya sagu dan sagu. Sebagai pengembangan diri bagi para sarjana dan menjadi salah satu syarat penyelesaian studi untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Tanaman Sagu
    • Morfologi Tanaman Sagu 1. Batang
  • Proses Pembuatan Tepung Sagu
  • Usahatani
  • Biaya Usahatani Tanaman Sagu
    • Biaya Tetap (Fixed Cost)
    • Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost)
  • Penerimaan Dan Pendapatan 2.4.1 Penerimaan 2.4.1 Penerimaan
    • Pendapatan
  • Analisis Kelayakan Usahatani Tanaman Sagu
  • Kerangka pikir

Daun juga merupakan bagian sagu yang berperan penting karena menjadi dapur produksi tepung dalam proses fotosintesis. Sagu yang tumbuh di tanah liat dengan pencahayaan yang baik mempunyai 18 tangkai daun dengan panjang sekitar 5-7 m pada saat dewasa. Tahapan proses pembuatan tepung sagu secara umum meliputi: penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan, pelubangan atau pemarut, pengepresan, penyaringan, pengendapan dan pengemasan (Johan. 2011).

Berdasarkan metode dan alat yang digunakan, pembuatan tepung sagu yang saat ini dilakukan di daerah produksi sagu di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi metode tradisional, semi mekanis, dan mekanis (Kindangen dan Malia 2006). Ekstraksi tepung sagu secara tradisional umumnya ditanam oleh penduduk setempat dan digunakan sebagai makanan pokok sehari-hari (Kindangen dan Malia 2003). Di Maluku, tempat melarutkan tepung sagu disebut sahani, terbuat dari daun sagu dan ditutup dengan sabut kelapa sebagai penyaringnya (Shinta 2005).

Tepung sagu yang sudah larut kemudian ditiriskan bersama kulit sagu yang sudah dibuang bijinya. Tepung yang diperoleh dengan cara tradisional ini masih basah, biasanya dikemas dalam anyaman daun sagu yang disebut tumang; di Luwu Sulawesi Selatan disebut balabba dan di Kendari disebut basung. Sagu yang dikemas kemudian disimpan dalam jangka waktu tertentu sebagai persediaan makanan rumah tangga; dan sebagian lainnya dijual (Suratyah 2008).

Karena sagu yang dikemas masih basah, maka penyimpanan hanya dapat dilakukan beberapa hari saja. Biasanya jamur atau mikroba lain tumbuh sehingga menyebabkan tepung sagu berbau asam setelah beberapa hari disimpan. Untuk melarutkan tepung sagu digunakan alat berupa bak atau tangki yang dilengkapi pengaduk mekanis; dan pemisahan tepung sagu menggunakan filter yang digerakkan dengan mesin diesel (Samad 2003).

Umumnya cara semi mekanis ini diawali dengan penebangan pohon sagu yang berukuran 0,5-1 meter.

Gambar 1.  Skema kerangka pikir analisis kelayakan usahatani tanaman sagu di  Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu
Gambar 1. Skema kerangka pikir analisis kelayakan usahatani tanaman sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu

METODE PENELITIAN

  • Lokasi dan Waktu Penelitian
  • Teknik Penentuan Sampel
  • Jenis dan Sumber Data
  • Teknik Pengumpulan Data
  • Teknik Analisis Data
  • Defenisi Operasional

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang tidak berbentuk angka-angka, dimana data tersebut merupakan hasil wawancara dengan pelanggan terkait permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian. Data-data tersebut diperoleh dari perhitungan angket yang akan dilakukan terkait dengan masalah yang akan diteliti.

Data primer adalah data yang diperoleh secara pribadi melalui observasi yang dilakukan langsung di lokasi penelitian di Desa Balo-Balo Kecamatan Kamanre Kabupaten Luwu dan dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan dari berbagai sumber atau instansi tertentu. Observasi atau observasi langsung merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara peneliti terjun langsung ke lapangan sebagai partisipan atau non partisipan.

Wawancara adalah percakapan dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara atau pihak yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (informan) atau pihak yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Informan adalah orang yang memberikan informasi dalam pengertian tersebut, sehingga informan dapat dikatakan sama dengan responden apabila informasi yang diberikan diprovokasi oleh peneliti. Studi literatur dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lembaga.

TR = Total pendapatan pertanian (Rp/Tahun) TC = Total pengeluaran pertanian (Rp/Tahun) Y = Produksi (Kg/Tahun). Ratio (R/C) Analisis Revenue Cost Ratio atau yang dikenal dengan perbandingan antara pendapatan dengan total biaya produksi (Suratiyah, 2011), secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut. Pendapatan pertanian adalah hasil yang diperoleh petani dari penjualan produksi dikalikan harga jual yang diukur dalam rupiah per tahun (Rp/tahun).

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak georafis

  • Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
  • Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
  • Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
  • Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Terlihat bahwa Desa Sampeang mempunyai jumlah penduduk sebanyak 1547 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 750 jiwa dengan persentase 48,48% dan perempuan sebanyak 797 jiwa dengan persentase 51,52. Hal ini menjelaskan bahwa di Desa Sampeang, Kecamatan Bajo Barat, Kabupaten Luwu, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki. Usia sering dijadikan tolak ukur untuk menggambarkan produktivitas, dan berdasarkan hasil sensus terhadap 1547 jiwa, sebaran penduduk Desa Sampeang terbesar pada beberapa kelompok umur dapat dilihat pada tabel berikut.

Terlihat bahwa umur penduduk tertinggi di Desa Sampeang adalah 26-40 tahun dengan jumlah 312 orang dengan persentase 20,17%, sedangkan umur terendah adalah >75 tahun dengan jumlah 39 orang dengan persentase 2,52. Secara umum masyarakat Desa Sampeang umumnya bermatapencaharian sebagai petani, namun ada pula warga yang bekerja di sektor lain. Menunjukkan bahwa mata pencaharian utama adalah sebagai petani dengan jumlah 434 orang dengan persentase sebesar 83,30%. Angka tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Sampeang menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertanian.

Yang berpenghasilan paling buruk adalah tukang kayu sebanyak 11 orang dengan porsi 2,11%. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel  2.  Jumlah  Penduduk  Di  Desa  Sampeang  Kecamatan  Bajo  Barat  Kabupaten Luwu Tahun 2018
Tabel 2. Jumlah Penduduk Di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu Tahun 2018

Sarana Dan Prasarana

Hal ini menunjukkan bahwa jumlah sarana dan prasarana di Desa Sampeang sudah mencukupi, hal ini ditunjukkan dengan tersedianya fasilitas kesehatan, pendidikan dan ibadah.

Tabel  6.  Sarana  dan  prasarana  di  Desa  Sampeang  Kecamatan  Bajo  Barat  Kabupaten Luwu
Tabel 6. Sarana dan prasarana di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu

HASIL DAN PEMBAHASAAN

  • Identifikasi Responden
    • Umur Responden
    • Tingkat Pendidikan Responden
    • Jumlah Tanggungan Keluarga
    • Pengalaman Berusahatani
  • Penerimaan Usahatani Tanaman Sagu
  • Pendapatan Usahatani Tanaman Sagu
  • Analisis Kelayakan Usahatani Tanaman Sagu

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang ditempuh seorang petani maka semakin tinggi pula tingkat pengetahuan petani terhadap teknologi (Mosher dalam Wahyudi, 2016). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi merupakan salah satu indikator kemajuan dalam berbagai bidang usaha, khususnya di bidang pertanian. Banyaknya pencari nafkah merupakan gambaran potensi kerja suatu keluarga petani, dan banyaknya pencari nafkah juga akan berdampak pada pendapatan dan pengeluaran keluarga petani.

Meningkatnya jumlah pencari nafkah akan menjadi beban bagi petani dari sisi konsumsi. Namun jumlah anggota keluarga juga menjadi aset penting dalam membantu aktivitas petani karena akan meningkatkan limpahan tenaga kerja keluarga sehingga biaya produksi yang harus ditanggung petani menjadi lebih sedikit (Sihol Situngkir et al., 2007 dalam Nanda, 2012). . Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden terbanyak adalah 3-4 orang dengan persentase 53,38%, kemudian jumlah tanggungan 5-6 orang adalah 4 orang dengan persentase 31%, dan jumlah tanggungan terendah tersebut adalah 3-4 orang dengan persentase 31%. tanggungan sebanyak 1-2 orang sebanyak 2 orang dengan persentase 15,38.

Pendapatan total diartikan sebagai hasil penjualan suatu barang tertentu, diperoleh dari jumlah unit barang yang terjual dikalikan dengan harga jual setiap unit barang. Pendapatan pada sektor pertanian adalah produksi yang dinyatakan dalam uang sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usaha (Daniel dalam Alhidayat, 2002). Hasil analisis pendapatan petani sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dapat dilihat pada tabel berikut.

Menunjukkan bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh dari budidaya sag dipengaruhi oleh besarnya output yang dihasilkan petani dan harga jual yang sesuai maka semakin besar pula pendapatan yang diterima petani. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu produksi sagu tahun 2018 menunjukkan rata-rata produksi yang dicapai petani sagu sebanyak 1.010 kg dengan harga rata-rata Rp. Sedangkan R/C pada usahatani sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu dengan rata-rata total pendapatan sebesar Rp.

614.353, sehingga total analisis kelayakan atau R/C budidaya sagu adalah 5,46 yang berarti budidaya sagu di Dasa Sampeang layak untuk dibudidayakan karena nilai R/C lebih besar dari 1 (satu).

Tabel  7.  Umur  Petani  Sagu  di  Desa  Sampeang  Kecamatan  Bajo  Barat  Kabupaten Luwu 2019
Tabel 7. Umur Petani Sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu 2019

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

Menurut Anda mengapa tingkat konsumsi sagu di Luwu Utara menurun dibandingkan sumber karbohidrat lainnya, padahal nenek moyang kita sudah terbiasa makan sagu dan daerah ini merupakan penghasil sagu. Biaya Variabel (Biaya Tenaga Kerja) Petani Sagu di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu. Jumlah Hasil Produksi dan Pendapatan Petani Sagu Setahun Terakhir di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.

Total biaya Petani Sagu setahun terakhir di Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu.

Gambar 2. Proses Wawancara Dengan Responden Bahar
Gambar 2. Proses Wawancara Dengan Responden Bahar

Gambar

Tabel 1.  Luas  Areal,  Jumlah  Produksi  dan  Petani  Sagu  di  Sulawesi  Selatan  Tahun 2016
Gambar 1.  Skema kerangka pikir analisis kelayakan usahatani tanaman sagu di  Desa Sampeang Kecamatan Bajo Barat Kabupaten Luwu
Tabel  2.  Menunjukkan  bahwa  Desa  Sampeang  berpenduduk  sebanyak  1547  jiwa  yang  terdiri  dari  laki  laki  750 jiwa  dengan  persentase  48.48  %  dan  perempuan  797  jiwa  dengan  persentase  sebesar  51.52  %
Tabel  2.  Jumlah  Penduduk  Di  Desa  Sampeang  Kecamatan  Bajo  Barat  Kabupaten Luwu Tahun 2018
+7

Referensi

Garis besar