• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Gender Kelas Xi Mia Sma Negeri 1 Maiwa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri (Studi Pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Gender Kelas Xi Mia Sma Negeri 1 Maiwa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri (Studi Pada "

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Gender Kelas Xi Mia Sma Negeri 1 Maiwa Melalui Model Pembelajaran Inkuiri (Studi Pada

Materi Pokok Kesetimbangan Kimia)

Analisys of Critical Thinking Based on Gender in Class XI MIA SMA Negeri 1 Maiwa Trought Inquiry Learning Model in Chemical

Equilibrium Subject

Imran Hante1*, Sulfikar2, Jusniar3

1,2,3 Jurusan kimia, Universitas Negeri Makassar

*Email: imranhante.sianida11@gmail.com

(Received: January-2019; Reviewed: March-2019; Accepted: April-2019; Published: April-2019)

©2019 – ChemEdu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Makassar.

Ini adalah artikel dengan akses terbuka dibawah licenci CC BY-NC-4.0 (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

ABSTRACT

This study aims to describe and compare critical thinking skills of students based on gender in class XI MIA of SMA Negeri 1 Maiwa. This comparational descriptive study aims to describe and compare critical thinking skills of students based on gender in class XI MIA of SMA Negeri 1 Maiwa were both classes were taught by using inquiry learning model. The instrument used in this study was observation sheet to measure the process of critical thinking skills and measure the product of critical thinking ability from achievement test. The achievement indicators of critical thinking skills in male and female classes by comparison indicators in giving a simple explanation achieved 41% and 46.3%, building up basic skills achieved 51% and 34.83%, organizing the strategy and tactics is achieved 52% and 25.89%, giving further explanation achieved 44%

and 55.3%, and concluding achieved 60% and 58.92%. Achievement test values of critical thinking were analyzed using t-test of both classes where tcalculate < ttable, concluded that there was no difference in critical thinking skills of male and female students in class XI MIA SMA Negeri 1 Maiwa through inquiry learning model in the chemical equilibrium subject.

Key word : Gender, Critical Thinking Skills, Inkuiri

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu kecakapan hidup yang perlu dikembangkan melalui proses pendidikan adalah kemampuan berpikir.

Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan yang mengungkapkan terdapat hubungan antara kemampuan bernalar secara formal terhadap prestasi belajar termasuk keterampilan di laboratorium serta kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Menurut Ennis (1991) berpikir kritis adalah berpikir secara rasional (beralasan) dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan pada sesuatu yang harus diyakini atau dilakukan. Dari beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah sebuah metode berpikir yang tidak menerima pemecahan suatu masalah tanpa bukti atau sebab yang jelas akan tetapi dilakukan dengan membandingkan dari beberapa masalah yang sedang dan akan terjadi sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan dan gagasan yang dapat memecahkan masalah tersebut. Menurut Ennis (1991) terdapat dua belas indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima kelompok keterampilan berpikir yaitu Memberikan penjelasan sederhana, Membangun keterampilan dasar, Menyimpulkan, Memberikan penjelasan lanjut, Mengatur strategi dan taktik

Secara jender, laki-laki dan perempuan memiliki aspek psikososial yang berbeda. Ada kecenderungan anggapan bahwa siswa laki-laki dan perempuan memiliki jenis kemampuan yang berbeda. Bassey et al. dalam Firmanto (2013) menemukan bahwa

dalam mata pelajaran matematika, laki- laki lebih unggul jika dibandingkan dengan perempuan. Perempuan dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas, identik dengan keterampilan ”pekerjaan ibu rumah tangga”. Mereka dituntut untuk bersikap tenang, bersifat menghargai, penuh perhatian, dapat dipercaya, serta mau bekerja sama. is.

Siswa laki-laki memiliki karakteristik yang berbeda dengan siswa perempuan. Misalnya, cara berpikir siswa laki-laki berbeda dengan murid perempuan. Perbedaan mereka tampak dari kekuatan fisik, perkembangan psikoseksual, minat belajar pada bidang berlainan, ketekunan, ketelitian, kecenderungan metode pembelajaran yang lebih sesuai untuk masing-masing jenis kelamin, dan seterusnya. Ada kemungkinan murid perempuan sangat berminat dalam bidang olah raga, sedangkan murid laki-laki sangat menyukai pelajaran tata boga (Erawati.

2010).

Mata pelajaran kimia adalah mata pelajaran yang kebanyakan membahas tentang suatu konsep yang memerlukan suatu pemikiran yang tinggi dalam memahaminya seperti halnya pada materi kesetimbangan kimia. Untuk memahami isi materi ini membutuhkan suatu pengetahuan konsep dasar seperti reaksi dan perubahan reaksi.Kemampuan berpikir kritis siswa sangat dibutuhkan dalam memahami suatu konsep yang memerlukan suatu pemikiran yang tinggi serta penguasaan materi dasar seperti mengetahui jenis jenis reaksi kesetimbangan serta menghitung tetapan kesetimbangan suatu reaksi.

Terdapat banyak jenis metode pembelajaran dianjurkan pada Kurikulum 2013 diantaranya model pembelajaran pembelajaran inkuiri Model pembelajaran inkuiri merupakan bentuk dari model

(3)

pembelajaran yang berbasis kontekstual dan berorientasi kepada peserta didik (Student centered approach) dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Secara umum proses inkuiri menurut Sanjaya (2008) dapat dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu Merumuskan masalah, Mengajukan hipotesis, Mengumpulkan data, Menguji data berdasarkan data yang ditemukan dan Membuat kesimpulan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kemampuan berpikir kritis siswa serta mengetahui perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI MIA SMAN 1 Maiwa berdasarkan jender setelah melalui model pembelajaran inkuiri.

METODE

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif komparasional untuk mengukur kemampuan berpikir kritis pada proses pembelajaran dan produk siswa.

Disamping itu juga membandingkan antara kemampuan berpikir kritis siswa pada kelas laki-laki dan kelas perempuan. Desain dalam penelitian ini adalah One Shoot Case Study dapat digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Desain Penelitian

Keterangan:

X = Perlakuan yang diberikan (variable independen)

O = Observasi (variable dependen) (Sugiyono, 2012)

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA

1

yang terdiri dari hanya siswa laki-laki dengan jumlah 25 orang dan kelas XI MIA

2

yang terdiri dari hanya siswa perempuan dengan jumlah 28 orang.

Penelitian ini dilakukan dengan 5 kali pertemuan dengan 4 kali pertemuan untuk tatap muka serta 1 kali pertemuan untuk post-tes. Setiap pertemuan terdiri dari 2 jam pelajaran (2 × 45 menit).

Teknik analisis data dilakukan dengan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan kemampuan berpikir kritis siswa secara proses dan analsis statistik inferensial untuk menentukan perbedaan kemampuan berpikir kitis siswa berdasarkan gender dengan melakaukan uji dua pihak dimana Kriteria pengujian hipotesis:

Jika t

hitung

> t

tabel

atau t

hitung

< -t

tabel

dalam hal ini H

1

diterima dan H

0

ditolak. Dimana t

tabel

didapat dari daftar distribusi t dengan dk = (n

1

+n

2

- 2) dan peluang (1- ) pada taraf nyata

= 0,05

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Lembar observasi dalam mengukur kemampuan berpikir kritis proses siswa terdiri dari lima indikator dan diukur dalam setiap pertemuan. Tes hasil belajar berupa soal essai yang diatur dengan menyesuaikan indikator kemampuan berpikir kritis dengan

X O

(4)

indikator materi pembelajaran. Instrumen tersebut telah di validasi dan dinyatakan layak untuk digunakan sebagai instrumen dalam mengukur kemampuan berpikir kritis siswa yang presentasenya ditunjukkan.

Berdasarkan Tabel 1 setiap indikator untuk setiap pertemuan kemampuan berpikir kritis proses untuk kelas perempuan secara rata-rata berada pada kategori sedang. Kemampuan

berpikir kritis siswa paling rendah terdapat pada indikator Mengatur Strategi dan Taktik dengan persentase sebesar 25,89.

Kemampuan berpikir kritis kelas perempuan yang paling tinggi terlihat pada indikator Menyimpulkan dengan persentase 58,92 %. Pada indikator ini sebagian siswa sudah mampu untuk memberikan kesimpulan mengenai materi yang telah diajarkan dengan model pembelajaran inkuiri.

Tabel 1. Persentase Kemampuan berpikir kritis proses siswa pada kelas perempuan

No Indikator Kemampuan

Berpikir Kritis Skala Pertemuan

Frekuensi Persentase (%) I II III IV

1 Memberikan penjelasan sederhana

4 0 2 2 2 6 5.36

46.43

3 10 10 13 13 46 41.07

2 13 13 9 11 46 41.07 53.57

1 5 3 4 2 14 12.5

2 Membangun

keterampilan dasar

4 1 1 0 0 2 1.79

34.83

3 13 12 7 5 37 33.04

2 12 11 17 17 57 50.89

65.17

1 2 4 4 6 16 14.28

3 Mengatur strategi dan taktik

4 1 1 0 1 3 2.68

25.89

3 15 7 4 3 29 23.21

2 11 15 15 19 60 53.57

71.43

1 1 5 9 5 20 17.86

4 Memberikan penjelasan lebih lanjut

4 4 5 1 1 11 9.82

55.35

3 14 13 11 13 51 45.53

2 8 10 15 12 45 40.17

44.63

1 2 0 1 2 5 4.46

5 Menyimpulkan

4 7 5 2 1 15 13.39

58.92

3 14 14 12 11 51 45.53

2 6 8 12 14 40 35.71 41.07

Pada Tabel 2 menunjukkan persentase kelas laki-laki yang mencapai kategori tinggi dan sangat tinggi pada indikator Membangun Keterampilan Dasar dan

indikator Mengatur Strategi dan Taktik lebih besar dari pada siswa perempuan.

Siswa laki-laki lebih mudah mengungkapkan penjelasan berdasarkan

(5)

materi yang sedang diajarkan sehingga keaktifan siswa laki-laki pada indikator ini

lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan.

Tabel 2. Persentase kemampuan berpikir kritis proses siswa pada kelas laki-laki No Indikator Kemampuan

Berpikir Kritis Skala Pertemuan

Frekuensi Persentase I II III IV (%)

1 Memberikan penjelasan sederhana

4 0 1 1 1 3 3

3 10 9 11 8 38 38 41

2 10 12 8 13 43 43

1 5 3 5 3 16 16 59

2 Membangun keterampilan dasar

4 1 1 3 0 5 5

3 14 14 10 8 46 46 51

2 9 9 11 9 38 38

1 1 1 1 8 11 11 49

3 Mengatur strategi dan taktik

4 1 2 0 1 4 4

3 16 16 10 6 48 48 52

2 7 6 14 13 40 40

1 1 1 1 5 8 8 48

4 Memberikan penjelasan lebih lanjut

4 1 1 1 1 4 4

3 15 11 9 5 40 40 44

2 8 11 14 15 48 48

1 1 2 1 4 8 8 56

5 Menyimpulkan

4 3 5 3 1 12 12

3 16 11 11 10 48 48 60

2 4 9 11 12 36 36

1 2 0 0 2 4 4 40

(6)

Gambar 2 menunjukkan bahwa pada kelas laki- laki jumlah siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis pada kategori tinggi lebih banyak dibandingkan kelas perempuan dengan persentase 32% untuk kelas laki-laki dan 25%

untuk kelas perempuan. Namun pada kategori yang lain persentase yang diperoleh siswa laki- laki dan perempuan hampir sama.

Gambar 2. Histogram Persentase Perbandingan Kategori Kemampuan Berpikir Kritis Proses

Berdasarkan Tabel 3 diperoleh bahwa nilai rata-rata yang diperoleh oleh siswa laki-laki sebesar 77,86 sedangkan nilai rata-rata untuk siswa perempuan adalah 75,20 dimana keduanya diajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri, sehingga selisih nilai rata-ratanya adalah 2,66. Nilai tertinggi yang diperoleh siswa laki- laki adalah 87,00 sedangkan nilai tertinggi yang diperoleh siswa perempuan adalah 86,00

Tabel 3 Nilai statistik deskriptif siswa kelas laki-laki dan kelas perempuan

Data Nilai Statistik

Kelas Laki-

Laki

Kelas Perempuan

Tes Hasil Belajar

Jumlah

Sampel 25 28

Nilai

Tertinggi 87,00 86,00 Nilai

Terendah 65,00 65,00 Nilai

Rata-rata 77.86 75,20

Standar

Deviasi 5,49 5,44 Berdasarkan Gambar 3 yang menunjukkan bahwa jumlah persentase ketuntasan siswa laki-laki 72% artinya persentase ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan siswa perempuan yang hanya 61%.

Persentase hasil ketuntasan siswa ini ditentukan berdasarkan nilai hasil belajar yang diperoleh siswa dengan standar ketuntasan minimal adalah 70.

Gambar 3. Histogram Persentase Ketuntasan Kelas

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas maka diperoleh nilai x2tabel pada taraf kepercayaan (α) = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = 3 adalah = 7,81. Nilai x2hitung pada kelas laki-laki yaitu = 5,90 sedangkan pada kelas perempuan yaitu = 4,45 hal ini berarti nilai x2hitung < x2tabel maka disimpulkan bahwa data hasil belajar siswa yang menunjukkan kemampuan berfikir kritis produk siswa laki-laki dan siswa perempuan berdistribusi normal.

Berdasarkan dari hasil analisis uji homogenitas maka diperoleh nilai Ftabel dengan derajat kebebasan pembilang = 28 dan derajat kebeasan penyebut = 25 adalah 1,93.

Berdasarkan dari hasil uji homogenitas pada lampiran yang menggunakan hasil perbandingan antara varians terbesar dibagi dengan varian terkecil, data yang digunakan sebagai varians terbesar adalah kelas perempuan dengan nilai 30,22 dan varians terkecil adalah kelas laki-laki dengan nilai 29,69 sehingga diperoleh Fhitung =

0 20 40 60 80

tuntas tidak tuntas

Persentase

Kriteria Ketuntasan

kelas laki-laki kelas perempuan

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Sangat

Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

Persentase

Kategori KBK

Kelas Laki-Laki Kelas Perempuan

(7)

Dari analisis diperoleh nilai thitung = 1,74 dan nilai ttabel = 2.01. Nilai ini menunjukkan thitung

> - ttabel atau thitung ttabel, hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima dan H1 ditolak dan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki jika dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis siswa perempuan yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri.

PEMBAHASAN

Untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dari kedua sampel maka diberikan perlakuan yang sama yakni menggunakan model pembelajaran inkuiri karena dalam model ini dapat melatih siswa untuk menemukan sendiri konsep yang akan diajarkan sehingga dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa. Dalam penelitian ini terdapat 5 indikator kemampuan berpikir kritis yang diukur yang kemudian disesuaikan dengan langkah pembelajaran pada model pembelajaran inkuiri dengan materi pokok yang diajarkan adalah kesetimbangan kimia.

Adapun indikator kemampuan berpikir kritis tersebut adalah memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, mengatur strategi dan taktik, memberikan penjelasan lebih lanjut dan menyimpulkan.

Langkah pembelajaran inkuiri pada fase pertama dan fase kedua yaitu orientasi dan merumuskan masalah sesuai dengan indikator berpikir kritis yaitu memberikan penjelasan sederhana tercapai dengan persentase 46,43% untuk kelas perempuan dan 41% untuk kelas laki-laki berada pada kategori rendah. Menurut penelitian Vrasley (2013) yang mengemukakan keterampilan memberikan penjelasaan sederhana dan penguasaan konsep siswa yang diterapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing lebih tinggi daripada siswa yang diterapkan pembelajaran konvensional.

Fase ketiga dari model inkuiri adalah merumuskan hipotesis sesuai dengan indikator membangun keterampilan dasar tercapai pada persentase 34,83% umtuk kelas perempuan berada pada kategori rendah dan 51% untuk kelas laki-laki pada dengan kategori sedang. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Suraya (2010) bahwa dengan menggunakan model

Fase keempat mengumpulkan data sesuai dengan indikator mengatur strategi dan taktik dengan persentase 25,89% untuk kelas perempuan pada kategori rendah sedangkan kelas laki-laki 52% pada kategori sedang.

Umami (2013) mengatakan bahwa memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide, dan mengajak siswa agar dapat secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

Fase kelima menguji hipotesis sesuai dengan indikator memberikan penjelasan lebih lanjut tercapai dengan persentase 55,35% untuk kelas perempuan berada pada kategori sedang sedangkan kelas laki-laki 44% berada pada kategori sedang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sachman dalam Uno (2008) bahwa metode pembelajaran inkuiri dapat melatih kemampuan siswa dalam meneliti, menjelaskan fenomena dan memecahkan masalah secara ilmiah.

Fase terakhir dari model pembelajaran inkuiri yaitu merumuskan kesimpulan. Pada indikator menyimpulkan diperoleh persentase 58,92% untuk kelas perempuan pada kategori sedang sedangkan 60% untuk kelas laki-laki dan berada pada kategori sedang.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada setiap indikator berpikir kritis persentase tertinggi yang diperoleh berada pada indikator menyimpulkan dengan kategori sedang. Dalam hal ini siswa lebih menggunakan kemampuan berpikir kritisnya pada saat menyimpulkan dibandingkan indikator lainnya. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Kurnianto (2010) bahwa model pembelajaran dengan berbasis inkuiri mampu mengembangkan keterampilan menyimpulkan dan mengkomunikasikan bagi siswa.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa laki-laki dan perempuan kelas XI MIA SMA Negeri 1 Maiwa setelah melalui model pembelajaran inkuiri studi pada materi pokok kesetimbangan kimia.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Heong (2011) bahwa jender, prestasi akademik dan status sosial tidak mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa.

Pada dasarnya laki-laki dapat dikatakan lebih

(8)

hal ini dikemukakan oleh Nurhidayati (2014) bahwa dilihat dari tingkat kemampuan matematika dan jender ternyata terdapat perbedaan tingkat berpikir kreatif siswa. Pada tingkat kemampuan matematika atas siswa perempuan cenderung kreatif dibandingkan siswa laki-laki.

Pengumpulan data kemampuan berpikir kritis siswa juga didukung oleh lembar observasi aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang disusun berdasarkan langkah-langkah dalam model pembelajaran inkuiri. Berdasarkan dari hasil observasi tersebut maka seluruh aktivitas siswa berada pada kategori baik dengan persentase tertinggi berada pada kehadiran siswa sebesar 100% untuk setiap pertemuan, selain itu juga pada aktivitas menyimpulkan materi pembelajaran serta mengerjakan tugas yang diberikan. Hasil tersebut juga menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa pada setiap pertemuannya, artinya model inkuiri juga dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ketercapaian indikator kemampuan berpikir

kritis pada kelas laki-laki dan kelas perempuan meliputi kemampuan memberikan penjelasan sederhana tercapai pada 41% untuk kelas laki-laki dan 46,3%

untuk kelas perempuan, kemampuan membangun keterampilan dasar tercapai pada 51% untuk kelas laki-laki dan 34,83%

untuk kelas perempuan, kemampuan mengatur strategi dan taktik tercapai pada 52% untuk kelas laki-laki dan 25,89% untuk kelas perempuan, kemampuan memberikan penjelasan lebih lanjut tercapai pada 44%

untuk kelas laki-laki dan 55,3% untuk kelas perempuan serta kemampuan menyimpulkan tercapai pada 60% untuk kelas laki-laki dan 58,92% untuk kelas perempuan.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan berfikir kritis berdasarkan jender pada siswa kelas XIMIA

Berdasarkan hasil analisis penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan model pembelajaran inkuiri

memerlukan waktu yang banyak sehingga diharapkan untuk peneliti selanjutnya agar menggunakan waktu seefisien mungkin sehingga langkah pembelajaran inkuri dapat terlaksan secara maksimal.

2. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti apakah ada peningkatan kemampuan berpikir kritis berdasarkan jender setelah menerapkan model pembelajaran inkuiri karena dalam penelitian ini belum diketahui apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah melalui model pembelajaran inkuiri.

3. Peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji penelitian lebih dalam tentang perbedaan jender diharapkan menggunakan model pembelajaran lain yang dapat mengukur kemampuan berpikir kritis siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Jurnal Sains Dan Praktik Psikologi © Magister Psikologi UMM, Volume I (1), 26 – 36.

Kurnianto, dkk. 2010. Pengembangan Kemampuan Menyimpulkan dan Mengkomunikasikan Konsep Fisika Melalui Kegiatan Praktikum Fisika Sederhana. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6, Vol 2.

Nurhidayati. 2014. Kemampuan berpikir krestif siswa dalam hal pemecahan masalah berdasarkan gender pada materi bangun datar. Artikel Penelitian. Universitas Tanjungpura Pontianak.

Sanjaya, Wina 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Sugiyono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung : Alfabeta.

Suraya, Selly Nurina. 2010. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Ipa Berorientasi Model Inkuiri Untuk Melatihkan Keterampilan Proses Di SD. Jurnal Pendidikan IPA. IKIP PGRI Madiun.

(9)

Society). Pada Pokok Bahasan fluida Statis Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritissiswa Kelas Xi SMA Negeri 1 Gedangan.

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol. 02 No.

03.

Uno, H. B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Vrasley, Deny Nico. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Pada Materi Koloid Dalam Meningkatkan Keterampilan Memberikan Penjelasaan Sederhana Dan Penguasaan Konsep.

Skripsi untuk dipublikasikan).

Referensi

Dokumen terkait