• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN DAU BERDASARKAN ARAHAN RTRW KABUPATEN MALANG TAHUN 2010-2030

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN DAU BERDASARKAN ARAHAN RTRW KABUPATEN MALANG TAHUN 2010-2030"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

http://jtsl.ub.ac.id 103

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN DAU BERDASARKAN ARAHAN RTRW

KABUPATEN MALANG TAHUN 2010-2030

Analysis of Land Suitability for Residental Areas in Dau Sub-district Based on the 2010-2030 Regional Spatial Planning (RTRW) of Malang Regency

Amin Kresnajaya

*

, Didik Taryana

Departemen Geografi Universitas Negeri Malang Jl. Semarang No. 5 Malang

* Penulis korespondensi: jayakresna10@gmail.com

Abstrak

Kecamatan Dau merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Malang yang berfungsi sebagai pengembangan permukiman akibat orientasi perkembangan perkotaan Kota Malang. Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Dau berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030. Penelitian ini dilakukan menggunakan proses berbasis SIG dengan metode pembobotan AHP. Parameter AHP terdiri atas kelerengan, curah hujan, indeks COLE, kerentanan gerakan tanah, kerawanan banjir, penggunaan lahan, dan jarak dari jalan. Pengolahan AHP dilakukan menggunakan bantuan software Expert Choice 11. Kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau diperoleh hasil : kelas S1 seluas 37,12%; kelas S2 26,05%; kelas S3 16,48%; kelas N1 16,32%; dan kelas N2 4,03%

dari luas wilayah penelitian. Kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau berdasarkan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030 diperoleh hasil: kelas S1 seluas 39,96%; kelas S2 47,08%; kelas S3 8,23%; kelas N1 4,55%; dan kelas N2 0,18% dari luas wilayah penelitian. Mengacu pada peta RTRW dengan kondisi eksisting, pengembangan lahan permukiman mengalami penyimpangan 39,25%. Kawasan dengan kelas S1 dan S2 yang merupakan kelas sesuai untuk pengembangan kawasan permukiman mendominasi dengan sebaran merata disebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Faktor pemberat utama yang mempengaruhi nilai kesesuaian adalah kemiringan lereng dan kerawanan bencana.

Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, kesesuaian lahan permukiman, RTRW, SIG

Abstract

Dau Sub-district is one of the sub-districts in Malang Regency that functions as a settlement development due to the urban development orientation of Malang City. This research aimed to assess the suitability of settlement land in existing conditions and based on the direction of the Malang District RTRW 2010-2030.

This research was conducted using a GIS-based process with the AHP weighting method. The AHP parameters consisted of slope, rainfall, COLE index, land movement vulnerability, flood vulnerability, land use, and distance from roads. AHP processing was carried out using Expert Choice 11 software. The land suitability of Dau Sub-district settlements obtained results: S1 class covering 37.12%; S2 class 26.05%; S3 class 16.48%; N1 class 16.32%; and N2 class 4.03% of the study area. Land suitability for settlements in Dau Sub-district based on the 2010-2030 Malang Regency RTRW obtained results: S1 class covers 39.96%;

S2 class 47.08%; S3 class 8.23%; N1 class 4.55%; and N2 class 0.18% of the research area. Referring to the RTRW map with existing conditions, the development of residential land has deviated by 39.25%. Areas with classes S1 and S2, which are suitable classes for the development of residential areas, dominate with an even distribution across all villages in Dau Sub-district. The main inhibiting factors affecting the suitability value are slope and disaster vulnerability.

Keywords: Analytical Hierarchy Process, GIS, regional spatial plan, settlement land suitability

(2)

http://jtsl.ub.ac.id 104

Pendahuluan

Menurut UU No. 01 Tahun 2011 permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dikawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman merupakan penggunaan lahan sebagai fungsi hunian tinggal sebagai salah satu syarat terpenuhinya keamanan dan kenyamanan serta kelayakan sesuai dengan derajat kemanusiaannya (Kadriansyah et al., 2017). Kehidupan di perkotaan maupun wilayah lingkar kota, penggunaan lahan permukiman selalu mendominasi. Penggunaan lahan sebagai permukiman merupakan salah satu fenomena yang terjadi akibat pesatnya pertumbuhan serta arus mobilisasi manusia.

Pertumbuhan penduduk berkorelasi dengan kebutuhan lahan baru untuk pengembangan permukiman kedepannya. Ketersediaan lahan yang terbatas namun kebutuhan akan lahan yang terus meningkat dapat menimbulkan permasalahan bila tidak dikaji secara mendalam (Fauziyah dan Iman, 2021). Peningkatan jumlah penduduk berdampak terhadap degradasi lingkungan akibat pemanfaatan lahan yang berlebihan. Selain itu perlu diperhatikan pula derajat kesuaian lahan agar mendukung aktivitas hidup dari manusia Penentuan lokasi permukiman memiliki arti penting dalam aspek keruangan karena berkorelasi dengan ketahanan bangunan, pergerakan ekonomi, dan dampak lingkungan (Alfianto, 2017).

Pengolahan lahan dapat dilakukan secara tradisional dan secara rasional. Pengolahan lahan secara tradisional dapat dilakukan apabila alokasi pemanfaatan lahan dengan aktivitas penduduk yang masih minim/sederhana. Pengolahan lahan secara rasional sangat diperlukan dengan kondisi kebutuhan akan pemanfaatan lahan yang lebih beragam. Rasional dilakukan dengan kegiatan evaluasi sumberdaya lahan dan dilanjutkan dengan perencanaan penggunaan lahan (Sitorus, 2017).

Perencanaan pemanfaatan lahan dalam menentukan lokasi permukiman salah satunya didasari kondisi fisik meliputi topografi, sumberdaya alam, jenis tanah, letak geografis, iklim dan ancaman terhadap bencana alam. Faktor yang mempengaruhi kesesuaian lahan permukiman diantaranya kemiringan lereng, daya dukung tanah, gerak masa batuan, kedalaman MAT, drainase, tekstur tanah, erosi tanah, dan pelapukan batuan (Alfianto, 2017).

Wilayah Kecamatan Dau dalam RTRW Kab.

Malang tahun 2010-2030 termasuk dalam kawasan permukiman perkotaan yang merupakan orientasi pergerakan penduduk dari Kota Malang.

Kecamatan Dau merupakan salah satu kecamatan dari 33 kecamatan yang tergabung dalam wilayah administratif Kabupaten Malang. Kecamatan ini tergabung dalam WP Lingkar Kota Malang dengan fungsi penyokong dari pusat pelayanan Kota Malang. Luas kecamatan ini adalah sekitar 4.196 ha atau sama dengan 1,41% dari luas Kabupaten Malang. Pada tahun 2020, jumlah penduduk di Kecamatan Dau mencapai 82.220 jiwa. Kepadatan penduduk dilokasi penelitian yakni 20 jiwa ha-1 dan tergolong kepadatan penduduk rendah.

Petumbuhan penduduk dalam periode tahun 2010- 2020 mencapai 17,63% dengan penduduk pada tahun 2010 yakni 67.723 jiwa dan tahun 2020 82.220 jiwa (BPS Kabupaten Malang, 2022).

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat berdampak pada kebutuhan lahan untuk pembangunan permukiman. Pembangunan yang berdampak pada perubahan fungsi lahan semakin tinggi terjadi di Kecamatan Dau akibat perambahan aktivitas perkotaan (Kaulono et al., 2022).

Evaluasi kesesuaian lahan merupakan serangkaian proses penaksiran kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Kerangka dasar evaluasi lahan adalah untuk mencocokan (matching) kualitas suatu lahan dengan syarat yang diperlukan untuk suatu penggunaan tertentu (Fitrianto et al., 2019). Evaluasi kesesuaian lahan permukiman adalah proses pengklasifikasian tingkat kesesuaian lahan untuk pengembangan kawasan permukiman. Lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibagi menjadi tiga kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3), sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) dibedakan ke dalam dua kelas, yaitu:

tidak sesuai sementara (N1) dan tidak sesuai permanen (N2).

Parameter dalam penentuan kesesuaian lahan permukiman meliputi kemiringan lereng, gerakan tanah, curah hujan, penggunaan lahan, jarak dengan jalan utama dan jenis tanah (Kadriansari et al., 2017).

Parameter kesesuaian lahan dengan memperhatikan aspek fisik terdiri atas penggunaan lahan, kerawanan bencana, kelerengan, jenis tanah, curah hujan, hidrogeologi, dan jaringan jalan (Ratnawati et al., 2020). Kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman perlu untuk memperhatikan beberapa parameter berikut, yakni kelerengan, kerawanan banjir, drainase, batuan kerikil, tekstur dan kedalaman efektif (Umar et al., 2017). Analisis

(3)

http://jtsl.ub.ac.id 105 kelayakan permukiman dapat memperhatikan

parameter kemiringan lereng, litologi, jenis tanah, morfologi, dan curah hujan (Muhni et al., 2021).

Kesesuaian lahan untuk permukiman berdasarkan kondisi geomorfologinya terdiri atas parameter litologi, kemiringan lereng, morfologi, tutupan lahan, kebasahan lahan, kerawanan longsor, dan jarak dari TPA (Umar et al., 2017). Beberapa penelitian terdahulu mempertimbangkan kondisi fisik wilayah di Kecamatan Dau untuk menilai kesesuaian lahan permukiman, parameter yang digunakan meliputi kemiringan lereng, curah hujan, indeks COLE, kerentanan gerakan tanah, kerawanan banjir, penggunaan lahan dan jarak dari jalan.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analytical Hierarhy Process (AHP) dan Sistem Informasi Geografis (SIG).

Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan hierarki fungsional dengan input persepsi manusia sebagai pertimbangan utamanya. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, salah satunya adalah dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. SIG berperan dalam proses analisis kesesuaian lahan permukiman

dengan berbasis data parameter yang telah ditentukan.

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Dau dengan mempertimbangkan pembandingan (matching) hasil pembobotan dan skorring serta overlay peta untuk mendapatkan kelas kesesuaian lahan serta menilai kesesuaian lahan kawasan permukiman berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030.

Bahan dan Metode

Lokasi penelitian

Lokasi penelitian berada di Kecamatan Dau, dengan letak dikoordinat antara 112,330-112,360 BT dan 7,550-7, 580 LS. Secara Geografis, Wilayah Kecamatan Dau terletak pada ketinggian antara 600-2.100 mdpl dengan curah hujan rata 1.297 s/d 1.925 mm tahun-1 (BPS Kabupaten Malang, 2022).

Kecamatan Dau merupakan satu dari 33 kecamatan dalam lingkup administrasi Kabupaten Malang.

Luas kecamatan ini adalah sekitar 4.000 ha atau sama dengan 1,4% dari luas Kabupaten Malang.

Kecamatan Dau terdiri atas 10 Kelurahan. Peta batas administrasi di Kecamatan Dau disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

(4)

http://jtsl.ub.ac.id 106 Bahan penelitian

Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapangan menggunakan alat bor tanah, GPS, meteran ukur dan plastik sampel. Survei primer meliputi pengumpulan data lapangan serta pengambilan sampel untuk dilakukan analisis laboratorium. Data sekunder berupa citra satelit Sentinel 2a, citra DEMNAS, peta jenis tanah, data

curah hujan, peta kerentanan gerakan tanah, peta kerawanan banjir dan peta RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030. Citra Sentinel 2a yang digunakan merupakan akuisisi tahun 2022. Data citra diperoleh melalui laman Copernicus dengan tautan http://scihub.copernicus.eu/. Data DEM diperoleh melalui laman DEMNAS dengan tautan https://tanahair.indonesia.go.id. Jenis data dan sumber data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan data.

No Uraian Data Jenis Data Bentuk Data Sumber Data

1 Gambaran Umum Lokasi

Penelitian Sekunder Data dan Peta • BPS Kabupaten Malang

• Bappeda 2 Citra satelit Sentinel 2a,

Citra DEM, Google Earth Sekunder Citra • USGS

• Copernicus

• DEMNAS

• Google

3 Jenis tanah Sekunder Shp • Kementerian ATR/BPN

4 Kerentanan gerakan tanah Sekunder Peta • Kementerian ESDM

5 Kerawanan banjir Sekunder Peta • BIG

5 Curah hujan Sekunder Data • PU SDA Provinsi Jawa Timur

6 RTRW Kabupaten Malang

tahun 2010-2030 Sekunder Peta dan Shp • ATR/BPN Kabupaten Malang 7 Kondisi eksisting kawasan

permukiman dan jaringan jalan

Primer Data dan peta • Interpretasi Citra

• Survei lapangan

8 Sampel tanah Primer Data sampel • Survei lapangan

• Uji laboratorium Pengolahan data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik observasi lapangan, wawancara, dan dokumentasi.

Dalam proses pengolahan data sekunder digunakan aplikasi berbasis SIG (Sistem Informasi Geografis).

Aplikasi SIG yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk ArcGIS 10.5. Aplikasi ArcGIS dipilih karena memiliki berbagai macam tools dalam fitur toolbox yang cukup lengkap sehingga memudahkan untuk proses pengolahan data berbasis spasial. Pengolahan data berbasis spasial dalam SIG kesesuaian lahan berupa hasil digitasi data mentah (raw data) hasil citra dalam format penyimpanan geodatabase dan data atribut yang terbagi menjadi dua jenis dataset yakni format vektor dan format raster (Wang et al., 2015).

Pengolahan data sekunder yang pertama berupa digitasi penggunaan lahan dan permukiman serta jaringan jalan menggunakan metode interpretasi citra yang diperoleh. Interpretasi citra

merupakan suatu bentuk pengamatan unsur fisik permukaan bumi menggunakan citra satelit dengan menekankan pada unsur interpretasi, yaitu warna, tekstur, bentuk, ukuran situs, asosiasi, dan pola (Hartono, 2016). Peta kelerengan diperoleh melalui citra DEMNAS dan diolah menggunakan tool slope dan reclassify berdasarkan pembagian kelas

kelerengan menurut SK Mentan

No.837/KPTS/UM/11/1980 dan No.

683/KPTS/UM/8/1981 pada aplikasi ArcGIS 10.5. Pengolahan kelas kesesuaian lahan meliputi overlay seluruh peta parameter berdasarkan pembobotan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). AHP berguna dalam menentukan besaran bobot yang mempengaruhi parameter dan SIG berperan dalam analisis evaluasi kesesuaian lahan sesuai dengan parameter yang ditentukan (Kadriansari et al., 2017).

Beberapa referensi tersebut, peneliti mengambil beberapa parameter yang digunakan

(5)

http://jtsl.ub.ac.id 107 dalam penelitian kesesuaian lahan permukiman

terdahulu untuk menentukan parameter yang digunakan dalam penelitian ini. Parameter yang digunakan oleh peneliti terdiri atas kerawanan bencana, kelerengan, penggunaan lahan, indeks COLE, curah hujan, dan jarak dari jalan.

Pembobotan dari tiap parameter tersebut dilakukan dengan pengisian kuisioner oleh ahli kemudian data diinput dalam aplikasi Expert Choice 11 hingga diperoleh hasil konsistensi yang dapat diterima (CR<0,1). Kelas dari tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria penentuan kelas kesesuaian lahan untuk permukiman.

No Kualitas Lahan

Permukiman Kelas

S1 S2 S3 N1 N2

1 Kerawanan bencana Kerawanan

Gerakan Tanah Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Kerawanan Banjir Tidak ada Rendah Sedang

2 Kelerengan 0-8% 8-15% 15-25% 25-45% >45%

3 Indeks COLE <0,001-

0,030 0,030-0,060 0,061-0,090 >0,091 4

Curah Hujan 0-13,6

mm hr-1 13,6-20,7

mm hr-1 20,7-27,7 mm hr-1

27,7- 34,8 mm

hr-1

>34,8 mm hr-1

5 Jarak dari jalan 0-1 km 1-3 km 3-5 km >5 km

6 Tutupan Lahan Permuki-

man Lahan

campuran Perdagangan, jasa, perkantoran,

terminal, tegalan/

kebun

Kawasan lindung, makam, lapangan olahraga, konservasi, rekreasi, kawasan militer, waduk

dan mata air Sumber : Setyowati (2004) dan Siagian et al. (2016).

Analisis data

Teknik analisis pada penilitian ini terdiri atas teknik perbandingan (matching) antara kondisi deskripsi fisik lahan dengan kelas kesesuaian lahan dan metode overlay peta berdasarkan hasil pembobotan menggunakan teknik skorring AHP. Tahap matching dilakukan dengan menilai kesesuaian lahan dengan cara membandingkan parameter kesesuaian lahan dengan kriteria yang telah ditentukan (Setyowati, 2007). Tahap analisis kesesuaian lahan permukiman mengunakan proses skorring dengan pembobotan berdasarkan Analytical Hierarchy Process (AHP) dengan parameter yang digunakan meliputi kerawanan bencana, kelerengan, penggunaan lahan, indeks COLE, curah hujan, dan jarak dari jalan.

Metode AHP merupakan metode pengambilan keputusan berdasarkan penilaian dari pakar dengan pertimbangan konsistensi logis dalam penentuan prioritas (Yulia et al., 2015). Skala dasar ditetapkan mulai angka 1 hingga 9 dengan skala 1 adalah angka

yang memiliki bobot sama baik terhadap perbandingan kriteria (Saaty, 1993; Rimanttho dan Sulandri, 2022). Penggunaan skala 1 hingga 9 merupakan perbandingan terbaik dalam menentukan hierarki pendapat (Ardiyanto et al., 2013). Nilai skala kepentingan dari kriteria maupun sub kriteria dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil dan Pembahasan

Hasil analisis kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Dau Kabupaten Malang diolah menggunakan pengolahan berbasis SIG dengan bantuan pembobotan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Parameter yang digunakan terdiri atas kelerengan, curah hujan, indeks COLE, kerawanan bencana, penggunaan lahan dan jarak dari jalan. Kerawanan bencana terdiri atas kerentanan gerakan tanah dan kerawanan banjir.

Pembahasan terkait analisis AHP serta penilaian tiap-tiap parameter disajikan berikut ini (Tabel 3):

(6)

http://jtsl.ub.ac.id 108 Tabel 3. Keterangan skala kepentingan

Skala Keterangan

1 Kedua kriteria memiliki nilai kepentingan yang sama

3 Kriteria satu memiliki nilai kepentingan yang sedikit lebih penting dari kriteria lain 5 Kriteria satu memiliki nilai yang lebih penting dari kriteria lain

7 Kriteria satu memiliki nilai kepentingan yang mutlak lebih penting dari elemen lain 9 Kriteria mutlak penting dari kriteria lain

2,4,6,8 Kriteria memiliki nilai diantara dua pertimbangan yang berdekatan Sumber : Kusrini (2007).

Analisis AHP

Hasil pembobotan terhadap kriteria (parameter) yang digunakan pada analisis ini mendpat nilai rasio konsistensi (CR) 0,05, dengan mengacu pada ketentuan CR<0,1 maka perbandingan matriks memiliki konsistensi baik dan dapat diterpakan dalam penelitian. Nilai dari tiap-tiap bobot parameter kesesuaian lahan permukiman dapat dilihat pada Gambar 2. Penilaian AHP diperoleh

bobot kriteria tertinggi pada penentuan kesesuaian lahan permukiman adalah kemiringan lereng dengan bobot 0,399. Bobot tinggi pada kemiringan lereng menunjukkan bahwa parameter ini bersifat permanen dan sulit untuk dirubah. Bobot kriteria jarak dari jalan memiliki nilai terkecil yakni 0,035 sehingga parameter ini memiliki pengaruh terkecil dalam mengkaji kesesuaian lahan permukiman pada penelitian ini.

Gambar 2. Nilai bobot kesesuaian lahan permukiman.

Kelerengan

Kelas kemiringan lereng pada wilayah penelitian terdiri atas datar (0-8%), landai(8-15%), agak curam(15-25%), dan curam (25-45%). Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria kelerengan, diperoleh nilai CR 0,05. Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan subkriteria kelerengan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kesesuaian terhadap kemiringan lereng.

Slope

(%) Klas-

fikasi Bobot Luas

(ha) %

0-8 S1 0,566 2.484,35 61,23 8-15 S2 0,275 1.191,50 29,38 15-25 S3 0,073 337,60 8,32 25-45 N1 0,044 41,45 1,02

>45 N2 0,042 0,00 0,00

Total 1,000 4.054,90 100

Kerawanan bencana

Kerawanan bencana yang dikaji pada lokasi penelitian meliputi kerentanan gerakan tanah dan kerawanan banjir. Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria kerentanan gerakan tanah, diperoleh nilai CR 0,05. Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan subkriteria kerentanan gerakan tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kesesuaian terhadap kerentanan gerakan tanah.

Nilai Klasi-

fikasi Bobot Luas (ha) % Rendah S1 0,738 2.702,75 66,64 Sedang S3 0,192 1.345,52 33,20 Tinggi NS 0,070 6,62 0,16

Total 1,000 4.054,90 100

(7)

http://jtsl.ub.ac.id 109 Kerentanan gerakan tanah pada lokasi penelitian

terdiri atas 3 kelas yakni rendah, sedang dan tinggi.

Kelas rendah menunjukkan bahwa potensi gerakan tanah jarang terjadi sehingga cocok bila dikembangkan sebagai lokasi permukiman. Luasan kelas rendah adalah 2.702,75 ha atau 66,64% luas kawasan penelitian dengan sebaran lokasi merata diseluruh kelurahan. Kelas sedang berpotensi dalam terjadinya gerakan tanah terutama pada wilayah lereng dan lembah yang dipengaruhi aliran sungai.

Luasan kelas sedang adalah 1.345,52 ha atau 33,20% dari luas kawasan penelitian dengan sebaran diseluruh kelurahan dengan lokasi yang dialiri aliran sungai. Kelas tinggi sangat berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah terutama pada kawasan lereng terjal. Luasan kelas ini adalah yang terkecil dibanding kelas lainnya, yakni 6,62 ha atau 0,16% luas kawasan penelitian yang terletak di Desa Kucur.

Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria kerawanan banjir, diperoleh nilai CR 0,05. Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan subkriteria kerawanan banjir dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kesesuaian terhadap kerawanan banjir.

Nilai Klasi-

fikasi Bobot Luas

(ha) %

Rendah S1 0,755 3.748,91 92,45 Sedang S3 0,173 306,00 7,55 Tinggi NS 0,072 0,00 0,00 Total 1,000 4.054,90 100 Kerawanan banjir pada lokasi penelitian terdiri atas 2 kelas, yakni rendah dan sedang. Kerawanan banjir rendah menyebar rata diseluruh desa dengan luasan 3748,91 ha atau 92,45% dari luas kawasan penelitian. Kerawanan banjir sedang memiliki luasan 306 ha atau 7,55% luas kawasan penelitian yang teletak pada 3 desa, yakni desa Sumbersekar, Mulyoagung dan Landungsari. Kerawanan banjir

yang terjadi pada wilayah ke 3 desa tersebut dipengaruhi oleh potensi luapan aliran sungai.

Penggunaan lahan

Interpretasi citra Sentinel 2A didapat penggunaan lahan yang terdiri atas permukiman (S1) yang terdiri atas penggunaan lahan permukiman, lahan campuran (S2) yang terdiri atas penggunaan lahan kebun/tegal dan sawah, perdagangan dan jasa (S3) yang terdiri atas penggunaan lahan perdagangan dan jasa, serta kawasan lindung (NS) yang terdiri atas penggunaan lahan konservasi, rekreasi, fasilitas pendidikan, dan pemakaman. Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria penggunaan lahan, diperoleh nilai CR 0,050. Data mengenai hasil kesesuaian lah.n permukiman berdasarkan subkriteria penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 7.

Indeks COLE

Penentuan pengambilan sampel tanah didasari dengan jenis tanah pada lokasi penelitian. Pada lokasi penelitian diketahui terdapat 4 jenis tanah yang terdiri atas asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu (sampel 1), asosiasi andosol coklat dan glei humus (sampel 2), mediteran coklat kemerahan (sampel 3), dan latosol dan regosol kelabu (sampel 4). Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria indeks COLE, diperoleh nilai CR 0,030.

Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan subkriteria indeks COLE dapat dilihat pada Tabel 8. Kelas sedang terdiri atas jenis tanah asosiasi andosol coklat dan glei humus, mediteran coklat kemerahan, serta latosol dan regosol kelabu.

Kelas sedang tersebar hampir diseluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas rendah terdiri atas jenis tanah asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu.

Kelas rendah terdapat di sebagian wilayah pada 4 desa yakni sebagian Desa Gadingkulon, sebagian Desa Selorejo, sebagian Desa Petungsewu dan sebagian Desa Kucur.

Tabel 7. Kesesuaian terhadap penggunaan lahan.

Guna Lahan Kelas Bobot Luas (ha) %

Permukiman S1 0,597 504,81 12,45

Kebun/Tegal S2 0,280 3.388,73 83,57

Sawah S2 16,37 0,40

Perdagangan/Jasa S3 0,078 21,24 0,52

Kawasan Konservasi NS

0,046

100,78 2,49

Kawasan Rekreasi NS 5,79 0,14

Fasilitas Pendidikan NS 9,73 0,24

Pemakaman NS 7,46 0,18

Total 1,000 4054,90 100

(8)

http://jtsl.ub.ac.id 110 Tabel 8. Kesesuaian terhadap indeks COLE.

No Indeks COLE Klasifikasi Bobot Luas (ha) %

1 0,026 S1 0,571 338,00 8,34

2 0,052 S2

0,256 3.250,07 80,15

3 0,042 S2 196,26 4,84

4 0,056 S2 270,57 6,67

- S3 0,098 0,00 0,00

- NS 0,075 0,00 0,00

Total 1,000 4.054,90 100

Curah hujan

Pengolahan data memanfaatkan 4 stasiun penakar hujan yang terletak disekitar lokasi penelitian, meliputi Stasiun Dau, Stasiun Karangploso, Stasiun Ngaglik, dan Stasiun Wagir. Metode pengolahan menggunakan isohyet pada aplikasi ArcMap 10.5.1.

Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria curah hujan, diperoleh nilai CR 0,008.

Berdasarkan pedoman sistem klasifikasi SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan Keppres No.

48/1983 pada kawasan penelitian secara keseluruhan masih berada di rentang 0-13,6 mm/hr sehingga masuk dalam klasifikasi S1 atau sangat sesuai. Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan subkriteria curah hujan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Kesesuaian terhadap curah hujan.

CH (mm hr-1) Klasifikasi Bobot Luas (ha) %

0-13,6 S1 0,292 4054,90 100

13,6-20,7 S2 0,293 0,00 0

20,7-27,7 S3 0,261 0,00 0

27,7-34,8 N1 0,095 0,00 0

>34,8 N2 0,059 0,00 0

Total 1,000 4054,90 100

Jarak dari Jalan

Data jarak dari jalan diperoleh melalui hasil interpretasi citra dengan cara digitasi terhadap jalan dengan lebar jalan antara 4-6 m dan >6 m yang merupakan syarat jalan baik berdasarkan ketetapan Ditjen Cipta Karya Departemen PU (1980). Hasil dari digitasi kemudian diolah secara buffer

menggunakan aplikasi ArcMap 10.5.1 sesuai dengan ketentuan kesesuai yang telah disebutkan diatas (Tabel 2). Berdasarkan penilaian metode AHP terhadap subkriteria jarak dari jalan, diperoleh nilai CR 0,040. Data mengenai hasil kesesuaian lahan permukiman berdasarkan kelas subkriteria jarak dari jalan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Kesesuaian terhadap jarak dengan jalan.

Jarak dari Jalan (km) Klasifikasi Bobot Luas (ha) %

0-1 S1 0,628 3992,57 98,46

1-3 S2 0,249 62,33 1,54

3-5 S3 0,066 0,00 0,00

>5 NS 0,056 0,00 0,00

Total 1,000 4054,90 100

Kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau

Kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau diproses dengan menggunakan pembobotan kriteria dan subkriteria metode AHP. Jumlah

klasifikasi terdiri atas 5 kelas yakni sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai sementara (N1), dan tidak sesuai permanen (N2). Penentuan kelas dilakukan dengan menggunakan metode berbasis SIG menggunakan

(9)

http://jtsl.ub.ac.id 111 proses overlay dari tiap-tiap parameter yang telah

dibobotkan. Hasil overlay dari parameter kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau

dapat dilihat pada Gambar 3, sedangkan data kesesuaian lahan permukiman berdasarkan seluruh parameter dapat dilihat pada Tabel 11.

Gambar 3. Peta kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau.

Tabel 11. Kelas kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau.

Kelas Keterangan Luas

(ha) % S1 Sangat sesuai 1.505,03 37,12 S2 Cukup sesuai 1.056,50 26,05 S3 Sesuai marginal 668,18 16,48 N1 Tidak sesuai

sementara 661,60 16,32

N2 Tidak sesuai

permanen 163,59 4,03

Total 4.054,90 100

Peta kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau menunjukkan terdiri atas 5 kelas yakni S1, S2, S3, N1, dan N2. Kelas S1 mendominasi dengan luas 1.505,03 ha atau 37,12% luasan wilayah. Kelas S1 tersebar diseluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas S1 memiliki kesesuaian tertinggi untuk pengembangan permukiman, hal ini dipegaruhi dengan kondisi fisik wilayah yang minim bencana,

kelerengan datar, indeks COLE rendah hingga sedang curah hujan rendah, serta guna lahan dan akses jalan yang baik. Kelas S2 memiliki luas 1.056,50 ha atau 26,05% luasan wilayah yang tersebar diseluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas S2 meliputi wilayah yang sesuai untuk pengembangan permukiman, hal ini dipengaruhi oleh kondisi kebencanaan pada kelas rendah hingga sedang, kelerengan datar hingga landai, indeks COLE sedang, curah hujan rendah, guna lahan berupa permukiman dan perkebunan, serta akses jalan yang baik. Kelas S3 memiliki luas 668,18 ha atau 16,48% luasan wilayah dengan sebaran di seluruh desa Kecamatan Dau. Kelas S3 termasuk kelas cukup sesuai untuk pengembangan permukiman, namun didapati beberapa faktor pemberat yang mempengaruhi kelas kesesuaian diantaranya kerawanan bencana sedang dan kemiringan lereng landai hingga agak curam. Kelas N1 memiliki luas 661,60 ha atau 16,32% luasan wilayah dengan sebaran di sebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas N2 memiliki luas

(10)

http://jtsl.ub.ac.id 112 163,59 ha atau 4,03% luasan wilayah yang terdapat

pada sebagian wilayah diseluruh desa di Kecamatan Dau. Wilayah dengan kelas kesesuaian tidak sesuai (N1 dan N2) terutama dipengaruhi dengan parameter kelerengan agak curam hingg curam, kerawanan bencana sedang hingga tinggi, guna lahan perdagangan dan jasa serta zona lindung.

Kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030

Merujuk pada peta RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030 wilayah dengan fungsi permukiman direncanakan memiliki luasan 606 ha

dengan fokus pembangunan di sisi timur laut atau berbatasan dengan Kota Malang. Realisasi pembangunan berdasarkan kondisi eksisting pada tahun penelitian (tahun 2022) luasan permukiman adalah 504,81 ha dengan sebaran bangunan lebih merata. Peta terkait penyimpangan lahan permukiman pada Kecamatan Dau dapat dilihat pada Gambar 4, sedangkan data mengenai luasan penyimpangan lahan permukiman di Kecamatan Dau disajikan pada Tabel 12. Peta penyimpangan pengembangan permukiman menunjukkan kawasan sesuai memiliki luasan 306,67 ha atau 60,75% luasan wilayah. Lahan menyimpang memiliki luas 198,14 ha atau 39,25% luasan wilayah.

Gambar 4. Peta penyimpangan lahan permukiman.

Tabel 12. Luas Penyimpangan Lahan Permukiman Keterangan Luas (ha) %

Sesuai 306,67 60,75

Tidak sesuai 198,14 39,25

Total 504,81 100

Penyimpangan permukiman terjadi disebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Luas penyimpangan pada sebagian Desa Gadingkulon adalah 7,87 ha (23%), sebagian Desa Kalisongo

adalah 41,11 ha (58%), sebagian Desa Karangwidoro adalah 47,95 ha (69%), sebagian Desa Kucur adalah 10,31 ha (29%), sebagian Desa Landungsari adalah 40,47 ha (58%), sebagian Desa Mulyoagung adalah 8,80 ha (10%), sebagian Desa Petungsewu adalah 2,22 ha (10%), sebagian Desa Selorejo adalah 3,18 ha (10%), sebagian Desa Sumbersekar adalah 26,61 ha (49%), dan sebagian Desa Tegalweru adalah 9,61 ha (35%).

Penyimpangan tertinggi terjadi pada wilayah Desa Karangwidoro dengan persentase

(11)

http://jtsl.ub.ac.id 113 penyimpanpangan 69%. Kesesuaian lahan

permukiman di Kecamatan Dau berdasarkan hasil overlay parameter dengan nilai bobot yang ditentukan menggunakan metode Ahp, serta disesuaikan dengan perencanaan dalam RTRW

Kabupaten Malang tahun 2010-2030 diperoleh hasil peta (Gambar 5). Data mengenai kesesuaian lahan permukiman berdasarkan arahan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030 dapat dilihat pada Tabel 13.

Gambar 5. Peta kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau berdasarkan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030.

Tabel 13. Kesesuaian Lahan Permukiman di Kecamatan Dau berdasarkan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030.

Kelas Keterangan Luas

(ha) %

S1 Sangat sesuai 242,17 39,96 S2 Cukup sesuai 285,32 47,08 S3 Sesuai marginal 49,86 8,23 N1 Tidak sesuai

sementara 27,56 4,55

N2 Tidak sesuai

permanen 1,08 0,18

Total 605,99 100

Peta kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau berdasarkan arahan RTRW menujukkan terdapat 5 kelas kesesuaian yakni S1, S2, S3, N1, dan N2. Kelas S1 memiliki luas 242,17 ha atau 39,96% luasan wilayah dengan sebaran di sebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas S1 memiliki kesesuaian tertinggi untuk pengembangan

permukiman yang didukung dengan kondisi fisik wilayah dengan kelerengan datar, minim bencana, guna lahan sesuai serta akses jalan yang baik. Kelas S2 memiliki luas 285,32 ha atau 47,08% luasan wilayah dengan sebaran di sebagain wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas S2 termasuk sesuai untuk pengembangan permukiman dengan faktor pembeda kesesuaian dibanding kelas S1 adalah kerawanan banjir sedang, kelerengan landai dan guna lahan berupa perkebunan campuran. Kelas S3 memiliki luas 49,86 ha atau 8,23% luasan wilayah dengan sebaran disebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau. Kelas S3 termasuk cukup sesuai untuk pengembangan permukiman, namun perlu diperhatikan pada kondisi pemberat melitputi kerawanan bencana sedang dan kelerengan landai hingga agak curam yang dapat berpengaruh terhadap keamanan. Kelas N1 memiliki luasan kecil yakni 27,56 ha atau 4,55% luasan wilayah. Kelas N2 memiliki luasan terkecil yakni 1,08 ha atau 0,18%

luasan wilayah yang tersebar disebagian wilayah sebagian Desa Landungsari, dan sebagian Desa

(12)

http://jtsl.ub.ac.id 114 Mulyoagung. Kelas tidak sesuai (N1 & N2)

memiliki faktor pemberat yang sulit dihilangkan, terutama pada parameter kelerengan agak curam hingga curam, kerawanan bencana sedang hingga tinggi, , serta penggunaan lahan pada zona lindung.

Pengembangan permukiman pada wilayah ini tidak disarankan dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan.

Wilayah dengan kelas kesesuiaian S2 pada sebagian Desa Mulyoagung dan Desa Landungsari memiliki faktor pemberat berupa kerawanan banjir sedang akibat aliran sungai Brantas. Diketahui bahwa pada wilayah tersebut dominan dengan penggunaan lahan permukiman sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan kelas kesesuaian. Upaya yang dapat dilakukan untuk perbaikan kelas kesesuaian adalah dengan membangun saluran drainase serta bendungan untuk membagi debit aliran sungai. Salah satu dam yang terdapat di wilayah tersebut adalah dam Sengkaling yang juga berfungsi sebagai jalur alternatif roda 2 antara Kecamatan Dau dengan Kecamatan Krangploso.

DAM Sengkaling memiliki fungsi utama sebagai pemasok air irigasi serta sebagai pengontrol debit dari aliran sungai Kota Batu.

Kesimpulan

Kelas kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau adalah kelas sangat sesuai (S1) memiliki luas 2131,45 ha atau sama dengan 52,56% luas wilayah penelitian, kelas cukup sesuai (S2) 569,21 ha atau sama dengan 14,04% luas wilayah penelitian, kelas sesuai marginal (S3) memiliki luas 994,25 ha atau sama dengan 24,52% luas wilayah penelitian, kelas tidak sesuai sementara (N1) memiliki luas 331,07 ha atau sama dengan 8,16% luas wilayah penelitian, dan kelas tidak sesuai permanen (N2) memiliki luas 28,96 ha atau sama dengan 0,71% luas wilayah penelitian.

Kelas kesesuaian lahan permukiman Kecamatan Dau berdasarkan RTRW Kabupaten Malang tahun 2010-2030 adalah kelas sangat sesuai (S1) memiliki luas 299,25 ha atau sama dengan 49,38% luas wilayah penelitian, kelas cukup sesuai (S2) 217,14 ha atau sama dengan 35,38% luas wilayah penelitian, kelas sesuai marginal (S3) memiliki luas 79,21 ha atau sama dengan 13,07%

luas wilayah penelitian, kelas tidak sesuai sementara (N1) memiliki luas 5,46 ha atau sama dengan 0,90%

luas wilayah penelitian, dan kelas tidak sesuai permanen (N2) memiliki luas 4,94 ha atau sama dengan 0,81% luas wilayah penelitian. Wilayah dengan kelas S1 dan S2 yang merupakan kelas

sesuai untuk pengembangan permukiman tersebar disebagian wilayah seluruh desa di Kecamatan Dau.

Hasil luasan realisasi pembangunan permukiman pada tahun 2022 adalah seluas 504,81 ha, dengan kondisi lahan sesuai adalah 306,67 ha atau sama dengan 60,75% luas wilayah penelitian dan luasan lahan menyimpang adalah 198,14 ha atau sama dengan 39,25% luas wilayah penelitian.

Desa Karangwidoro menjadi wilayah dengan penyimpangan tertinggi yakni 69% dari perencanaan awal yang termuat dalam RTRW Kabupaten Malang Tahun 2010-2030.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan banyak terimaksih kepada laboran Departemen Geografi, Fakultan Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, dan seluruh pihak yang telah terlibat dan membantu hingga pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Alfianto, F. 2017. Analisa Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Pengembangan Permukiman Menggunakan Metode Scoring (Studi Kasus: Surabaya Timur).

Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Ardiyanto, H., Sasongko, P.S. dan Adhy, S. 2013. Sistem pendukung keputusan pemilihan perumahan menggunakan metode AHP Berbasis Web (Studi Kasus CV. Wisma Anungkriya Demak). Jurnal of Informatics and Technology 2(3):50-55.

Badan Pusat Statistika. 2022. Kecamatan Dau dalam Angka 2021. Badan Pusat Statistika: Kabupaten Malang.

Ditjen Cipta Karya Departemen PU. 1980. Keputusan Direktorat Jenderal Cipta Karya No.:

045/Kpts/Ck/V/1980 Tentang Standarisasi Pembangunan Perumahan Dinas dan Gedung Kantor Pemerintah. Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum.

Fauziyah, dan Iman, M. 2021. Perubahan Alih Fungsi Lahan. Sleman: CV Budi Utama.

Fitrianto, D., Senoaji, G. dan Utama, S.P. 2019. Analisis kesesuaian lahan untuk permukiman transmigrasi di Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara. Naturalis:

Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan 8(2):63-75, doi:

10.31186/naturalis.8.2.9210.

Hartono, R. 2016. Identifikasi bentuk erosi tanah melalui interpretasi citra Google Earth di wilayah Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi:

Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi 21(1):30-43.

Kadriansari, S. Subiyanto, S. dan Sudarsono, B. 2017.

Analisis kesesuaian lahan permukiman dengan citra resolusi menengah menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus: Semarang Bagian Barat Dan

(13)

http://jtsl.ub.ac.id 115 Semarang Bagian Timur). Jurnal Geodesi Undip

6(4):199-207, doi:10.14710/jgundip.2017.18144.

Kaulono, G.A., Wagistina, S. dan Hartono, R. 2022.

Perambahan kota di Kecamatan Dau sebagai akibat dari perkembangan Kota Malang. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial 2(11):1142-1152.

Kusrini. 2007. Konsep dan Aplikasi Sistem Pendukung Keputusan. Andi: Yogyakarta.

Muhni, A., Rahmayani, E. dan Sartika, D. 2021. Analisis kelayakan permukiman menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (Ahp) Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Hadron 3(1):1-9.

Ratnawati, H. dan Djojomartono, P.N. 2020. Analisis kesesuaian lahan permukiman di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul menggunakan pendekatan Analitycal Hierarchy Process. Journal of Geospatial Information Science and Engineering 3(2):123-132.

Rimantho, D. dan Sulandri, U. 2022. Analisis pengambilan keputusan aplikasi metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Bogor: IPB Press.

Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. Pustaka Binama Pressindo.

Setyowati, D.L. 2004. Laporan Penelitian Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Mitigasi Rawan Bencana Pada Wilayah Pengembangan Permukiman di Kota Semarang. Semarang: Lembaga Penelitian UNNES.

Setyowati, D.L. 2007. Kajian evaluasi kesesuaian lahan permukiman dengan teknik Sistem Informasi Geografis (SIG). Jurnal Geografi 4(1):33-54, doi:10.15294/jg.v4i1.111.

Siagian, T.P., Sudarsono, B. dan Wijaya, A.P. 2016.

Evaluasi kriteria kesesuaian lahan permukiman dengan Analitycal Hierarchy Process (Studi Kasus: Kecamatan Boja dan Kecamatan Limbangan di Kabupaten Kendal). Jurnal Geodesi Undip 5(1):107-114, doi:10.14710/jgundip.2016.10563.

Sitorus, S.R.P. 2017. Perencanaan Penggunaan Lahan.

Bogor : IPB Press.

Umar, I., Widiatmaka, Pramudya, B. dan Barus, B. 2017.

Evaluasi kesesuaian lahan untuk kawasan permukiman dengan metode multi criteria evaluation di Kota Padang.

Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 7(2):148-154.

Wang, H., Shen, Q. and Tang, B.S. 2015. GIS-Based framework for supporting land use planning in urban renewal: Case study in Hong Kong. Journal of Urban Planning and Development 141(3):05014015.

Yulia, R.W.E., Bukhori, S. dan Hastungkara, D. 2015.

Penentuan kesesuaian lahan permukiman di Kabupaten Jember dengan menggunakan metode AHP. Jurnal Sistem Komputer 5(2):73-77.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah di daerah penelitian adalah sesuai marginal (S3) dengan luas 1.165,77 ha atau 99,11% dan

Keluaran analisis ini yaitu mengetahui apakah terdapat kesesuaian atau ketidaksesuaian lahan peruntukan permukiman pada kawasan rawan bencana banjir berdasarkan

Lereng % Kelas Kesesuaian Luas ha 0-8 S1 Sangat Sesuai 55,69 8-15 S2 Cukup Sesuai 156,16 15-25 S2 Cukup Sesuai 228,94 25-40 S3 Sesuai Marginal 80,60 Kedalaman efektif Data kondisi