Analisis keakuratan kode diagnosis pokok kasus kelahiran sebelum dan sesudah verifikasi pada pasien BPJS di RSUD Dr. RSUD. Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan keakuratan kode diagnosis utama kasus kelahiran sebelum dan sesudah verifikasi pada pasien BPJS. Dengan demikian tidak terdapat perbedaan keakuratan kode diagnosa utama kasus kelahiran sebelum dan sesudah verifikasi pada pasien BPJS di RSUP dr.
Berdasarkan hasil analisis keakuratan kode diagnosis utama kasus kelahiran sebelum verifikasi BPJS, 25 (50%) kode diagnosis utama benar dan 25 (50%) kode diagnosis utama salah. Pembuat kode rumah sakit memberikan kode O13 (Hipertensi gestasional [akibat kehamilan] tanpa proteinuria signifikan) sebagai kode diagnosis utama. Kode diagnosis utama tidak benar setelah dilakukan verifikasi analisis keakuratan kode diagnosis utama pada kasus kelahiran sebelumnya.
Kode diagnosis sekunder : O82.1 (Persalinan melalui operasi caesar elektif) Analisis keakuratan kode diagnosis primer pada kasus persalinan sebelumnya. Z37.0 (kelahiran hidup tunggal) Akurasi: tidak akurat. b) Kode diagnosis setelah verifikasi Kode diagnosis utama: O61.0 (Gagal induksi persalinan medis).
Evaluasi Implementasi Aplikasi Primary Care (Pcare) di Klinik Laras Hati
Kesimpulan: Aplikasi Pcare Aplikasi Pcare telah digunakan di klinik Laras Hati sejak tahun 2014, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang belum terselesaikan. Klinik Laras Hati telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam melayani pasien, sehingga masyarakat yang ingin berobat di klinik Laras Hati dapat menggunakan BPJS Kesehatan. Klinik Laras Hati menggunakan aplikasi Pcare saat melayani pasien yang tergabung dalam BP J S. Selama penggunaan aplikasi ini, belum pernah dilakukan evaluasi untuk mengetahui kelemahan aplikasi Pcare dari segi kinerja, pengendalian dan efisiensi, berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di klinik Laras Hati menunjukkan bahwa sistem informasi yang ada sering kali mengalami permasalahan seperti error, waktu loading yang lama, dan lain sebagainya.
Kinerja Aplikasi P Care di Klinik Laras Hati Hasil penelitian yang dilakukan di Klinik Laras Hati menunjukkan bahwa aplikasi Pcare yang digunakan di Klinik Larashati masih sering error dan membutuhkan waktu yang lama untuk diload. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil wawancara terhadap pengguna aplikasi Pcare di Klinik Laras untuk Evaluasi Penerapan Aplikasi Primary Care (Pcare). Hati. Berdasarkan rangkuman hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5 responden pengguna aplikasi Pcare di klinik Laras Hati, diketahui terdapat 5 responden atau 100% yang menyatakan bahwa aplikasi Pcare di klinik Laras Hati sering mengalami error dan loadingnya lama.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Klinik Laras Hati terlihat bahwa pemanfaatan dan pemanfaatan sumber daya yang ada (manusia dan material) sudah sesuai dengan kebutuhan, hal ini dapat dibuktikan dengan merangkum hasil wawancara yang dilakukan oleh pihak Klinik Laras Hati. peneliti dengan 5 responden. Komputer dan aplikasi Pcare di Klinik Laras Hati dipasang dengan sistem keamanan khusus yang mengharuskan penggunaan username dan password sebelum mengakses sistem aplikasi Pcare, serta dipasang antivirus dan anti hacker di komputer Klinik Laras Hati. Namun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Klinik Laras Hati, terlihat terdapat 5 responden atau 100% yang menyatakan bahwa ada orang lain selain petugas yang berwenang yang dapat mengakses dan menggunakan aplikasi Pcare di bagian mana pun.
Cara mengontrol Pcare di Klinik Laras Hati menggunakan username dan password, antivirus dan anti hacker. Penggunaan P Care di Klinik Laras Hati terlihat efisien dari jumlah sumber daya (manusia dan material) dan jumlah input data ke dalam aplikasi Pcare. Klinik Laras Hati perlu meningkatkan spesifikasi komputer yang ada agar sesuai dengan standar yang ditetapkan BPJS Kesehatan.
Klinik harus memberikan perlindungan yang lebih baik terutama bagi pihak yang mengetahui username dan password aplikasi PCare yang digunakan di Klinik Hati Lara.
Perilaku Caring Perawat Berdasarkan Teori Jean Watson di Ruang Rawat Inap
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku Caring perawat berdasarkan teori Jean Watson di ruang rawat inap RSAU DR. Salamun Bandung bahwa pelayanan kesehatan mempunyai dua jenis pelayanan yaitu perilaku asuhan keperawatan berdasarkan teori Jean Watson. Hasil penelitian Suryantini (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara perilaku care perawat dengan kepuasan pelanggan.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kepedulian perawat dilihat dari Sistem Nilai Altruistik Humanistik Klien menilai perilaku kepedulian perawat cukup yaitu 43,7%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kepedulian perawat dilihat dari keyakinan dan harapan klien, perilaku kepedulian perawat dinilai cukup yaitu 47,9%. Penelitian Suliano, M & Sari, R (2016) tentang hubungan perilaku kepedulian perawat dengan keyakinan dan harapan klien kanker di rumah sakit.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perilaku Caring perawat terlihat dari kepekaannya terhadap diri sendiri dan orang lain, Pelanggan menilai 50% dari perilaku Caring Perawat. Sesuai dengan hasil penelitian Manurung & Hutasoit (2013) tentang bagaimana persepsi klien terhadap perilaku Caring perawat di ruangan rumah sakit. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa perilaku merawat perawat dilihat dari sikap membantu klien rasa percaya, sebanyak 48,6% menilai perilaku merawat perawat sudah cukup.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku kepedulian perawat dilihat dari ekspresi emosi positif dan negatif penerima, klien menilai 51,4% perilaku kepedulian perawat cukup. Maka setiap upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit juga harus dibarengi dengan upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan berdasarkan teori Jean Watson. Dijelaskan Alligood & Tomey, (2012) bahwa pemenuhan kebutuhan dasar klien merupakan Perilaku Caring Perawat Berdasarkan teori Jean Watson.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku merawat perawat dilihat dari kekuatan eksistensial fenomenologis klien dinilai sebesar 44,4% yaitu perilaku merawat yang baik. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Tingkat Kepuasan Klien Di Poliklinik VCT RSUD Gambiran Kota Kediri Berdasarkan Teori Watson. Hubungan Perilaku Caring Perawat Dengan Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap Internal Gunung Jati Dan Gunung Giri R S I.
Dampak Kesehatan Anak Pada Periode Embrio, Janin, Bayi dan Usia Sekolah dengan Ayah Perokok
Selanjutnya dapat menyebabkan gangguan fungsi organ, dan dalam jangka panjang mengakibatkan kerusakan organ (Cui, et al., 2016). Kualitas hasil konsepsi sangat dipengaruhi oleh baik baiknya kualitas sel telur baik dari pria (sperma) maupun wanita (sel telur) (Cunningham, et al., 2010). Wanita hamil yang terpapar asap rokok atau perokok pasif meningkatkan risiko melakukan aborsi sebesar 11% (Pineles, et al., 2014).
Dan jika ayah dan ibu sama-sama merokok, risikonya akan meningkat hingga 4,6 kali lebih besar dibandingkan jika pasangan tersebut sama-sama bukan perokok (Blanco-Munoz, et al., 2009). Jadi bila terjadi penurunan sirkulasi maka hal ini akan mempengaruhi perkembangan embrio (Kliman, 1999).Embrio yang tidak mampu berkembang dengan baik pada usia 20 minggu dapat menyebabkan abortus spontan (Cunningham, et al., 2010). . Selain itu, penyebab berbagai gangguan tersebut adalah efek genotoksin dan karsinogen dari tembakau (Leonardi-Bee, et al., 2011).
BBLR yang terjadi pada ibu hamil yang mengalami toksisitas tembakau dibedakan menjadi BBLR akibat gangguan tumbuh kembang dan BBLR akibat kelahiran prematur (Malik, dkk., 2008). Nikotin dan komponen kimia yang terkandung dalam rokok menyebabkan penurunan kolagen penyusun plasenta (Malik, dkk. Pada kelompok perlakuan diketahui jumlah fragmen inti sel lebih banyak dibandingkan pada kelompok kontrol (Menon, dkk., 2011).
Bayi BBLR mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai kondisi yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas neonatal (Verma, et al., 2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok ibu yang terpapar asam rokok pada usia kehamilan 6 bulan, terdapat peningkatan risiko keterlambatan perkembangan mental (Lee, et al., 2011). Risiko ini meningkat menjadi 3,24 kali lipat jika kebiasaan merokok ayah dimulai sebelum ia berusia 15 tahun (Svanes, et al., 2017).
Jika sang ayah mempunyai riwayat merokok dan kemudian dapat berhenti, maka risiko anak menjadi perokok sama rendahnya dengan anak yang ayahnya tidak merokok (Gilman, et al., 2009).
Tantangan Etika dan Hukum Penggunaan Rekam Medis Elektronik dalam Era Personalized Medicine
Namun, terdapat masalah etika dan hukum serta tantangan dalam penerapan rekam kesehatan elektronik dalam pengobatan yang dipersonalisasi. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tantangan etika dan hukum dalam penggunaan catatan kesehatan elektronik dalam pengobatan personal berdasarkan studi literatur yang ada. Hasil: Tantangan etika dan hukum yang mungkin timbul dalam penggunaan catatan kesehatan elektronik di era pengobatan yang dipersonalisasi meliputi keamanan dan kepemilikan data, tanggung jawab hukum, diskriminasi genom, dan perubahan dalam hubungan dokter-pasien.
Perlu adanya peraturan tambahan mengenai penggunaan rekam medis elektronik di era personalisasi obat agar penerapannya tidak bertentangan dengan etika dan hukum yang berlaku di Indonesia. Meskipun demikian, terdapat tantangan etika dan hukum dalam penerapan rekam medis elektronik dalam pengobatan personal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tantangan etika dan hukum dalam penggunaan rekam medis elektronik dalam pengobatan personal berdasarkan literatur sebelumnya.
Pengobatan yang dipersonalisasi merupakan pendekatan pengobatan yang telah dikembangkan dalam sepuluh tahun terakhir (Davis dan Khoury, 2005). Personalized Medicine dapat mengurangi biaya pelayanan kesehatan karena memudahkan diagnosis dan membantu menentukan terapi dengan lebih tepat, meskipun penerapannya memerlukan dukungan teknologi seperti penggunaan rekam medis elektronik (Shabo, 2005). Namun, penggunaan rekam medis elektronik dalam pengobatan yang dipersonalisasi memiliki tantangan etika dan hukum seperti privasi data, keamanan data, protokol etika untuk penggunaan dan kepemilikan data, diskriminasi genom, dll.
Selanjutnya dilakukan tinjauan pustaka terkait topik atau isu mengenai tantangan etika dan hukum dalam penerapan rekam medis elektronik di era personalisasi kedokteran. Untuk itu diperlukan rekam medis elektronik modern agar lebih efisien dan efektif dalam menentukan obat personal. Selain tantangan dalam mengintegrasikan data klinis dan genom, tantangan penerapan penggunaan rekam medis elektronik di era pengobatan yang dipersonalisasi adalah tantangan etika dan hukum.
Rekam medis elektronik modern diperlukan untuk menentukan obat yang dipersonalisasi agar lebih efektif dan efisien.
Tantangan Pelaksanaan Program Prevention of Mother to Child Transmission (PMTCT): A Systematic Review
Latar Belakang: HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global yang perlu ditangani, termasuk pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi. Pencegahan penularan dilakukan dengan melaksanakan program Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak atau PMTCT. Kesimpulan: Keberhasilan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya sangat bergantung pada keterlibatan berbagai pihak. Peran aktif tenaga kesehatan dalam memberikan edukasi dan informasi tentang HIV/AIDS kepada ibu dan keluarga saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan peran aktif keluarga dan dukungan ibu HIV yang akan berperan sebagai motivator dalam melaksanakan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayi.
Latar Belakang: HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan global yang perlu ditangani, termasuk pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Menurut UNAIDS (Joint United Nation Program On HIV and AIDS), pada akhir tahun 2017 terdapat lebih dari 36,9 juta orang yang hidup dengan HIV di dunia (35,1 juta orang dewasa dan 1,8 juta anak-anak), 1,8 juta kasus baru HIV, dan 940.000 orang di seluruh dunia meninggal karena HIV/AIDS. UNAIDS, 2017) Jumlah ini akan terus meningkat, seiring dengan meningkatnya prevalensi perempuan berusia 15 hingga 49 tahun yang mengidap HIV, sehingga risiko penyakit tersebut dapat meningkatkan jumlah anak yang mengidap HIV/AIDS.
Penularan HIV secara vertikal (penularan dari ibu ke anak) adalah penularan HIV dari ibu HIV positif kepada anaknya pada saat hamil (5%-10%), persalinan (10%-20%), menyusui (10%-15). %) . Program PPIA atau PMTCT merupakan program yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencegah penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya. Upaya pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke bayinya adalah dengan program PMTCT (Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak).
Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) atau Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PMTCT) merupakan program pemerintah untuk mencegah penularan virus HIV/AID S dari ibu ibu ke bayi yang dikandungnya. Program ini mencegah terjadinya penularan HIV/AIDs pada wanita usia subur yang hamil dengan HIV positif, penularan HIV/AIDS dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya. Berbagai tantangan yang dihadapi menunjukkan bahwa peran tenaga kesehatan dalam penanganan kasus HIV/AIDS perlu ditingkatkan, seperti peningkatan konseling pada saat diagnosis HIV dan saat memulai ART.
Kementerian Kesehatan RI (2015) Pedoman Pengelolaan Program Pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak.