© Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya
JTRESDA
Journal homepage: https://jtresda.ub.ac.id/
p-ISSN : 2798-3420 I e-ISSN : 2477-6068
*Penulis korespendensi: [email protected]
Analisis Kualitas Air Menggunakan Metode Indeks Pencemaran, CCME-WQI, dan NSF-WQI di Sungai Wonokromo, Kota Surabaya, Jawa Timur
Water Quality Analysis Using the Pollution Index, CCME-WQI, and NSF-WQI Methods in the Wonokromo River, Surabaya City, East Java
Salsabila1*, Riyanto Haribowo2, Emma Yuliani3
123
Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Jalan MT. Haryono 167 Malang 65145, Indonesia
Korespondensi Email : [email protected] DOI:
https://doi.org/10.21776/ub.jtresda.2024.004.01.073
Kata kunci: kualitas air, pemetaan sebaran beban pencemaran, indeks pencemaran, ccme-wqi, nsf-wqi, status mutu air Keywords: water quality, water pollution distribution mapping, pollution index, ccme-wqi, nsf-wqi, water quality status
Article history:
Received: 07-11-2023 Accepted: 18-01-2024
Abstrak: Sungai Wonokromo dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk kebutuhan sehari-hari dan letaknya yang berada di kawasan padat penduduk serta industri menyebabkan sungai menjadi tercemar. Studi ini bertujuan untuk menentukan pendekatan mana yang lebih baik menangkap kondisi awal kualitas air sungai dengan melacak dan menganalisis karakteristik kualitas air Sungai Wonokromo. Selain itu juga menggambarkan sebaran beban pencemaran untuk mengetahui kawasan yang menjadi sumber pencemar utama dari setiap titik pengambilan sampel air. Teknik Indeks Polusi (IP), CCME-WQI, dan NSF-WQI digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Wonokromo 83,33% Tercemar Ringan dan 16,67% Tercemar Sedang di lokasi hulu, tengah, dan hilir dari tahun 2016 hingga 2021 dengan menggunakan teknik IP.
Metode CCME-WQI di titik hulu 50% kurang, 33,33% buruk dan 16,67% cukup; di titik tengah 83,33% kurang dan 16,67% buruk; di hilir 50%
kurang dan 50% buruk. Metode NSF-WQI di titik hulu, tengah, dan hilir 100% buruk. Metode NSF-WQI merupakan metode yang mendekati representtasi kondisi asli Sungai Wonokromo. Berdasarkan gambaran hasil pemetaan sebaran pencemaran, didapati bahwa kualitas air di Sungai Wonokromo berbeda-beda yang disebabkan oleh banyak faktor seperti akumulasi sumber pencemar dari hulu ke hilir, adanya faktor eksternal serta faktor geografis letak sungai.
Abstract: The Wonokromo River is used by locals for their daily activities and its location in a densely populated and industrial area causes the river to become polluted. The aim of this study was to examine
860
and track the water quality conditions in Wonokromo River and to find out which method best represents the original water quality conditions. In addition, it also mapping out the distribution of pollution loads to find out which areas are the main pollutant sources from each water sampling point. The Pollution Index (IP), CCME-WQI, and NSF-WQI techniques are used in this study. According to the results, the Wonokromo River's water quality from 2016 to 2021, measured using the IP method, was 83.3% lightly polluted and 33.33% moderately polluted at all points upstream, middle, and downstream. The CCME-WQI method at the upstream point is 50% insufficient, 33.33% bad and 16.67% sufficient; at the midpoint 83.33% less and 16.67% bad; downstream 50% less and 50% bad.
The NSF-WQI method at the upstream, mid and downstream points is 100% bad. The NSF-WQI method is a method that approaches the reprentation of the original conditions of the Wonokromo River.
Based on the mapping results, the distribution of pollutions generated by a wide range of factors, such as the buildup of pollution sources upstream to downstream, the presence of external factors, and the position of the river.
1. Pendahuluan
Sungai adalah badan air terbuka yang mengumpulkan limpasan air hujan dari kawasan pemukiman, pertanian, perkebunan, dan industri di sekitarnya. Komponen fisik, kimia, dan biologi air berubah akibat aktivitas ini, yang berdampak negatif pada kualitas air [1]. Kualitas air adalah kata yang digunakan untuk menunjukkan apakah air cocok untuk tujuan tertentu atau dapat mendukung berbagai penggunaan atau aktivitas [2]. Tujuan utama sungai dapat terhambat oleh kualitas air yang buruk, yang juga membahayakan kerusakan lingkungan dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya air. Salah satu sungai yang mungkin terkena dampak dari kegiatan pencemaran tersebut adalah Sungai Wonokromo.
Sungai Wonokromo merupakan sungai yang termasuk dalam wilayah hilir DAS Brantas, Kota Surabaya, Jawa Timur. Tugas utama sungai ini adalah memecah dan mengontrol aliran air dari Kali Mas selama periode curah hujan tinggi, sehingga mengurangi kemungkinan banjir. Tujuan kedua adalah untuk memasok air baku bagi PDAM Surabaya [3]. Selain itu, sungai ini dimanfaatkan sebagai kebutuhan sehari-hari warga sekitar. Kota Surabaya yang memiliki jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya [4] dan banyaknya industri di kawasan ini menyebabkan adanya beberapa permasalahan. Seperti yang dilansir oleh Jawa Pos pada tahun 2021, mayoritas sungai di Surabaya masih menimbun sampah hingga tinggi. Bahkan dalam empat hari terkumpul 4,9 ton sampah di sepanjang Sungai Surabaya hingga Sungai Wonokromo [5]. Maka dari itu, untuk mengontrol pencemaran di Sungai Wonokromo perlu dilakukan pemantauan kualitas air secara real time maupun dalam jangka waktu tertentu. Pemantauan dilakukan dengan menghitung nilai kualitas air menggunakan berbagai metode.
Ada berbagai metode yang dapat digunakan untuk menghitung nilai kualitas air karena banyak ilmuwan yang mengembangkan metode indeks kualitas air masing-masing. Hal ini menyebabkan penggunaan indeks kualitas air untuk mengkategorikan kualitas air masih diperdebatkan karena satu indeks tidak cukup menjelaskan kondisi kualitas air dan banyak karakteristik yang tidak dimasukkan
861 dalam indeks [6]. Karena disebutkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Status Kualitas Air yang dibuat di USA, maka pendekatan Pollution Index (IP), salah satu alat yang digunakan untuk menghitung kualitas air, banyak digunakan di Indonesia [7]. Teknik yang berbeda adalah Canadian Council of Ministers of the Environment Water Quality Index (CCME-WQI), yang dibuat di Kanada dan menggunakan metode statistik dalam perhitungannya [8]. Lalu ada metode National Sanitation Foundation Water Quality Index (NSF- WQI) yang juga dikembangkan di USA namun dengan menggunakan subjektifitas pemeringkatan dalam perhitungannya [9]. Sangat penting untuk membandingkan ketiga cara tersebut untuk menentukan mana yang terbaik untuk menangkap kualitas air di Sungai Wonokromo mengingat sejumlah metode yang telah dibuat oleh negara lain. Selanjutnya dilakukan penggambaran sebaran beban pencemaran berupa pemetaan untuk mengetahui kawasan mana yang menjadi sumber pencemar utama dari tiap titik pengambilan sampel air agar dapat memudahkan tingkat penanganan pencemaran air sungai nantinya. Tujuan dari penelitian ini untuk memantau dan menganalisis kondisi kualitas air di Sungai Wonokromo dan mengetahui metode mana yang paling merepresentasikan kondisi kualitas air sungai aslinya. Selain itu juga menggambarkan sebaran beban pencemaran untuk mengetahui kawasan yang menjadi sumber pencemar utama dari setiap titik pengambilan sampel air.
2. Bahan dan Metode 2.1 Bahan
2.1.1 Lokasi Penelitian
Sungai Wonokromo yang juga dikenal dengan nama Sungai Jagir menjadi tempat penelitian ini dilakukan. Letaknya di Kota Surabaya dan berada di bawah DAS Brantas. Kota Surabaya terletak pada garis lintang 7° 9' sampai 7° 21' selatan dan garis bujur 112° 36' sampai 112° 54' timur. Surabaya sebagian besar merupakan dataran rendah, dengan ketinggian hanya 3-6 meter di atas permukaan laut, namun sebagian kecil bagian selatan kota ini bergunung-gunung, dengan ketinggian 25–50 meter di atas permukaan laut. Sungai Wonokromo adalah sungai buatan pecahan dari Sungai Surabaya yang mengalir di sepanjang Jl. Jagir Wonokromo. Hulunya ditandai oleh Pintu Air Jagir serta bermuara langsung ke bagian timur pantai Selat Madura. Sungai ini dibangun dengan tujuan sebagai pemecah dan pengatur debit Sungai Mas agar Kota Surabaya tidak banjir. Sungai Wonokromo memiliki panjang kurang lebih 13 km dengan debit rata-rata sebesar 7,06 m3/detik [10].
Gambar 1: Peta letak Sungai Wonokromo
862
Tabel 1: Titik pengambilan sampel air Sungai Wonokromo
No Titik Koordinat
X Y
1 Titik 1 (Jembatan Buntung Peketingan) -7.300327 112.739896 2 Titik 2 (Jembatan Nginden Intan) -7.307754 112.768247
3 Titik 3 (Tambangan Wonorejo) -7.308003 112.798847
Sumber: Analisis Titik Pemantauan (2021)
Dalam studi ini, titik pengambilan sampel air adalah data yang bersumber dari Balai Besar Wilayah Sungai Brantas. Titik pengambilan sampel air dipilih pada bagian hulu, tengah, dan hilir sungai yang rata-rata memiliki jarak rata-rata kurang dari 100 m dari peruntukan lahan untuk pemukiman. Titik pengambilan sampel dipilih karena mempertimbangkan kondisi hulu yang ditandai dengan kawasan padat penduduk. Titik tengah yang ditandai dengan kawasan industri dan titik hilir yang ditandai dengan kawasan pertambakan atau perikanan.
2.1.2 Data 1. Data Primer
Dalam penelitian ini, langkah awal pengumpulan data primer adalah pengambilan sampel air sungai di lapangan. Untuk melakukan pengambilan sampel air, maka dibutuhkan alat untuk menunjang kegiatan ini. Alat-alat yang dipakai harus dalam keadaan bersih. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan sampel di Sungai Wonokromo, yaitu : jerigen air, ember plastik, tali, gayung, botol sampel dan botol reagen, dan alat untuk mengukur nilai kualitas air yaitu Colorimeter (Hach DR 900) [11].
2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini didapatkan dari Instansi Balai Besar Wilayah Sungai Brantas dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya selama periode tahun 2016-2021. Data yang didapatkan merupakan data triwulan tiap tahunnya. Data berisikan parameter fisika yang meliputi : Suhu, Kekeruhan, TSS. Parameter kimia meliputi : pH, BOD, DO, Nitrat
(NO
3), Fosfat (PO
43-). Dan parameter biologi yang meliputi : Total Coliform.
2.2 Metode
Langkah-langkah berikut dilakukan untuk melakukan studi tentang kualitas air sungai Wonokromo.
2.2.1 Pengumpulan Data
Data primer dan sekunder digunakan dalam data penelitian ini. Grab sample digunakan untuk mengambil sampel air secara langsung untuk data primer. Penting untuk mempertimbangkan sejumlah faktor untuk mendapatkan sampel air berkualitas tinggi, termasuk pemilihan lokasi yang tepat, penentuan frekuensi pengambilan sampel, cara pengambilan sampel air, dan penyiapan sampel di lapangan [12].
2.2.2 Perhitungan Kualitas Air
Indeks Pencemaran, CCME-WQI, dan NSF-WQI adalah tiga metodologi yang digunakan untuk menghitung indeks kualitas air; proses perhitungannya masing-masing dijelaskan pada penjelasan berikut ini.
1. Metode Indeks Pencemaran
Metode Indeks Pencemaran adalah suatu teknik penilaian kualitas air yang mencoba mengidentifikasi kategori perairan yang akan dibandingkan dengan baku mutu air yang telah
863 ditetapkan. Mengikuti rumus di bawah ini, dapat ditentukan kualitas air dengan Metode Indeks Pencemaran sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 :
IPj =
√( ) ( ) Pers. 1 Keterangan :IPj : Indeks Pencemaran peruntukan j Ci : Konsentrasi hasil uji parameter
Lij : Konsentrasi parameter untuk peruntukan j (Ci/Lij) M : Nilai Ci/Lij maksimum
(Ci/Lij) R : Nilai Ci/Lij rata-rata
Kelas indeks pada Metode Indeks Pencemaran ada empat yaitu sebagai berikut : Tabel 2: Klasifikasi Kualitas Air Menurut Indeks Pencemaran (IP)
No Nilai IPj Kategori
1. Skor 0 ≤ Pij ≤ 1,0 Baik (Good)
2. Skor 1,0 < Pij ≤ 5,0 Tercemar Ringan (Slightly Polluted) 3. Skor 5,0 < Pij ≤ 10 Tercemar Sedang (Fairly Polluted) 4. Skor Pij > 10 Tercemar Berat (Heavily Polluted)
Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 (2003) 2. Metode CCME-WQI
Metode CCME-WQI merupakan metode yang bertujuan untuk memberikan nilai indeks numerik dan menggabungkan semua nilai kualitas air menjadi satu nilai parameter. Berdasarkan nilai perhitungan frekuensi yang dihasilkan dari parameter yang menyimpang dari baku mutu, dikembangkan pendekatan metode. Rumus di bawah ini dapat digunakan untuk menghitung analisis kualitas air dengan menggunakan metode CCME-WQI:
F1 =
Pers. 2
F2 =
Pers. 3
F3 =
Pers. 4
Nilai nse didapatkan dari total penyimpangan tiap pengujian yang dapat dihitung dengan rumus berikut:
nse =
∑
Pers. 5
CCME WQI = 100 -
√Pers. 6
Kelas indeks pada Metode CCME-WQI ada lima yaitu sebagai berikut : Tabel 3: Klasifikasi Kualitas Air Menurut CCME-WQI
No Nilai CCME-WQI Kategori
1. 95-100 Sangat Baik
2. 80-94 Baik
3. 65-79 Cukup
4. 45-64 Kurang
5. 0-44 Buruk
Sumber: Lumb, et al (2006)
864
3. Metode NSF-WQI
Metode NSF-WQI merupakan metode yang dikembangkan oleh Brown, Mc Clelland, Deininger dan Torzer sejak tahun 1970. Indeks ini mendapatkan dukungan sepenuhnya dari NSF sehingga untuk Selanjutnya dinamakan dengan National Sanitation Foundation - Water Quality Index (NSF- WQI) [13]. Metode ini menghitung parameter yang sudah ditentukan. Parameter tersebut meliputi Suhu, Kekeruhan, TSS, pH, BOD, DO, Fosfat, Nitrat, dan Total Coliform. Berikut merupakan persamaan Metode NSF-WQI:
NSF-WQI = ∑
Pers. 7Kelas indeks pada Metode CCME-WQI ada lima yaitu sebagai berikut : Tabel 4: Klasifikasi Kualitas Air Menurut NSF-WQI
No Nilai NSF-WQI Kategori
1. 91-100 Sangat Baik
2. 71-90 Baik
3. 51-70 Sedang
4. 26-50 Buruk
5. 0-25 Sangat Buruk
Sumber: Brown, et al (1970) 2.2.3 Perbandingan Hasil Kualitas Air dari Ketiga Metode
Perbandingan hasil kualitas air dari ketiga metode memuat kelebihan dan kekurangan masing- masing metode, tingkat keefektivitasan metode yang kemudian dapat disimpulkan metode mana yang paling mendekati representasi dari kondisi Sungai Wonokromo. Selain itu dicari pula nilai korelasi antar metode untuk menunjukkan seberapa besar keterikatan metode satu dengan yang lain.
2.2.4 Pemetaan Sebaran Beban Pencemaran
Untuk menggambarkan sebaran beban pencemaran dilakukan dengan membuat peta menggunakan software Arcgis dengan interpolasi Kriging [14].
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Perhitungan Kualitas Air 3.1.1 Metode Indeks Pencemaran
Berikut merupakan hasil perhitungan kualitas air menggunakan metode Indeks Pencemaran dari tahun 2016 hingga 2021 untuk setiap titik pengambilan sampel.
Tabel 5: Rekapitulasi Perhitungan Kualitas Air Metode IP
Tahun Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
2016 5,063
Tercemar Ringan
4,271
Tercemar Ringan
4,181
Tercemar Ringan
2017 3,250 3,576 3,143
2018 3,493 3,540 2,285
2019 3,771 4,085 4,152
2020 3,796 3,938 2,857
2021 Sekunder 5,811 Tercemar Sedang
6,654 Tercemar Sedang
6,404 Tercemar Sedang
2021 Primer 7,207 7,565 7,229
865 Pada tabel 5 memperlihatkan bahwa kualitas air di Sungai Wonokromo dari hulu ke hilir fluktuatif tiap tahunnya. Selama 6 tahun pengamatan menggunakan data primer dan sekunder, tahun 2021 merupakan tahun dengan kualitas air terburuk dengan nilai 7,207 di titik hulu; 7,565 di titik tengah; dan 7,229 di titik hilir pada perhitungan menggunakan data primer. Sedangkan kualitas air yang paling baik adalah tahun 2018 dengan nilai 3,493 di titik hulu; 3,576 di titik tengah; dan 2,285 di titik hilir.
Keterangan
Tahun 2021 S : Tahun 2021 data sekunder Tahun 2021 P : Tahun 2021 data primer
Gambar 2: Grafik Status Mutu Air Metode IP tahun 2016-2021
Gambar 2, menjelaskan bahwa kualitas air metode Indeks Pencemaran di Sungai Wonokromo menunjukkan nilai yang fluktuatif. Akan tetapi, untuk status mutu airnya sendiri pada titik hulu 83,33% adalah Tercemar Ringan dan 16,67% Tercemar Sedang untuk data sekunder di titik hulu, tengah, maupun hilir.
3.1.2 Metode CCME-WQI
Berikut merupakan hasil perhitungan kualitas air menggunakan metode CCME-WQI dari tahun 2016 hingga 2021 untuk setiap titik pengambilan sampel.
Tabel 6: Rekapitulasi Perhitungan Kualitas Air Metode CCME-WQI
Tahun Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
2016 40,776 Buruk 38,303 Buruk 37,327
Buruk
2017 46,523
Kurang
46,282
Kurang
41,012
2018 54,484 48,999 53,030
Kurang
2019 54,595 48,094 52,458
2020 66,404 Cukup 57,605 55,170
2021 Sekunder 36,296 Buruk 38,395 Buruk 37,394 Buruk 2021 Primer 47,018 Kurang 46,491 Kurang 54,431 Kurang
Pada tabel 6, selama 6 tahun pengamatan menggunakan data primer dan sekunder, tahun 2021 merupakan tahun dengan kualitas air terburuk dengan nilai 36,296 di titik hulu; 38,395 di titik tengah;
dan 37,394 di titik hilir pada perhitungan menggunakan data sekunder. Sedangkan kualitas air yang
0 1 2 3 4 5 6
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 S Tahun 2021 P
Nilai Status Mutu Air Metode Indeks Pencemaran di Sungai Wonokromo
Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
866
paling baik adalah tahun 2020 dengan nilai 66,404 di titik hulu; 57,605 di titik tengah; dan 55,170 di titik hilir.
Keterangan
Tahun 2021 S : Tahun 2021 data sekunder Tahun 2021 P : Tahun 2021 data primer
Gambar 3: Grafik Status Mutu Air Metode CCME-WQI tahun 2016-2021
Gambar 3 menjelaskan bahwa status mutu airnya sendiri pada titik hulu 50% adalah Kurang (Kelas 4), 33,33% Buruk (Kelas 5), dan 16,67% Cukup (Kelas 3) serta untuk data primer status mutu airnya Kurang (Kelas 4). Pada titik tengah 66,67% adalah Kurang (Kelas 4) dan 33,33% Buruk (Kelas 5) untuk data sekunder serta untuk data primer status mutu airnya Kurang (Kelas 4). Terakhir pada titik hilir 50% Kurang (Kelas 4) dan 50% adalah Buruk (Kelas 5) untuk data sekunder dan untuk data primer status mutu airnya Kurang (Kelas 4).
3.1.3 Metode NSF-WQI
Berikut merupakan hasil perhitungan kualitas air menggunakan metode NSF-WQI dari tahun 2016 hingga 2021 untuk setiap titik pengambilan sampel.
Tabel 7: Rekapitulasi Perhitungan Kualitas Air Metode NSF-WQI
Tahun Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
2016 35,371
Buruk
36,857
Buruk
36,623
Buruk
2017 40,205 37,267 42,965
2018 40,993 42,724 48,892
2019 43,589 42,520 47,153
2020 43,271 43,641 48,201
2021 Sekunder 38,193 36,988 40,037
2021 Primer 30,522 31,676 37,085
Pada tabel 7, selama 6 tahun pengamatan menggunakan data primer dan sekunder, tahun 2021 merupakan tahun dengan kualitas air terburuk dengan nilai 30,522 di titik hulu; 31,676 di titik tengah;
dan 37,085 di titik hilir pada perhitungan menggunakan data sekunder. Sedangkan kualitas air yang paling baik adalah tahun 2020 dengan nilai 43,271 di titik hulu; 43,641 di titik tengah; dan 48,201 di titik hilir.
0 10 20 30 40 50 60 70
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 S Tahun 2021 P
Nilai Status Mutu Air Metode CCME-WQI di Sungai Wonokromo
Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
867 Keterangan
Tahun 2021 S : Tahun 2021 data sekunder Tahun 2021 P : Tahun 2021 data primer
Gambar 4: Grafik Status Mutu Air Metode NSF-WQI tahun 2016-2021
Gambar 4 menjelaskan bahwa grafik status mutu air metode NSF-WQI di Titik Hulu, Tengah, dan Hilir Sungai Wonokromo menunjukkan nilai yang fluktuatif selama enam tahun terakhir. Akan tetapi, ternyata untuk status mutu airnya sendiri pada titik hulu, titik tengah, dan titik hilir dari perhitungan data sekunder maupun primer menunjukkan 100% Buruk (Kelas 4).
3.2 Perbandingan Hasil Kualitas Air Metode Indeks Pencemaran, CCME-WQI, dan NSF-WQI 3.2.1 Kebutuhan dan Analisis Data
Hasil analisis data menggunakan metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQI dari tahun 2016-2021 disajikan pada tabel berikut:
Tabel 8: Hasil analisis data sekunder metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQI
Titik
Sampling Tahun Metode IP Metode CCME-WQI Metode NSF-WQI
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
Hulu (Jembatan Buntung Peketingan )
2016 5,063 Tercemar
Sedang 40,776 Buruk -
Kelas 5 35,371
Buruk - Kelas 4 2017 3,250
Tercemar Ringan
46,523
Kurang - Kelas 4
40,205
2018 3,493 54,484 40,993
2019 3,771 54,595 43,589
2020 3,796 66,404 Cukup -
Kelas 3 43,271 2021 5,811 Tercemar
Sedang 35,418 Buruk -
Kelas 5 33,067 Tengah
(Jembatan Nginden Intan)
2016 4,271
Tercemar Ringan
38,303 Buruk -
Kelas 5 36,857
Buruk - Kelas 4
2017 3,576 46,282
Kurang - Kelas 4
37,267
2018 3,54 48,999 42,724
2019 4,085 48,094 42,52
2020 3,938 57,605 43,641
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020 Tahun 2021 STahun 2021 P
Nilai Status Mutu Air Metode NSF-WQI di Sungai Wonokromo
Titik Hulu Titik Tengah Titik Hilir
868
2021 6,654 Tercemar
Sedang 47,995 35,34
Hilir (Jembatan Tambanga n
Wonorejo)
2016 4,181
Tercemar Ringan
37,327 Buruk - Kelas 5
36,623
Buruk - Kelas 4
2017 3,143 41,012 42,965
2018 2,285 53,03
Kurang - Kelas 4
48,892
2019 4,152 52,458 47,153
2020 2,857 55,17 48,201
2021 6,404 Tercemar
Sedang 38,288 Buruk -
Kelas 5 39,351
Tabel 9: Hasil analisis data primer metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQITitik
Sampling Tahun Metode IP Metode CCME-WQI Metode NSF-WQI
Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi
Hulu
2021
7,207 Tercemar
Sedang 47,018 Kurang -
Kelas 4 30,522 Buruk - Kelas 4
Tengah 7,565 Tercemar
Sedang 46,941 Kurang -
Kelas 4 31,676 Buruk - Kelas 4
Hilir 7,229 Tercemar
Sedang 54,431 Kurang -
Kelas 4 37,085 Buruk - Kelas 4
Hasil analisis dari tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa ketiga metode menghasilkan status mutu air yang berbeda-beda meskipun kebutuhan data pada masing-masing metode menggunakan sembilan parameter yang sama. Perbedaan klasifikasi status mutu air antara ketiga metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Metode IP menggunakan satu seri data lebih dapat merepresentasikan kondisi kualitas air dengan baik karena perhitungannya langsung menggunakan satu nilai Ci pada tiap parameternya lalu melakukan perbandingan antara Ci/Lij maksimum dengan Ci/Lij rata-rata. Selain itu lebih hemat waktu dan biaya. Apabila metode ini digunakan menggunakan data series, hasilnya cenderung moderat sehingga kurang akurat apabila digunakan karena dalam perhitungannya akan menggunakan nilai Ci rata-rata. Metode CCME-WQI pada perhitungan data sekunder memiliki nilai yang lebih spesifik karena perhitungannya yang berdasarkan besarnya selisih hasil pengujian yang melebihi baku mutu, dengan baku mutunya melalui F3 dan semakin banyak data maka semakin bagus. Sehingga metode ini cocok digunakan untuk proyeksi kualitas air jangka panjang.Pada metode NSF-WQI hasil perhitungan kedua data memiliki nilai yang mirip, status mutu airnya masuk ke dalam kategori Buruk. Hal ini menunjukkan bahwa metode NSF-WQI merupakan metode yang mendekati representasi kondisi kualitas air di Sungai Wonokromo saat ini karena status mutu airnya yang ekstrim. Akan tetapi, metode ini memiliki kekurangan yaitu parameter yang diuji bersifat terbatas dan tidak fleksibel. Ketiga metode sama-sama dapat menentukan kualitas air di Sungai Wonokromo, namun metode-metode tersebut memiliki peran yang berbeda dalam penggunaannya sesuai dengan data yang dimiliki. Jika memiliki satu data dan ingin meneliti kualitas air saat itu juga maka dapat menggunakan metode IP. Namun apabila ingin mencari proyeksi kualitas air jangka panjang, maka dapat menggunakan metode CCME-WQI. Lalu apabila ingin mencari kualitas air dengan parameter yang spesifik dari 9 parameter yakni suhu, kekeruhan, pH, DO, BOD, Nitrat, Fosfat, dan Total Coliform maka dapat menggunakan metode NSF-WQI.
869 3.2.2 Korelasi Antar Metode Penentuan Status Mutu Air
Tabel 10. Nilai korelasi antara metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQI merupakan hasil perhitungan nilai korelasi antara metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQI:
Tabel 10: Nilai korelasi antara metode IP, CCME-WQI, dan NSF-WQI
Metode r
IP CCME-WQI NSF-WQI
IP 1 -0,458 -0,692
CCME-WQI -0,458 1 0,678
NSF-WQI -0,692 0,678 1
Berdasarkan hasil perhitungan nilai korelasi di tabel 10, didapatkan korelasi antara metode IP dan CCME-WQI dan metode IP dan NSF-WQI menunjukkan nilai negatif yang berarti memiliki korelasi yang berlawanan. Sedangkan hubungan antara metode CCME-WQI dan NSF-WQI menunjukkan nilai r positif sebesar 0,678 yang apabila diinterpretasikan termasuk dalam kategori hubungan korelasi Kuat.
3.3 Pemetaan Hasil Kualitas Air Metode Indeks Pencemaran, CCME-WQI, dan NSF-WQI
Untuk mengetahui hasil sebaran beban pencemaran, maka dilakukan pemetaan menggunakan Arcgis. Berikut merupakan hasil Gambar 5. Peta sebaran beban pencemaran Metode IP Tahun 2016.
Gambar 5: Peta sebaran beban pencemaran Metode IP tahun 2016
Gambar 5 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Wonokromo menggunakan metode Indeks Pencemaran dari hulu ke hilir semakin baik.
870
Gambar 6: Peta sebaran beban pencemaran Metode CCME-WQI tahun 2016
Gambar 6 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Wonokromo menggunakan metode CCME- WQI dari hulu ke hilir rata yaitu kualitas air Buruk.
Gambar 7: Peta sebaran beban pencemaran Metode NSF tahun 2016
Gambar 7 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Wonokromo menggunakan metode NSF-WQI sama dengan metode CCME-WQI yaitu arah tipikal dari hulu ke hilir dengan kategori Kualitas Air Buruk.
871 4. Kesimpulan
Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menghitung kualitas air di Sungai Wonokromo dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2021; hasilnya menunjukkan bahwa kualitas air masing-masing 83,33% Tercemar Ringan dan 16,67% Tercemar Sedang di bagian hulu dan tengah. Titik hilir 83,33%
Tercemar Ringan dan 16,67% Tercemar Sedang. Lalu untuk data primer, dari hulu ke hilir 100%
Tercemar Sedang. Hasil kualitas air Metode CCME-WQI data sekunder adalah titik hulu 50%
Kurang, 33,33% Buruk, dan 16,67% Cukup. Titik tengah 66,67% Kurang dan 33,33% Buruk.
Sedangkan titik hilir 50% Kurang dan 50% Buruk. Lalu untuk data primer, dari hulu ke hilir 100%
Kurang. Terakhir, hasil kualitas air Metode NSF-WQI di titik hulu, tengah, dan hilir menggunakan data sekunder maupun primer adalah 100% Buruk.
Dari perhitungan ketiga metode dapat disimpulkan jika memiliki satu data dan ingin meneliti kualitas air saat itu juga maka dapat menggunakan metode Indeks Pencemaran karena hanya membutuhkan satu data. Namun apabila ingin mencari proyeksi kualitas air jangka panjang yang membutuhkan rentang waktu dari beberapa tahun sebelumnya, maka dapat menggunakan metode CCME-WQI. Lalu apabila ingin mencari kualitas air dengan parameter yang spesifik dari 9 parameter yang ditentukan maka dapat menggunakan metode NSF-WQI. Pada penelitian ini, metode NSF-WQI merupakan metode yang paling mendekati representasi kondisi kualitas air di Sungai Wonokromo saat ini. Kemudian, metode CCME-WQI dan NSF-WQI memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,678 dimana kedua metode ini saling berkorelasi. Sehingga apabila hasil perhitungan CCME-WQI tinggi maka hasil perhitungan NSF-WQI juga tinggi dan sebaliknya.
Berdasarkan pemetaan, kualitas air dari hulu hingga hilir disebabkan oleh banyak faktor, seperti akumulasi dari sumber pencemar yang menyebabkan penurunan kualitas air dari hulu ke hilir, faktor eksternal seperti waduk buatan yang mebuat kualitas air mengalami peningkatan di hilir, serta faktor geografis letak sungai yang hilirnya langsung mengarah ke perairan lepas. Untuk perkembangan analisa selanjutnya diharapkan perlu dilakukan frekuensi pengambilan sampel air secara rutin agar data yang didapatkan lebih lengkap dan memperoleh hasil yang lebih teliti. Selain itu besar harapannya untuk dijadikan rujukan untuk instansi terkait yang berwenang atas Sungai Wonokromo.
Dan untuk mencegah bertambahnya tingkat pencemaran di Sungai Wonokromo, perlu dilakukan upaya pengendalian lingkungan di sungai dan lingkungan sekitarnya.
Daftar Pustaka
Daftar pustaka ditulis dengan gaya penulisan IEEE. Penulisan daftar pustaka (reference) disarankan menggunakan alat bantu pengelola sitasi (citation tools).
[1] Yamashita, H., Haribowo, R., Sekine, M., Oda, N., Kanno, A., Shimono, Y., Shitao, W., Higuchi, T., Imai, T., Yamamoto, K. 2012. “Toxicity test using medaka (Oryzias latipes) early fry and concentrated sampe water as an index of aquatic habitat condition”
Environmental Science and Pollution Research vol. 19 pp. 2581-2594.
[2] Meybeck, M., Helmer, R. 1996. “An introduction to water quality” Water Quality Assessments - A Guide to Use of Biota, D. Chapman, 2nd ed. England: London. pp. 19-39.
[3] Husain, S. 2014. “Persepsi Masyarakat Versus Pemerintah Terhadap Layak Guna Air: Studi Kasus Kali Jagir Kelurahan Ngagelrejo Surabaya” Jurnal Masyarakat & Budaya, vol. 16, no.
1, pp 51-80.
[4] Hafsari, V., Haribowo, R., Ismoyo, MJ. 2021. “Evaluasi Sistem Distribusi Air Bersih Zona Rumah Pompa Pradah Kota Surabaya” Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air vol.
1 no. 2 pp 501-513.
872
[5] Dipta, W. 2021. "Problem Kali Jagir Surabaya, Sehari Petugas Angkut 1,5 Ton Sampah" Jawa Pos, Agustus 6, 2021. [Daring]. Didapatkan: Jawa Pos.com, http://jawapos.com. [diakses november 26, 2021]
[6] Saraswati, SP., Sunjoto, B., Kironoto, A., Hadisusanto, S. 2013. “Water Quality Monitoring and Data Quality Assurances” di HATHI: Proceedings of the 4th International Seminar of HATHI. September 6-8. Yogyakarta.
[7] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Peraturan Menteri Nomor 115 Tahun 2003.
Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta.
[8] Lumb, A., Halliwell, D., Sharma,T. 2006. “Application of CCME Water Quality Index to Monitor Water Quality: A Case Study of the Mackenzie River Basin, Canada” Environmental Monitoring and Assessment. pp 411-429.
[9] Brown, RM., McClelland NI., Denininger, RA., Tozer, RG. 1970. “A Water Quality Index- Do We Dare?” Water and Sewage Works. vol. 10. pp 339-343.
[10] Gubernur Jawa Timur. 2010. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2010.
Tentang Penetapan Kelas Air Pada Air Sungai. Jawa Timur
[11] Mukti, GT., Prayogo, TB., Haribowo, R. 2021. “Studi Penentuan Status Mutu Air dengan Menggunakan Metode Indeks Pencemaran dan Metode Water Quality Index (WQI) di Sungai Donan Cilacap, Jawa Tengah” Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air vol. 1 no. 1.
pp 238-251.
[12] Badan Standarisasi Nasional. 2019. Tata Cara Pengambilan Contoh dalam Rangka Pemantauan Kualitas Air pada Suatu Daerah Pengaliran Sungai SNI 03-7016-2004. Dewan Standarisasi Indonesia. Jakarta.
[13] Hisbulloh, R., Sayekti, R., Yuliani, E. 2021. “Studi Penentuan Sebaran Kualitas Air Dengan Menggunakan Metode DWQI (Dinius Water Quality Index), NSF-WQI, Indeks Pencemaran (IP), dan OIP (Overall Index Of Pollution) di Waduk Sutami Kabupaten Malang” Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air, vol. 2, no. 1.
[14] Pramono, GH. 2008. “Akurasi Metode IDW dan Kriging untuk Interpolasi Sebaran Sedimen Tersuspensi di Maros, Sulawesi Selatan” Forum Geografi vol. 22 no. 1. pp 145-158.