• Tidak ada hasil yang ditemukan

URGENSI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DALAM MELINDUNGI HUTAN LINDUNG GUNUNG SLAMET PADA KEGIATAN EKSPLORASI DI WILAYAH KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI BATURADEN JAWA TENGAH

N/A
N/A
Pranandiva Dwi

Academic year: 2024

Membagikan "URGENSI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DALAM MELINDUNGI HUTAN LINDUNG GUNUNG SLAMET PADA KEGIATAN EKSPLORASI DI WILAYAH KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI BATURADEN JAWA TENGAH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)URGENSI ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) DALAM MELINDUNGI HUTAN LINDUNG GUNUNG SLAMET PADA KEGIATAN EKSPLORASI DI WILAYAH KERJA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA PANAS BUMI BATURADEN JAWA TENGAH. Diajukan untuk Mengikuti Lomba Menulis Opini dalam Rangkaian Kegiatan PUSAKA FEST 2023 HIMA-AP FISIP ULM. Oleh: Pranandiva Dwi Asri Nur Afifah. BANDUNG 2023. (2) Ringkasan Eksekutif Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturaden merupakan salah satu proyek strategis nasional listrik Jawa-Madura-Bali yang akan ditargetkan menghasilkan listrik sebesar 220 MW. Proyek ini diagendakan sejak 2011 tertuang pada Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 542/27/2022. Kerusakan lingkungan yang terjadi Wilayah Kerja Panas bumi (WKP) PLTP Baturaden tidak dapat ditoleransi kembali. Proyek geothermal Baturaden yang 90% kawasannya berada di hutan lindung mengakibatkan tanah longsor, keluarnya mata air baru, ketidakstabilan lereng, peningkatan kandungan sedimen di dalam air, dan turunnya hewan hutan ke perkebunan warga yang mengakibatkan terganggunya aktivitas dan kerugian ekonomi warga sekitar. Dampak yang terjadi seakan tidak mengherankan karena PT. SAE sebagai pelaksana proyek tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) untuk proyek tersebut. Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.05 Tahun 2012 Pasal 3 Ayat 2a memang, kewajiban AMDAL dikecualikan untuk proyek eksplorasi dan cukup menggunakan UKL-UPL saja, namun dengan melihat dampak yang terjadi, aturan ini harus dikritisi kembali mengingat kegiatan eksplorasi 90% dilakukan pada area hutan lindung Gunung Slamet. Pendahuluan Energi panas bumi termasuk Energi Baru Terbarukan (EBT) yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Panas bumi atau geothermal tidak akan habis bila digunakan terus menerus (Jurnal Bumi, 2018). Indonesia menduduki peringkat 2 dunia pada negara dengan kapasitas Pembangkit Tenaga Panas Bumi terbesar (2020) yaitu sebesar 2.100 MW setelah Amerika Serikat dengan total 3.600 MW (ThinkGeoEnergy, 2020). Dibalik keberhasilan pembangunan PLTP, tidak semua berjalan lancar. Contohnya, kegiatan eksplorasi yang dilakukan PT. Sejahtera Alam Energy (SAE) pada WKP PLTP Baturaden yang hingga saat ini terus mengulur waktu kesiapan beroperasi dan kegiatan eksplorasi yang menimbulkan dampak kerusakan lingkungan, dan tentunya merugikan warga sekitar WKP. PT. SAE sebagai pengelola PLTP Baturaden mengantongi izin panas bumi wilayah kerja panas bumi PLTP Baturaden seluas 24.660 Ha berdasarkan Keputusan Menteri ESDM nomor. (3) 4577.K/30/MEM/2015. Diperkirakan produksi listrik dapat dilaksanakan pada tahun 2022. Diketahui PT. SAE tidak memiliki AMDAL dalam kegiatan eksplorasi yang dilakukan. Memang untuk melakukan kegiatan eksplorasi, AMDAL dikecualikan, namun mengingat kegiatan eksplorasi dilakukan pada hutan lindung yang memiliki fungsi vital untuk masyarakat sekitar WKP dan dampak yang ditimbulkan selama ini merugikan warga, apakah tidak sebaiknya aturan ini dibenahi kembali untuk mencegah kerugian akibat kegiatan eksplorasi yang dilakukan. Deskripsi Masalah Berdasarkan keterangan PT SAE yang mendapat izin usaha pertambangan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 541/27/2011 tanggal 11 April 2011 dengan luas area 24.660 Ha, menyatakan 90% area prospek panas bumi Baturaden berada di kawasan hutan lindung. Proses pembangunan PLTP Baturaden bermula tahun 2012, PT SAE mencoba masuk melalui jalur Guci, Tegal. Hingga pada 2016 bergeser ke Cilongok, dilakukan 2 titik pengeboran yaitu wellpad F dan H masing masing memiliki luas sekitar 1,5 ha dengan kedalaman 3.500 m. Selanjutnya pada 2021 wellpad F gagal dan ditutup total. Wellpad H berpotensi besar dimanfaatkan namun, masih memerlukan studi teknologi sehingga berstatus maintanance. Kini, PT SAE merevegetasi sumur yang dinyatakan gagal seluas 5 ha dengan total 19 ha yang direncanakan selesai pada 2023. Proyek geothermal di hutan lindung Gunung Slamet pada pembukaan kawasan hutan mengakibatkan tanah longsor dan keluarnya sumber mata air baru juga menjadikan ketidakstabilan lereng, perubahan dasar sungai dari batuan menjadi lumpur, serta air sungai yang menyebabkan peningkatan kandungan sedimen di dalam air. Hal ini mengakibatkan aktivitas warga terganggu pada sektor perairan pertanian. PT SAE mengakui bahwa terdapat kesalahan teknik cut and fill pada bukit-bukit di kawasan PLTP Baturaden. Rusaknya ekosistem hutan lindung juga mengakibatkan banyak hewan yang turun ke pemukiman. Hewan-hewan tersebut merusak tanaman pertanian warga, diantaranya macan tutul, babi hutan, kera, dan kijang. Bahkan elang jawa dan macan tutul juga kerap terlihat semenjak adanya PLTP Baturaden karena jarak desa dengan proyek hanya berkisar 7 km.. (4) Analisis Meliat penelitian terdahulu oleh (Lathifah, 2019) yang berjudul Dampak Pembangunan PLTP Baturaden dalam Perspektif Pembangunan Berkelanjutan yang hasilkan kesimpulan bahwa dampak yang terjadi dalam kasus PLTP Baturaden merupakan kesalahan dari pihak pengelola yang tidak sesuai prosedur dalam menjalankan proyek, mulai dari perencanaan sehingga terjadi bencana yang saat ini dirasakan masyarakat sekitar. Rusaknya ekosistem juga berakibat pada terancamnya habitat satwa yang ada di hutan tropis Gunung Slamet. Penelitian kedua oleh (Purbaya dan Dewi, 2012) yang berjudul Menelisik Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Baturaden yang dengan kesimpulan PLTP Baturaden memang dapat menjadi solusi bagi sumber energi yang sifatnya terbarukan. Akan tetapi, masyarakat tetap perlu berhati-hati karena pembangunan PLTP tersebut tidaklah lepas dari risiko baik terhadap lingkungan, maupun terhadap aspek sosial masyarakat. Potensi dampak yang terjadi dalam pembangunan PLTP Baturaden adalah perubahan vegetasi penutup, perubahan topografi, kerusakan tubuh tanah, krisis air, dan bencana akibat kerentanan tanah. Dampak ini seakan tidak mengherankan karena PT SAE sebagai pelaksana proyek belum menyusun AMDAL sebagai pedoman. PT SAE mengatakan bahwa PT SAE telah memenuhi semua perizinan yang diperlukan dan tidak diwajibkan untuk membuat AMDAL. Hal ini mengacu pada Permen LH No. 05 Tahun 2012 Pasal 3 Ayat 2a yaitu pengecualian kewajiban AMDAL terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bumi di dalam kawasan lindung dan cukup dengan melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL). Melihat dampak-dampak yang telah dirasakan cukup untuk mengharuskan perusahaan pemrakarsa untuk membuat AMDAL. Dapat dilihat kembali pada Permen LH No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL. Dinyatakan bahwa pembangunan PLTP dengan skala listrik yang menghasilkan lebih dari 55 MW merupakan kegiatan yang wajib memiliki AMDAL. Karena pembangunan PLTP ini berpotensi untuk menimbulkan dampak pada aspek fisik kimia (emisi, ambient, kebisingan, ceceran minyak pelumas, limbah bahan, dan air tanah), sosial, ekonomi, dan budaya terutama ada. (5) saat pembebasan lahan. Selain itu, pembangunan PLTP ini dilaksanakan di kawasan hutan lindung, yang mana menurut Permen LH tersebut merupakan kegiatan usaha yang wajib memiliki AMDAL UKL-UPL saja tidak cukup untuk menjamin dampak lingkungan yang terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya tumpang tindih kebijakan, yang dampaknya cukup untuk menjamin dampak lingkungan yang terjadi. Memang benar kegiatan eksplorasi dikecualikan dari kewajiban pembuatan AMDAL, namun sebenarnya kebijakan ini perlu dikritisi kembali. Karena bagaimanapun juga 90% pelaksanaan proyek eksplorasi ini dilakukan di kawasan hutan lindung. Rekomendasi Menyadari urgensi AMDAL bagi kegiatan-kegiatan eksplorasi pertambangan di Indonesia, serta memahami dampak yang dirasakan atas kegiatan eksplorasi tersebut, diajukan rekomendasi sebagai berikut: Kegiatan eksplorasi yang dilakukan harus tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan dengan menjaga keanekaragaman hayati yang ada. Hal ini berkaitan dengan alih fungsi hutan lindung Gunung Slamet yang di dalamnya terdapat vegetasi dan hewan langka yang harus dipertahankan keberadaannya. Pihak PT SAE membuat AMDAL guna mempersiapkan risiko-risiko yang terjadi selama kegiatan eksplorasi. Dapat dilihat pada Permen LH No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki AMDAL. Dinyatakan bahwa pembangunan PLTP dengan skala lebih dari 55 MW merupakan kegiatan yang wajib memiliki AMDAL Karena pembangunan PLTP ini berpotensi untuk menimbulkan dampak pada aspek fisik kimia, sosial, ekonomi, dan budaya terutama pada saat pembukaan lahan. Selain itu pembangunan PLTP dilaksanakan di kawasan hutan lindung, yang mana menurut Permen LH tersebut merupakan kegiatan usaha yang wajib memiliki AMDAL. UKL-UPL saja tidak cukup untuk menjamin dampak lingkungan yang terjadi. Memang benar kegiatan eksplorasi dikecualikan dari kewajiban dari kewajiban pembuatan AMDAL, namun sebenarnya kebijakan ini perlu dikritisi kembali. Karena 90% pelaksanaan proyek eksplorasi ini dilakukan di hutan lindung yang tentunya memiliki fungsi vital untuk lingkungan dan masyarakat.. (6) Melakukan antisipasi kerugian lingkungan, seperti rusaknya lahan warga akibat hewan yang turun dari pegunungan, dan terjadinya kelangkaan air bersih untuk warga dengan pemetaan desa terdampak melalui pengkategorian tertentu. Kesimpulan Sesuai dengan fungsi AMDAL sebagai kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan usaha atau kegiatan yang direncanakan pada sebuah lingkungan dan juga berfungsi sebagai kajian untuk mencari positif dan negatif dari suatu proyek yang akan dilakukan. Dengan AMDAL risiko-risiko dapat diprediksi sekaligus solusi atas risiko tersebut dapat direncanakan terlebih dahulu. Sebaiknya PT SAE membuat AMDAL untuk kegiatan eksplorasi pada WKP PLTP Baturaden untuk meminimalisasi risiko agar lebih dapat dikendalikan, mengingat kegiatan eksplorasi masih berlangsung dan dilaksanakan pada kawasan hutan lindung yang memiliki ekosistem kompleks.. (7) Daftar Pustaka Ardhana, I.P.G. 2011. Kajian Kerusakan Sumberdaya Hutan AKibat Kegiatan Pertambangan. Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal of Environtmental Science), Vol.6(2). Damkar. 2020. 17 Cara Mencegah Kebakaran Hutan dan Lahan. (Tersedia di: https://damkar.bandaacehkota.go.id/2020/07/19/17-cara-mencegahkebakaran-hutan-dan-lahan/). (Diakses pada tanggal 12 Oktober 2023). Latifah, N.L.D. 2018. Dampak Pembangunan PLTP Baturraden Dalam Perspektif Pembangunan. Berkelanjutan.. (Dapat. diunduh. pada:. https://www.researchgate.net/). (Diunduh pada tanggal 12 Oktober 2023). Purbaya, T.N., dan Dewi, S.N. 2012. Menelisik Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Baturaden. (Dapat diunduh pada: https://www.slideshare.net/). (Diunduh pada tanggal 11 Oktober 2023). Purwokerto Kita. 2017. Ini Alasan PT SAE Belum Membuat Amdal untuk Proyek PLTP Baturraden. (Dapat diakses pada: https://purwokertokita.com/). (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2023). Setiawan, V.N. 2022. ESDM Targetkan Dua Proyek PLTP Beroperasi Tahun Ini. (Dapat. diakses. pada:. https://katadata.co.id/intannirmala/berita/622888e236a1b/esdm-targetkandua-proyek-pltp-beroperasi-tahun-ini). (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2023). Yoshio, A. 2023. Jalan Panjang Pengembangan Panas Bumi. (Dapat diakses pada: https://katadata.co.id/anshar/infografik/613b04a4a5759/jalan-panjangpengembangan-panas-bumi). (Diakses pada tanggal 9 Oktober 2023).. (8)

Referensi

Dokumen terkait