• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS METODE BUSINESS PROCESS REENGINEERING UNTUK PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA PT KANAYA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS METODE BUSINESS PROCESS REENGINEERING UNTUK PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA PT KANAYA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS METODE BUSINESS PROCESS REENGINEERING UNTUK PENERAPAN E-PROCUREMENT PADA PT KANAYA

Gabriel Marella Andani

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya [email protected]

Dosen Pembimbing:

Dr. Ir. Nur Prima Waluyowati, MM.

ABSTRAK

Industri kapal merupakan industri yang tidak terlihat namun memegang peranan yang penting untuk menjaga perputaran roda perekonomian pada berbagai negara. Pemeliharaan kapal menjadi kegiatan penting bagi setiap perusahaan kapal untuk menjaga kualitas dan kelayakan kapal untuk beroperasi sesuai peraturan yang berlaku. Pengadaan memegang peran penting dalam memenuhi kebutuhan setiap kapal sehingga tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk menganalisis proses bisnis pengadaan yang kini berlaku beserta perubahan yang terjadi bila sistem e-procurement diimplementasikan pada divisi procurement PT Kanaya. Penerapan sistem e-procurement diharapkan dapat menunjang kelancaran proses pengadaan bagi setiap unit kapal dan kebutuhan kantor. Metode Business Process Reengineering (BPR) digunakan untuk menjabarkan proses bisnis divisi procurement PT Kanaya saat ini dan menganalisis perubahan yang terjadi pada proses bisnis tersebut. Proses bisnis yang ada digambarkan menggunakan metode pemodelan Unified Modelling Language (UML) menggunakan use case dan activity diagram. Hasil dari penelitian ini menghasilkan usulan rancangan proses bisnis baru yang mengacu pada best practice BPR sebagai strategi perancangan perubahan proses setelah mengeliminasi kegiatan not value- adding yang diidentifikasi sebagai waste serta dengan mempertimbangkan standard operating procedure (SOP) yang berlaku.

Kata kunci: perusahaan kapal, Business Process Reengineering, e-procurement, UML ABSTRACT

The ship industry is an invisible industry but plays an important role in maintaining the economic cycle in various countries. Ship maintenance is an important activity for every ship company to maintain the quality and feasibility of ships to operate in accordance with applicable regulations.

Procurement plays an important role in meeting the needs of each ship, thus the purpose of this research is to analyze the current procurement business processes and the changes that occur when the e-procurement system is implemented in the procurement division of PT Kanaya. The implementation of the e-procurement system is expected to support the smooth procurement process for each ship unit and office needs. The Business Process Reengineering (BPR) method is used to describe the current business processes of PT Kanaya's procurement division and analyze the changes that have occurred in these business processes. Existing business processes are described using the Unified Modelling Language (UML) modeling method using use cases and activity diagrams. The results of this study resulted in a proposed new business process design that refers to BPR best practice as a process change design strategy after eliminating not value- adding activities identified as waste and taking into account the applicable standard operating procedure (SOP)

Keywords: ship company, Business Process Reengineering, e-procurement, UML

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penunjang keberhasilan suatu organisasi untuk meningkatkan performanya salah satunya didasarkan pada kemampuan organisasi atau perusahaan untuk mendapatkan berbagai material pasokan dan layanan jasa yang diperlukan untuk mendukung kelancaran kegiatan operasional suatu organisasi atau perusahaan. Proses pengadaan atau yang juga disebut sebagai procurement telah menjadi bagian penting dari strategi perusahaan. Kegiatan pengadaan yang dijalankan setiap perusahaan tidak terlepas akan ketergantungannya dengan perusahaan lain untuk memenuhi kebutuhannya baik itu bahan baku, kapital, maupun sumber daya manusia untuk keberlangsungan kegiatan produksi barang maupun jasa.

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh KPMG pada tahun 2012 dengan judul “The Power of Procurement” menyatakan bahwa fokus utama dari fungsi pengadaan yang awalnya hanya sebatas untuk mencapai penghematan biaya, kini telah meluas kepada hal-hal yang menyangkut kapabilitas inti manajemen dari perusahaan, seperti category management, demand management,

SRM, dan manajemen risiko atas rantai pasok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh KPMG tersebut dapat disimpulkan bahwa penciptaan nilai (value) menjadi orientasi dari proses bisnis suatu fungsi pengadaan atau juga yang biasa disebut dengan value-driven dan tidak lagi hanya sebatas cost-driven.

Advanced value creation atas fungsi pengadaan tentunya tidak dapat diwujudkan tanpa adanya advanced tools, sehingga teknologi memiliki peran yang penting dalam mendukung kegiatan pengadaan yang lebih strategis.

McAfee & Brynjolfsson (2012) telah melakukan studi pada berbagai industri dan menghasilkan kesimpulan bahwa semakin banyak perusahaan yang mendasarkan keputusannya berdasarkan teknologi data, maka semakin baik kinerja perusahaan berdasarkan penilaian objektif atas hasil analisis data keuangan dan operasionalnya.

E-procurement menjadi salah satu solusi yang dapat diterapkan baik organisasi maupun perusahaan untuk mendukung kinerja pengadaan dalam sistem rantai pasok serta menyumbang efisiensi baik dari segi biaya, waktu, dan ongkos tenaga kerja. Brandon-Jones dan Kauppi (2018: 22) berpendapat bahwa e- procurement dapat memberikan manfaat

(3)

yang besar bagi organisasi, termasuk penurunan harga barang dan jasa, biaya transaksi yang lebih rendah, persediaan rantai pasokan yang berkurang, kecepatan yang lebih tinggi, dan tingkat layanan pelanggan yang lebih baik.

Davila et al. (2003) menyatakan bahwa e-procurement dapat menghemat sekitar 42% hingga 65% dari biaya total yang dikeluarkan oleh kegiatan pengadaan.

Penerapan TI pada fungsi pengadaan perusahaan perlu memiliki proses bisnis yang matang dan tepat sebelum kemudian diterjemahkan ke suatu sistem informasi yang terotomatisasi dan terintegrasi. Proses bisnis yang ada perlu dianalisis dan diidentifikasi terlebih dahulu menggunakan pendekatan Business Process Reengineering (BPR).

Industri kapal merupakan salah satu industri dengan lalu lintas transaksi rantai pasokan yang cukup tinggi.

UNCTAD (2014) menyatakan bahwa hampir 85% perdagangan internasional produk dilakukan di laut oleh industri perkapalan. Integrasi dan koordinasi antara pelaku yang terlibat dalam rantai pasokan industri maritim sangat dibutuhkan demi tercapainya suatu kegiatan maritim yang efisien, efektif, ekonomis, berkelanjutan, dan ramah

lingkungan.

Proses pengadaan dalam banyak perusahaan yang bergerak di industri perkapalan masih dilakukan secara paper-based atau bersifat tradisional dan sangat padat karya sehingga membutuhkan banyak tenaga (Nikitakos dan Litinas, 2001). Proses pengadaan serupa saat ini masih diterapkan oleh salah satu perusahaan perkapalan yang beroperasi di Indonesia, yaitu PT Kanaya (Kharisma Puan Anugerah Jaya) di Koja, Jakarta Utara dan berkembang sebagai family business. Penerapan pengadaan tersebut membuat kebutuhan kapal kerap tidak dapat terpenuhi secara tepat waktu sehingga aktivitas operasional kapal terhambat karena data yang berpindah antar divisi dan tingkat manajemen tidak terintegrasi sehingga dokumen rawan hilang, rusak, atau bahkan tidak diketahui. Hal ini kemudian menimbulkan beberapa permasalahan seperti kebutuhan dari kapal yang tidak bisa terpenuhi tepat waktu, miskomunikasi, kesalahan input data, dan pengulangan pekerjaan oleh divisi procurement.

PT Kanaya kini tengah merencanakan untuk mengadopsi sistem e-procurement pada proses pengadaannya. Proses bisnis yang ada

(4)

perlu terlebih dahulu diidentifikasi menggunakan pemodelan BPR. Setiap deskripsi proses dan aliran informasi/data dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh divisi procurement serta perubahan proses yang akan terjadi apabila sistem e-procurement yang baru akan diterapkan digambarkan meng- gunakan use case diagram dan activity diagram dari metode UML (Unified Modelling Language). Hasil dari reengineering proses bisnis yang ada kemudian dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pihak manajemen dan direksi PT Kanaya dalam mengimplementasikan sistem e- procurement.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui alur kerja divisi procurement serta permasalahan yang timbul dari proses yang berlangsung saat ini dapat diidentifikasi melalui metode BPR pada PT Kharisma Puan Anugerah Jaya (PT Kanaya).

2. Mengetahui perubahan pada proses bisnis kegiatan pengadaan apabila

sistem e-procurement

diimplementasikan pada proses yang berlangsung saat ini pada PT Kharisma Puan Anugerah Jaya (PT Kanaya).

Batasan Penelitian

1. Hasil dari penelitian ini hanya merupakan usulan atas desain proses bisnis pada divisi procurement PT Kanaya beserta prasyarat implementasinya.

2. Implementasi dari hasil rekayasa ulang proses tidak dilaksanakan terhadap PT Kanaya.

3. Penelitian yang dilakukan tidak mencakup analisis biaya dan waktu pada proses pengadaan.

LANDASAN TEORI E-procurement

CIPS Australia (2014) mendefinisikan e-procurement sebagai penggunaan internet untuk pengoperasian aspek transaksional dari permintaan, otorisasi pemesanan, penerimaan dan proses pembayaran untuk layanan atau produk yang dibutuhkan. E-procurement mempercepat pembelian, mengurangi biaya, dan mengintegrasikan rantai pasokan yang akhirnya mampu membantu mengurangi rentetan dokumen kertas dan di saat yang bersamaan juga menyediakan personel pembelian dengan database pemasok, pengiriman, dan data kualitas yang ekstensif (Heizer et al. 2017: 463).

(5)

Berdasarkan berbagai pengertian oleh para ahli, electronic procurement atau e-procurement adalah pembelian atau penjualan barang dan jasa secara business-to-business (B2B) melalui internet dan sistem informasi serta sistem jaringan lainnya, seperti electronic data interchange (EDI) dan Enterprise Resource Planning (ERP).

Business Process Reengineering (BPR)

Business process re-engineering (BPR) atau juga disebut dengan rekayasa ulang proses bisnis adalah pemikiran dan perancangan ulang secara fundamental dan radikal untuk mencapai perbaikan pada proses yang penting secara dramatis dalam ukuran tertentu seperti biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan (Hammer dan Champy, 1993). Bhaskar (2018; 530) menyatakan bahwa BPR membutuhkan integrasi yang tepat dengan berbagai subsistem organisasi lainnya, kemajuan teknologi, dan teknik lainnya. BPR tidak akan efektif apabila tidak didukung oleh faktor penunjang lainnya. Teknologi informasi (TI) memainkan peran penting dalam BPR dengan menyediakan jalan untuk mencapai kinerja dengan terobosan bagi sistem organisasi.

Berikut merupakan tahapan pelaksanaan BPR menurut Muthu et al.

(2006):

1. Prepare for Reengineering 2. Map & Analyze As-Is Process 3. Design To-Be Process

4. Implement Reengineered Process 5. Improve Continuously

Unified Modelling Language (UML) UML merupakan bahasa pemodelan yang visual, berbasis pada objek, dan dapat digunakan untuk berbagai tujuan.

Selain banyak digunakan dalam merancang perangkat lunak, UML juga digunakan untuk memodelkan proses bisnis dan memodelkan sistem yang bukan perangkat lunak (Praharani, 2015). Penggambaran proses bisnis dapat digambarkan dengan berbagai jenis pemodelan BPR, salah satunya adalah dengan UML seperti business use case diagram, activity diagram, class diagram, dan collaboration diagram agar pemahaman terkait proses bisnis dapat dipahami dengan baik antara business analyst dan pihak pengembang sistem informasi (A Rational Software White Paper, 2002).

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian terapan (applied research).

(6)

Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan output berupa data deskriptif berupa kata-kata/lisan maupun linguistik daripada numerik dari subjek, objek dan lingkungan yang sedang diteliti. Adapun sifat dari penelitian merupakan penelitian replikasi.

Sumber Data

1. Data primer, dalam hal ini data yang dihimpun adalah data gambaran keadaan objek penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara dan focus group discussion dengan pihak terkait, yaitu staf divisi procurement, manajer procurement, serta direktur keuangan PT Kanaya.

2. Data sekunder, yaitu data-data yang berasal dari dokumen-dokumen seperti data referensi literatur, data Logbook Purchase Order, Monitoring Request, form Vessel Requisition, form Office Requisition, dan Standard Operating Procedure (SOP) divisi procurement.

Metode Analisis Data

Business Process Reengineering (BPR) Metode analisis BPR pada penelitian ini mengacu pada tiga tahap awal pelaksanaan BPR menurut pendapat Muthu et al. (2006) mengenai consolidated BPR methodology

1. Prepare for Reengineering

Tahap awal BPR dimulai dengan pemahaman eksekutif perusahaan tentang pentingnya rekayasa ulang dan hubungan antara tujuan bisnis yang ingin dicapai dengan proyek rekayasa ulang.

2. Map & Analyze As-Is Process Tujuan utama dari fase ini adalah untuk mengidentifikasi hambatan (segala sesuatu yang mencegah proses mencapai hasil yang diinginkan dan khususnya transfer informasi antara organisasi atau orang) dan proses penambahan nilai.

3. Design To-Be Process

Tujuan dari fase ini adalah untuk menghasilkan satu atau lebih alternatif untuk situasi saat ini yang memenuhi tujuan strategis perusahaan.

Pengembangan model to-be dilakukan dengan menggunakan berbagai metode pemodelan yang tersedia.

Unified Modelling Language (UML) de Cesare dan Serano (2006; 2) menyampaikan bahwa proyek perubahan proses bisnis dan sistem informasi secara teori memiliki tujuan yang sama pada fase awal keduanya ketika akan melaksanakan suatu proyek, hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pemodelan yang digunakan untuk proyek yang menyangkut keduanya akan membutuhkan informasi yang sama pula. Teknik pemodelan UML dianggap

(7)

sangat komprehensif ketika memodelkan proses bisnis dan sistem informasi dikarenakan model tersebut menyampaikan informasi yang serupa, sehingga dapat digunakan sebagai dasar untuk melaksanakan BPR dari model sistem informasi atau sebaliknya.

de Cesare dan Serano (2006) serta Podeswa (2005) mengusulkan untuk menggunakan use case diagram menggambarkan para pihak yang terlibat dalam setiap use case dan selanjutnya menggunakan activity diagram untuk menggambarkan interaksi antar pihak yang terlibat ketika proses bisnis dilaksanakan sehingga dalam penelitian ini digunakan kombinasi use case diagram dan activity diagram.

1. Use case

Use case diagram terdiri dari business use case dan system use case. Komponen use case antara lain dijelaskan pada Tabel 1. Kalimat yang tercantum di dalam setiap use case harus berupa kata kerja yang menggambarkan rangkaian kegiatan di dalamnya secara garis besar.

Aktor dapat berupa suatu divisi, orang, atau sistem informasi lain yang berinteraksi langsung dengan proses bisnis. Aktor dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu generalized actor dan specialized actor.

Tabel 1. Komponen pada Use Case Diagram

2. Activity diagram

Peneliti menggambarkan activity diagram pada penelitian ini meng- gunakan swimlane untuk menunjukkan siapa yang melakukan setiap aktivitas.

Tabel 2. Komponen pada Activity Diagram

(8)

(Lanjutan) Tabel 2. Komponen pada Activity Diagram

Activity diagram yang digambarkan pada peneliti menggunakan deskripsi stereotype.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses Pengadaan pada PT Kanaya

PT Kanaya menerapkan dua metode pengadaan yaitu secara pilih langsung (Gambar 1) dan tunjuk langsung (Gambar 2) yang diproses menggunakan Excel, Accurate, email, dan manual/paper-based untuk berbagai macam dokumen. Data yang telah disimpan pada masing-masing software tidak tersedia secara transparan dan bersifat statis sehingga penginputan data yang sama perlu dilakukan berulang kali pada berbagai langkah kegiatan oleh seluruh fungsi perusahaan termasuk divisi procurement.

Prepare for BPR

Penentuan tujuan atas dilaksanakannya BPR didapat setelah melakukan wawancara dengan seorang staf divisi procurement dan fleet manager serta melalui diskusi dengan FAT manager dan direktur keuangan dari PT Kanaya. Hasil dari diskusi yang diperoleh untuk memetakan tujuan BPR adalah sebagai berikut:

1. Perubahan pada proses bisnis yang perlu dilakukan sebelum di- implementasi ke dalam sebuah sistem e-procurement.

2. Data yang tersedia lebih transparan bagi pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan dan dapat dipantau secara real-time.

(9)

Gambar 1. Pengunaan Perangkat Lunak pada Transaksi Pilih Langsung

Gambar 2. Pengunaan Perangkat Lunak pada Transaksi Tunjuk Langsung

3. Proses authorization untuk berbagai form dapat dilakukan secara online.

4. Perbandingan waktu dan biaya pada jangka panjang apabila sistem e- procurement diimplementasikan.

Penelitian ini terbatas pada tahap implementasi sehingga tidak dapat dipastikan seberapa besar perubahan waktu proses dan selisih biaya setelah implementasi sistem e-procurement.

Map and Analyze As-Is Process

Pemodelan proses bisnis yang berlangsung saat ini digambarkan menggunakan UML business use case diagram dan activity diagram

1. As-Is Business Use Case Diagram Business use case diagram pada Gambar 3 menggambarkan bahwa aktor

(10)

yang terletak pada sisi kiri diagram merupakan aktor yang memulai kegiatan pada masing-masing use case dan selanjutnya akan direspon oleh aktor- aktor yang berada di sisi kanan diagram.

Gambar 3. As-Is Business Use Case Diagram

Peran dari masing-masing aktor diperoleh berdasarkan pada hasil wawancara dengan staf procurement serta SOP divisi procurement.

Nama aktor Peran

Kapten kapal Aktor yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam sebuah kapal, mengirimkan permintaan atas kebutuhan kapal baik untuk kebutuhan deck maupun engine kepada port captain dan port engineer

Port captain Aktor yang bertanggung jawab untuk mereview permintaan atas kebutuhan deck kapal, menyetujui form PO sebelum dikirim kepada supplier/vendor/ kontraktor, serta memproses pembelian yang sifatnya urgent menggunakan petty cash

Port engineer Aktor yang bertanggung jawab untuk me-review permintaan atas kebutuhan engine kapal, menyetujui form PO sebelum dikirim kepada supplier/vendor/kontraktor, serta memproses

pembelian yang sifatnya urgent menggunakan petty cash

Fleet manager Menyetujui deck dan engine requisition untuk diteruskan ke divisi procurement sebagai vessel requisition serta menandatangani form PO sebelum dikirim kepada

supplier/vendor/kontraktor

Divisi HRGA Mengajukan permintaan barang/jasa sebagai office requisition yang telah disetujui oleh manajer divisi HRGA

Divisi QHSE Mengajukan permintaan barang/jasa sebagai office requisition yang telah disetujui oleh manajer divisi QHSE requisition yang telah disetujui oleh manajer divisi F.A.T. serta bertanggung jawab untuk memproses pembayaran atas barang dan jasa yang diterima Divisi QHSE Mengajukan permintaan barang/jasa sebagai

office requisition yang telah disetujui oleh manajer divisi QHSE requisition yang telah disetujui oleh manajer divisi F.A.T. serta bertanggung jawab untuk memproses pembayaran atas barang dan jasa yang diterima Procurement Pihak yang bertanggung jawab untuk memproses

RFQ, mengajukan PO, memproses pembelian menggunakan petty cash, memproses barang diterima yang bermasalah, serta mengevaluasi kinerja supplier/vendor/kontraktor Presiden direktur Me-review quotation yang diberikan

supplier/vendor/ kontraktor, memilih supplier/vendor/kontraktor untuk pengajuan PO, dan menandatangani form PO sebelum dikirim kepada supplier/vendor/kontraktor

Board of Directors Pihak yang terdiri atas direktur keuangan dan direktur business unit dan berperan untuk me- review serta menyetujui form PO

Supplier/vendor/

kontraktor

Pihak yang menyediakan barang dan jasa kepada perusahaan dan memberikan

quotation/penawaran harga kepada perusahaan Accurate Sistem yang digunakan yang digunakan untuk

memproses faktur pembelian petty cash dan menyimpan data PO

Microsoft Excel Sistem yang digunakan yang digunakan untuk menyimpan data Monitoring Request dan Logbook PO

Tabel 3. Aktor yang Terlibat dalam Proses Bisnis Pengadaan

2. As-Is Activity Diagram

Setiap activity diagram akan dilengkapi dengan penjelasan

precondition” dan “postcondition

sesuai dengan aturan standar penggambaran UML. Beberapa stereotype digunakan dalam pemodelan

(11)

as-is activity diagram untuk menjelas- kan kelompok aktivitas, objek, dan aliran sesuai dengan jenisnya.

Jenis Nama Stereotype

Keterangan

Aktivitas <<Manual>> Aktivitas yang dilakukan secara manual, tidak melibatkan perangkat lunak.

<<Accurate>> Aktivitas yang dilakukan di dalam software Accurate

<<Excel>> Aktivitas yang dilakukan di dalam Microsoft Excel

Objek <<Document>> Merupakan berkas yang dapat menjadi input atau output dalam satu aktivitas dan dapat juga berupa database untuk pengambilan keputusan maupun audit.

Aliran <<input>> Digunakan pada dokumen, menunjukkan bahwa dokumen menjadi input suatu aktivitas.

<<output>> Digunakan pada dokumen, menunjukkan bahwa dokumen menjadi output suatu aktivitas.

Tabel 4. Stereotype pada Activity Diagram

i. Membuat permintaan

ii. Pembelian menggunakan petty cash

iii. Memproses permintaan

iv. Mengajukan RFQ (Request for Quotation)

v. Memproses PO (Purchase Order)

(12)

vi. Memenuhi permintaan PO

vii. Mengirim invoice

viii. Evaluasi kinerja supplier, vendor, atau kontraktor

Analisis Proses Pengadaan Saat Ini Penulis mengidentifikasi akar permasalahan yang terjadi di lapangan saat melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa melalui wawancara dengan seorang staf procurement dan fleet manager pada tahap ini serta dari activity diagram pada tahap ini.

Sehingga diperoleh beberapa kendala seperti berikut:

1) Human error kerap terjadi atas kesalahan input data

2) Proses otorisasi/persetujuan dari berbagai pihak memakan waktu lama

3) Permintaan barang atau jasa yang urgent tidak dapat segera dipenuhi 4) Berkas rawan hilang

5) Data-data masih diproses secara manual sehingga berdampak pada waktu proses

Design To-Be Process

Menentukan Strategi Perbaikan Strategi perbaikan yang dirancang adalah untuk mengurangi aktivitas yang dianggap bermasalah atau tidak memberikan nilai tambah (non-value added), yaitu sebagai berikut:

1) Mengeliminasi tiga dari delapan jenis waste yang teridentifikasi

(13)

(Dennis dan Shook dalam Praharani, 2015; 29):

i. Motion: pergerakan yang tidak dibutuhkan

ii. Delay: aktivitas saling bergantung namun tidak tersinkronisasi

iii. Conveyance: inefisiensi dalam pemindahan produk atau informasi

2) Merancang proses pengadaan baru dengan menggunakan best practice business process re-engineering akan diterapkan untuk merancang to-be process (Mansar dan Reijers dalam Praharani, 2015; 32):

i. Numerical involvement ii. Order assignment iii. Integral technology

iv. Task elimination v. Automation

3) Aktivitas yang bersifat non-value- added but necessary tidak dapat dihilangkan karena kaitannya dengan SOP perusahaan:

i. Penginputan transaksi tunjuk langsung di perangkat lunak Accurate

ii. Penginputan data transaksi pemilihan langsung di perangkat lunak Accurate.

1. To-Be System Use Case Diagram Pada use case yang baru, terdapat beberapa aktor pada use case sebelumnya yang dihilangkan karena perannya yang tidak secara langsung berinteraksi dengan sistem e- procurement yang akan dirancang, yakni kapten kapal, sistem Accurate dan supplier, vendor, atau kontraktor, sedangkan sistem Excel tidak digunakan lagi karena fungsinya yang telah digantikan dengan sistem e- procurement.

Gambar 4. To-be System Use Case

2. To-Be Activity Diagram

Terdapat beberapa aktor yang tidak secara langsung berinteraksi dengan

(14)

sistem e-procurement dihilangkan pada system use case, namun pada prakteknya, aktor-aktor tersebut berperan sebagai pihak ketiga yang memiliki keterkaitan dalam berlangsungnya setiap proses. Aktor- aktor tersebut merupakan kapten kapal dan supplier, vendor, atau kontraktor yang tetap dijelaskan keterlibatannya pada beberapa activity diagram.

Stereotype yang sebelumnya diterapkan pada as-is activity diagram tidak lagi diterapkan karena to-be activity diagram lebih berfokus pada rincian kegiatan yang berkaitan erat dengan sistem e- procurement dan bagaimana sistem tersebut bereaksi pada setiap aktivitas yang dilakukan antara aktor dengan sistem.

a. Mengajukan vessel requisition i. Mengecek dan menginput data

vessel requisition

ii. Approve vessel requisiton

b. Memproses transaksi tunjuk langsung

i. Mengajukan dana pembelian

(15)

ii. Mencairkan dana iii. Mengajukan tambahan saldo petty cash

c. Mengajukan office requisition i. Mereview data office requisition

(16)

ii. Approve office requisition

d. Memproses RFQ (Request for Quotation)

i. Mengajukan RFQ

ii. Authorize RFQ

e. Memproses PO (Purchase Order) i. Input data PO

(17)

ii. Review PO

iii. Approval B.O.D

iv. Approval Presiden Direktur

v. Kirim PO

(18)

f. Pesanan selesai

g. Terima invoice

h. Update hasil evaluasi supplier, vendor, atau kontraktor

Pembahasan

Proses bisnis pengadaan direkayasa ulang dengan mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai perusahaan serta permasalahan dan kendala yang terjadi ketika melaksanakan proses bisnis yang diterapkan saat ini. Perubahan yang dicapai melalui BPR diperoleh melalui FGD dan permasalahan serta kendala didapatkan dari wawancara dan proses bisnis yang dijabarkan pada tahap as-is.

Proses to-be dirancang dengan mengeliminasi kegiatan yang diidentifikasi sebagai waste dan bersifat non-value-adding, diantaranya adalah:

1. Motion

a. Tenaga dan waktu ekstra untuk

(19)

mengingatkan aktor lain agar segera mengotorisasi dokumen.

b. Entry data ke berbagai database harus dilakukan berulang kali karena data yang tersimpan bersifat statis dan belum adanya sistem yang terintegrasi untuk mendukung transparansi dan pertukaran informasi.

2. Delay

Tenaga yang perlu dikeluarkan untuk mengecek progress permintaan yang diajukan karena tidak adanya sistem yang transparan dan menyajikan informasi secara real-time.

3. Conveyance

a. Data yang tersimpan bersifat statis dan belum adanya sistem yang terintegrasi untuk men- dukung transparansi dan pertu- karan informasi

b. Pengulangan pekerjaan berupa perbaikan kesalahan input data atau kalkulasi nominal biaya Perancangan proses baru bagi PT Kanaya juga mempertimbangkan SOP yang diterapkan perusahaan sehingga terdapat beberapa kegiatan yang tidak dapat dilakukan perubahan atas kebijakan perusahaan, hanya saja alur pengerjaannya yang berubah. Kegiatan ini meliputi aktivitas yang menyangkut

dengan penginputan data keuangan yang tidak termasuk ke dalam ruang lingkup kegiatan procurement sehingga apabila perancangan ulang proses tidak terbatas pada SOP yang berlaku, kegiatan- kegiatan tersebut dapat dialihkan pada divisi FAT.

Penerapan atas perubahan ini selanjutnya akan berdampak pada perubahan SOP divisi procurement. SOP yang berubah tentunya akan mengurangi tanggung jawab pekerjaan administratif staf procurement dan PT Kanaya tetap dapat melaksanakan kegiatan penga- daannya tanpa memerlukan penambahan jumlah karyawan pada divisi procurement untuk menangani kebutuh- an armada kapal yang dimiliki saat ini.

Tugas administratif staf procurement yang telah dieliminasi selanjutnya dapat digantikan dengan tugas yang berkontribusi secara lebih strategis bagi perusahaan melalui pelatihan secara berkelanjutan. Keteram- pilan dan ilmu yang diperoleh staf procurement dari pelatihan akan memberikan output yang memberikan nilai tambah bagi perusahaan sesuai dengan orientasi proses bisnis procurement untuk menciptakan value dan tidak lagi sebatas pencapaian atas penghematan biaya (cost-driven). Hal

(20)

ini dapat diterapkan mengingat kekosongan jabatan manajer semenjak Covid-19 sehingga pekerjaan staf juga mencakup beberapa task yang semestinya dilaksanakan oleh manajer dan sebagian lagi dilaksanakan oleh penanggung jawab sementara procurement.

Proses bisnis yang telah dirancang ulang oleh peneliti dapat menjadi pertimbangan untuk ditindaklanjuti oleh perusahaan dengan simulasi untuk memperoleh hasil time analysis menggunakan perangkat lunak yang mendukung, cost analysis, dan risk analysis agar perusahaan mendapat pertimbangan yang lebih matang dalam mengimplementasi e-procurement. Hal ini merupakan keterbatasan yang ada pada penelitian ini sehingga tidak dibahas.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Penelitian ini menggambarkan alur proses bisnis pengadaan yang ber- langsung saat ini sehingga diperoleh permasalahan dan kendala yang terjadi di lapangan dari proses yang berlangsung pada tahap as-is. Proses bisnis pada tahap as-is digambarkan menggunakan business use case dan

as-is activity diagram. Masalah yang diidentifikasi sebagai waste merupakan kegiatan yang sifatnya non-value-added sehingga diterap- kan best practice BPR untuk merancang strategi perubahan.

2. Kegiatan yang bersifat non value- added but necessary terkait penginputan data keuangan tidak dapat dieliminasi, namun diubah alur kegiatannya karena mengacu pada SOP perusahaan.

3. Proses bisnis to-be yang dirancang menggunakan system use case dan to-be activity diagram dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk melanjutkan pada tahapan berikutnya dari implementasi BPR untuk mengaplikasikan e- procurement pada PT Kanaya secara in-house.

Saran

1. PT Kanaya perlu mempertim- bangkan beberapa kegiatan yang berada di luar ruang lingkup kegiatan procurement yang diatur dalam SOP divisi procurement.

2. PT Kanaya dapat mengadakan pelatihan bagi staf procurement untuk menambah keterampilan dan ilmu yang dapat memberikan nilai bagi perusahaan dan tidak sebatas

(21)

orientasinya untuk mencapai penghematan biaya.

3. Hasil penelitian ini dapat lebih lanjutkan dengan simulasi menggunakan perangkat lunak yang mendukung untuk memperoleh hasil time analysis dan secara lebih lanjut ditinjau dari aspek cost analysis serta risk analysis agar perusahaan mendapat pertimbangan yang lebih matang sebelum dilanjutkan pada tahap implementasi sebagai kelanjutan dari proses BPR dalam mengimplementasikan e- procurement.

DAFTAR PUSTAKA

A Rational Software White Paper, 2002, Business Modeling with the UML and Rational Suite AnalystStudio.

Bhaskar, Hari Lal., 2018, Business process reengineering framework and methodology: a critical study.

Int. J. Services and Operations Management, Vol. 29, No. 4.

Brandon-Jones, A., & Kauppi, K., 2018,

Examining The Antecedents Of The Technology Acceptance Model Within E-Procurement’, International Journal of Operations & Production

Management, Vol. 38 Issue: 1, pp.22-42.

CIPS Australia, 2014, The Definition of Procurement, CIPS Australia Pty Ltd.

Davila, A., Gupta, M. & Palmer, R., 2003, ‘Moving Procurement Systems To The Internet: The Adoption And Use Of E- Procurement Technology Models’, European Management Journal, Vol. 21, No. 1, pp. 11-23.

Hammer, M. & Champy, J., 1993.

Business process reengineering.

London: Nicholas Brealey, Vol.

444, No. 10, pp.730-755.

Heizer, J., Render, B., & Munson, C., 2017, Operations Management 12th ed.

KPMG, 2021, The Power of Procurement, diakses pada 10

Januari 2021,

https://assets.kpmg/content/dam/k pmg/xx/pdf/2021/05/future-of- procurement.pdf

McAfee, A. & Brynjolfsson, E., 2012, Big Data: The Management Revolution. Harvard Business Review, diakses pada 10 Januari 2021, https://hbr.org/2012/10/big- data-the-management-revolution

(22)

Muthu, S., Whitman, L., & Cheraghi, S.

H., 2006, Business Process Reengineering: A Consolidated Methodology. The 4th Annual International Conference on Industrial Engineering Theory, Applications and Practice, Texas.

Nikitakos, N. & Litinas, N., 2001, ‘E- Procurement Framework for Shipping’, University of The Aegean, Greece.

UNCTAD, 2014, ‘Review of Maritime Transport’, United Nations Conference on Trade and Development, New York and Geneva.

Referensi

Dokumen terkait

3-85 Sec-C Interactive session with class teacher Jarfin Akhter Roll.4-76 Sec-D Interactive session with class teacher Rumana Surmin Roll.1-86 Sec-E Interactive session with class