Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ilmiah yang berjudul “Analisis Pemikiran Ekonomi Imam Al-Ghazali Tentang Pembatasan Keuntungan Jual Beli”. Asnaini, MA, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu yang telah sabar dalam mengajar selama proses pembelajaran. Desi Isnaini, MA selaku Ketua Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu yang memberikan motivasi dan berbagi ilmu.
MM selaku Ketua Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu dan Dosen Pembimbing Akademik (PA) yang pernah memberikan pengarahan selama menempuh pendidikan di Program Studi Ekonomi Syariah. Bapak/Ibu Associate Professor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui batasan keuntungan menurut pemikiran Imam Al-Ghazali dan mengetahui alasan Imam Al-Ghazali menetapkan batasan keuntungan dalam jual beli.
Hasil penelitiannya adalah Imam Al-Ghazali membatasi keuntungan jual beli sebesar 5 - 10% dari harga beli. Penulis mengumpulkan data-data terkait pemikiran ekonomi Imam Al-Ghazali tentang batasan keuntungan jual beli, yang bersumber dari buku, jurnal atau penelitian-penelitian terdahulu yang sesuai dengan permasalahan peneliti. Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang batasan keuntungan yang tertuang dalam kitab Ihya Ulumuddin kemudian dianalisis secara mendalam guna diambil kesimpulan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pemikiran Imam Al-Ghazali tentang margin keuntungan dalam jual beli dan menjelaskan alasan penentuan margin keuntungan tersebut.
أو
Banyak ekonom Islam yang membahas margin keuntungan, antara lain Imam Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Ibnu Taimiyah, Yusuf Qhardawi dan lain-lain (Mubarokah, 2020). Di antara para ekonom Islam lainnya, Imam Al-Ghazali sangat kritis dalam menetapkan batasan keuntungan yang diperbolehkan, yaitu pedagang diperbolehkan mengambil keuntungan 5 – 10% di atas harga normal karena seharusnya keuntungan menjadi tujuan pedagang, yaitu menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya. mencari akhirat. (Karim, 2017). Pemikiran ekonomi Imam Al-Ghazali terdapat dalam beberapa kitab, salah satunya pada kitab Ihya Ulumuddin yang membahas tentang margin keuntungan dalam jual beli.
Imam Al-Ghazali membagi keuntungan jual beli menjadi 2 jenis keuntungan yaitu keuntungan dunia dan keuntungan akhirat (Al-Ghazali, 2009). Untuk itu Imam Al-Ghazali menjelaskan tentang kewajiban seorang saudagar mempelajari ilmu muamalah terlebih dahulu. Lebih lanjut Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa tujuan pedagang dalam jual beli atau berdagang adalah untuk menunaikan salah satu kewajiban sosial (fardhu kifayah), yang artinya apabila tidak ada penjualan untuk memenuhi kebutuhan manusia maka kehidupan manusia akan terganggu (Hafidz). ) , 2013).
Kemudian dalam mencari keuntungan, Imam Al-Ghazali membatasi perolehan keuntungan pedagang sebesar 5 – 10% dari harga barang (Karim, 2017). Batasan keuntungan yang diberikan Imam Al-Ghazali mengingat permasalahan yang sering terjadi dalam jual beli. Lebih lanjut Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa para pedagang hendaknya memperlancar penjualan dan melarang para pedagang mempersulit orang lain untuk memenuhi kebutuhannya karena hal tersebut merupakan perbuatan yang tidak adil.
Imam Al-Ghazali menjelaskan, keuntungan yang hendaknya diperjuangkan para pedagang adalah keuntungan di akhirat. Oleh karena itu Imam Al-Ghazali sangat kritis dalam menentukan margin keuntungan yang baik dalam jual beli. Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa keuntungan yang diperoleh pedagang melebihi sepertiga modal termasuk dalam perbuatan penipuan yang dilakukan pedagang dalam jual beli, menurutnya pembeli berhak khiar (melanjutkan atau membatalkan) penjualan dan pembelian, jika pembeli memutuskan untuk melanjutkan pembelian maka pedagang harus mengembalikan kelebihan uang yang diperoleh pembeli dan pembeli menerima kelebihan uang tersebut, dan jika pembeli ingin membatalkan transaksi maka pedagang tidak boleh melarang dan mengganti uang tersebut. dan barang yang diterima masing-masing pihak (Al-Ghazali, 2009).
Di akhir diskusi, Imam Al-Ghazali menjelaskan bahwa seseorang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat, termasuk para saudagar yang akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adapun batas keuntungan yang ditetapkan oleh Imam Al-Ghazali yaitu 5 – 10% merupakan batas yang relatif kecil dibandingkan dengan pemikiran para ekonom Islam lainnya. Mengenai penentuan batas keuntungan menurut Imam Al-Ghazali, ada sebagian pedagang yang hanya mengambil keuntungan sesuai batas keuntungan yang disarankan oleh Imam Al-Ghazali.
Batasan keuntungan yang ditetapkan oleh Imam Al-Ghazali pada saat jual beli adalah 5 – 10% dari modal pedagang dan Imam Al-Ghazali berpesan agar para pedagang tidak mengambil keuntungan yang besar dari penjualan barang kebutuhan pokok dan Imam Al-Ghazali menasihati para pedagang untuk melakukan hal tersebut. baiklah kepada pembeli dari kalangan miskin dengan tidak mengambil keuntungan terlalu banyak darinya, karena Allah SWT yang akan memberikan keberkahan dalam hidupnya. Adapun alasan Imam Al-Ghazali menentukan kemaslahatan tersebut adalah untuk menjauhkan manusia dari keserakahan yang dapat mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang diharamkan dalam Islam karena perbuatan tersebut akan menjauhkan manusia dari tujuan manusia yang sebenarnya yaitu memperoleh keamanan dalam Islam. . dunia ini, serta keselamatan di akhirat. Batasan keuntungan yang ditetapkan oleh Imam Al-Ghazali sangat cocok bagi pedagang yang menjual sembako, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pandangan Imam Al-Ghazali mengenai batasan keuntungan bagi pedagang yang berjualan.
Konsep kejujuran dan keadilan dalam transaksi ekonomi menurut Imam Al-Ghazali dan pengaruh tasawuf terhadapnya (Kajian Analisis Kitab Ihya al-Ulum al-Din).